BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

"',.).' i-" / ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PATNA SUNU POLITIK HUKUM DALAM TRANSFORMASI HVKUM AGRARIA

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan sebuah minat berkunjung yang terdiri dari pengenalan akan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta

I.PENDAHULUAN. telah disaksikan tata pola penguasa negara. Jika dilihat kembali awal berdirinya Orde

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

Ekonomi Kerakyatan dan Subversi Neokolonialisme

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. ini berada dalam genggaman anak bangsa Indonesia sendiri.

KISI-KISI UJI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (PLPG IPS)

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KONSEPSI KEDUDUKAN KEPOLISIAN DI BAWAH KEMENTRIAN. Oleh: Ispan Diar Fauzi PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

Mia Siscawati. *Program Studi Kajian Gender-Program Pascasarjana UI *Pusat Kajian Antropologi-FISIP UI

BAB V. Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian di bab-bab sebelumnya. menunjukkan terjawabnya rumusan masalah tersebut.

FOTO KEGIATAN SIKLUS I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara mengenai perkebunan dan mengenai tenaga kerja pada masa Orde

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, sebagai penghasil devisa nomor dua setelah pertambangan. Dalam Garis-

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

BAB 1 PENDAHULAN. 1.1 Latar Belakang. manusia serta menghidupkan berbagai bidang usaha. Di era globalisasi

BAB V. PENUTUP. (dua) permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

METODOLOGI PENELITIAN

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

BAB VII PENUTUP. A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang mengkaji perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang. 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit harus jeli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah. Tanah sangat penting bagi manusia sebagi tempat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan

AGENDA PEMBARUAN STRUKTUR AGRARIA DALAM DINAMIKA PANGGUNG POLITIK

AMBIGUITAS POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF: TERBELENGGU ATAU MERDEKA?

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia tersebut berada dalam keadaan yang tertekan. Aktivitas

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TUTORIAL DALAM RANGKA UJIAN DINAS DAN PENYESUAIAN PANGKAT BPOM-RI

AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT. Abstrak

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

BAB I PENDAHULUAN. untuk datang berkunjung dan menikmati semuanya itu. ekonomi suatu negara. Ada beberapa hal yang menjadi potensi dan keunggulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA KELURAHAN DAN HAK ULAYAT ATAS TANAH EKS DESA

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini memfokuskan pada analisis stakeholders dalam pegelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan pengeluaran rutin dan pelaksanaan pembangunan negara secara

PEMETAAN POLA SENGKETA TANAH PERKEBUNAN DI KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. mengaktifkan sektor lain di dalam negara penerima wisatawan. Di samping itu,

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara. Hal ini terjadi karena mahasiswa adalah orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 49

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994

BAB I PENDAHULUAN. tangan terhadap hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

Marjinalisasi dan Afirmasi

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari temuan penelitian di lapangan dan didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas penguasaan tanah ulayat oleh negara sejak masa pemerintahan kolonial Belanda hingga masa reformasi adalah karena adanya kekuasaaan negara yang begitu besar dan dominan atas masyarakat adat Kampung Naga. Namun demikian, perubahan rezim pemerintan yang memiliki arah kebijakan serta corak pemerintahan yang berbeda mengakibatkan adanya dinamika relasi kuasa diantara negara dan masyarakat adat Kampung Naga. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, praktek kekuasaan diwarnai dengan penggunaan alat-alat kekerasan dalam hal ini militer, terutama untuk memperluas wilayah teritorial politiknya. Selain itu, pratek kekerasan yang dilakukan oleh Belanda pada masa itu adalah melalui sistem tanam paksa (preanger stelsel dan cultuur stelsel), pajak tanah (landrente) serta praktek kerja pertuanan atau lebih dikenal dengan sistem kerja paksa. Kampung Naga sendiri harus kehilangan tanah ulayat mereka akibat adanya kebijakan ini. Berbagai pemaksaan kebijakan ini kemudian mengakibatkan munculnya perlawanan dari masyarakat. Oleh karena itu, relasi kuasa yang terjadi pada masa pemerintahan Belanda lebih bersifat dominasi. Berakhirnya masa pemerintahan kolonial di Indonesia ditandai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta. 141

Namun demikian, menurut Bennedict Anderson Indonesia yang kita kenal pada saat ini merupakan produk yang sama yang lahir dari perluasan yang luar biasa oleh kekuatan militer Batavia sekitar tahun 1850 dan 1910. Pengaruh dari masa kolonial Belanda ini cukup besar, termasuk dalam bidang hukum terutama untuk undang-undang Agraria. Kebijakan agraria pada masa pemerintahan Belanda yang sangat merugikan masyarakat adat di Indonesia baru dihapuskan dengan lahirnya UUPA tahun 1960. Namun demikian, euforia masa kemerdekaan dan wacana nasionalisme yang terus dibangun dalam masyarakat Indonesia, menghasilkan konsensus masyarakat terhadap pemerintah. Terlebih dengan adanya niat dari pemerintah untuk merubah peraturan agraria dengan memberikan peran besar pada hukum adat, semakin memperkuat konsensus masyarakat adat terhadap pemerintah, sehingga relasi kuasa yang terjadi diantara keduanya bersifat hegemoni. Bergantinya pemerintahan Orde Lama menjadi Orde Baru diikuti dengan perubahan arah kebijakan ekonomi yang cukup signifikan. Pada masa ini alat-alat kekerasan negara kembali sering digunakan oleh negara untuk mencapai dan melindungi kepentingannya. Dalam bidang agraria, pemerintahan Orde Baru mengeluarkan undang-undang yang bertentangan dengan nilai-nilai UUPA seperti Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Pertambangan, dampak dari kedua undang-undang tersebut banyak merugikan masyarakat secara ekologis, sosiologis dan kultural, khususnya masyarakat adat sebagai pemegang hak tanah ulayat yang banyak dirugikan akibat undang-undang tersebut. Dalam konteks Kampung Naga, selain beralihnya tanah ulayat mereka menjadi milik PT. 142

Perhutani dan PTPN, pemerintah juga menjadikan Kampung Naga sebagai objek pariwisata, praktek ini merupakan praktek penguasaan tanah ulayat secara tidak langsung. Akibat dari praktek kekuasaan ini kemudian muncul resistensi dari masyarakat, sehingga kemudian relasi kuasa yang terjadi diantara keduanya menjadi bersifat dominasi. Jatuhnya rezim Orde Baru yang kemudian disebut-sebut sebagai masa reformasi membawa harapan bagi masyarakat adat dengan adanya wacana reformasi agraria melalui TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Meskipun demikian, sampai hari ini tanah ulayat Kampung Naga yang beralih menjadi milik Negara belum dikembalikan kepada masyarakat. Selain itu, pada masa reformasi ini pemerintah kembali melakukan upaya pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di Kampung Naga. Namun dengan adanya kontestasi wacana, penggunaan alat penegakkan hegemoni, transformasi militer dari alat represif negara menjadi patron menghasilkan konsensus dari masyarakat terhadap negara, sehingga kemudian relasi diantara keduanya bersifat hegemoni. Berdasarkan pemaparan dinamika relasi kuasa diatas, dengan menggunakan teori Gramsci dalam mengukur hegemoni melalui pelacakan alat penegakkan kepemimpinan hegemoni dan alat kekerasan, disimpulkan bahwa hegemoni dikatakan bekerja dan terus berlangsung di Kampung Naga ketika negara mampu menggunakan alat-alat penegakkan hegemoni untuk memperoleh konsensus dari masyarakat. Disisi lain, hegemoni juga bekerja ketika adanya transformasi alat-alat kekerasan dari sebagai alat represif negara menjadi patron, 143

serta ketika pemerintah mampu memenangkan kontestasi wacana yang sesuai dengan kepentingannya. Hal ini seperti yang terjadi pada masa Orde Lama dan reformasi. Sedangkan ketika alat-alat kekerasan, seperti militer dan pengadilan bersikap represif terhadap masyarakat, hal ini akan menimbulkan resistensi dari masyarakat, sehingga kemudian relasi kuasa yang terjadi diantara negara dan masyarakat adat menjadi bersifat dominasi. Alat penegakkan kepemimpinan hegemoni negara di Kampung Naga diantaranya melalui pemberdayaan koperasi yang yang dikelola oleh lembaga adat, serta kontestasi wacana. Koperasi Sauyunan merupakan koperasi yang dibentuk karena adanya tuntutan dari pemerintah untuk diadakannya lembaga berbadan hukum untuk menyalurkan subsidi minyak tanah bagi masyarakat Kampung Naga. Hal ini sebagai respon pemerintah atas tuntutan dari masyarakat Kampung Naga yang melakukan protes kenaikan harga minyak tanah dengan melakukan aksi menutup dari dari kunjungan wisatawan dan peneliti. Selain melalui koperasi, upaya hegemoni negara juga bekerja melalui kontestasi wacana. Wacana-wacana yang dikontestasikan negara dengan wacana adat diantaranya adalah wacana pembangunan, wacana peningkatan ekonomi dan wacana wisata budaya. Wacana pembangunan dan wacana peningkatan ekonomi adalah wacana yang digunakan pada masa pemerintah Orde Baru, diantaranya dalam pembangunan sarana dan prasarana pariwisata. Namun, pada masa tersebut wacana adat mampu menghentikan pemerintah untuk meneruskan pembangunan tempat penginapan di daerah tersebut. Sementara wisata budaya, merupakan 144

sebuah wacana yang ditawarkan oleh pemerintah untuk mengganti wacana objek wisata yang mendapat penolakan dari masyarakat. Dengan adanya keluarga lembaga adat yang bekerja sebagai PNS di lingkungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, dan juga ditempatkan sebagai pengelola wisata Kampung Naga, tentu saja bukan hal sulit untuk meyakinkan lembaga adat agar bisa menerima wacana wisata budaya tersebut. Bahkan setelah Koperasi Sauyunan yang dikelola lembaga adat diberi kontrak untuk mengelola pariwisata, tidak ada lagi resistensi dari masyarakat terhadap Negara. Praktek negara menjadikan lembaga adat sebagai elit dengan memberikan berbagai keuntungan, sesungguhnya merupakan praktek yang mirip dengan apa yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda, dimana mereka menjadikan bangsawan Sunda sebagai elit dan memberikannya akses untuk memperbudak buruh tani. Berdasarkan studi sebelumnya, hasil wawancara dan observasi di lapangan, hilangnya tanah ulayat Kampung Naga yang berpindah tangan pada Negara dan swasta serta kebijakan pariwisata banyak menimbulkan dampak negatif kepada masyarakat. Salah satu dampak dari berpindah tangannya tanah ulayat adalah hilangnya tanah garapan masyarakat Kampung Naga. Akibatnya masyarakat Kampung Naga banyak yang harus membeli beras untuk mencukupi kebutuhan pangannya, dan beberapa masyarakat juga ada yang bekerja di berbagai sektor informal diluar kota untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Banyaknya jumlah kunjungan wisatawan yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda telah membawa dampak bagi kehidupan masyarakat 145

sehari-hari. Pariwisata telah mulai menghilangkan kearifan lokal secara perlahanlahan, merubah perilaku masyarakat dan merubah gaya hidup masyarakat. Namun demikian, adanya berbagai dampak negatif dari kebijakan Negara tersebut tidak membuat masyarakat melakukan resistensi dan menuntut pengembalian tanah mereka. Bahkan perwakilan masyarakat Kampung Naga memilih walk out dari Kongres Masyarakat Adat Nusantara II yang memperjuangkan pengembalian hak-hak masyarakat adat, termasuk tanah ulayat. Masyarakat Kampung Naga menganggap tidak perlu meminta pengembalian tanah ulayat kepada Negara, hal tersebut dianggap sebagai sebuah pengabdian kepada Negara. Hal ini tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran leluhur yang terus dipelihara dan diinternalisasikan kepada seluruh masyarakat, diantaranya nilainilai kepatuhan terhadap pemerintah, baik pemerintahan adat maupun negara. Ajaran tersebut mengajarkan bahwa pemerintah tidak untuk dilawan melainkan sebagai tempat mengabdi. Lembaga adat, terutama Kuncen memiliki berbagai sumber daya kekuasaan diantaranya kekuasaan normatif dan kekuasaan keahlian, dengan sumber kekuasaannya yang bersifat primordial mampu menjaga kepatuhan masyarakat Kampung Naga. Dengan sumber daya kekuasaannya, lembaga adat mendapatkan legitimasi penuh dari masyarakat untuk menentukan setiap kebijakan, untuk melakukan resistensi atau memberikan konsensus kepada pemerintah. Seperti yang dikatakan oleh Erich Fromm yang melakukan studi mengenai kepatuhan, bahwa kepatuhan yang ditunjukkan oleh masyarakat Kampung Naga 146

kepada Negara adalah untuk memberikan rasa aman kepada mereka melalui perlindungan yang diberikan oleh negara. Militer yang sebelumnya sebagai alat kekerasan berubah menjadi patron yang memberikan perlindungan bagi masyarakat. Sedangkan berdasarkan studi Stanley Milgram yang menyebutkan bahwa ketidaktaatan atau resistensi muncul seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang, maka kepatuhan yang ditunjukkan masyarakat Kampung Naga bisa juga sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan mereka, sehingga mereka menjadi kurang kritis dan hanya mengikuti apa yang diputuskan oleh lembaga adat, baik ketika harus bersikap resisten maupun ketika harus memberikan konsensus. Dari penelitian ini, pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa adanya hegemoni dan dominasi yang dilakukan oleh negara telah mengakibatkan terjadinya kontinuitas penguasaan tanah ulayat masyarakat adat Kampung Naga oleh negara, meskipun telah terjadi peralihan kekuasaan dari pemerintahan kolonial hingga masa reformasi. Hubungan negara dan masyarakat adat dalam kerangka Accomodating Informal Institutions dapat dilihat sebagai sebuah strategi terbaik kedua untuk aktor yang tidak menyukai hasil yang dibuat oleh aturan formal namun tidak bisa merubah atau melanggar aturan tersebut secara terbuka. Mengakomodasi kepentingan masyarakat adat bukan berarti kekalahan Negara, melainkan menjadi sebuah strategi negara untuk kepentingan yang lebih besar yakni menjaga stabilitas politik dan keamanan, atau dengan kata lain untuk mempertahankan hegemoni negara terhadap masyarakat adat. 147

Hal ini sejalan dengan pernyataan Gramsci mengenai praktek hegemoni oleh negara bahwa praktek hegemoni, salah satu tujuan akhirnya adalah untuk mencari stabilitas dalam masyarakat terkait sebuah kepentingan tertentu. Dalam kaitannya dengan Masyarakat Kampung Naga, maka praktek hegemoni yang dilakukan oleh Negara melalui alat penegakkan kepemimpinan hegemoni dan alat-alat kekerasan bertujuan untuk menciptakan stabilitas dalam masyarakat tersebut. 148