13 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang dilakukan di PPN Palabuhanratu. Sebagai kasus dalam penelitian ini adalah kondisi perikanan yang berbasis di pelabuhan ini dengan fokus berupa sikap dan strategi nelayan yang mengalami peristiwa kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008. 3.4 Metode Pengambilan Sampel Dalam melaksanakan penelitian ini penulis dibantu oleh dua enumerator, yaitu saudara Alfian dan saudara Erik. Cara pengambilan data primer yang dilakukan dengan stratified purposive sampling dengan kriteria banyaknya jumlah ABK, kontribusi yang diberikan, jumlah alat tangkap yang paling banyak digunakan, serta nilai jual dalam produk yang dihasilkan. Sampel yang diambil harus mengalami kejadian kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2008. Populasi di PPN Palabuhanratu dibagi menjadi beberapa strata berdasarkan jenis alat penangkapan ikan yang digunakan (Tabel 3). Pada PPN Palabuhanratu terdapat 8 jenis alat tangkap namun hanya 4 jenis alat tangkap sebagai sampel yaitu: payang, pancing rumpon, gillnet, dan bagan. Jumlah sampel yang diambil dari 4 jenis alat penangkapan ikan tersebut adalah 26 responden (Tabel 3). Tabel 3 Populasi dan sampel nelayan Palabuhanratu menurut jenis alat tangkap yang digunakannya Nelayan Populasi (orang) Σ Sampel (orang) Payang 44 6 Pancing rumpon 177 10 Bagan 38 5 Gillnet 10 5 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan Dalam penelitian ini telah dilakukan pengumpulan data yang mencakup: (1) Kondisi umum perikanan Pelabuhanratu dalam rentang waktu 10 tahun, sejak tahun 2000 hingga tahun 2010. (2) Data rinci tentang penggunaan bahan bakar minyak untuk kegiatan penangkapan ikan dengan cara melihat struktur biaya. (3) Data tentang komponen biaya selain biaya bahan bakar.
14 (4) Respons jangka pendek yang diterapkan nelayan dalam menyikapi kenaikan harga bahan bakar. (5) Respons yang akan diterapkan nelayan jika terjadi lagi kenaikan harga bahan bakar minyak. Tabel 4 Cara pengambilan data Jenis Data Cara Pengumpulan Data Sumber Data Data produksi hasil tangkapan Wawancara dan statistik perikanan Nelayan Dinas Perikanan Data unit penangkapan Statistik perikanan Dinas perikanan Data jumlah alat tangkap Statistik perikanan Dinas perikanan Data nilai hasil tangkapan nelayan, penggunaan BBM dan biaya operasional lain Wawancara dan Statistik perikanan Nelayan Dinas perikanan Keempat jenis data tersebut diperoleh dari tiga jenis sumber, yaitu: (1) melalui penelusuran dokumen laporan atau pustaka, (2) melalui pengamatan langsung, dan (3) wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan perikanan dan faktor bahan bakar minyak. Pihak-pihak yang terkait tersebut di antaranya: (1) nelayan/kapten kapal, (2) pemilik kapal, (3) teknisi kapal, dan (4) tukang bengkel galangan kapal. Dalam penelitian ini, biaya upah untuk para nelayan (juru mudi, juru mesin dan anak buah kapal) dihitung dengan memperhatikan nilai ikan yang diperoleh dan tata cara bagi hasil di antara pemilik usaha dan nelayan. Jumlah biaya upah nelayan tersebut didistribusikan diantara juru mudi, juru mesin dan anak buah kapal. Adapun tata cara pembagian adalah 35% untuk pemilik, 15% untuk juru mudi, 10 % juru mesin dan 40% untuk ABK. Besar nilai retribusi 2% dari nilai hasil tangkapan dibebankan kepada nelayan dan sebesar 3% dibebankan kepada konsumen atau pembeli. 3.6 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui kondisi umum perikanan dan perkembangannya, proporsi biaya yang diperlukan untuk operasi penangkapan ikan, dan berbagai jenis respons dan strategi nelayan terhadap perubahan harga BBM. Berikut penjelasan tentang analisis tersebut:
15 (1) Proporsi biaya BBM dalam biaya operasional penangkapan ikan akan dibandingkan di antara periode sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Biaya produksi akan dianalisis dengan menggunakan rumus yang ditulis Soekartawi (1995), yaitu: TC = FC + VC dimana TC = total biaya (total cost), FC = biaya tetap (fixed cost), VC = biaya variabel (variable cost). Dalam penelitian ini, biaya operasional mencakup biaya pengadaan bahan bakar, es balok, air bersih, konsumsi, pelumas dan pembayaran retribusi serta biaya upah untuk ABK. Pengaruh kenaikan biaya operasional akibat kenaikan BBM dilihat dengan menghitung persentase perubahan biaya (yaitu kenaikan) dari penerapan rumus di bawah. kenaikan biaya tersebut adalah: Persen kenaikan biaya operasional = Rumus untuk menghitung persentase VC VC VC x 100% Dimana VC 1 dan VC 0 masing-masing berurutan adalah biaya variabel sesudah kenaikan harga BBM dan biaya variable sesudah kenaikan harga BBM. Di dalam setiap biaya variabel tersebut terdapat biaya pengadaan bahan bakar. Untuk menghitung biaya operasi, biaya retribusi dan upah nelayan menggunakan rumus : Biaya operasi = biaya BBM + biaya konsumsi + biaya es + biaya pelumas + biaya air bersih + biaya retribusi + upah nelayan Biaya retribusi = 2% x nilai hasil tangkapan Biaya upah nelayan = 65% x (nilai hasil tangkapan biaya retribusi biaya operasional) Untuk unit bagan, biaya operasi = biaya BBM + biaya konsumsi + biaya es + biaya pelumas + biaya air bersih + biaya retribusi + upah nelayan Biaya retribusi = 2% x nilai hasil tangkapan Biaya upah nelayan = 50% x (nilai hasil tangkapan biaya retribusi biaya operasional)
16 Nilai BBM, pelumas, konsumsi, es, air bersih, hasil tangkapan per trip diperoleh dari wawancara terhadap nelayan (Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12 dan Lampiran 13). Untuk perhitungan biaya operasi, nilai hasil tangkapan yang dipakai adalah nilai rata-rata dari responden. (2) Respons nelayan dicatat dan ditabulasi dalam sebuah daftar untuk mengetahui jenis respons yang paling umum nelayan lakukan pada saat kenaikan BBM pada tahun 2008 dan apabila terjadi kenaikan harga BBM kembali.