UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD KELAS VI DI SDN 153 PEKANBARU Dra. Hj. INDRAWANI indrawani153pku@gmail.com Guru dan Kepala Sekolah SDN 153 Pekanbaru Abstract Mengingat begitu pentingnya pendidikan, tidak heran jika banyak pihak yang mulai menaruh perhatiannya pada dunia pendidikan. Guru mestilah harus menguasai materi, metode, teknik, taktik dan juga model pembelajaran. Dalam pelajaran PKn dimana materi banyak mengarah kepada sejarah masa lalu sangat membutuhkan metode yang tepat untuk memberikan kepahaman kepada peserta didik Keywords: Belajar, Model Pembelajaran, Kooperatif Tipe STAD. LATAR BELAKANG Mengingat begitu pentingnya pendidikan, tidak heran jika banyak pihak yang mulai menaruh perhatiannya pada dunia pendidikan. Sampai saat ini, mutu pendidikan di Indonesia jika dibandingkan dengan mutu pendidikan di negara-negara ASEAN lainnya masih relatif rendah. Padahal dalam kenyataanya, mutu pendidikan sangat mempengaruhi mutu anak didik yang dikeluarkannya. Indikator tinggi rendahnya mutu pendidikan yang ada dilihat dari prestasi belajar anak didik. (Arifin Zainal, 1991:4). Menurut Burhanudin Tola bahwa seorang guru baru dianggap berkompetensi jika menguasai 4 (empat) kompetensi sebagai berikut: (1) Menguasai substansi, yakni materi dan kompetensi yang berkaitan dengan mata pelajaran yang dibinanya, sesuai dengan kurikulum yang berlaku, (2) Menguasai metodologi pengajaran, yakni metodik khusus untuk mata pelajaran yang dibinanya, (3) Menguasai teknik evaluasi dengan baik, dan (4) Memahami, menghayati dan mengamalkan nilai nilai moral dan kode etik profesi. (Burhanudin Tola dan Fahmi, 2003:1). Oleh sebab itu, guru mestilah harus menguasai materi, metode, teknik, taktik dan juga model pembelajaran. Dalam pelajaran PKn dimana materi banyak mengarah kepada sejarah masa lalu sangat membutuhkan metode yang tepat untuk memberikan kepahaman kepada peserta didik. Dalam proses pemebelajaran ditemukan adanya hambatan, yang menunjukkan masih rendahnya hasil belajar siswa terutama mengenai belajar PKn di SDN 153 Pekanbaru. Kenyataan lain menunjukkan bahwa siswa kurang bekerja, kurangnya perhatian siswa terhadap apa yang disampaikan, tidak dapat diserap dengan baik. Kondisi ideal mengenai proses pembelajaran hendaknya diterapkan untuk mengatasi hambatan belajar tersebut, dengan membangkitkan semangat belajar anak, menghidupkan suasana belajar yang menyenangkan, siswa berani mengungkapkan pertanyaan sehubungan dengan materi yang diajarkan, dapat menghargai pendapat orang lain yang peduli terhadap sesama siswa di kelas. Aktivitas belajar secara mandiri perlu dilakukan, agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Guru hanya sebagai fasilitator 1
dan motivator. Di dalam kelas guru adalah orang yang berperan penting, sehingga dituntut untuk mengajar dengan baik, agar siswa dapat menerima pelajaran dengan mudah dan mengerti. Menemukan sendiri, memahami apa yang mereka pelajari sehingga memperoleh hasil belajar yang lebih baik, karena tujuan utama pembelajaran adalah keberhasilan belajar siswa. Proses pembelajaran yang demikian dapat diciptakan melalui model pembelajaran Kooperatip Tipe STAD. STAD merupakan singkatan dari Student Team Achivement Division. Dimana dalam pembelajaran ini siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok tiap anggota saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Selama bekerja dalam satu kelompok, anggota kelompok diharapkan mampu mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan bisa saling membantu teman dalam mencapai ketuntasan materi Berdsasarkan penjelasan di atas dan berdasarkan indikasi yang penulis temukan pada studi pendahuluan, maka penulis tertarik untuk meneliti sekaligus membuat sebuah karya ilmiah dengan judul: Meningkatkan Hasil Belajar PKn Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (PTK di Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru). KAJIAN PUSTAKA Hilgrad dan Bower dalam buku Theoris Of Learning (1987) yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990:84): belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku sesama terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi itu dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya). Sedangkan menurut Kingsley (Soemanto,1998;104), belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam artian luas) ditimbulkan/diubah melalui praktek/ latihan. Selanjutnya belajar menurut Oemar Hambalik (2003;27,28) yaitu: Belajar adalah memotifasi dan mempertegas kelakuan melalui pengalaman dan merupakan proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya akan terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar. Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang disebabkan adanya pengalaman untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap dari seseorang yang melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar merupakan perwujudan perilaku belajar yang biasanya terlihat dalam perubahan, kebiasaan, ketrampilan, sikap, pengamatan dan kemampuan. Hasil belajar dapat dilihat dan diukur. Keberhasilan dalam proses belajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar (Sudjana, 1990 : 22). Jadi hasil belajar adalah akibat dari suatu aktivitas yang dapat diketahui perubahannya dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap melalui ujian tes atau ujian. Menurut pendapat Bloom dalam Arikunto (2001: 117) hasil belajar dibedakan menjadi tiga ranah, yaitu: Kognitif, afektif dan Psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dibedakan karena cirri-cirinya yang berbeda. Kognitif berhubungan dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa. Afektif berhubungan dengan pengembangan perasaan dan sikap siswa. Sedangkan Psikomotorik berhubungan dengan cara siswa pada waktu mengembangkan kedua hasil belajar tersebut, ketiga hasil belajar adalah saling berkaitan. Oleh karena itu penilaian hasil belajar merupakan upaya untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang meliputi kemajuan dalam proses berfikir, kemajuan dalam menggunakan panca indera dan kemampuan dalam pembinaan moral dan kepribadian. STAD dikembangkan oleh Robert Slavin, dimana STAD merupakan pendekatan kooperatif yang sederhana. Kinerja guru yang mengunakan STAD mengacu pada belajar kelompok, menyajikan informasi akademik baru pada siswa dengan menggunakan prosentase verbal atau tes. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dilaksanakan dalam beberapa tahap: persiapan, presentsi pelajaran, evaluasi, penghargaan kelompok, menghitung ulang skor awal dan mengubah kelompok. 2
Konsep pembelajaran kooperatif merupakan ide pembelajaran yang telah lama di pikirkan. Ide ini bermula pada awal abad pertama, seseorang filosof berpendapat bahwa untuk dapat belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Hasil pembelajaran kooperatif sekarang sedang berkembang pesat di Amerika Serikat yang mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Strategi pembelajaran ini dapat membangkitkan siswa yang aktif belajar. Menurut pendapat Kauchak (1998:234) pembelajaran kooperatif adalah suatu kumpulan strategi pembelajaran yang digunakan untuk membantu siswa untuk menemukan ilmu pengetahuan yang spesifik dan memberikan masukan antar personal dalam grup. Sedangkan menurut Slavin dalam disertasinya Hartati (1997:22) mengatakan bahwa pendekatan konstruktivis menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif atas dasar teori bahwa siswa akan mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Thompson dalam disertasinya Hartati (1997:22), mengatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materi akedemik dan keterampilan antar pribadi. Dari berbagai uraian yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif suatu strategi pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil sehingga siswa dapat saling bantu membantu antar anggota dalam kelompoknya untuk mencapai kemajuan kelompoknya. METHODOLOGY Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif deskriptif persentase. Yang mana dalam melakukan analisis proses tetap menggunakan angka-angka. Yang menjadi subjek penelitian ini yaitu siswa dan siswi SDN 153 Pekanbaru Kelas VI dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang. Yang terdiri dari 14 Siswi dan 15 siswa. Sementara prosedur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan dan Evaluasi, Refleksi. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis Deskriptif dan analisis isi. Metode analisis deskriptif adalah usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data, kemudian di analisis terhadap data tersebut (Winarno, 1990:39). Pendapat di atas diperkuat pula oleh Lexy J. Moleong bahwa analisis data deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar, bukan dalam bentuk angka-angka, hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, selain itu pula yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang telah di teliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada dasarnya data yang disajikan berikut ini adalah data yang diperoleh berdasarkan penelitian lapangan. Pada siklus I dan II, semua siswa hadir mengikuti proses pembelajaran. Proses pembelajaran tersebut dilaksanakan berdasarkan rancangan pembelajaran atau dikenal dengan (RPP) yang telah dilengkapi dengan soal-soal latihan untuk tugas kelompok. Pada siklus I, dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Kooperatip Tipe STAD yang dikelola berdasarkan perangkat mengajar yaitu Silabus dan RPP terlampir yang bisa dilihat pada lampiran-lampiran yang telah disusun dengan sedemikian rupa yang tentunya tidak keluar dari sistem pembelajaran dengan teknik Kooperatip Tipe STAD, serta evaluasi dilakukan dengan metode soal objektif pada lampiran 2 dan hasilnya pada lampiran 5. Sementara itu pada siklus II, penulis juga menggunakan model pembelajaran Kooperatip Tipe STAD, yang dikelola berdasarkan perangkat mengajar yaitu Silabus dan RPP. Pada siklus II penulis melakukannya lebih cermat setelah mendapatkan pengalaman pelaksanaan pada siklus I, pada siklus ini penulis menjelaskan dengan teliti bagaimana proses pembelajaran model Kooperatif dan memberikan motivasi dengan baik agar pembelajaran dengan model Kooperatif Tipe STAD dapat mencapai tujuannya. Hasil analisis dari seluruh kegiatan siklus I dan II, sebagai berikut: Adapun aktivitas guru, penulis lakukan observasi berdasarkan 9 indikator. Adapun hasil rekapitulasi aktivitas guru pada siklus I dan II dapat dilihat melalui tabel di bawah ini: 3
Tabel 1 Rekapitulasi Aktivitas Guru NO SIKLUS JUMLAH SKOR PERSENTASE KLASIFIKASI 1 I 32 80.00 Sangat Baik 2 II 34 82.00 Sangat Baik Dari data rekapitulasi di atas dapat penulis gambarkan secara dfeskriptif sebagai berikut: Pada Siklus I jumlah skor yang didapat adalah 32 dengan persentase yang ditetapkan yaitu 80%, melalui klasifikasi dapat dikategorikan sangat baik, akan tetapi pada siklus I, ada beberapa kegiatan atau aktivitas yang belum dilakukan dengan baik dan jelas oleh guru, sehingga pembelajaran dengan model Kooperatif Tipe STAD belum berjalan dengan tepat, akan tetapi aktivitas guru pada siklus I sudah mencukupi standar. Pada Siklus II, jumlah skor yang didapat adalah 34 dengan persentase yang ditetapkan adalah 82%, melalui klasifikasi dapat dikategorikan masih sangat baik, pada siklus II ini, guru sudah terlihat menjalankan aktivitas dengan baik sesuai dengan yang ditetapkan dalam indikator-indikator pada baba pendahuluan, sehingga dari siklus I dan II dapat penulis sebutkan bahwa aktivitas guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat dikategorikan Sangat Baik. Adapun aktivitas siswa dalam belajar penulis lakukan berdasarkan 9 indikator. Adapun hasil rekapitulasi aktivitas guru pada siklus I dan II dapat dilihat melalui tabel di bawah ini: Tabel 2 Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa KLASIFIKASI SKOR SIKLUS I SIKLUS II N P N P Sangat Baik 10-19 - - - - Baik 7-9 11 47.9 22 95.7 Cukup 4-6 7 30.4 1 4.3 Kurang 0-3 5 21.7 0 0 J U M L A H 23 100 23 100 Berdasarkan tabel 10 di atas dapat disimpulkan sebagia berikut: Aktivitas siswa pada siklus I masih tergolong cukup, dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa masih adanya siswa yang tidak melakukan aktivitas, berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa masih ada 5 (21.7%) orang yang kurang melakukan aktivitas dalam belajar khususnya dalam model Kooperatif Tipe STAD, dan 7 (30.4%) orang yang dikatakan cukup dalam beraktivitas. Sementara pada Siklus II aktivitas belajar siswa terlihat peningkatan yang tinggi itu terlihat dari 22 orang siswa yang melakukan aktivitas-aktivitas yang terlihat berdasarkan indikator-indikator yang penulis tetapkan pada bab pendahuluan. Berdasarkan rekapitulasi di atas dapat dilakukan analisis secara deskriptif bahwa ada 22 (95.7%) yang sangat baik dalam melakukan aktivitas belajar sementara yang dianggap cukup hanya 1 orang (4.3%). Ini menunjukkan bahwea pada siklus II ada peningkatan yang signifikan terhadap pembelajaran dengan model Kooperatif Tipe STAD. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini yaitu (1) Aktivitas guru pada siklus I sebesar 32 dengan kategori sangat baik, akan tetapi ada beberapa aktivitas yang belum dilakukan dengan jelas. Pada Siklus II aktivitas guru sudah terlihat baik dan dilakukan dengan jelas dengan nilai 34 dalam kategori sangat baik dengan rata-rata 77.04%. (2) Aktivitas belajar siswa pada siklus I masih tergolong cukup dengan siswa yang mendapatkan hasil sangat baik dengan persentase (47.9%). Semenatara pada siklus II aktivitas belajar siswa sudah terlihat meningkat dengan persentase (95.7%), dengan kategori sangat baik dengan rata-rata 84.87%. (3) Hasil belajar siswa setelah dilakukan evaluasi pada siklus I terdapat 10 orang dengan skor 85-100 sehingga dikategorikan cukup, sementara pada siklus II evaluasi yang dilakukan yang mendapatkan nilai sangat tinggi terhitung sebanyak 22 orang atau (95.7%). REFERENSI Purwanto, Ngalim, dkk, 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 4
Sudjana, N. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Soewarso. 1998. Menggunakan Strategi Komparatif Learning di dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial : Edukasi. No. 01 hal. 16-25. Sardiman, A. M. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo. Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT. Bina Aksara. Web Internet. 5