BAB I PENDAHULUAN. merupakan komponen terpenting. Karena peserta didik merupakan unsur penentu

dokumen-dokumen yang mirip
AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

A. Perspektif Historis

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. ada sehingga setiap manusia diharapkan mampu menghadapi tantangan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-


BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

PROFIL PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNARUNGU DI SLB KABUPATEN SUKOHARJO

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kepada segenap kegiatan pendidikan. Sebagai suatu komponen pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peserta didik adalah salah satu komponen dalam pembelajaran, di samping faktor guru, tujuan, dan metode pembelajaran. Dapat dikatakan peserta didik merupakan komponen terpenting. Karena peserta didik merupakan unsur penentu dalam proses pembelajaran yang berperan sebagai subjek sekaligus objek pembelajaran. Begitu juga dengan peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang memiliki potensi kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Peserta didik yang dikategorikan berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra; tunarungu; tunawicara; tunagrahita; tunadaksa; tunalaras; berkesulitan belajar; lamban belajar; autis; memiliki gangguan motorik; menjadi korban penyalahgunaan narkoba; serta peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. 1 Mereka juga termasuk komponen dalam pembelajaran yang memiliki hak yang sama dengan peserta didik pada umumnya dalam mendapatkan pelayanan pendidikan. Selama ini anak berkebutuhan khusus dipisahkan dari masyarakatnya. Istilah pendidikan ini dikenal dengan sebutan 1 Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta 2011 dalam www.scribd.com/doc/pedoman-umuminklusi, diakses pada 9 Desember 2016, Pukul 10.00, 14. 1

2 sistem segregatif (pemisahan) yang menempatkan peserta didik berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB). Akibatnya, anak berkebutuhan khusus cenderung diperlakukan sebagai orang asing dalam masyarakatnya sendiri. Masyarakat cenderung memandangnya sebagai suatu keanehan apabila ada seorang anak berkebutuhan khusus berpartisipasi dalam suatu kegiatan yang sama sekali tidak dirancang khusus bagi dirinya. Jadi, jika kita perhatikan lebih jauh lagi, maka pendekatan ini tentunya mempunyai unsur diskriminasi. Padahal anak berkebutuhan khusus bukanlah orang yang semata-mata mengalami kekurangan secara fisik saja, tetapi anak berkebutuhan khusus adalah seseorang yang mengalami kekurangan, yang mana kekurangan itu disebabkan oleh lingkungan tempat tinggalnya serta cara pandang masyarakat yang masih membeda-bedakan antara anak yang normal secara fisik dengan anak yang mengalami kekurangan. Namun, kekurangan itu tidak harus dijadikan penyebab untuk tidak mendapat pendidikan secara layak. Oleh karena itu, kemudian muncul model sosial disabilitas. Model sosial disabilitas adalah menciptakan para anak berkebutuhan khusus yang berpendidikan dan berilmu pengetahuan tinggi. Model sosial disabilitas ini menggunakan jenis pendekatan yang berbasis kepada hak asasi manusia. Memperkuat perlindungan hak asasi manusia merupakan salah satu cara untuk mencegah adanya diskriminasi. Disabilitas dengan model sosial memandang bahwa hambatan sistemik, sikap negatif dan eksklusi oleh masyarakat (baik secara sengaja maupun tidak) merupakan faktor yang paling menentukan apakah seseorang disebut sebagai anak berkebutuhan

3 khusus atau tidak dalam suatu masyarakat. Model ini mengakui bahwa seseorang mungkin mengalami kelainan fisik, sensori, intelektual, atau psikologis yang kadang-kadang dapat mengakibatkan keterbatasan fungsional individu, tetapi hal ini tidak harus mengakibatkan disabilitas, kecuali jika masyarakat tidak dapat menghargai dan menginklusikan semua orang tanpa memandang perbedaan individualnya. 2 Ada empat nilai inti hukum yang terpenting pada hak asasi manusia dalam konteks disabilitas. Pertama, martabat dari masing-masing individu itu sendiri tak terhingga nilainya. Kedua, konsep otonomi atau penentuan nasib dari masing-masing individu. Ketiga, adanya kesadaran dengan semua orang betapapun berbedanya orang itu. Keempat, adanya etika dan solidaritas yang menuntut masyarakat untuk menjamin kebebasan anak berkebutuhan khusus dengan dukungan sosial yang tepat. Jadi, dengan adanya pendekatan hak asasi manusia ini maka lahirlah ideologi pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi yaitu sistem pendidikan yang harus menerima berbagai macam kultur serta segala perbedaan yang ada pada setiap peserta didik. 3 Hal ini berdasarkan bahwa setiap anak berkebutuhan khusus di Indonesia memiliki kesamaan hak dalam berbicara, berpendapat, memperoleh pendidikan, serta kesejahteraan dan kesehatan. 4 2 Didi Tarsidi, Model-Model Disabilitas: Medical Model vs Social Model, dalam d- tarsidi.blogspot.co.id, diakses pada 18 Maret 2017 pukul 14.00. 3 Education For All tahun 1990 di Jomtien, Thailand. 4 Deklarasi Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi, 8-14 Agustus 2004 di Bandung, Indonesia.

4 Pasal 31 UUD 1945 menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan mandat konstitusi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam pembukaan pada alenia ke-4 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk menggapai itu semua, tentunya langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan memajukan pendidikan. 5 Ini tentunya harus dilakukan mengingat bahwa dengan pendidikan inilah setiap manusia dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. Pendidikan memberikan peluang kepada bangsa guna melaksanakan amanah konstitusinya itu. Selain itu, hampir setiap negara maju di dunia memulai pembangunannya dengan memajukan pendidikan. 6 Oleh karena itu, pendidikan hendaknya harus menyentuh semua peserta didik yang ada di masyarakat tanpa membedakan latar belakang keluarga, kecerdasan, bahasa, suku, etnis, dan kondisi fisik. Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Pasal 5 ayat 1-4 telah menegaskan bahwa: 1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 5 Setia Adi Purwanta, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (Yogyakarta: Dria Manunggal, 2006), 1. 6 Riant Nugroho, Pendidikan Indonesia; Harapan, Visi, dan Strategi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 10.

5 2. Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/ atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. 4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. 7 Selanjutnya, dalam The Word Education Forum yang diselenggarakan oleh PBB dan dihadiri oleh 155 negara serta puluhan NGO dari seluruh dunia telah dilahirkan deklarasi Education for All yang menargetkan bahwa pada tahun 2000 (sekarang diperbaharui menjadi 2015) semua anak di dunia harus mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan dasar. Selain itu dalam pernyataan Salamanca, disebutkan bahwa prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua orang seyogyanya belajar secara bersama-sama, dengan tidak memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka, termasuk perbedaan dalam karakteristik fisik maupun kapasitas intelektualnya. 8 Sekolah yang mengimplementasikan ideologi pendidikan inklusi harus mengenal dan merespon setiap kebutuhan yang berbeda-beda dari setiap peserta didiknya. Seperti mengakomodasi berbagai macam gaya belajar, serta menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua peserta didik. Untuk itu tentunya harus melalui manajemen yang baik, penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat, 7 UU RI No. 20 tahun 2003. Tentang System Pendidikan Nasional. (Jakarta: Cemerlang, 2003), 109. 8 Ro'fah dan Andayani, Inklusi Pada Pendidikan Tinggi: Best Practices Pembelajaran dan Pelayanan Adaptif Bagi Mahapeserta didik Disabilitas Netra (Yogyakarta: PSLD UIN Suka, 2010), 14-15.

6 pemanfaatan sumber daya dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitarnya. Di Surabaya, telah banyak diterapkan sistem pendidikan inklusi terutama di sekolah reguler seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Akhir (SMA). Sedangkan untuk penerapan pendidikan inklusi di madrasah baru terdapat dua madrasah yang menerapkan pendidikan inklusi yaitu di MTs. Wachid Hasyim Surabaya dan MI Badrussalam Surabaya. Dalam Peraturan Menteri Agama No. 90 Tahun 2013 dijelaskan bahwa madrasah adalah satuan pendidikan formal dalam binaan menteri agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengan kekhasan agama Islam. Berdasarkan pengertian dari madrasah, tentunya sistem pendidikan inklusi yang diterapkan pada madrasah harus dikemas berdasarkan kekhasan agama Islam sesuai tujuan dari sebuah madrasah itu sendiri. Kekhasan agama Islam tersebut pastinya ditujukan pada setiap peserta didik yang ada di madrasah termasuk untuk anak berkebutuhan khusus yang telah diterima di madrasah. Dengan kekhasan sebuah madrasah tersebut diharapkan setiap peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus mampu berkembang dengan baik sesuai nilai-nilai keagamaan yang lebih intensif diterapkan di madrasah. Hal ini tentunya membutuhkan sistem manajemen yang baik, merombak semua sistem manajemen sebelumnya, karena merubah sistem manajemen madrasah pendidikan reguler menjadi sistem manajemen madrasah pendidikan inklusi bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebuah madrasah harus dapat menjawab setiap

7 tantangan untuk dapat mengembangkan setiap peserta didik berkebutuhan khususnya agar dapat berkembang sesuai kekhasan agama Islam. Ditengah menjamurnya sekolah reguler negeri maupun swasta di Surabaya yang menyelenggarakan pendidikan inklusi, madrasah harus mampu bersaing untuk dapat mengembangkan sistem pendidikan inklusi yang tidak kalah majunya dengan sekolah reguler. Implementasi pendidikan inklusi di madrasah dengan sistem pendidikan inklusi dimulai dengan cara mengembangkan manajemen yang ada di madrasah menjadi manajemen madrasah pendidikan inklusi. Dalam penyelenggaraan sistem pendidikan inklusi diperlukan adanya pengelolaan manajemen peserta didik yang terorganisir dan terpadu. Karena setiap lembaga pendidikan pasti dituntut memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan relevan dengan apa yang dicita-citakan oleh peserta didik. Termasuk dalam mengarahkan, memotivasi, dan mengawasi peserta didik dalam proses belajar dan perkembangannya. Manajemen peserta didik berupaya mengisi kebutuhan akan layanan yang baik tersebut, mulai dari peserta didik mendaftarkan diri ke sekolah sampai peserta didik menyelesaikan studi di sekolah tersebut. 9 Adapun yang dimaksud manajemen peserta didik seperti yang dikutip oleh Ali Imron dalam bukunya, Knezevich mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration adalah suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan, dan layanan peserta didik di kelas dan di luar kelas 9 Tim Dosen, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Surabaya,IAIN SA Press, 2013), 61.

8 seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individu seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai peserta didik matang di sekolah. 10 Pengaturan terhadap peserta didik dilakukan untuk memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada peserta didik termasuk peserta didik yang berkebutuhan khusus dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi sehingga setiap peserta didik mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak tanpa adanya unsur diskriminasi. Dan setiap peserta didik yang merupakan anak berkebutuhan khusus yang masuk sebagai peserta didik di madrasah merasa nyaman dalam melaksanakan proses pembelajaran dan dapat mengembangkan potensi dirinya dengan baik dan mandiri. MI Badrussalam Surabaya merupakan salah satu dari dua madrasah di Surabaya yang telah menerapkan sistem pendidikan inklusi. MI Badrussalam ini menjadi madrasah inklusi sekitar satu setengah tahun yang lalu, yaitu pada pertengahan tahun 2015. Dengan tiga peserta didik ABK yang berada di kelas dua dan empat. Dan sekarang di tahun 2017, telah terdeteksi dua peserta didik baru yang merupakan peserta didik berkebutuhan khusus. MI Badrussalam berubah menjadi madrasah inklusi atas penunjukkan Kementerian Agama melalui Pusat Pengembangan Madrasah atau Madrasah Development Center bekerjasama dengan Kemitraan Pendidikan Australia-Indonesia (Australian AID) yang melakukan sosialisasi program pengembangan model madrasah inklusi. MI Badrussalam ini ditunjuk sebagai madrasah percontohan yang 10 Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 6.

9 mengembangkan pendidikan yang peduli pada anak berkebutuhan khusus. Sehingga dapat dikatakan MI Badrussalam adalah madrasah pertama pada tingkatan Madrasah Ibtidaiyah yang menjadi madrasah inklusi di Kota Surabaya. Terkait dengan kondisi ABK yang memiliki berbagai keterbatasan dan kebutuhan belajar, maka dalam implementasi pendidikan inklusi di MI Badrussalam ini tentunya membutuhkan berbagai adaptasi sistem dan dukungan fasilitas yang berbeda dengan sekolah reguler. Setidaknya madrasah ini harus mempersiapkan diri dengan melakukan inovasi dalam manajemen peserta didik agar semua peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan nyaman. Inovasi yang dilakukan dapat dimulai dari ruang lingkup manajemen peserta didik mulai dari sistem perekrutan hingga evaluasi hasil pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus. Di samping itu, madrasah juga diharapkan bisa memberikan penyadaran kepada semua civitas akademika bahwa peserta didik berkebutuhan khusus juga dapat mengikuti pendidikan di sekolah umum, seperti di madrasah mereka. 11 Hal inilah menjadi menarik untuk dibicarakan dan diteliti lebih lanjut oleh peneliti guna ingin mengetahui bagaimana implementasi manajemen peserta didik madrasah inklusi yang dilaksanakan di MI Badrussalam Surabaya ditengah pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusi di madrasah yang belum terbentuk utuh sehingga dapat dikategorikan masih merintis sistem pendidikan inklusi di 11 Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Kegiatan Belajar Mengajar (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional), 7.

10 madrasah, apakah dalam mengembangkan manajemen peserta didik madrasah inklusi sudah berkembang dengan baik sesuai peraturan pendidikan inklusi atau masih terdapat banyak hambatan dalam mengelola manajemen peserta didik madrasah inklusi ditengah-tengah madrasah lain di kota Surabaya yang belum banyak berinovasi menjadi madrasah inklusi. Dari situlah peneliti tertarik untuk meneliti MI Badrussalam untuk mengetahui bagaimana implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang diterapkan di MI Badrussalam. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengambil judul penelitian dengan tema Implementasi Manajemen Peserta Didik Pendidikan Inklusi (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Badrussalam Surabaya). B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis, maka penulis merumuskan masalah ke dalam dua fokus masalah yaitu: 1. Bagaimana implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di MI Badrussalam Surabaya? 2. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di MI Badrussalam Surabaya? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan fokus penelitian yang telah dipaparkan oleh penulis, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di MI Badrussalam Surabaya.

11 2. Untuk mengetahui faktor pendukung serta faktor penghambat implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di MI Badrussalam Surabaya. D. Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Kegunaan secara praktis dan teoritis penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi di madrasah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti Hasil penelitian ini berguna untuk memperoleh wawasan dan pengalaman baru tentang implementasi manajemen peserta didik dalam mengelola pendidikan inklusi di madrasah. b. Bagi almamater Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi penelitian yang akan datang untuk mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. c. MI Badrussalam Dapat memberikan ide atau masukan bagi madrasah dalam mengelola manajemen peserta didik yang berorientasi pada pelayanan pendidikan

12 peserta didik inklusi di madrasah sehingga dapat lebih termotivasi lagi dalam mengembangkan manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di madrasah agar dapat dijadikan madrasah percontohan bagi madrasah lain yang ingin berinovasi menjadi madrasah inklusi. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai alat evaluasi kelebihan dan kekurangan dalam mengimplementasikan manajemen peserta didik pendidikan inklusi guna memperbaiki serta meningkatkan kualitas pelayanan peserta didik agar lebih baik lagi dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik. E. Definisi Konseptual Dalam penelitian harus diketahui terjemahan istilah atau konsep yang jelas, guna mempermudah pembahasan penulis menegakkan istilah-istilah yang merupakan istilah kunci dalam judul ini. Hal ini dilakukan agar dapat menghilangkan penafsiran-penafsiran yang memungkinkan timbulnya persoalan yang tidak diharapkan. Adapun judul skripsi ini adalah Implementasi Manajemen Peserta Didik Pendidikan Inklusi (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Badrussalam Surabaya). Istilah kunci penting yang perlu didefinisikan sebagai berikut: 1. Implementasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian implementasi adalah pelaksanaan, penerapan. Bentuk kata kerjanya adalah mengimplementasikan yang

13 artinya melaksanakan, menerapkan. 12 Dalam implementasi perlu dilakukan suatu perencanaan yang matang agar dapat berjalan dengan lancar. Jadi dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah pelaksanaan dari setiap perencanaan yang telah disusun sebelumnya. 2. Manajemen Peserta Didik terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan peserta didik. Manajemen merupakan suatu proses yang khas, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan sumber daya lainnya. 13 Sedangkan peserta didik, menurut Suharsimi Arikunto seperti yang telah dikutip oleh Badrudin dalam bukunya, adalah siapa saja yang terdaftar sebagai objek didik di suatu lembaga pendidikan. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. 14 Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen peserta didik adalah seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan sedemikian rupa oleh sekolah dalam memberikan pelayanan pendidikan pada peserta didik guna membina peserta didik sejak awal masuk hingga lulus dari sekolah sehingga peserta didik dapat berkembang semaksimal mungkin. 12 KBBI Online/Daring diakses pada 23 Maret 2017 pada pukul 13.48. 13 Hikmat, foreword to Manajemen Pendidikan, by Hikmat (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 7. 14 Badrudin, Manajemen Peserta Didik, (Jakarta: PT Indeks, 2014), 20

14 3. Pendidikan Inklusi Istilah inklusi berasal dari bahasa Inggris yaitu inclusion yang berarti terbuka. Banyak sekali interpretasi terkait dengan konsep pendidikan inklusi ini, mulai dari yang moderat hingga yang radikal. Pendidikan inklusi diartikan sebagai sistem pendidikan yang harus menerima berbagai macam kultur serta segala perbedaan yang ada pada setiap peserta didik. 15 Ada sebagian orang yang mengartikannya sebagai main streaming, namun ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion, yang berarti menghapus semua sekolah khusus. Namun yang pasti inklusi merupakan suatu pendidikan bagi peserta didik yang mengalami hambatan agar setiap anak dapat benar-benar terlibat dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi yang ada di sekolah. 16 Jadi yang dimaksud penulis dengan judul Implementasi Manajemen Peserta Didik Pendidikan Inklusi (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Badrussalam Surabaya) adalah tentang bagaimana pelaksanaan manajemen peserta didik yang telah diterapkan oleh MI Badrussalam dalam memberikan pelayanan pendidikan pada peserta didik guna membina peserta didik sejak awal masuk hingga lulus dari madrasah dengan menerima peserta didik dari berbagai macam kultur serta segala perbedaan yang ada sehingga peserta didik berkebutuhan khusus dapat berkembang semaksimal mungkin tanpa adanya unsur diskriminasi. 15 Education For All tahun 1990 di Jomtien, Thailand. 16 David J. Smith, Inklusi: Sekolah Ramah, 45.

15 F. Keaslian Penelitian Dari hasil penelusuran kepustakaan, penulis menemukan beberapa hasil penelitian (skripsi) yang memiliki obyek serupa dengan penulis, namun memiliki perspektif fokus yang berbeda. Untuk menunjukkan keaslian penelitian ini maka perlu dipaparkan penelitian terdahulu guna menunjukkan bahwa peneliti tidak melakukan duplikasi dari hasil penelitian terdahulu. Untuk itu, peneliti menjabarkan secara ringkas beberapa hasil penelitian terdahulu. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hega Raka Ardana pada tahun 2014 dengan judul penelitian Manajemen Peserta Didik Sekolah Inklusi di Sekolah Menengah Pertama PGRI Kecamatan Kasihan. 17 Hasil penelitian Hega Raka Ardana membahas tentang penerapan manajemen peserta didik pada sekolah inklusi SMP PGRI Kecamatan Kasihan dengan empat ruang lingkup yaitu perencanaan, pembinaan, evaluasi, dan mutasi. Sedangkan peneliti menggambarkan ruang lingkup dari manajemen peserta didik juga tetapi dengan rangkaian kegiatan yang lebih luas mulai proses penerimaan peserta didik baru hingga evaluasi peserta didik inklusi. Yang membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada jenis serta jenjang lembaga pendidikannya. Untuk penelitian sebelumnya lembaga pendidikannya berupa sekolah umum dengan jenjang pendidikan SMP yang berada dibawah naungan Dinas Pendidikan, sedangkan peneliti akan meneliti lembaga pendidikan madrasah 17 Hega Raka Ardana, Manajemen Peserta Didik Sekolah Inklusi di Sekolah Menengah Pertama PGRI Kecamatan Kasihan, (Skripsi S-1, Jurusan Administrasi Pendidikan Prodi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014)

16 dengan jenjang MI yang berada dibawah naungan Kementerian Agama. Karena disesuaikan oleh program studi peneliti yaitu Manajemen Pendidikan Islam. Yang harusnya meneliti lembaga pendidikan Islam seperti madrasah yang akan diteliti oleh peneliti. Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Adriadi pada tahun 2013 dengan judul penelitian Manajemen Pendidikan Inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. 18 Hasil penelitian Adriadi membahas tentang penerapan manajemen inklusi secara keseluruhan di MAN Maguwoharjo. Adriadi menggambarkan pola serta aspek manajemen inklusi yang ada di madrasah secara keseluruhan mulai manajemen peserta didik, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, proses pembelajaran, dan lingkungan masyarakat. Yang membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada fokus penelitiannya. Untuk penelitian sebelumnya fokus penelitiannya menyeluruh mengenai seluruh sistem manajemen inklusi yang ada di sekolah, sesuai delapan standar nasional pendidikan, sedangkan peneliti hanya akan meneliti salah satu aspek manajemen saja yaitu manajemen peserta didik. Sedangkan kesamaannya terletak pada jenis lembaga pendidikan yang diteliti yaitu madrasah penyelenggara pendidikan inklusi, namun tetap dengan jenjang yang berbeda, jika Adriadi memilih jenjang MA, peneliti memilih jenjang MI. 18 Adriadi, Manajemen Inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta, (Skripsi S-1, Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014)

17 Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Abdur Rozek pada tahun 2016 dengan judul penelitian Studi Kasus Implementasi Manajemen Pembelajaran bagi Anak Inklusi di MTs Wachid Hasyim Surabaya. 19 Hasil penelitian Abdul Rozek membahas tentang penerapan manajemen pembelajaran bagi anak inklusi. Dalam hasil penelitian, peneliti menggambarkan bagaimana implementasi manajemen pembelajaran, serta menemukan faktor pendukung serta penghambat penerapan pembelajaran bagi anak inklusi di MTs Wachid Hasyim Surabaya. Yang membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada fokus penelitiannya. Untuk penelitian sebelumnya hanya terfokus pada manajemen pembelajaran peserta didik inklusi di madrasah, sedangkan peneliti akan meneliti dengan fokus masalah yang lebih luas dari manajemen peserta didik madrasah inklusi studi kasus di salah satu madrasah di Surabaya. Persamaannya hanya terletak pada jenis lembaga pendidikan yang diteliti yaitu sama-sama di madrasah tetapi dengan jenjang pendidikan yang berbeda. Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan oleh Ery Wati pada tahun 2014 dalam Jurnal Ilmiah Didaktika yang berjudul Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh. 20 Hasil penelitian Ery Wati membahas tentang implementasi manajemen inklusi serta kendala yang dihadapi oleh sekolah dalam penerapan manajemen inklusi di sekolah. Yang 19 Abdur Rozek, Studi Kasus Implementasi Manajemen Pembelajaran bagi Anak Inklusi di MTs Wachid Hasyim Surabaya, (Skripsi S-1, Prodi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016) 20 Ery Wati, Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh, (Jurnal Ilmiah Didaktika, Magister Administrasi Pendidikan, Program Pasca Sarjana, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 2014)

18 membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada jenis lembaga pendidikan serta fokus penelitiannya. Untuk penelitian sebelumnya fokusnya membahas manajemen inklusi secara menyeluruh beserta menemukan kendala yang dihadapi oleh sekolah dalam menerapkan manajemen inklusi, sedangkan peneliti akan meneliti dengan terfokus pada salah satu aspek manajemen saja yaitu manajemen peserta didik madrasah inklusi. Selain itu juga pada jenis lembaga pendidikan, penelitian oleh Ery Wati dilakukan di sekolah umum, sedangkan peneliti akan meneliti madrasah. Untuk persamaannya terletak pada salah satu fokus masalahnya yaitu manajemen peserta didik yang juga tetap dijabarkan di dalam penelitian peneliti sebelumnya meskipun tidak mendetail. Sehingga dari uraian perbedaan dan persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi manajemen peserta didik madrasah inklusi sudah ada pembahasan sebelumnya namun berbeda jenis lembaga pendidikan serta fokus penelitiannya. Maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian ini dengan menitikberatkan pada judul penelitian Implementasi Manajemen Peserta Didik Pendidikan Inklusi (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Badrussalam Surabaya). G. Sistematika Pembahasan Agar pembahasan skripsi ini mudah dipahami dan dimengerti, maka diperlukan pola pembahasan yang sistematis. Sistematika yang dimaksud adalah keseluruhan pembahasan dari hasil penelitian yang akan dipaparkan dalam 5 bab.

19 Untuk lebih jelasnya penulisan sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I akan membahas tentang Pendahuluan; dalam bab pertama ini akan dipaparkan tentang latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II akan membahas tentang Kajian Pustaka; dalam bab kedua ini akan dijelaskan tentang tiga pembahasan yaitu pertama mengenai manajemen peserta didik yang meliputi pengertian manajemen peserta didik, tujuan manajemen peserta didik, fungsi manajemen peserta didik, dan prinsip manajemen peserta didik. Yang kedua mengenai pendidikan inklusi yang meliputi pengertian pendidikan inklusi, tujuan pendidikan inklusi, landasan pendidikan inklusi serta karakteristik pendidikan inklusi. Dan yang ketiga yaitu mengenai konseptualisasi dari manajemen peserta didik pada pendidikan inklusi. BAB III akan membahas tentang Metode Penelitian; pada bab ketiga ini dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan oleh penulis selama malakukan penelitian untuk memperoleh data, metode yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan pendekatan penelitian kualitatif. Pada bab ini dijelaskan pula lokasi penelitian, sumber data dan informan penelitian, cara pengumpulan data, prosedur analisis dan interpretasi data, serta keabsahan data.

20 BAB IV akan membahas tentang Deskripsi Obyek, Penyajian Data dan Analisa Hasil Penelitian; pada bab keempat ini dipaparkan tentang deskripsi obyek secara umum, penyajian data yang berupa deskripsi hasil temuan selama penelitian dan analisis temuan penelitian. Bagian pertama menjelaskan mengenai deskripsi obyek secara umum. Dan pada bagian kedua membahas mengenai hasil penelitian dengan mendeskripsikan hasil temuan serta menganalisis temuan penelitian yang meliputi implementasi manajemen peserta didik pada pendidikan inklusi serta faktor pendukung dan penghambat impementasi manajemen peserta didik inklusi yang ada pada madrasah. BAB V akan membahas tentang Penutup; bab kelima ini merupakan bab akhir dalam skripsi. Pada bab ini peneliti membuat simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta memberikan saran kepada lembaga yang diteliti terkait kekurangan atau kelebihan yang ditemukan.