Identifikasi Potensi Pakan Lokal dan Permasalahan Pakan dalam Mendukung Pengembangan Sapi Potong di Lahan Pasang Surut Kalimantan Tengah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

Adrial dan Saleh Mokhtar Abstrak

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KOBATUNAN DAN SUKAMAJU DESA MUNDUNG

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba)

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

PENGGEMUKAN SAPI BALI JANTAN MENGGUNAKAN ONGGOK DI LOKASI PENDAMPINGAN PSDSK DI KABUPATEN KEPAHIANG PENDAHULUAN

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukannya diversifikasi makanan dan minuman. Hal tersebut dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

MEMILIH BAKALAN SAPI BALI

PENERAPAN TEKNOLOGI PAKAN DAN FORMULASI RANSUM PADA KELOMPOK TERNAK KAMBING DI KABUPATEN BIREUEN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan YENNI YUSRIANI

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati

PENDAHULUAN. Latar Belakang

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

PENDAHULUAN. Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat populer, mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, dan mampu beradaptasi

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

II. Beberapa Istilah di dalam Hijauan Pakan Ternak Di dalam buku ini yang dimaksud dengan hijauan pakan ternak (HPT) adalah semua pakan sumber serat

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

MINAT PETERNAK UNTUK MENGEMBANGKAN TERNAK SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus : Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

PRAKTIKUM III PENGENALAN BAHAN PAKAN TERNAK (FEEDS STUFF)

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

Transkripsi:

Identifikasi Potensi Pakan Lokal dan Permasalahan Pakan dalam Mendukung Pengembangan Sapi Potong di Lahan Pasang Surut Kalimantan Tengah Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya. 73111 E-mail: adri_yal@yahoo.com Abstrak Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan sapi potong karena didukung oleh sumberdaya lahan yang luas dan adanya potensi pakan lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan pakan dalam mendukung pengembangan sapi potong di lahan pasang surut. Pengkajian dilakukan di Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau dari bulan Maret-Juni 2014. Pengkajian menggunakan metode survey melalui wawancara melibatkan 30 orang responden, selain wawancara juga dilakukan pengamatan langsung dilapangan. Data primer dikumpulkan dari hasil wawancara dengan peternak, petugas dan informan kunci yang diikuti dengan pengambilan sampel pakan. Data dianalisis secara deskriptif dan didukung hasil pemeriksaan laboratorium yang dibandingkan dengan referensi. Hasil pengkajian menemukan bahwa responden yang memelihara sapi umumnya generasi tua dengan tingkat pendidikan yang rendah dan mata pencaharian utama sebagai petani, sedangkan usaha peternakan hanya bersifat sambilan. Ada beberapa jenis bahan pakan potensial yang tersedia dan telah dimanfaatkan untuk pakan sapi di lokasi pengkajian baik berupa rerumputan, daun-daunan maupun limbah pertanian. Potensi pakan ini belum optimal dimanfaatkan untuk pengembangan sapi potong. Permasalahan pakan di wilayah ini adalah ketersediaan bahan pakan yang sangat fluktuatif dan kualitas pakan yang belum sesuai kebutuhan ternak sapi. Manajemen pakan yang diterapkan peternak belum mampu mengoptimalkan pemanfaatan potensi pakan lokal yang ada dan belum mampu memenuhi kebutuhan hidup ternak sapi untuk berproduksi secara optimal. Kata Kunci: Pakan, Pasang surut, Permasalahan, Potensi, Sapi potong 92 Pendahuluan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan sapi potong karena didukung oleh sumberdaya lahan yang luas baik berupa lahan pasang surut maupun lahan kering. Lahan rawa pasang surut merupakan lokasi yang potensial untuk pengembangan sapi potong karena di lokasi ini banyak hijauan pakan ternak yang bisa tumbuh dan berkembang. Luas lahan pasang surut di Kalimantan Tengah sekitar 5,9 juta hektar dan sekitar 4.131.360 ha diantaranya berpotensi untuk usaha pertanian dan perikanan (Susilawati, 2003). Dengan potensi ini, maka persediaan pakan ternak sapi seharusnya bukan merupakan kendala dalam usaha peternakan sapi potong karena banyak potensi bahan pakan yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ternak sapi. Ironisnya kondisi real dilapangan menunjukkan bahwa produktivitas sapi potong di Kalimantan Tengah sampai saat ini masih rendah. Diwyanto et al. (1996) menyatakan bahwa sebagai negara tropis di kawasan katulistiwa dengan areal yang cukup luas, maka persediaan bahan pakan sebetulnya bukan merupakan kendala dalam usaha peternakan sapi potong karena banyak potensi bahan baku pakan lokal yang belum diolah atau dimanfaatkan secara maksimal. Pakan merupakan komponen utama dalam usaha peternakan sapi potong karena pakan merupakan kebutuhan mutlak sapi untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Ketersediaan pakan baik secara kuantitas maupun kualitas merupakan faktor dominan yang mempengaruhi produktivitas Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1267

sapi potong. Keterbatasan ketersediaan hijauan pakan merupakan penyebab utama sulitnya pengembangan skala usaha dan kepemilikan ternak sapi serta menjadi pembatas perkembangan pembibitan sapi. Penyediaan pakan yang berkualitas juga semakin sulit dilakukan oleh peternak karena harga pakan penguat terutama konsentrat semakin mahal dan sulit untuk diperoleh. Dengan pola pemeliharaan yang masih tradisional peternak biasanya hanya memberikan pakan seadanya tanpa mengetahui berapa kebutuhan dan pasokan pakan yang harus diberikan, dengan cara ini umumnya pakan yang diberikan tidak mampu mencukupi kebutuhan ternak sapi untuk tumbuh dan berproduksi. Dengan tidak tercukupinya kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan akan berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi sehingga menyebabkan pertambahan bobot badan harian menjadi lambat, kinerja reproduksi rendah dan tingginya angka kematian anak. Permasalahan lain yang sering dialami sapi potong adalah banyaknya kasus gangguan pertumbuhan, pedet lahir lemah, tingginya angka kematian pedet, kesulitan melahirkan, kelumpuhan, patah tulang dan gangguan reproduksi yang diduga akibat defisiensi mineral. Gartenberg et al. (1990) menyatakan bahwa ternak yang mengkonsumsi pakan hijauan yang kurang kandungan mineralnya akan menderita penyakit defisiensi mineral, gejalanya adalah tampilan reproduksi 20-75% kurang dari normal, retensi plasenta, dan pedet lahir lemah sehingga angka kematian pedet tinggi. Penyakit lain yang timbul adalah pneumonia, diare, stomatitis, anoreksia, dan penurunan produksi susu pada sapi perah. Gejala lain yang lebih parah ialah patah tulang, kulit kering dan bersisik serta kekurusan yang berlebihan. Dengan terpenuhinya unsur-unsur makro dalam pakan (Protein, karbohidrat, lemak dan Energi) belum menjamin terpenuhinya kebutuhan ternak secara menyeluruh, untuk itu diperlukan unsur-unsur mikro berupa mineral, vitamin dan asan amino tertentu yang bisa menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan ternak. Bestari (2008) menyatakan bahwa hasil analisa komposisi kimia hijauan lahan gambut mengandung mineral yang rendah. Rendahnya kandungan mineral dalam pakan akan berdampak negatif pada petumbuhan dan kesehatan ternak sapi. Menurut Suwandi (2004), defisiensi mineral yang bersifat subklinis pada ternak ruminansia memperlihatkan gejala-gejala ternak terlihat sehat namun pertumbuhannya lambat tubuh agak kurus daya reproduksi dibawah tingkat optimum, dan daya tahan terhadap penyakit rendah. Defisiensi mineral dalam pakan dapat menurunkan bobot badan, produksi, dan reproduksi ternak serta berbagai kasus penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahan pakan lokal dan permasalahan pakan dalam mendukung pengembangan sapi potong di lahan pasang surut Kalimantan Tengah. Metodologi Pengkajian dilakukan di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah yang dipilih secara purposive sampling dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem dan jumlah populasi sapi potong. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2014 menggunakan metode survey melalui wawancara melibatkan 30 orang responden. Responden dipilih dari 3 Desa yang merupakan sentra populasi sapi potong di Kecamatan Maliku yaitu Desa Sidodadi, Desa Garantung dan Desa Kanamit Jaya. Data yang dikumpulkan bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara dengan peternak, petugas dinas, petugas lapangan dan informan kunci. Selain wawancara juga dilakukan kunjungan dan pengamatan langsung dilapangan. Untuk mendukung infomasi yang diperoleh dilakukan pengambilan contoh 1268 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

sampel pakan berupa bahan pakan yang biasa diberikan peternak pada sapi kemudian dilakukan analisis laboratorium. Data dianalisis secara deskriptif, uji statistik sederhana dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dibandingkan dengan hasil referensi. Hasil dan Pembahasan Profil Wilayah dan Pembangunan Peternakan di Pulang Pisau Kabupaten Pulang Pisau mempunyai luas wilayah 899.700 Ha yang terletak di dataran rendah dengan agroekosistem dominan lahan pasang surut dengan jenis tanah dominan gambut dan tanah alluvial. (BPS Pulang Pisau, 2014). Kabupaten Pulang Pisau mempunyai potensi besar untuk usaha sapi potong karena memiliki sumber daya pendukung yang memadai seperti lahan yang luas dan ketersediaan hijauan pakan ternak yang melimpah. Keadaan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2013 terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Populasi Ternak Ruminansia di Pulang Pisau Pada Tahun 2013 Kecamatan Populasi Per Jenis Ternak (ekor) Sapi Kerbau Kambing Babi Pandih batu 2.014 31 3.935 379 Maliku 3.674 12 3.326 126 Kahayan Hilir 658 0 763 1.017 Kahayan Kuala 48 0 0 103 Kahayan Tengah 13 0 0 2.690 Banama Tingang 30 0 0 2.723 Jabiren Raya 95 0 15 617 Sebangau Kuala 572 0 837 35 Jumlah 7.104 43 8.997 8.195 Sumber: BPS Pulang Pisau 2014 Dari Tabel 1 terlihat bahwa ternak sapi merupakan komoditas ternak ruminansia andalan di kabupaten Pulang Pisau dengan sentral populasi di Kecamatan Maliku. Dalam mendukung pengembangan sapi potong di wilayah ini juga telah berkembang sentra-sentra produksi hijauan pakan ternak. Keadaan kebun hijauan pakan ternak per kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Kebun Hijauan Pakan Ternak di Kabupaten Pulang Pisau. Jenis Hijauan Pakan Ternak Kecamatan Setaria (Ha) Kinggrass (Ha) Gajah (Ha) BH (Ha) BD (Ha) Pandih batu 0 0 0 1.500 0 Maliku 0 0 0 1.028 0 Kahayan Hilir 0,5 0 1 80 0,5 Kahayan Kuala 0 4 0 0 0 Kahayan Tengah 0 0 1 0 0 Banama Tingang 0 0 6 0 0 Jabiren Raya 0 0 0 0 0 Sebangau Kuala 2,1 0,1 2,85 3,85 5,5 Jumlah 2,6 4,1 10,85 2.611,80 6 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Pulang Pisau (2014) Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1269

Dari hasil survey diketahui bahwa usaha sapi potong di wilayah ini umumnya diusahakan oleh generasi tua dengan umur lebih dari 46 tahun. Faktor umur sangat erat kaitannya dengan produktivitas kerja. Chamdi (2003) menyatakan bahwa semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) rasa keingintahuannya terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi inovasi teknologi semakin tinggi. Tingkat pendidikan responden juga sangat rendah yang didominasi oleh SD dan tidak tamat SD. Syafaat et al. (1995) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula produktivitas kerjanya dan akan semakin mudah dalam pengembangan usaha peternakan. Pekerjaan utama responden umumnya petani dengan usaha pertanian utama perkebunan karet, sawit dan tanaman pangan. Usaha peternakan umumnya diusahakan secara sambilan dan hampir semua responden sudah mempunyai pengalaman dalam beternak sapi dan sebagian besar sudah berpengalaman mengelola ternak sapi lebih dari 10 tahun. Potensi dan Pemanfaatan Bahan Pakan Lokal Dari hasil survey ditemukan beberapa jenis bahan pakan lokal yang tersedia dan telah diberikan oleh peternak ke ternak sapi seperti terlihat padatabel 3. Tabel 3. Jenis Bahan Pakan yang Tersedia dan Diberikan pada Sapi di Kecamatan Maliku Jenis Hijauan Pakan Rumput-rumputan Responden Yang Menggunakan (%) Lokasi Sumber Pakan Brchiaria humidicola (BH) 83,33 Kebun rumput/ tempat umum Brchiaria Decumbens (BD) 16,67 Kebun sendiri Rumput Gajah 20,00 Kebun sendiri Kumpai 83,33 Rawa-rawa Kumpai Batu 66,67 Parit/rawa/kebun Paitan 100,00 Kebun/lahan kosong Klamento 100,00 Rawa-rawa Ladingan 66,67 Rawa-rawa Ilalang 83,33 Kebun/lahan kosong Plumpungan 66,67 Kebun/lahan kosong Putian 16,67 Kebun/lahan kosong Lamuran 16,67 Kebun/lahan kosong Lulangan 16,67 Kebun/lahan kosong Teki 40,00 Kebun/lahan kosong Uyah-uyahan 50,00 Kebun/lahan kosong Rumput krawatan 33,33 Kebun/lahan kosong Prumpung 16,67 Kebun/lahan kosong Kentangan 33,33 Kebun/lahan kosong Daun-daunan Daun Singkong 16,67 Kebun Daun Ubi jalar 13,33 Kebun Daun Karet 6,67 Kebun Daun Pisang 66,67 Kebun 1270 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

Jenis Hijauan Pakan Responden Yang Menggunakan (%) Lokasi Sumber Pakan Daun nangka 33,33 Kebun Daun Bambu 20,00 Kebun Daun Tebu 6,67 Kebun Daun Sengon 13,33 Kebun Ciplukan 50,00 kebun/lahan kosong Kacang-kacangan liar 66,67 kebun/lahan kosong Gamal 20,00 Kebun/pekarangan/kebun rumput Lamtoro 13,33 Kebun/pekarangan/kebun rumput Turi 10,00 Kebun/pekarangan/kebun rumput Limbah Pertanian Jerami padi 20,00 Ladang Jerami jagung 40,00 Ladang Jerami kedele 26,67 Ladang Jerami Kacang Tanah 33,33 Ladang Dedak padi 40,00 Penggilangan padi Kulit Kopi 6,67 Penggilangan kopi Pemanfaatan pakan lokal oleh peternak masih terbatas hanya berupa rumput dan cenderung memilih jenis rumput tertentu serta masih sangat minim penggunaan pakan penguat. Jenis rumput budidaya yang paling umum dan banyak digunakan oleh peternak adalah rumput Brachiaria humidicola (BH). Rumput ini bisa diperoleh di kebun rumput, lahan kosong dan tempat-tempat umum seperti pinggir jalan dan lapangan bola. Rumput alam yang paling dominan digunakan sebagai pakan sapi adalah rumput paitan, klamento, kumpai, ilalang dan ladingan. Pemanfaatan daun-daunan sebagai pakan sapi masih sedikit, jenis daun-daunan yang dominan digunakan adalah daun pisang, nangka, karet, bambu, sengon, singkong, ubi jalar. Pemanfaatan leguminose sebagai bahan pakan juga masih sangat terbatas karena peternak belum memahami kandungan gizi dari legum tersebut. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan hanya dilakukan peternak pada musim tertentu dan jumlah peternak yang sudah memanfaatkan limbah ini masih sangat terbatas. Permasalahan Pakan dan Manajemen Pakan Sapi potong Sistem pemeliharaan sapi potong berkaitan erat dengan manajemen pakan di tingkat peternak, data mengenai sistem pemeliharaan dan manajemen pakan terlihat pada Tabel 4. Sistem pemeliharaan ternak sapi umumnya dilakukan secara intensif dengan dikandangkan sepanjang hari, hal ini mengindikasikan bahwa meskipun bersifat usaha sambilan namun ternak sapi sudah menjadi bagian penting dalam sistem usaha tani masyarakat. Pemeliharaan intensif didalam kandang sepanjang hari berhubungan langsung dengan cara pemberian pakan yang umumnya dilakukan dengan cara diaritkan dan diberikan dalam kandang (cut and carry). Jenis hijauan yang diberikan sangat bervariasi tergantung ketersediaan di alam. Sebagian besar peternak belum memberikan pakan tambahan pada sapinya karena pakan tambahan sulit diperoleh dan harganya relatif mahal. Pakan tambahan yang sudah diberikan berupa dedak, singkong dan ampas tahu dengan persentase pemberian yang sedikit dan tidak menentu. Hasil survey juga menunjukkan Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1271

bahwa masih sedikit peternak yang sudah memberikan mineral pada sapinya dan kalaupun sudah ada yang memberikan hanya berupa garam dapur. Tabel 4. Manajemen Pakan Sapi Potong di Kecamatan Maliku Cara Pemeliharaan Ternak Uraian Jumlah Responden Persentase (%) - Dilepas sepanjang hari 0 0 - Dikandangkan pada malam hari saja 3 10 - Dikandangkan sepanjang hari 27 90 Sistem Pemberian Pakan - Merumput sendiri 0 0,00 - Merumput dan diberi pakan didalam kandang 3 10 - Diberi pakan didalam kandang (cut & carry) 27 90 Jenis Hijauan Yang Diberikan - Hanya rumput 16 53,33 - Rumput dan daun-daunan 8 26,67 - Rumput, daun-daunan dan limbah pertanian 6 20 Jenis Pakan Tambahan Yang diberikan - Dedak 5 16,67 - Singkong 3 10 - Ampas Tahu 1 3,33 - Dedak dan singkong 2 6,67 - Tidak diberi pakan tambahan 19 63,33 Jenis Vitamin dan Mineral Yang diberikan - Mineral komersial 2 6,67 - Garam 15 50,00 - Mineral dan garam 4 13,33 - Vitamin 0 0,00 - Belum memberikan 9 30,00 Ketersediaan Hijauan di Lokasi Peternakan - Kontiniu 2 6,67 - Fluktuatif 28 93,33 Permasalahan pakan di lokasi survey umumnya menyangkut masalah ketersediaan dan rendahnya kualitas pakan yang diberikan pada ternak sapi. Ketersediaan hijauan pakan umumnya sangat berfluktuatif dan hampir semua responden menyatakan bahwa mereka kesulitan mendapatkan hijauan pakan pada musim-musim tertentu. Kondisi ini hampir sama dengan yang dinyatakan Bamualim (2011) bahwa masalah utama dalam pengembangan sapi potong adalah ketersediaan pakan yang berfluktuasi terkait dengan musim. Fluktuasi ketersediaan hijauan pakan menyebabkan terjadinya kesulitan memperoleh hijauan pakan pada bulan-bulan tertentu. Di daerah kering hijauan akan sulit didapatkan pada bulan Agustus September, sedang di daerah rawa hijaun akan sulit didapatkan sekitar bulan Januari Maret. Pada bulan Agustus-September lahan kering mengalami puncak kekeringan sehingga pertumbuhan hijaun lambat bahkan banyak yang mati, pada kondisi ini peternak harus mencari rumput ke daerah lain (daerah rawa) dengan jarak 5-10 km. Di daerah rawa hijauan sulit didapatkan pada bulan Januari-Maret karena debit air rawa yang 1272 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

naik (banjir) dan hampir semua lokasi sumber pakan tergenang air, sehingga peternak di daerah rawa harus mencari rumput ke lahan kering. Sumber pakan utama ternak sapi berasal dari kebun, tegalan, rawa dan padang pengembalaan. Lahan sumber hijauan pakan ternak di kedua daerah baik daerah rawa atau daerah kering mempunyai puncak produksi masing masing. Lahan rawa memproduksi hijauan pakan dalam jumlah besar pada musim kemarau sekitar bulan Juli-Oktober, sedang di lahan kering puncak produksi hijaun pakan sekitar bulan Februari-Mei. Pada musim tertentu terjadi kelebihan produksi hijauan pakan di suatu wilayah. Hijaun yang berlimpah pada musim tersebut di biarkan begitu saja atau dibakar oleh peternak. Hijauan berlimpah pada musim tertentu pada tiap daerah seharusnya bisa dimanfaatkan oleh peternak dengan menerapkan teknologi pengawetan dan penyimpanan hijauan pakan, namun penerapan teknologi ini masih sangat minim. Bamualim (1991) menyatakan bahwa pengembangan teknologi pakan sangat dibutuhkan untuk mengatasi keterbatasan pakan pada musim-musim tertentu terutama penyediaan pakan sepanjang tahun. Jenis pakan utama yang diberikan pada sapi adalah rumput yang terdiri dari rumput alam, rumput budidaya, dan limbah pertanian dengan jumlah tergantung musim (Tabel 5). Tabel 5. Rataan Jumlah dan Cara Pemberian Pakan Sapi oleh Peternak Responden Jenis Pakan Jumlah Pemberian rata-rata/hari Keterangan Kemarau (Kg) Hujan (Kg) Rumput alam 22,25 28,33 Diberikan langsung 100% Rumput budidaya 23,67 32,5 Diberikan langsung 100% Campuran rumput dan jerami 40,00 50 Pada saat panen Dedak padi 0,25 0,25 Kadang-kadang Singkong 0,50 0,5 Kadang-kadang Ampas tahu 0,50 0,5 Kadang-kadang Jenis dan jumlah pemberian pakan tergantung pada jenis pakan yang ada dan diberikan dalam bentuk tunggal tanpa campuran dan pengolahan terlebih dahulu. Pemberian bahan pakan berbasis limbah pertanian hanya diberikan pada musim panen dengan cara pemberian dicampur dengan rumput atau secara tunggal. Bahan pakan sebagai sumber protein dan energi berupa dedak, singkong dan ampas tahu hanya diberikan sewaktu-waktu tergantung ketersediaan dan kemampuan keuangan peternak. Dengan pola pemberian pakan secara tunggal yang hanya berasal dari rumput, maka pemenuhan kebutuhan gizi sapi potong di wilayah ini sebenarnya belum mencukupi kebutuhan sapi potong. Analisis proksimat beberapa jenis rumput yang umum digunakan di lokasi pengkajian terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis Proksimat Beberapa Jenis Hijauan Pakan Yang Umum Digunakan Di Kecamatan Maliku. Jenis Rumput Hasil Analisis Laboratorium* Protein Lemak Serat Kadar TDN Kasar Kasar Kasar Abu Rumput alam campuran 5,36 1,72 36,04 6,69 51,38 Rumput BH 8,92 6,44 36,73 6,24 49,52 Rumput kumpai 10,06 0,97 36,87 5,84 56,68 Rumput kumpai batu 8,06 1,42 31,93 5,96 52,94 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1273

Jenis Rumput Hasil Analisis Laboratorium* Protein Lemak Serat Kadar TDN Kasar Kasar Kasar Abu Rumput paitan 5,75 1,71 40,48 7,74 49,39 Rumput ladingan 4,58 1,39 49,99 5,33 50,01 Sumber: *Hasil analisis pakan laboratorium Loka Sapi Potong Grati, 2014. Dari Tabel 6 terlihat bahwa kandungan gizi beberapa jenis pakan yang umum digunakan di lokasi pengkajian belum mampu mencukupi kebutuhan ternak sapi untuk berproduksi secara optimal jika hanya diberikan secara tunggal, untuk itu pemberian pakan tambahan (pakan penguat) mutlak diperlukan. Sari et al (2016) menemukan bahwa produktivitas ternak sapi berupa Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) sapi yang diberi pakan tunggal berupa rumput jauh lebih rendah dari PBBH ternak sapi yang diberi pakan tambahan, hal ini karena kandungan energi dan protein pada pakan tunggal rendah dan tidak mencukupi kebutuhan ternak, sehingga menyebabkan pertambahan bobot badan menjadi terhambat, konversi pakan terhadap berat badannya menjadi tinggi. Dengan melihat jumlah pemberian, kontiniuitas ketersediaan dan kandungan gizi pakan yang diberikan terlihat bahwa manajemen pakan yang diterapkan peternak belum mampu mendukung produktivitas ternak sapi untuk berproduksi secara optimal karena standar pemenuhan kebutuhan pakan yang digunakan bukan berdasarkan kebutuhan ternak sapi, tapi tergantung kemampuan peternaknya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Krishna dan Umiyasih (2006) bahwa di peternakan rakyat pakan seringkali diberikan hanya sesuai kemampuan peternak bukan berdasarkan kebutuhan ternaknya. Kesimpulan Kabupaten Pulang Pisau mempunyai sumberdaya pakan lokal yang cukup banyak baik berupa rumput-rumputan, daun-daunan maupun limbah pertanian yang sangat potensial untuk pengembangan sapi potong. Potensi pakan ini belum optimal dimanfaatkan untuk pengembangan sapi potong. Permasalahan pakan di wilayah ini adalah ketersediaan bahan pakan yang sangat fluktuatif dan kualitas pakan yang belum sesuai kebutuhan ternak sapi. Manajemen pakan yang diterapkan peternak belum mampu mengoptimalkan pemanfaatan potensi pakan lokal yang ada dan belum mampu memenuhi kebutuhan hidup ternak sapi untuk berproduksi secara optimal. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Pulang Pisau. 2014. Pulang Pisau Dalam Angka 2014. Bamualim, A.M. 1991. Pengaruh musim terhadap mutu pakan dan defisiensi nutrisi yang umum terjadi di daerah tropis. Prosiding Simposium Pertanian III. Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia, Malang 22-23 Agustus 1991. hlm. 382-388 Bamualim, A.M. 2011. Pengembangan teknologi pakan sapi potong di daerah semi-arid Nusa Tenggara. Pengembangan Inovasi Pertanian (4) 3. Hlm 175-188. Bestari, J. 2008. Kandungan nutrisi mineral dan potensi pakan hijauan lahan gambut Kalimantan tengah sebagai pakan kambing. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hlm 430-435 Chamdi, A.N. 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing Di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 312 317. 1274 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

Dinas Pertanian dan Peternakan Pulang Pisau. 2014. Profil Pembangunan Pertanian Sub- sektor Peternakan di Kabupaten Pulang Pisau. Diwyanto, K., A. Priyanti dan D. Zainudin. 1996. Pengembangan ternak berwawasan agribisnis di pedesaan dengan memanfaatkan limbah pertanian dan pemilihan bibit yang tepat. J. Litbang Pertanian. 15(1) : 1-6. Gartenberg, P.K., L.R. Mcdowell, D. Rodriguez, N. Wilkiinson, J.H. Conrat, and F.G. Martin. 1990. Evalution of trace mineral status of ruminants in northeast Mexico. Livestock Res. Rural Dev. 3(2): 1 6 Krishna, N.H dan U. Umiyasih. 2006. Identifikasi dan Evaluasi Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Inkonvensional Asal Limbah yang Melimpah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5-6 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor Hlm 872-879. Sari, D. D. K., M. H. Astuti., dan L. S. Asi. 2016. Pengaruh Pakan Tambahan Berupa Ampas Tahu dan Limbah Bioetanol Berbahan Singkong (Manihot utilissima) Terhadap Penampilan Sapi Bali (Bos sondaicus). Buletin Peternakan Vol. 40 (2) hlm 107-112. Susilawati, M.Sabran, R. Massinai dan Rukayah, 2003. Paket Teknologi Usaha Tani Lahan Pasang Surut dikalimantan Tengah. Prosiding Seminar Hasil-hasik Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian 2003. BPTP Kalimantan Tengah. Hlm.55-63. Suwandi. 2004. Gejala Umum Akibat Kekurangan Mineral Pada Ternak Ruminansia Yang Menyebabkan Kematian. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004. Puslitbangnak. Hal 110-113 Syafaat N, Agustian A, Pranaji T, Ariani M, Setiadjie I, Wirawan. 1995. Studi kajian SDM dalam menunjang pembangunan pertanian rakyat terpadu di KTI. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1275