BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta masuk dalam kategori 10 besar provinsi di Indonesia yang memiliki usia harapan hidup tinggi. Provinsi dengan usia harapan hidup lebih tinggi didominasi oleh penduduk berusia lanjut (BPS Susenas, 2009). Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Yogyakarta yang mempunyai jumlah usia lanjut yang besar. Kabupaten Bantul memiliki penduduk lansia sebesar 79.909 (BPS Kabupaten Bantul, 2014). Angka harapan hidup masyarakat di Kabupaten Bantul pada tahun 2009 mencapai 70 tahun untuk perempuan dan 69 tahun untuk laki-laki (BPS Susenas, 2009). Peningkatan proporsi penduduk lansia dan angka harapan hidup yang tinggi tersebut akibat dari pelaksanaan pembangunan kesehatan yang komprehensif dan berkesinambungan yang menuntut adanya peningkatan mutu pelayanan kesehatan terutama pada usia lanjut (Wiraharja dan Satya, 2014). Usia lanjut merupakan kelompok berisiko karena kerentanan mengidap penyakit lebih tinggi. Hal ini disebabkan adanya perubahan karakteristik fisik, fungsi fisiologis, usia, sosial dan ekonomi. Perubahan fisik lansia menurun sehingga mengakibatkan kelambatan berjalan, kaki mudah goyah dan terlambat dalam mengantisipasi bahaya bila tersandung ataupun terpeleset, tanda tersebut mengakibatkan peningkatan risiko jatuh pada lansia (Howe et al, 2008). Jatuh adalah peristiwa yang paling umum terjadi diantara lansia. Survei di komunitas Indonesia, sekitar 30% lansia di atas 65 tahun pernah mengalami jatuh 1
2 setiap tahunnya dan separuh pernah jatuh lebih dari sekali. Bahkan pada lanjut usia di atas 80 tahun, sekitar 50% pernah mengalami jatuh (Probosuseno, 2006). Prevalensi kejadian jatuh di dunia juga cukup tinggi. Di Eropa sebesar 18-30% lansia dilaporkan mengalami jatuh, sedangkan di Asia (Korea) angka jatuh pada lansia mencapai 20-40% (WHO, 2012). Jatuh bisa mengakibatkan luka serius seperti fraktur pinggul, penurunan fungsi hingga kematian (Centers for Disease Control, 2011). Perawatan jatuh disertai luka serius akan membutuhkan biaya 2-3 kali lebih tinggi dan membutuhkan caregiver dan pengawasan yang berkelanjutan. Lamanya penyembuhan luka akibat jatuh dan perawatan yang tidak dilakukan secara adekuat, berisiko mengalami atropi otot atau kelemahan sehingga meningkatkan risiko terjadinya jatuh berulang (Howe et al, 2008). Kejadian jatuh harus dicegah agar tidak menimbulkan masalah kesehatan lain. Salah satunya adalah dengan cara identifikasi faktor-faktor risiko, diantaranya adalah rasa takut jatuh. Rasa takut jatuh (fear of falling) adalah salah satu faktor risiko intrinsik yang memiliki dampak besar, lebih serius dibandingkan jatuh itu sendiri (Halter, 2009). Rasa takut jatuh dipercaya sebagai hasil trauma psikologis setelah mengalami kejadian jatuh (fallers), yang juga disebut sindrom paska jatuh (post-fall syndrome). Sindrom ini pertama kali diketahui pada tahun 1982 oleh Murphy dan Isaac yang saat itu memperhatikan lansia setelah jatuh mengalami rasa takut yang kuat untuk berjalan kaki. Sebagai konsekuensinya, rasa takut ini menyebabkan
3 hilangnya kepercayaan diri dalam melakukan aktifitas tertentu (Tinetti, Liu & Claus, 2003). Setidaknya sebanyak 25-20% populasi usia lanjut di komunitas melaporkan takut jatuh dengan angka kejadian meningkat pada lansia dengan riwayat jatuh (WHO, 2012). Sebesar 40-73 % lansia berisiko mengembangkan rasa takut setelah mengalami jatuh dan rasa takut akan berlangsung selama kurang lebih 2 tahun (Yardley et al, 2007). Meskipun banyak penelitian yang melaporkan rasa ketakutan akan jatuh, banyak pula ditemukan kasus di komunitas yaitu setengah dari populasi lansia yang tidak pernah jatuh (non fallers) menunjukkan rasa takut jatuh (Murphy, Dubin, & Gill, 2003). Sebanyak 49% lansia berusia 70-79 tahun berisiko mengalami rasa takut jauh dan insidensi rasa takut jatuh semakin meningkat hingga 70% pada lansia usia di atas 80 tahun (Friedman et al, 2002; Scheffer et al, 2008). Rasa takut jatuh tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak menimbulkan konsekuensi negatif selama Activities Daily Living s (ADL s). Jika takut jatuh menyebabkan lansia mulai membatasi dan menghindari aktivitas fisik, maka lansia akan berisiko mengalami kejadian jatuh berulang ((Howe et al, 2008). Lansia yang membatasi aktifitas dan sosial karena takut jatuh, berisiko mengalami kelemahan otot dan ketidakseimbangan (Brouwer, 2004; Hausdorff, 2005). Lansia dengan rasa takut jatuh akan berjalan dengan kewaspadaan tinggi atau disertai rasa takut yang menyebabkan waktu dan kecepatan berjalan berkurang sehingga lebih jauh lagi berdampak pada Activities Daily Living s
4 (ADL s) (Gonnerman et al, 2012). Rasa takut jatuh juga berkontribusi memicu kurangnya kecepatan duduk berdiri dari kursi akibat munculnya kewaspadaan berlebih (Desphande et al, 2008). Buruknya pergerakan dasar lansia dalam melakukan ADL, menunjukkan rendahnya status fungsional fisik lansia. Status fungsional individu diartikan seseorang melakukan aktivitas hidup sehari-harinya (Gosney et al, 2012). Dasar pergerakan dalam aktivitas sehari-hari yang sangat sering digunakan seperti berjalan, berdiri, berbalik, berputar dan duduk sebagian besar fungsi kerjanya disokong oleh kekuatan ekstremitas bawah (Reyes Ortiz et al, 2006). Ekstrimitas bawah dalam menjalankan pergerakan tersebut membutuhkan kerjasama dari beberapa komponen utama diantaranya area keseimbangan, kekuatan otot dan fungsi gait berjalan. Apabila salah satu area mengalami penurunan, maka akan menghambat aktifitas fisik maupun kehidupan sosial lansia (Wold, 2012). Kecamatan Piyungan menduduki posisi tiga besar dengan jumlah penduduk terbanyak di Kabupaten Bantul. Tahun 2014 tercatat bahwa Kecamatan Piyungan memiliki penduduk lansia berusia 60 tahun ke atas sebesar 4.145 (BPS Kabupaten Bantul, 2015). Desa Srimulyo merupakan salah satu desa di kecamatan Piyungan dengan jumlah lansia terbesar (berusia 60 tahun atau lebih) sebanyak 2023 jiwa pada tahun 2014. Studi pendahuluan yang dilakukan di desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Bantul menyebutkan ada 20 posyandu lansia dengan peserta lansia yang terdata pada tahun 2012 sebesar 1471 lansia. Persebaran lansia di Desa Srimulyo
5 berdasarkan klasifikasi usia lanjut menurut WHO yaitu penduduk usia 60-74 tahun sebanyak 997 jiwa, usia 75-89 tahun sebanyak 454 jiwa dan usia 90 tahun sebanyak 20 jiwa. Penelitian ini meneliti lansia yang berusia 75 tahun atau lebih dengan populasi sebanyak 454 jiwa berdasarkan tingginya tingkat insidensi rasa takut jatuh pada lansia di usia 75 tahun ke atas (Friedman et al, 2002; Scheffer et al, 2008). Menurut hasil wawancara dengan 4 kader posyandu lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta, dilaporkan ada 7 lansia yang menyatakan rasa takut jatuh. Dari data tersebut, 4 lansia mengungkapkan rasa takutnya setelah pernah mengalami kejadian jatuh, sehingga lansia meminta bantuan keluarga dalam melakukan kegiatan sehari-hari, terutama saat pergi ke kamar mandi dan 1 diantaranya tidak lagi mengikuti senam lansia tiap bulan setelah kejadian jatuh tersebut. Berdasarkan uraian masalah yang telah dijelaskan di atas dan belum adanya penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bantul Provinsi DIY khususnya di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan mengenai hubungan antara rasa takut jatuh dengan fungsi ekstremitas bawah pada lansia, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Rasa Takut Jatuh dengan Fungsi Ekstrimitas Bawah Lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta.
6 B. Rumusan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumusakan permasalahan penelitian sebagai berikut: Adakah hubungan antara rasa takut jatuh dengan fungsi ekstrimitas bawah pada lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta? C. Tujuan Penelitan A. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara rasa takut jatuh dengan fungsi ekstrimitas bawah pada lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta. B. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui gambaran rasa takut jatuh lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta. b. Mengetahui gambaran fungsi ekstrimitas bawah lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta.
7 D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk: 1. Bagi klinisi Mengetahui korelasi antara rasa takut jatuh dengan fungsi ekstremitas bawah pada lansia, sehingga dapat membantu klinisi dalam pengambilan keputusan klinis serta intervensi dini untuk menjaga kesehatan lansia. 2. Bagi peneliti lainnya Mendapatkan data dan memahami korelasi antara rasa takut jatuh dengan fungsi ekstremitas bawah pada lansia sehingga dapat menambah wawasan dan bisa menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi komunitas Mendapat informasi tentang rasa takut jatuh dan kondisi fungsi ekstremitas bawah untuk pencegahan jatuh sejak dini. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian oleh Reyes Ortiz (2006) yang berjudul Higher church attendance predicts lower fear of falling in older Mexican-American. Penelitian ini meneliti hubungan antara rasa takut jatuh dan tingkat kehadiran kegiatan keagamaan di gereja pada 1341 usia lanjut berusia 70 tahun di komunitas dengan follow up 2 tahun. Penelitian longitudinal cohort ini menyimpulkan bahwa kelompok yang menghadiri gereja secara rutin mengalami rasa takut yang lebih rendah. Korelasi nampak pada rasa takut jatuh dengan variabel jenis kelamin, rendahnya skor pengukuran performa ektremitas bawah, riwayat jatuh
8 dan kondisi medis (artritis, hipertensi dan inkontinensia urin). Persamaan antara kedua penelitian adalah variabel takut jatuh, variabel fungsi ektremitas bawah dan instrumen Short Physical Performance Battery (SPPB) sebagai alat ukur fungsi ekstremitas bawah. Perbedaan penelitian terletak pada metode yang rencana digunakan peneliti yaitu cross sectional dan tempat penelitian di Yogyakarta, sedangkan penelitian Reyes Ortiz menggunakan instrumen Single Item Question untuk mengukur rasa takut jatuh dengan rancangan penelitian longitudinal cohort. 2. Penelitian oleh Deshpande (2008) yang berjudul Psychological, physical and Sensory correlates of fear of falling and consequent activity restriction in elderly: The INCHIANTI Study. Penelitian dengan metode cross sectional ini, meneliti hubungan takut jatuh terkait pembatasan aktivitas dengan parameter psikologis (status kognitif dan depresi), fisik (keseimbangan statik dan kekuatan ektremitas bawah) dan sensori (tes ketajaman visual) serta faktor kovariat seperti usia, jenis kelamin, BMI, riwayat jatuh dan dukungan sosial. Hasil penelitian yang diperoleh didapatkan bahwa keseimbangan statis dan kekuatan otot ektremitas bawah tidak berkorelasi dengan rasa takut jatuh, sebaliknya performa duduk berdiri berulang dan ketajaman visual sangat berkorelasi dengan rasa takut jatuh. Banyak lansia yang mengalami rasa takut jatuh adalah pada kelompok wanita, usia yang lebih tinggi dan mempunyai riwayat jatuh. Persamaaan dengan penelitian yang akan diteliti terletak pada salah satu variabel yang diteliti yaitu fungsi ektremitas bawah. Perbedaan penelitian terletak pada instrumen rasa takut jatuh yang digunakan Deshpande
9 et al. yaitu Survey of Activities and Fear of Falling in the Elderly (SAFFE). Sementara peneliti berencana menggunakan instrumen Falls Efficacy Scale- International (FES-I). 3. Penelitian oleh Kempen (2009) yang berjudul Socio-demographic, healthrelated and psychosocial correlates of fear of falling and avoidance of activity in community-living older persons who avoid activity due to fear of falling. Penelitian dengan metode cross sectional ini meneliti 540 lansia berusia 70 tahun di komunitas yang mengalami takut jatuh dengan pembatasan aktivitas sedang maupun berat. Penelitian ini menghubungkan antara rasa takut jatuh dan pembatasan aktivitas dengan faktor sosiodemografis (usia, jenis kelamin, status hidup sendiri), variabel kondisi kesehatan (gangguan kognitif, riwayat jatuh, gangguan kesehatan) dan variabel psikososial (gejala depresi dan dukungan sosial). Sebanyak 45% partisispan melaporkan rasa takut jatuh yang berat dan 42% nya menghindari aktivitas karena rasa takut jatuh. Hasil didapatkan bahwa semua variabel berkorelasi dengan rasa takut jatuh kecuali gangguan pendengaran dan dukungan sosial. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel yang diteliti yaitu rasa takut jatuh metode penelitian yaitu cross sectional. Perbedaan terdapat pada instrumen rasa takut jatuh yang digunakan. Instrumen peneliti yang akan digunakan yaitu Falls Efficacy Scale- International (FES-I), sedangkan penelitian Kempen menggunakan instrumen Single Item Question. 4. Penelitian oleh Nurhaidah (2011) dengan judul Hubungan Antara Rasa Takut Jatuh Menggunakan Falls Efficacy Scale-International (FES-I) dengan Risiko
10 Jatuh Berdasarkan Berg Balance Scale (BBS) pada Lansia. Penelitian ini merupakan penelitian analisis observasional rancangan cross sectional dengan 45 lansia sebagai sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara rasa takut jatuh dengan risiko jatuh pada lansia. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah kesamaan salah satu variabel yaitu rasa takut jatuh dan intrumen yang digunakan yaitu Falls Efficacy Scale- International (FES-I). Penelitian yang akan dilakukan peneliti memiliki perbedaan pada variabel terikatnya yaitu mengenai fungsi ekstrimitas bawah pada lansia, sedangkan Nurhaidah meneliti risiko jatuh berdasarkan Berg Balance Scale (BBS). 5. Penelitian oleh Andriyani (2012) dengan judul Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan Keseimbangan Lansia di Desa Pamijen Sokaraja Banyumas. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Di dalam penelitian tersebut terdapat salah satu variabel rasa takut jatuh yang dihubungkan dengan keseimbangan. Rasa takut jatuh masuk dalam faktor internal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia dengan rasa takut jatuh membutuhkan waktu yang lebih lama dalam tes keseimbangan TUGT yang artinya keseimbangan kurang dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami rasa takut jatuh. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah kesamaan metode penelitian yaitu cross sectional dan salah satu variabel yang diteliti yaitu rasa takut jatuh dan intrumen yang digunakan yaitu Falls Efficacy Scale International (FES-I). Perbedaannya terletak pada tempat penelitian dan variabel terikat yang akan diteliti yaitu
11 fungsi ektremitas bawah, sedangkan penelitian Andriyani dilaksanakan di Kabupaten Banyumas dan meneliti variabel keseimbangan lansia. 6. Penelitian Abasmay (2015) dengan judul Hubungan antara Rasa Takut Jatuh dengan Keseimbangan dan Mobilitas Fungsional pada Lanjut Usia. Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional dengan 37 lansia sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa takut jatuh tidak memiliki korelasi dengan keseimbangan dan tingkat mobilitas fungsional. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah kesamaan salah satu variabel yaitu rasa takut jatuh dan instrumen yang digunakan yaitu Falls Efficacy Scale-International (FES-I). Penelitian yang akan dilakukan peneliti memiliki perbedaan pada variabel terikat yaitu meneliti fungsi ekstremitas bawah, sedangkan penelitian Abasmay meneliti keseimbangan dan mobilitas fungsional pada lansia.