BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah gangguan pencerapan ( persepsi ) panca indera tanpa

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR. mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN TEORI

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

MAKALAH SISTEM NEUROBEHAVIOR II ASKEP HALUSINASI

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang


BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem saraf. Gejala psikologis dikelompokan dalam lima katagori utama fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI. OLEH : SITI SAIDAH NASUTION, SKp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB II KONSEP DASAR. datang internal atau eksternal. (Carpenito, 2001) organic fungsional,psikotik ataupun histerik.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap suatu hal tanpa

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

BAB II KONSEP DASAR A.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interaksi Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah

BAB II TINJAUAN TEORI

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

Transkripsi:

BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan penserapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Haluasinasi merupakan pengalaman terhadap mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizoprenia. Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan external) disertai dengan suatu pengurangan berlebih lebihan. Distori atau kelainan berespon terhadap semua stimulus. Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori : keadaan dimana indifidu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam

jumlah, pola atau interpretasi stimulus yang dating (Keliat, 1999), (Stuart and Sundeen, 1995), (Maramis, 2004), (Townsend, 1998 ), (Carpenito, 2000). Dari beberapa pengertian halusinasi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa dari obyek yang nyata. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan suatu obyek yang sebenarnya tidak terjadi. B. Rentang Respons Neurobiologik Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan fungsi neurobiologik. Perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan adanya halusinasi disajikan dalam tabel berikut (Stuart and Sundeen, 1998 : 302) 1. Rentang respons neurobiologik Respon Adaptif Respon Maladaptif 1. Pikiran logis 2. Persepsi akurat 3. Emosi konsisten dengan pengalaman 4. perilaku sesuai hubungan sosial 1. pikiran kadang menyimpang 2. Ilusi 3. Reaksi emosional berlebihan 4. Perilaku ganjil menarik diri 1. Kelainan pikiran/delusi 2. Halusinasi 3. Ketidakmampuan untuk control emosi 4. Ketidakteraturan isolasi sosial 2. Jenis-Jenis Halusinasi Skema 1, Rentan Respon Neurobiologik Halusinasi menurut Rasmun (2001), itu dapat di golongkan menjadi :

a. Halusinasi penglihatan (visual, optik): tak berbentuk(sinar, kilapan atau pola cahaya) atau yang berbentuk (orang, binatang, barang yang dikenal) baik itu yang berwarna atau tidak b. Halusinasi pendengaran (autif, akustik): suara manusia, hewan, binatang mesin, barang, kejadian alamiah atau musik c. Halusinasi Penciuman (olfaktorius): mencium sesuatu bau d. Halusinasi pengecap (gustatorik) : merasa/ mengecap sesuatu e. Halusinasi peraba (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya f. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruangan, atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau phantom limb) g. Halusinasi viseral : perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya h. Halusinasi Hipnagogik : terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tetap sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah i. Halusinasi hipnopompik : seperti pada poin H, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal j. Halusinasi histerik : Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional C. Tahapan Intensitas Halusinasi Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart dan Sundeen, 1995 : 328 ) : Tahap I : Menenangkan Ansietas tingkat sedang. 1. Tingkat

Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan 2. Karakteristik Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialami tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi ( Non Psikotik ). 3. Perilaku klien a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. c. Gerakan mata yang cepat. d. Respon verbal yang lamban. e. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan. Tahap II : Menyalahkan Ansietas tingkat berat. 1. Tingkat Secara umum halusinasi menjijikkan. 2. Karakteristik Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya, dan menarik diri dari orang lain (Non Psikotik). 3. Perilaku klien

a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, misal peningkatan tanda tanda vital. b. Penyempitan kemampuan konsentrasi. c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realita. Tahap III : Mengendalikan Ansietas tingkat berat 1. Tingkat Pengalaman sensori menjadi penguasa 2. Karakteristik Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir ( Psikotik ). 3. Perilaku klien a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya. b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. c. Rentang perhatian hanya beberapa menit. d. Gejala fisik ansietas berat (berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk). Tahap IV : Menaklukkan Ansietas tingkat panik 1. Tingkat Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.

2. Karakteristik Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari bila tidak ada intervensi terapeutik ( Psikotik ). 3. Perilaku klien a. Perilaku menyerang seperti panik. b. Potensial melakukan bunuh diri. c. Amuk, agitasi, menarik diri, dan katakonik. d. Tidak mampu berespon terhadap lingkungan D. Etiologi Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial

budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping Menurut Mary Durant Thomas (1991). E. Manifestasi Klinnik Karakteristik perilaku yang dpat ditunjukkan klien dengan kondisi halusinasi berupa : berbicara, senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau dan kadang tidak masuk akal, tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata, menarik diri dan menghindar dari orang lain, disorientasi, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, ekspresi wajah tegang dan mudah tersinggung, tidak mampu melakukan aktivitas mandiri dan kurang bisa mengontrol diri, menunjukkan perilaku merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) (Towsend, 1998). F. Pengkajian Menurut ( Keliet, 2005). Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien, cara ini yang akan dipakai pada uraian berikut. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi, yaitu fisik, emosional, intelektual, social, dan spiritual.

Isi pengkajian meliputi: identitas klien, keluhan utama / alasan masuk, faktor presdiposisi, presipitasi, aspek fisik / biologis, askep psikologis, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspek medik a. Faktor Predisposisi 1) Faktor genetik dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat keluarga atau keturunan. 2) Teori agresif menyerang menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditunjukkan pada diri sendiri. 3) Teori kehilangan obyek merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti. 4) Teori organisasi kepribadian menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor. 5) Model kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang. 6) Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukkan bahwa bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinann bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya. 7) Model perilaku mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.

b. Faktor Presipitasi 1) Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. 2) Peristiwa besar dalam kehidupan. 3) Peran dan ketegangan peran. 4) Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat obatan atau berbagai penyakit fisik. 5) Sumber sumber koping meliputi status sosial ekonomi, keluarga,, jaringan interpersonal dan organisasi yang didukung oleh lingkungan sosial yang lebih luas. ( Stuart dan Sundeen, 1998: 257 261 ) G. Masalah Keperawatan Adapun masalah yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sensorori persepsi halusinasi akustik antara lain adalah : a. Isolasi sosial : menarik diri (Townsend, 1998 : 192) b. Resiko tinggi mencederai (diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan) (Keliat, 1998 : 28-29) c. Kerusakan komunikasi verbal (Townsend, 1998 : 73) d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah. (Townsend, 1998 : 73) Pohon Masalah. Akibat Risiko perilaku mencederai diri Masalah utama Gangguan sensori/persepsi: Halusinasi pendengaran Penyebab Isolasi sosial: menarik diri

Skema 2, Pohon Masalah Halusinasi Pendengaran. H. Diagnosis Keperawatan Pengertian diagnosa keperawatan yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah salah satunya sebagai berikut. Diagnosis keperawatan adalah masalah kesehatan actual atau potensial yang mampu diatasi oleh perawat berdasarkan pendidikan dan pengalamanya (Gordon, dikutip oleh carpenito, 1996). Diagnosis Keperawatan yang muncul pada halusinasi : 1. Risiko Perilaku Mencederai Diri berhubungan dengan halusinasi pendengaran 2. Gangguan sensori/ persepsi: Halusinasi Pendengaran berhubungan dengan menarik diri. 3. Isolasi Sosial: Menarik Diri berhubungan dengan harga diri rendah. I. Fokus Intervensi Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada

penyelesaian permasalahan (P) dari diagnoses tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Rencana keperawatan pada halusinasi : 1. Risiko Perilaku Mencederai Diri berhubungan dengan halusinasi pendengaran (Keliat, 1998 : 28-29) a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan. b. Tujuan Khusus: 1) Membina hubungan saling percaya Tindakan: a) Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan - ciptakan lingkungan yang tenang - buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik) b) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan c) Empati d) Ajak membicarakan hal - hal nyata yang ada di lingkungan 2) Klien dapat mengenal halusinasinya Tindakan : a) Kontak sering dan singkat b) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal)

c) Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar - apa yang dikatakan oleh suara itu Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak mendengamya. Katakan bahwa perawat akan membantu. d) Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi. 3) Dorong untuk mengungkapkan perasaannya Tindakan: a) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya c) Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut " saya tidak mau dengar!" d) Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih / dilakukan e) Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika berhasil 4) Klien dapat dukungan dari keluarga Tindakan:

a) Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan b) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga 5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar Tindakan: a) Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat b) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama, pasien, obat, dosis, cara dan waktu) c) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan d) Beri reinforcement positif bila klien minun obat yang benar 2. Isolasi sosial : menarik diri b.d harga diri rendah (Townsend, 1998 : 192) a. Tujuan jangka panjang : Klien dengan sukarela meluangkan waktu bersama dengan klien lain dan staf dalam aktivitas kelompok di bangsal. b. Tujuan jangka pendek : klien dapat mengembangkan hubungan saling percaya dan mampu berinteraksi dengan perawat diruangan setiap pergantian jam kerja. Intervensi keperawatan : a. Bina hubungan saling percaya dengan klien. b. Beri kesempatan pada klien untuk menjelaskan alas an klien tidak bersedia bergaul dengan orang lain.

c. Diskusikan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian menarik diri. d. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain. e. Ajarkan tekhnik asertif dalam berinteraksi. f. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam berkomunikasi dengan orang lain. g. Dorong keluarga untuk membantu klien dalam berkomunikasi dengan orang lain. h. Anjurkan keluarga untuk menjenguk klien minimal 1x seminggu. 3. Resiko tinggi perubahan persepsi sensori ; halusinasi b/d menarik diri a. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi b. Tujuan Khusus : 1) Klien dapat membina hubungan saling percaya Rasional : Hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya Tindakan: a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara : (1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal (2) Perkenalkan diri dengan sopan

(3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai (4) Jelaskan tujuan pertemuan (5) Jujur dan menepati janji (6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya b) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara : (1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal (2) Perkenalkan diri dengan sopan (3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai (4) Jelaskan tujuan pertemuan (5) Jujur dan menepati janji (6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya (7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien 2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Rasional : Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi stres dan penyebab perasaaan menarik diri. Tindakan a) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya

b) Kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul c) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul d) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya 2) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Rasional : - Untuk mengetahu keuntungan dari bergaul dengan orang lain. - Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah menarik diri. Tindakan : a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain (1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain (2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain (3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain b) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

(1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain (2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain (3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain 3) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Rasional : (a ) Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku menarik diri yang biasa dilakukan. (b ) Untuk mengetahui perilaku menarik diria dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan destruktif. Tindakan a) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain b) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap : K P, K P P lain, K P P lain K lain, K Kel/Klp/Masy c) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain.

e) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu f) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan g) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan 4) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain Rasional : Dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah Tindakan a) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain b) Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain c) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain 5) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga Rasional : Memberikan penanganan bantuan terapi melalui pengumpulan data yang lengkap dan akurat kondisi fisik dan non fisik pasien serta keadaan perilaku dan sikap keluarganya

Tindakan a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : (1) Salam, perkenalan diri (2) Jelaskan tujuan (3) Buat kontrak (4) Eksplorasi perasaan klien b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : (1) Perilaku menarik diri (2) Penyebab perilaku menarik diri (3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi (4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri c) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain d) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu e) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga J. Implementasi Imlementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawata. Yang biasa dilakukan perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang

dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now) perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperluka untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Padasaat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peranserta yang diharapkan dari klien. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien. Menurut (Keliat, 2005). K. Evaluasi Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klen ter hadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan Menurut (Keliat, 2005 )