DUKUNGAN KELUARGA DAN KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING DALAM PENURUNAN DEPRESI PASCA STROKE

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

TINGKAT KETERGANTUNGAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN STROKE INFARK HEMIPARESE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam otak yang mengakibatkan kematian sel otak. dan ada riwayat keluarga yang menderita stroke (Lewis, 2009).

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEMANDIRIAN PEMENUHAN ADL

DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA PADA ANAK RETARDASI MENTAL SEDANG FAMILY SOCIAL SUPPORT TO CHILDREN WITH MODERATE MENTAL RETARDATION

DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA PADA PASIEN GANGGUAN ANSIETAS MENYELURUH DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat serius (Setyopranoto, 2010). Stroke merupakan penyebab kematian ketiga

BAB I PENDAHULUAN. mortalitas dan morbiditas penduduk dengan prevalensi yang cukup tinggi.

HUBUNGAN AKTIVITAS DASAR SEHARI HARI DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN STROKE DI RUANG ANGGREK I RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan pada berbagai bidang terutama dibidang. (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

IRMA MUSTIKA SARI J

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN ACTIVITIES OF DAILY LIVING (ADL) PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA

KEMAMPUAN BASIC ACTIVITY DAILY LIVING (BADL) DENGAN KEPUTUSASAAN PADA PASIEN STROKE DI RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. kadar gula darah, dislipidemia, usia, dan pekerjaan (Dinata, dkk., 2015). Angka

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rakhma Nora Ika Susiana *) Abstrak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA PASIEN DEMENSIA DI INSTALASI RAWAT JALAN RS. BAPTIS KEDIRI ABSTRACT

Jeritan Jiwa dari Kursi Roda

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Correlational Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JNPH Volume 4 No. 1 (Juli 2016) The Author(s) 2016

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

RENDAHNYA PERAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA PASIEN LOW NURSE S ROLE IN MEETING THE NEEDS OF NUTRITION TO PATIENTS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah

DEPENDENT CARE PADA PASIEN STROKE DI BANDA ACEH DEPENDENT CARE FOR STROKE PATIENTS IN BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN ADL (ACTIVITY DAILY LIVING) PADA LANSIA

ADL (Activity Daily Living )adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin. sehari hari. ADL merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri.

KEMANDIRIAN FUNGSIONAL LANSIA DIABETES MELITUS DI KELURAHAN BANGSAL KOTA KEDIRI

ANALISIS JURNAL PENELITIAN KEPERAWATAN ANALISIS JURNAL PENELITIAN PENGARUH LATIHAN LINGKUP GERAK SENDI (ROM) TERHADAP

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. panjang dengan rata-rata 44 juta kecacatan, dengan memberi dampak emosional

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA INSOMNIA PADA LANJUT USIA (LANSIA) DI DESA GAYAM KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan. Gangguan asupan darah

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

PENILAIAN TERHADAP STRESOR & SUMBER KOPING PENDERITA KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI. Semarang

Study Tingkat Kecemasan Penderita Diabetes Mellitus Di Poli Rawat Jalan Puskesmas Ngawi Purba Kabupaten Ngawi

PENERAPAN FUNGSI AFEKTIF KELUARGA PADA LANSIA DALAM PEMENUHAN ACTIVITY DAILY LIVING

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN KUALITAS HIDUP KLIEN SKIZOFRENIA DI KLINIK KEPERAWATAN RSJ GRHASIA DIY

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN TERJADINYA INSOMNIA PADA LANSIA USIA TAHUN DI DESA MAYANGGENENG KECAMATAN KALITIDU KABUPATEN BOJONEGORO

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI ORANG TUA DALAM MEMANFAATKAN ALAT-ALAT PERMAINAN EDUKATIF DI RUANG ANAK RS. BAPTIS KEDIRI ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KETERLIBATAN DALAM MOBILISASI DINI PASIEN STROKE DI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DALAM PEMENUHAN AKTUVITAS SEHARI-HARI DI DESA TUALANGO KECAMATAN TILANGO KABUPATEN GORONTALO

BAB 1 PENDAHULUAN. ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer &

PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA

Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

FUNGSI RANGE OF MOTION (ROM) PADA PENDERITA STROKE PASCA PERAWATAN RUMAH SAKIT

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

GAMBARAN TINGKAT KEMANDIRIAN PERAWATAN DIRI DALAM HAL MAKAN DAN BERPINDAH PADA LANSIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

KARYA TULIS ILMIAH KEMAMPUAN ADL (ACTIVITY DAILY LIVING S) PADA PASIEN PASCA STROKE

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk. negara-negara dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan.

TINGKAT DEPRESI MEMPENGARUHI KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) LANSIA

PENGARUH BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRES PADA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan (2002) menyatakan semua tenaga kesehatan. (Undang Undang Kesehatan No. 23, 1992).

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

KETERAMPILAN IBU DALAM DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG TERHADAP TUMBUH KEMBANG BAYI SKILLS ON THE DETECTION OF EARLY MOTHER FLOWER GROW WITH BABY ABSTRAK

Transkripsi:

Dukungan Keluarga dan Kemandirian Activity Daily Living dalam Penurunan Depresi Pasca Stroke Ria Wahyu Kristyanti, Erlin Kurnia DUKUNGAN KELUARGA DAN KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING DALAM PENURUNAN DEPRESI PASCA STROKE FAMILY SUPPORT AND ACTIVITY DAILY LIVING INDEPENDENCE IN DECREASING POST-STROKE DEPRESSION Ria Wahyu Kristyanti Erlin Kurnia STIKES RS. Baptis Kediri (stikesbaptisjurnal@ymail.com) ABSTRAK Pasien pasca stroke mengalami depresi dan memiliki ketergantungan dalam pemenuhan activity daily living (ADL). Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh dukungan keluarga dan tingkat kemandirian dalam ADL terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke. Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi penelitian semua pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Sampel 96 responden, menggunakan purposive sampling. Variabel independen dukungan keluarga dan tingkat kemandirian ADL, variabel dependen tingkat depresi. Instrumen menggunakan wawancara terstruktur. Analisis data menggunakan uji statistik Wilcoxon α 0,05. Hasil penelitian dukungan keluarga baik (69,8%) dan tingkat kemandirian kurang tergantung (52,1%), tingkat depresi sedang (56,3%). Hasil uji statistik p=0,000 pada semua hubungan variabel dependen independen yang artinya dukungan keluarga dan kemandirian ADL berhubungan dengan tingkat depresi pada pasien pasca stroke. Disimpulkan dukungan keluarga dan tingkat kemandirian ADL baik berhubungan dengan penurunan tingkat depresi. Kata kunci : Dukungan keluarga, ADL, depresi, pasien pasca stroke. ABSTRACT Patients with post-stroke depression and a dependence in the fulfillment Activity Daily Living (ADL). Objective was to analyze the influence of family support and independence in ADL toward depression level to patients with post-stroke. Research design was cross-sectional. Population was all patients with post-stroke in Outpatient Installation of Kediri Baptist Hospital. The samples were 96 respondents using purposive sampling. Independent variable was family support and independence ADL;dependent variable was the level of depression. Data was collected using a structured interview, and then analyzed using the Wilcoxon statistical test with a significance level of α 0.05. The results family support obtained good (69.8%), less depending of independence level was (52.1%), moderate depression level (56.3%). Results of statistical tests p=0.000 in all relationships dependent variable independent means and family support ADL independence associated with the level of depression in post-stroke patients. Concluded family support and good levels of ADL independence associated with decreased levels of depression. Keywords: family support, ADL, depression, patients post-stroke

Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Pendahuluan Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab kematian nomor tiga di dunia. (George, 2009). Penelitian membuktikan bahwa pada pasien stroke selain gejala kelainan saraf (misalnya kelumpuhan alat gerak ataupun otot muka dan sebagainya), juga ditemukan gangguan mentalemosional misalnya depresi. Gejala depresi yang ditimbulkan sebagai akibat lesi (kerusakan) pada susunan saraf pusat otak dan bisa juga akibat dari gangguan penyesuaian (adjusment disorder) karena hendaya (impairment) fisik dan kognitif pasca stroke (Hawari, 2006). Suatu penelitian mengatakan bahwa pada pasien pasca stroke yang mengalami depresi akan terjadi peningkatan persentase angka kematiannya. Bahkan, pada pasien yang lebih muda dan yang tidak mempunyai penyakit kronis yang mengalami depresi dibanding dengan pasien pasca stroke yang mengalami depresi angka kematian tetap tinggi pada pasien depresi pasca stroke. Kejadian depresi ini bisa terjadi karena berkurangnya tingkat kemandirian pasien stroke akibat kelemahan sehingga pasien stroke mengalami gangguan dalam beraktivitas. Keluarga sangat berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan Activity Daily Living pada pasien stroke, supaya pasien stroke tidak mengalami depresi. Oleh karena itu dukungan keluarga sangat berpengaruh untuk kesembuhan pasien stroke. Angka kematian akibat stroke dari tahun ke tahun meningkat. Dampak yang mengkhawatirkan, stroke saat ini tidak hanya menyerang orang tua saja, melainkan juga menyerang kaum muda. Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2008, jumlah penderita stroke mencapai 8,3 per 1.000 populasi di Indonesia, dengan populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke di Indonesia. Pada tahun 2020 diperkirakan penderita stroke meningkat menjadi 7,6 juta. Berdasarkan data Rumah Sakit Baptis Kediri pada bulan Juli sampai September tahun 2012 didapatkan jumlah penderita stroke di Instalasi Rawat Jalan sejumlah 573 pasien. Peningkatan jumlah penderita stroke akan menimbulkan masalah, salah satunya masalah gangguan mental emosional yaitu depresi. Depresi biasa terjadi dan merupakan masalah yang serius pada pasien stroke. Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective or mood disorder) yang terjadi pada pasien stroke (Hawari, 2006). Depresi bisa terjadi pada penderita stroke di sebabkan karena gangguan penyesuaian dan kerusakan pada susunan saraf. Prevalensi depresi pada pasien stroke mencapai 40%-60% dalam 6 bulan pertama sesudah terjadinya stroke (Hawari, 2006). Depresi pada pasien stroke dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor neurobiologik dan faktor psikologik. Pendekatan keluarga sangat diperlukan dalam penatalaksanaan depresi pada pasien stroke yaitu dengan memberikan dukungan pada pasien. Dukungan dari keluarga akan membantu pasien stroke dalam menjalani kebutuhan aktivitas sehari hari termasuk membantu kemandirian pasien stroke. Kebutuhan akan dukungan dan perhatian dari keluarga berlangsung sepanjang hidup sehingga jika pasien tidak mendapat dukungan mereka akan mengalami episode manik atau episode depresif berat dari depresi yaitu peningkatan aktivitas, lebih banyak bicara, rasa harga diri melambung, berkurangnya kebutuhan tidur, kurang nafsu makan, hilangnya kesenangan, tidak semangat, merasa tidak berguna, dan hal yang membahayakan penderita depresi adalah pikiran tentang kematian dan rasa ingin mati atau usaha bunuh diri (Hawari, 2006). Gangguan depresi bervariasi dan diklasifikasikan menurut jumlah dari penyebab, keparahan dan durasi gejala dan cara menanggulangi depresi pada pasien stroke berbeda beda sesuai dengan keadaan pasien. Namun dengan dukungan dari keluarga sangatlah membantu dalam mencegah dan mengatasi depresi pada pasien stroke. Keluarga dapat menolong terus menerus untuk mendukung pasien dan memberikan pujian untuk kemajuan

Dukungan Keluarga dan Kemandirian Activity Daily Living dalam Penurunan Depresi Pasca Stroke Ria Wahyu Kristyanti, Erlin Kurnia yang dicapai. Dukungan keluarga dapat diwujudkan dengan memberikan perhatian atau peduli, memberikan pertolongan, memberikan dorongan, memberikan semangat, memberikan informasi atau pengetahuan dan sebagainya (Stuart, 2009). Jadi dengan adanya dukungan keluarga pada pasien stroke, akan membantu kemandirian kebutuhan aktivitas sehari hari dan memberikan kekuatan pada pasien stroke dalam menjalani masa perawatan dan pengobatan. Dari uraian di atas, maka penulis perlu untuk meneliti pengaruh dukungan keluarga dan tingkat kemandirian dalam Activity Daily Living terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Metodologi Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian Cross Sectional. Penelitian Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri rata-rata pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan per bulan adalah 191 orang. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 96 responden di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri yang memenuhi kriteria inklusi. Tehnik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu pemilihan sampling dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel mewakili karakteristik dari populasi sebenarnya (Nursalam 2003). Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan wawancara terstruktur langsung pada responden yang bersedia diteliti. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 28 Pebruari 2013-27 Maret 2013 di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri, khususnya pada klinik syaraf. Setelah data dari hasil kuesioner terkumpul, kemudian data diolah dan kemudian diuji menggunakan Uji Wilcoxon dengan software komputer Hasil Penelitian Data Umum Data umum responden pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri dapat diuraikan sebagai berikut: Karakteristik responden pada penelitian ini 58,3% pasien laki-laki dengan usia lebih 50 % (59,4%) usia 56 tahun, pendidikan cukup (SMP: 30,2%), dengan pekerjaan sebagai swasta (37,5%) dan lama menderita stroke paling banyak 1 sampai kurang dari 3 tahun (43,7%). Data Khusus Pada bagian ini akan disajikan hasil pengumpulan data di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri mengenai dukungan keluarga dan tingkat kemandirian ADL terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke. Tabel 1 Dukungan Keluarga Pasien Pasca Stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri Dukungan Keluarga F % Kurang 0 0 Sedang 29 30,2 Baik 67 69,8 Jumlah 96 100 Berdasarkan tabel 1 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden dengan dukungan keluarga yang baik dan sedang. Hal ini menunjukkan peran keluarga sangat memperhatikan kondisi pasien stroke.

Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Tabel 2 Tingkat Kemandirian Pasien Pasca Stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri Tingkat Kemandirian F % Total 4 4,2 Sangat Tergantung 4 4,2 Menengah 19 19,7 Kurang Tergantung 50 52,1 Minimal 15 15,6 Mandiri 4 4,2 Jumlah 96 100 Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden dengan tingkat kemandirian kurang tergantung (52,1%), di mana pasien/responden masih mampu memenuhi kebutuhan dasar dengan bantuan sedang dari orang lain. Tabel 3 Tingkat Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri Tingkat Depresi F % Ringan 21 21,9 Sedang 54 56,2 Berat 21 21,9 Berat Sekali 0 0 Jumlah 96 100 Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden dengan tingkat depresi sedang. Kondisi perubahan fisiologis pada pasien stroke salah satu sumber depresi. Tabel 4 Tabulasi Silang Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri Tingkat Depresi Dukungan Total Ringan Sedang Berat Keluarga F % F % F % F % Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 Sedang 5 17,2 16 55,2 8 27,6 29 100 Baik 16 23,9 38 56,7 13 19,4 67 100 Total 21 21,9 54 56,2 21 21,9 96 100 Uji Wilcoxon p = 0,000 Z= 6,168 Hasil dari tabulasi silang pada tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 96 responden, didapatkan dukungan keluarga sedang dengan depresi sedang (55,2%) dan dukungan baik dengan depresi sedang (56,7%). Analisis menggunakan Wilcoxon bahwa α 0,05 didapatkan p = 0,000, dimana p < α yang berarti H 0 ditolak dan H a1 diterima. Jadi ada pengaruh yang signifikan antara dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Angka tabel Z adalah 6,168 berarti memiliki perbedaan bermakna atau hubungan yang kuat. Angka tabel Z bernilai negatif bahwa kedua variabel menunjukkan arah hubungan yang berlawanan arah. Hal ini menegaskan bahwa semakin baik dukungan keluarga maka semakin rendah tingkat depresi pasien. Tabel 5 Tabulasi Silang Tingkat Kemandirian terhadap Tingkat Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri Tingkat Kemandirian Tingkat Depresi Total Ringan Sedang Berat F % F % F % F % Total 0 0 0 0 4 100 4 100 Sangat Tergantung 0 0 3 75 1 25 19 100 Menengah 0 0 6 31,6 13 68,4 50 100 Kurang Tergantung 6 12,0 42 84,0 2 4,0 15 100 Minimal 12 80,0 2 13,3 1 6,7 4 100 Mandiri 3 75,0 1 25,0 0 0 96 100 Total 21 21,9 54 56,2 21 21,9 4 100 Uji Wilcoxon p = 0,000 Z=7,303

Dukungan Keluarga dan Kemandirian Activity Daily Living dalam Penurunan Depresi Pasca Stroke Ria Wahyu Kristyanti, Erlin Kurnia Hasil dari tabulasi silang tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa dari 96 responden didapatkan tingkat kemandirian total dengan tingkat depresi berat (100%), tingkat kemandirian sangat tergantung dengan tingkat depresi sedang (75%), tingkat kemandirian menengah dengan tingkat depresi berat (68,4%), tingkat kemandirian kurang tergantung dengan tingkat depresi sedang (84%), tingkat kemandirian minimal dengan tingkat depresi ringan (80%), dan tingkat kemandirian mandiri dengan tingkat depresi ringan (75%). Analisis menggunakan Wilcoxon bahwa α 0,05 didapatkan p = 0,000, dimana p < α yang berarti H 0 ditolak dan H a1 diterima. Jadi ada pengaruh yang signifikan antara tingkat kemandirian dalam Activity Daily Living terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Angka tabel Z adalah 7,303 berarti memiliki perbedaan bermakna tingkat atau hubungan yang kuat. Angka tabel Z bernilai negatif bahwa kedua variabel menunjukkan arah hubungan yang berlawanan arah. Hal ini menegaskan bahwa semakin mandiri tingkat kemandirian pasien pasca stroke maka semakin rendah tingkat depresi pasien. Pembahasan Dukungan Keluarga pada Pasien Pasca Stroke Hasil penelitian mengenai dukungan keluarga dari jumlah responden sebanyak 96 orang didapatkan hasil responden dengan dukungan keluarga baik yaitu sebanyak 67 orang (69,8%) dan dukungan keluarga sedang sebanyak 29 orang (30,2%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan dukungan keluarga baik. Secara teoritis dukungan keluarga merupakan dukungan sosial yang bersifat natural yang diberikan oleh keluarga. Dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan. Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedmen dalam Setiadi, 2008). Dukungan keluarga yang menyiapkan perawatan bagi anggota keluarga yang memiliki penyakit mental serius, merasa terisolasi, dan sendirian dalam menghadapi masalah (Stuart, 2009). Dukungan keluarga yang diberikan meliputi dukungan instrumental yaitu bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi. Dukungan informasional merupakan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat pengarahan, ide ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. Dukungan penilaian (appraisal) sebagai suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita, sedangkan dukungan emosional merupakan dukungan simpatik dan empati, cinta, penghargaan. Sumber dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal, (Friedman, 1998 dalam Setiadi, 2008). Dari hasil penelitian didapatkan responden sebagian besar mendapatkan dukungan keluarga baik. Dukungan keluarga baik yang diberikan oleh keluarga paling banyak keluarga memberikan dukungan instrumental atau fasilitas seperti menyediakan waktu dan fasilitas selama pengobatan, keluarga berperan aktif dalam setiap pengobatan dan perawatan saat sakit, membiayai biaya perawatan atau pengobatan, berusaha mencarikan kekurangan sarana dan peralatan perawatan yang diperlukan. Fasilitas dalam pengobatan yang diberikan

Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 oleh keluarga bermanfaat untuk perawatan dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, sehingga pasien pasca stroke merasa diperhatikan selama sakit. Selain itu keluarga juga memberikan dukungan penilaian atau penghargaan ditunjukan bahwa keluarga selalu memberikan pujian dan perhatian, meminta pendapat ketika ada permasalahan, memberi kesempatan untuk memilih fasilitas kesehatan, dan menghormati. Dukungan emosional juga diperlukan oleh pasien agar pasien merasa dicintai dengan keluarga mendampingi dalam setiap perawatan, tetap mencintai dan memperhatikan keadaan pasien selama sakit, memahami yang dirasakan dalam kehidupan sehari hari, dan meluangkan waktu bersama untuk berkumpul dan bercakap cakap. Perhatian maupun kehadiran anggota keluarga dalam mendampingi setiap perawatan selama sakit sangat membantu emosional pasien pasca stroke untuk lebih termotivasi dalam melakukan perawatan. Keluarga juga merupakan sumber informasi dengan memberikan informasi kepada anggota keluarga yang sakit misal dalam hal membantu tentang hasil pemeriksaan dan pengobatan dari dokter yang merawat, selalu mengingatkan waktu kontrol, minum obat, latihan dan makan, selalu mengingatkan perilaku yang bisa memperburuk penyakitnya, dan membantu untuk menjelaskan hal jika tidak tahu tentang penyakitnya. Menurut hasil yang didapatkan keluarga dalam memberikan dukungan informasi masih kurang. Hal tersebut diakibatkan karena pengetahuan keluarga tentang penyakit masih kurang sehingga keluarga belum maksimal dalam memberikan dukungan berupa informasi kepada anggota keluarga yang sakit. Dukungan yang diberikan keluarga karena keluarga peduli kepada salah satu anggota keluarga yang mengalami sakit, sehingga dengan dukungan keluarga yang diberikan, pasien merasa dihargai dan dicintai. Tingkat Kemandirian dalam Activity Daily Living pada Pasien Pasca Stroke Hasil penelitian mengenai tingkat kemandirian dalam Activity Daily Living dari jumlah responden sebanyak 96 orang didapatkan hasil responden dengan tingkat kemandirian kurang tergantung sebanyak 50 responden (52,1%), menengah sebanyak 19 responden (19,7%), minimal sebanyak 15 responden (15,6%), mandiri sebanyak 4 responden (4,2%), sangat tergantung sebanyak 4 responden (4,2%), total sebanyak 4 responden (4,2%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden mengalami tingkat kemandirian kurang tergantung. Kemandirian merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, seseorang melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dan dengan keputusannya sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis, (Azis, 2007). Activity Daily Living mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias, juga menyiapkan makanan, memakai telephone, menulis, mengelola uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti berguling di tempat tidur, bangun dan duduk, transfer/bergeser dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat ke tempat lain) (Sugiarto, 2005). Tingkat kemandirian pada pasien pasca stroke berhubungan dengan diagnosa medis yang ditetapkan. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan) merupakan serangan yang sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari, sedangkan stroke hemoragi (perdarahan) serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis (Baticaca, 2008). Faktor yang mempengaruhi penurunan Activities Daily Living adalah kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata dan telinga, kapasitas mental, status mental seperti kesedihan dan depresi, penerimaan

Dukungan Keluarga dan Kemandirian Activity Daily Living dalam Penurunan Depresi Pasca Stroke Ria Wahyu Kristyanti, Erlin Kurnia terhadap fungsi anggota tubuh, dukungan anggota keluarga (Hadywinoto, 2005). Dari hasil penelitian didapatkan responden dengan tingkat kemandirian kurang tergantung, dengan karakteristik responden lebih dari 50% responden berumur 56 tahun sebanyak 29 responden (58%). Sesuai dengan teori serangan stroke pada seseorang terjadi pada usia lebih dari 50 tahun atau 50 tahun keatas. Serangan stroke yang terjadi bisa menimbulkan dampak pada pasien pasca stroke, diantaranya yaitu gangguan kemandirian. Gangguan kemandirian pada pasien pasca stroke diakibatkan karena kelemahan sebagian anggota tubuh pasien, sehingga aktivitas pasien terganggu. Lebih dari 50% responden mengalami lama menderita stroke 1-< 3 tahun sebanyak 28 responden (56%). Seseorang yang menderita stroke dengan rentang sakit 1-< 3 tahun perjalanan sakit masih awal terjadi kelemahan pada sebagian anggota tubuh, sehingga pada saat kontrol atau dalam melakukan kegiatan sehari-hari pasien perlu bantuan. Hasil wawancara terstruktur pasien mengalami tingkat kemandirian kurang tergantung seperti dalam personal hygiene pasien mampu untuk melakukan sendiri tetapi membutuhkan bantuan minimal sebelum dan sesudah kegiatan perlu diperhatikan tentang keamanan, dalam hal mandi pasien perlu diawasi untuk keselamatan, mempersiapkan alat mandi atau dalam berpindah. Pasien dalam hal makan, bisa makan sendiri dengan nampan yang telah disiapkan kecuali bantuan diperlukan dalam memotong daging. Saat pasien pergi ke toilet diperlukan pengawasan untuk keamanan dalam kegiatan toilet, bisa memerlukan pispot di malam hari perlu dibantu untuk membuang dan membersihkannya. Pasien dalam hal naik tangga, perlu pengawasan sesekali berhubungan atas keselamatan oleh kekakuan dipagi hari. Pasien saat berpakaian diperlukan sedikit bantuan dalam mengencangkan pakaian seperti kancing, retsleting, memakai bra membutuhkan waktu tiga kali lebih lama. Pasien dalam mengontrol BAB pasien dapat mengontrol BAB, dalam mengontrol BAK pasien dapat mengontrol BAK di siang hari dan di malam hari. Pergerakan atau ambulasi biasanya pasien bisa berjalan tetapi dalam jarak tempuh kurang dari 50 meter tanpa bantuan atau pengawasan diperlukan petunjuk atau pengawasan untuk keamanan diperlukan waktu lebih lama untuk mencapai tempat tujuan. Pasien dalam melakukan berpindah ke kursi atau tempat tidur biasanya kehadiran satu orang lain diperlukan untuk memantapkan atau mengawasi berhubungan dengan keselamatan. Tingkat Depresi pada Pasien Pasca Stroke Hasil penelitian mengenai tingkat depresi dari jumlah responden sebanyak 96 orang didapatkan hasil responden dengan tingkat depresi sedang yaitu sebanyak 54 orang (56,2%), tingkat depresi ringan sebanyak 21 orang (21,9%), dan tingkat depresi berat sebanyak 21 orang (21,9%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden mengalami tingkat depresi sedang. Secara teoritis depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective or mood disorder), yang di tandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa (Hawari, 2006). Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik. Gejala depresi ditimbulkan sebagai akibat lesi (kerusakan) pada susunan saraf pusat otak dan bisa juga akibat dari gangguan penyesuaian (adjustment disorder) karena hendaya (impairment) fisik dan kognitif pasca stroke. Faktor penyebab depresi adalah karena faktor stresor psikososial yang meliputi perkawinan, orangtua, antar pribadi, pekerjaan, lingkungan, keuangan, hukum, perkembangan, penyakit fisik, faktor keluarga, (Hawari, 2006). Depresi yang terjadi pada pasien pasca stroke juga diakibatkan karena faktor neurobiologik dan faktor psikologik (Wicaksana, 2008).

Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Terdapat tatalaksana depresi yaitu terapi psikologi (psikoterapi suportif dukungan keluarga dan terapi kognitif perilaku), terapi fisik, dan terapi mania (Stuart, 2009). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan responden dengan tingkat depresi sedang dengan karakteristik responden mengalami lama menderita stroke 1-< 3 tahun. Sesuai dengan teori bahwa penyakit stroke yang dialami seseorang mempengaruhi terjadinya depresi pada pasien pasca stroke. Keparahan depresi pada penderita pasca stroke dipengaruhi oleh beberapa fungsi antara lain lokasi lesi di otak, fungsi sosial, individu, sebelum terkena stroke. Pada penderita yang selamat dari serangan stroke namun menderita depresi cenderung akan lebih sulit mematuhi dalam pengobatan dan minum obat. Pada pasien penderita pasca stroke yang mengalami lama menderita stroke 1-<3 tahun hal ini dapat mempengaruhi perluasan luka pada jaringan otak pasien, sehingga dampak beberapa pasien yang sembuh dari sakitnya stroke (pasca stroke) masih meninggalkan sisa gangguan baik secara fisik maupun psikologis. Pada saat penelitian terdapat responden yang mengalami kelemahan pada sebagian ekstremitas tubuh sehingga mengalami kesulitan dalam bicara atau berjalan. Hal tersebut mengakibatkan gangguan penyesuaian pada penderita yang bisa mengakibatkan seorang penderita pasca stroke mengalami depresi. Dibuktikan pada hasil wawancara terstruktur paling banyak pasien pasca stroke merasa seperti tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, merasa sedih dan depresi, pesimis, mengalami gangguan alam perasaan seperti pasien tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu kejadian, kehilangan minat (misal: makan, ambulasi, dan sosialisasi), merasa diri tidak layak, merasa hidup tidak berharga. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Depresi pada Pasien Pasca Stroke Berdasarkan dari hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon yang didasarkan taraf kemaknaan yang ditetapkan (α 0,05) didapatkan p = 0,000 maka H 0 ditolak dan H a1 diterima yang artinya ada pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Terdapat lebih dari 50% dukungan keluarga baik dengan tingkat depresi sedang sebanyak 38 orang (56,7%), dukungan keluarga sedang dengan tingkat depresi sedang sebanyak 16 orang (55,2%), dukungan keluarga baik dengan tingkat depresi ringan sebanyak 16 orang (23,9%), dukungan keluarga baik dengan tingkat depresi berat sebanyak 13 orang (19,4%), dukungan keluarga sedang dengan tingkat depresi berat sebanyak 8 orang (27,6%), dukungan keluarga sedang dengan tingkat depresi ringan sebanyak 5 orang (17,2%). Dukungan keluarga merupakan dukungan sosial yang bersifat natural yang diberikan oleh keluarga. Dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan. Dukungan keluarga yang menyiapkan perawatan bagi anggota keluarga yang memiliki penyakit mental serius, merasa terisolasi, dan sendirian dalam menghadapi masalah (Stuart, 2009). Dukungan keluarga yang diberikan meliputi dukungan instrumental, informasional, dukungan penilaian (appraisal), dan dukungan emosional. Dukungan keluarga merupakan salah satu tatalaksana untuk mencegah atau mengurangi kejadian depresi pada pasien pasca stroke. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective or mood disorder), yang di tandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa (Hawari, 2006).

Dukungan Keluarga dan Kemandirian Activity Daily Living dalam Penurunan Depresi Pasca Stroke Ria Wahyu Kristyanti, Erlin Kurnia Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik. Gejala depresi ditimbulkan sebagai akibat lesi (kerusakan) pada susunan saraf pusat otak dan bisa juga akibat dari gangguan penyesuaian (adjustment disorder) karena hendaya (impairment) fisik dan kognitif pasca stroke (Hawari, 2006). Faktor penyebab depresi adalah karena faktor stresor psikososial yang meliputi perkawinan, orangtua, antar pribadi, pekerjaan, lingkungan, keuangan, hukum, perkembangan, penyakit fisik, faktor keluarga (Hawari, 2006). Depresi yang terjadi pada pasien pasca stroke juga diakibatkan karena faktor neurobiologik yaitu kerusakan anatomik dan vaskularisasi di otak yang mengakibatkan ketidakseimbangan neurotransmitter yang langsung menyebabkan gangguan perilaku dan emosional (depresi). Sedangkan faktor psikologik yaitu stresor yang bersifat kehilangan (loos of-love object). Kehilangan kegagahan, kebebasan bergerak, aktivitas yang menggembirakan dan memuaskan, kemandirian, kewibawaan, daya pikir, ketrampilan teknis (Wicaksana, 2008). Hasil penelitian ini sebagian besar pasien pasca stroke mendapat dukungan keluarga baik dan tingkat depresi sedang sebanyak 56,7%. Hal ini dibuktikan bahwa dukungan yang diberikan oleh keluarga dapat mengurangi tingkat depresi pada pasien pasca stroke. Dukungan yang diberikan merupakan kepedulian dari anggota keluarga, keikutsertaan keluarga dalam perawatan pasien pasca stroke, dan bantuan yang berupa materi seperti biaya pengobatan. Bukan hanya materi yang diberikan melainkan perhatian dan kecintaan keluarga pada pasien pasca stroke yang mempengaruhi terjadinya depresi pada pasien pasca stroke. Dibuktikan dengan wawancara terstruktur pasien merasakan dukungan keluarga baik yang diberikan oleh keluarga paling banyak keluarga memberikan dukungan instrumental atau fasilitas seperti menyediakan waktu dan fasilitas selama pengobatan, keluarga berperan aktif dalam setiap pengobatan dan perawatan saat sakit, membiayai biaya perawatan atau pengobatan, berusaha mencarikan kekurangan sarana dan peralatan perawatan yang diperlukan. Keluarga juga memberikan dukungan penilaian atau penghargaan ditunjukan bahwa keluarga selalu memberikan pujian dan perhatian, meminta pendapat ketika ada permasalahan, memberi kesempatan untuk memilih fasilitas kesehatan, dan menghormati. Dukungan emosional juga diperlukan oleh pasien, agar pasien merasa dicintai, keluarga mendampingi dalam setiap perawatan, tetap mencintai dan memperhatikan keadaan pasien selama sakit, memahami yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, dan meluangkan waktu bersama untuk berkumpul dan bercakap-cakap. Keluarga juga merupakan sumber informasi dengan memberikan informasi kepada anggota keluarga yang sakit misal dalam hal membantu tentang hasil pemeriksaan dan pengobatan dari dokter yang merawat, selalu mengingatkan waktu kontrol, minum obat, latihan dan makan, selalu mengingatkan perilaku yang bisa memperburuk penyakitnya, dan membantu untuk menjelaskan hal jika tidak tau tentang penyakitnya. Pasien pasca stroke bisa mengalami gangguan alam perasaan seperti depresi. Lebih dari 50% pasien pasca stroke mengalami depresi sedang. Dibuktikan dengan hasil wawancara terstruktur didapatkan pasien tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu kejadian, merasa seperti tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, pesimis, merasa sedih dan depresi, kehilangan minat (misal: makan, ambulasi, dan sosialisasi), merasa diri tidak layak, merasa hidup tidak berharga. Dukungan keluarga yang baik yang diberikan oleh anggota keluarga sangat membantu untuk memperingan depresi yang terjadi pada pasien pasca stroke. Semakin baik dukungan keluarga yang diberikan semakin rendah tingkat depresi pasien.

Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Pengaruh Tingkat Kemandirian dalam Activity Daily Living terhadap Tingkat Depresi pada Pasien Pasca Berdasarkan dari hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon yang didasarkan taraf kemaknaan yang ditetapkan (α 0,05) didapatkan p = 0,000 maka H 0 ditolak dan H a2 diterima yang artinya ada pengaruh tingkat kemandirian dalam Activity Daily Living terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Terdapat sebagian besar tingkat kemadirian kurang tergantung dengan tingkat depresi sedang sebanyak 42 orang (84%), tingkat kemandirian menengah dengan tingkat depresi berat sebanyak 13 orang (68,4%), tingkat kemandirian minimal dengan tingkat depresi ringan sebanyak 12 orang (80%), tingkat kemandirian menengah dengan tingkat depresi sedang sebanyak 6 orang (31,6%), tingkat kemandirian kurang tergantung dengan tingkat depresi ringan sebanyak 6 orang (12%), tingkat kemandirian total dengan tingkat kemandirian berat sebanyak 4 orang (100%), tingkat kemandirian sangat tergantung dengan tingkat depresi sedang sebanyak 3 orang (75%), tingkat kemandirian mandiri dengan tingkat depresi ringan sebanyak 3 orang (75%), tingkat kemandirian kurang tergantung dengan tingkat depresi berat sebanyak 2 orang (4%), tingkat kemandirian sangat tergantung dengan tingkat depresi berat sebanyak 1 orang (25%), tingkat kemandirian minimal dengan tingkat depresi berat sebanyak 1 orang (6,7%), tingkat kemandirian mandiri dengan tingkat depresi sedang sebanyak 1 orang (25%). Secara teoritis kemandirian merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana seseorang melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis, (Azis, 2007). Activity Daily Living mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi, berhias, juga menyiapkan makanan, memakai telepon, menulis, mengelola uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti berguling di tempat tidur, bangun dan duduk, transfer atau bergeser dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat ke tempat lain), (Sugiarto, 2005). Seseorang yang terserang penyakit stroke mayoritas akan mengalami kelumpuhan sebagian ekstrimitas tubuhnya. Kecenderungan terjadinya depresi pada pasien stroke diakibatkan karena faktor neurobiologik yaitu kerusakan pada daerah anatomik dan vaskularisasi yang ada di otak yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga langsung menyebabkan terjadinya gangguan perilaku dan emosional (depresi). Sedangkan faktor psikologik yaitu stresor yang bersifat kehilangan (loos of-love object). Kehilangan dapat berupa kehilangan kegagahan, kebebasan bergerak, aktivitas yang menggembirakan dan memuaskan, kemandirian, kewibawaan, daya pikir, ketrampilan teknis, (Wicaksana, 2008). Depresi adalah penyakit jiwa tertua dan paling umum. Mengacu dalam tanda, gejala, sindrom, keadaan emosional, reaksi, penyakit, atau identitas klinis (Stuart, 2009). Depresi yang terjadi ditandai dengan gejala perasaan murung, sedih, perasaan bersalah, nafsu makan berkurang, gangguan tidur, konsentrasi menurun, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan ingin mati atau bunuh diri (Hawari, 2006). Dalam penelitian ini sebagian besar pasien pasca stroke mengalami tingkat kemandirian kurang tergantung dengan tingkat depresi sedang sebanyak 42 orang (84%). Hal ini terbukti bahwa tingkat kemandirian mempengaruhi tingkat depresi pada pasien pasca stroke. Pasien pasca stroke sering mengalami kelemahan pada sebagian ekstremitas tubuh, sehingga pasien pasca stroke mengalami gangguan dalam aktivitas sehari hari seperti dalam hal kebersihan diri, mandi, makan, pergi ke toilet, naik tangga, berpakaian,

Dukungan Keluarga dan Kemandirian Activity Daily Living dalam Penurunan Depresi Pasca Stroke Ria Wahyu Kristyanti, Erlin Kurnia mengontrol BAB dan BAK, bergerak, dan berpindah tempat. Depresi yang terjadi diakibatkan karena gangguan penyesuaian pada pasien pasca stroke yang mengalami faktor kehilangan (misalnya kelumpuhan alat gerak ataupun otot muka dan lain sebagainya). Hasil wawancara terstruktur pasien mengalami tingkat kemandirian kurang tergantung seperti dalam personal hygiene pasien mampu untuk melakukan sendiri tetapi membutuhkan bantuan minimal sebelum dan sesudah kegiatan perlu diperhatikan tentang keamanan, dalam hal mandi pasien perlu diawasi untuk keselamatan, mempersiapkan alat mandi atau dalam berpindah. Pasien dalam hal makan dapat makan sendiri dengan nampan yang telah disiapkan kecuali bantuan diperlukan dalam memotong daging. Pasien saat pergi ke toilet diperlukan pengawasan untuk keamanan dalam kegiatan toilet, pasien bisa memerlukan pispot di malam hari perlu dibantu untuk membuang dan membersihkannya. Pasien dalam hal naik tangga memerlukan pengawasan, berhubungan atas keselamatan terhadap resiko cidera/jatuh. Pasien saat berpakaian diperlukan sedikit bantuan dalam mengencangkan pakaian seperti kancing, resleting, memakai bra membutuhkan waktu tiga kali lebih lama. Hal mengontrol BAB pasien dapat mengontrol BAB, dalam mengontrol BAK pasien dapat mengontrol BAK di siang hari dan di malam hari. Pergerakan atau ambulasi biasanya pasien bisa berjalan tetapi dalam jarak tempuh kurang dari 50 meter tanpa bantuan atau pengawasan diperlukan petunjuk atau pengawasan untuk keamanan diperlukan waktu lebih lama untuk mencapai tempat tujuan. Pasien dalam melakukan berpindah ke kursi atau tempat tidur biasanya kehadiran satu orang lain diperlukan untuk memantapkan atau mengawasi berhubungan dengan keselamatan. Hasil penelitian terdapat responden yang mengalami kelemahan pada sebagian ekstrimitas tubuh sehingga mengalami kesulitan dalam bicara atau berjalan. Hal tersebut mengakibatkan gangguan penyesuaian pada penderita yang bisa mengakibatkan seorang penderita pasca stroke mengalami depresi. Depresi yang terjadi pada pasien pasca stroke dibuktikan dengan responden menjawab wawancara terstruktur didapatkan pasien tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu kejadian, merasa seperti tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, pesimis, merasa sedih dan depresi, kehilangan minat (misal: makan, ambulasi, dan sosialisasi), merasa diri tidak layak, merasa hidup tidak berharga. Tingkat kemandirian dalam aktivitas sehari-hari pasien pasca stroke bisa mempengaruhi kejadian depresi yang terjadi pada pasien pasca stroke. Pasien semakin mandiri dalam melakukan aktivitas sehari hari maka semakin rendah tingkat depresi yang terjadi pada pasien pasca stroke. Kesimpulan Dukungan keluarga pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri didapatkan dukungan keluarga yang baik sebanyak 67 responden (69,8%). Tingkat kemandirian dalam Activity Daily Living pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri didapatkan tingkat kemandirian kurang tergantung sebanyak 50 responden (52,1%). Tingkat depresi pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri didapatkan tingkat depresi sedang sebanyak 54 responden (56,2%). Dukungan keluarga berpengaruh terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Tingkat kemandirian dalam Activiy Daily Living berpengaruh terhadap tingkat depresi pada pasien pasca stroke di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri.

Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Saran Pentingnya dukungan keluarga dalam perawatan pasien pasca stroke terutama dalam pemenuhan ADL seharihari dikarenakan pasien pasca stroke mengalami keterbatasan fisik dalam ADL. Keterlibatan dukungan keluarga keluarga perlu dibekali pendidikan, pelatihan, penyuluhan oleh perawat sebelum pasien perawatan dirumah. Pendidikan yang harus diberikan kepada keluarga meliputi pemahaman perubahan psikologis karena kerusakan atau penurunan fungsi otak sehingga keluarga mampu menerima pasien apa adanya. Pemberian pelatihan cara pemenuhan ADL baik berpakaian, mandi, eliminasi serta pemenuhan kebutuhan aktivitas lainnya. Peran dukungan keluarga ini akan meningkatkan rasa percaya diri kepada pasien pasca stroke sehingga pasien akan lebih cepat mandiri dalam pemenuhan ADL. Sugiarto, Andi, (2005). Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari Pada Lansia Dipanti Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan Menggunakan Berg Balance Scale Dan Indeks Barthel. Skripsi, UNDIP, Semarang. Stuart, (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 9th Edition. By Mosby Wicaksana, (2008). Mereka bilang aku sakit jiwa. Yogyakarta : Kanisius Daftar Pustaka Aziz Alimul, (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Baticaca, (2008). Askep klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika George Dewanto, (2009). Panduan praktis Diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta : EGC Hadywinoto, Setiabudi, (2005). Panduan Gerontologi. Jakarta : Gramedia Hawari, (2006). Manajemen stres cemas dan depresi. Jakarta : FKUI Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Nursalam, (2008). Konsep dan Metode Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Setiadi, (2008). Konsep dan Proses keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu