BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Perpajakan Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma). Tetapi sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh rakyat. Ketika itu rakyat memberikan upeti tersebut kepada raja dalam bentuk natura berupa ternak, atau hasil tanam lainnya. Namun dalam perkembangannya, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja tapi sudah mengarah pada kepentingan rakyat itu sendiri. Seiring dengan perkembangan dalam masyarakat, maka dibuatlah suatu aturan yang lebih baik dan bersifat memaksa berkaitan dengan sifat upeti tersebut dengan memperhatikan unsur keadilan. Guna memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikut sertakan dalam membuat berbagai aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Dengan berkembangnya waktu, maka pemerintah melakukan perubahan dalam UU. Perubahan ketiga UU tersebut adalah: 1. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No 16 Tahun 2000 diubah dengan UU No 28 tahun 2007, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008 2. UU PPh No 17 Tahun 2000 diubah dengan UU No 36 Tahun 2008, mulai berlaku 1 Januari 2009 3. UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah NO 18 Tahun 2000 diubah dengan UU NO 42 Tahun 2009, mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2010. 10
Khusus untuk pajak daerah dan retribusi daerah, telah diundangkan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mencakup UU No 18 Tahun 1997 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Dengan dilakukannya perubahan atas berbagai perangkat perundang-undangan di bidang perpajakan menunjukkan bahwa pemerintah selalu memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam melanjutan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari pajak. 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut ketentuan pasal 1 ayat 1 undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan pajak adalah konstribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mardiasmo (2011:1) pajak adalah: Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Thomas Sumarsan (2012:4) pajak adalah: Suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan 11
proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. 2.1.2 Pengertian Wajib Pajak Menurut undang undang ketentuan umum perpajakan no 16 tahun 2009, hak wajib pajak antara lain : 1. Hak untuk menerima tanda bukti penerimaan surat pemeberitahuan (pasal 6 ayat 1) 2. Hak untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian surat pemeberitahuan tahunan untuk paling lama 6 bulan (pasal 3 ayat 4) 3. Untuk membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak. Bagian pajak atau tahun pajak, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan (pasal 8 ayat 1) 4. Hak untuk memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak (pasal 9 ayat 4) 5. Hak untuk dikabulkan surat ketatapan lebih bayar apabila setelah lewat jangka waktu yang ditentukan, Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan (pasal 17 ayat 2) 6. Hak untuk membetulkan surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, surat keputusan keberatan, surat keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, surat keputusan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, atau surat 12
keputusan pengambilan pendahuluan kelebihan pajak, yang dalam peneribitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung (pasal 16 ayat 1) 7. Hak untuk mengajukan keberatan dan keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan. 8. Hak untuk mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (pasal 27) 9. Hak untuk dihapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang dalam hal sanksi dikenakan karena kekhilafan wajib pajak dan bukan kesalahannya (pasal 36 ayat 1) 10. Hak untuk menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus (pasal 32 ayat 3) Menurut undang-undang ketentuan umum perpajakan nomor 16 tahun 2009, kewajiban wajib pajak antara lain : 1. Wajib pajak mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan NPWP (pasal 2) 2. Wajib mengisi surat pemberitahuan dalam bahas Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktoral Jendral Pajak tempat wajib pajak terdaftar (pasal 3 ayat 1) 3. Wajib membayar dan menyetor pajak terutang ke Kas Negara melalui kantor pos atau bank Badan Usaha Milik Negara atau bank 13
badan usaha milik daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh menteri keuangan (pasal 10 ayat 1) 4. Wajib pajak orang pribadi yang melakan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. (pasal 28) 5. Wajib mengajukan keberatan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaanya (pasal 25 ayat 3) 6. Wajib pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan atau dokumen yang menjadi dasarnya atau dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak (pasal 29 ayat 3) 2.1.3 Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi Budgetary ( penerimaan ) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan kegiatan (rutin dan pembangunan ) pemerintah. Contoh : pajak sebagai sumber penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara. 14
2. Fungsi Regulator (pengaturan) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contoh : pengenaan pajak yang tinggi untuk minuman keras, barang mewah, dan rokok diberlakukan agar konsumsi atas produk tersebut dapat ditekan. 2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Keterkaitan dengan pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga sistem, menurut Mardiasmo (20011;7) 1. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus - Wajib pajak bersifat pasif - Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus 2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri 15
- Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang - Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi 3. With Holding System Adalah suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: - Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. 2.1.4 Asas Pemungutan Pajak Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah: 1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem 16
pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept). 2. Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia. 3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income. 17
2.1.5 Cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel Pajak Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada kahir periode (setelah penghasilan riil diketahui) 2. Stelsel Anggapan Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan sistem ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. 3. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib 18
pajak harus menambahi. Sebaliknya,jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 2.1.6 Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Ada 2 macam hukum pajak yakni: 1. Hukum pajak materiil: memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang diketahui pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh: Undang-Undang Pajak Penghasilan 2. Hukum pajak formil: memuatu bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain: - Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak - Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak. Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak wajib pajak misalmya mengajukan keberatan dan banding. Contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 19
2.2 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak 23 2.2.1 Pengertian PPh pasal 23 Menurut Waluyo (2011:283) PPh Pasal 23 adalah: Pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Ketentuan dalam pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 2.2.2 Pemotong PPh pasal 23 Pemotong PPh pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan yang terdiri atas: 1. Badan pemerintah 2. Subjek pajak badan dalma negeri 3. Penyelengara kegiatan 4. Bentuk usaha tetap 20
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya 6. Orang pribadai sebagai wajib pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari Direktorat Jenderal Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23 yang meliputi: - Akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. - Orang pribadi yang menjalanka usaha yang menyelenggarakan pembukuan 2.2.3 Objek pemotongan PPh Pasal 23 dan tarifnya Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008 penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah: 1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas: - Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final. - Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang - Royalti - Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21 2. Sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk pajak pertambahan nilai atas: - Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan;dan 21
- Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21. Jasa lain terdiri dari: 1. Jasa penilai (appraisal) 2. Jasa aktuaris 3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan 4. Jasa perancang (design) 5. Jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan minyak dan gas bumi ( migas),kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap 6. Jasa penunjang dibidang penambangan migas 7. Jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain migas 8. Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udaara 9. Jasa penebangan hutan 10. Jasa pengolahan limbah 11. Jasa penyedia tenaga kerja 12. Jasa perantara dan/atau keagenan 13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh bursa efek, KSEI, dan KPEI 14. Jasa kustodian/penyimpanan /penitipan,kecuali yang dilakukan oleh KSEI 15. Jasa pengisian suara (dubbing dan /atau sulih suara) 16. Jasa mixing film 17. Jasa sehubungan dengan perawatan, pemeliharaan dan perbaikan 22
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin,perlatan listrik, telepon, air, gas, ac, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi pengusaha konstruksi 19. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatn, listrik, telepon, air gas, ac, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi 20. Jasa maklon 21. Jasa penyelidikan dan keamanan 22. Jasa penyelenggara kegiatan 23. Jasa pengepakan 24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi 25. Jasa pembasmian hama 26. Jasa kebersihan atau cleaning service 27. Jasa katering atau tata boga 2.2.4 Pengecualian Objek PPh Pasal 23 Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah: 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 23
3. Dividen atau bagian laba yang idterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di indonesia dengan syarat: - Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan - Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor. 4. Dividen yang diterima oleh orang pribadi. 5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. 7. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keungan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 2.2.5 Jumlah Bruto Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 Tentang Jumlah Bruto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan 24
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk : 1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa. Atas pembayaran ini harus dibuktikan dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan. 2. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material. Atas pembayaran ini harus dibuktikan dengan faktur pembelian barang atau material. 3. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga. Atas pembayaran ini harus dibuktikan dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis. 4. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga. Atas pembayaran ini harus 25
dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga. Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan yang dibayarkan adalah imbalan sehubungan dengan jasa katering. Hal yang sama berlaku juga dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa di atas telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. 2.2.6 Saat terutang PPh Pasal 23 Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak-pihak sebagai pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan bersangkutan tergantung pada peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. 2.2.7 Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23 1. Pemotongan pajak PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat- lambatnya tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. 2. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir. 3. Pemotong PPh 23 diwajibkan menyampaikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar pajak penghasilan yang dipotong. 26
2.3 Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 2.3.1 Pengertian PPh pasal 4 ayat 2 Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut: 1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; 2. Penghasilan berupa hadiah undian; 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; 4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final. Yang tidak termasuk persewaan tanah dan atau bangunan yang terutang Pajak: Penghasilan yang bersifat final apabila persewaan kamar dan ruang rapat di hotel dan sejenisnya 27
2.3.2 Pemotong PPh pasal 4 ayat 2 Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah : 1. Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan; 2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan. 2.3.3 Ketentuan Yang Berlaku Umum 1. PPh tersebut wajib dipotong oleh penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak 2. Dalam hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka PPh terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan. 3. Jumlah Bruto Persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan / terutang termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan/fasilitas lain dan service charge, baik perjanjiannya dipisah maupun disatukan dengan perjanjian sewa menyewa. 28
4. Dikecualikan dari pemotongan adalah sewa tanah dan atau bangunan dengan cara sewa guna usaha dengan hak opsi (Capital Lease). 2.3.4 Tarif PPh Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan 1. WP Badan termasuk Koperasi yg usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan tarif PPh Pasal 17 UU PPh. 2. WP Badan termasuk Koperasi yg BUKAN usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan PPh sebesar 5% dari jumlah bruto dan tidak bersifat final. 3. WP OP, yayasan atau organisasi sejenis yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan baik yg usaha pokoknya maupun bukan usaha pokoknya dikenakan PPh sebesar 5% dari jumlah bruto dan bersifat FINAL 2.3.5 Pengecualian pengenaan PPh atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan: 1. Warisan, hibah kepada keluarga sedarah satu derajat sepanjang tidak ada hubungan usaha. 2. Hibah kepada badan keagamaan, sosial, pendidikan, dan pengusahan kecil yang ditetapkan Menteri Keuangan. 3. Merger, likuidasi dalam rangka go publik dan hubungan istimewa. 4. Pembebasan tanpa SKB (Surat Keterangan Bebas) PPh atas Pengalihan atas Tanah dan Bangunan dikenakan terhadap Orang Pribadi yang menjual tanah dan atau bangunan kurang dari Rp. 60.000.000,- dan tidak terpecah-pecah. 29
5. Pengalihan kepada pemerintah untuk kepentingan umum. 2.3.6 PPh atas hasil penjualan saham di bursa efek terdiri dari : 1. Bukan Saham Pendiri Diterapkan tarif sebesar 0,1% dari nilai saham pada saat transaksi penjualan di bursa efek. 2. Saham Pendiri Diterapkan tarif 0,1% dari nilai saham pada saat transaksi penjualan ditambah 0,5% dari nilai saham pada saat Initial Public Offering (Penawaran Umum Perdana), dalam hal saham diperdagangkan di bursa setelah 1 Januari 1997. Diterapkan tarif 0,1% dari nilai saham pada saat transaksi penjualan ditambah 0,5% dari nilai saham per 30 Desember 1996, dalam hal saham diperdagangkan di bursa sebelum 31 Desember 1996. 2.3.7 PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Sertifikat SBI Bunga yang dibayar oleh bank dipotong PPh dengan tarif 20%. Termasuk kategori bunga bank adalah bunga deposito, tabungan dan sertifikat SBI (PP No. 131 Tahun 2000) tidak semua bunga bank dipotong PPh. Penghasilan bunga yg dikecualikan dari pemotongan PPh adalah : 1. Penghasilan bunga deposito, tabungan dan sertifikat SBI yang nominalnya tidak melebihi Rp. 7.500.000,- 2. Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana, dan sangat sederhana, kavling siap 30
bangun untuk RS dan RSS atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. 2.3.8 PPh atas Bunga Obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek Tarif atas bunga obligasi yang di [erdagangkan di bursa efek yaitu sebesar 20 % Dikecualikan Pemotongan PPh yang Dilakukan Bursa Efek dari Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh : 1. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. 2. Dana pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 3. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha. 31