BAB V. PENUTUP. (dua) permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu:

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V. PENUTUP. (dua) permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu:"

Hadi Sumadi
6 tahun lalu
Tontonan:

1 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan kajian tentang Konstruksi Hukum Penguasaan Tanah Negara dalam Sistem Hukum Tanah Nasional maka diajukan jawaban terhadap 2 (dua) permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu: 1. Tanah Negara adalah istilah yang lahir berdasarkan prinsip domein pada masa Kolonial Belanda yang berkonsepsikan liberalistik-individualistik. Berdasarkan prinsip domein tersebut maka tanah negara dikonstruksikan sesuai dengan konsepsi dan asas hukum tanah sebagaimana diatur dalam Hukum Perdata Belanda, dimana tanah Negara merupakan tanah yang dimiliki oleh negara. Jalan pikiran tersebut mendasari para birokrat dan dijadikan landasan dalam pengelolaan sumber daya alam khususnya tentang tanah. Atas dasar pemikiran yang sedemikian rupa berakibat pada tersingkirnya hak-hak rakyat atas tanah dan memberi kemudahan kepada para investor asing di bidang pengelolaan sumber daya agraria untuk memperoleh jaminan kepastian hak atas tanah. Latar belakang tersebut di dalam sistem Hukum Tanah Nasional menjadi dasar perubahan konsepsi kewenangan negara atas tanah yang melahirkan konsepsi penguasaan tanah oleh negara, bukan pemilikan. Wewenang Negara atas tanah Negara yang disebut dengan Hak Menguasai Negara merupakan pelimpahan kewenangan hak publik dari Hak Bangsa kepada Negara. Atas dasar pelimpahan tersebut Negara dengan prinsip atribusi melimpahkan wewenang publik tersebut kepada otoritas pertanahan, kehutanan dan pertambangan untuk mengelola tanah, hutan dan tambang. Atribusi Hak Menguasai dari Negara tersebut merupakan dasar bagi Otoritas Pertanahan, Otoritas Kehutanan 511

2 dan Otoritas Pertambangan untuk menerbitkan kewenangan yang berkarakter publik dan juga kewenangan yang berkarakter perdata atas tanah negara dimaksud. Dalam perkembangannya, perbedaan tafsir atas pengertian tanah Negara dan juga Hak Menguasai Negara mengakibatkan pengaturan tanah Negara menjadi terkotak-kotak sehingga terjadi ketimpangan struktur agraria serta memburuknya kualitas lingkungan hidup. Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir bahwa wewenang dari Hak Menguasai Negara tersebut meliputi 5 (lima) fungsi yaitu, membuat kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), pengurusan (bestuursdaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudendaad). Kelima fungsi Hak Menguasai Negara tersebut haruslah dilaksanakan dengan berdasarkan pada prinsip keadilan, baik pada tahap pelimpahan Hak Menguasai dari Negara kepada ketiga Otoritas (Pertanahan, Kehutanan dan Pertambangan), maupun dalam hal penerbitan kewenangan yang berkarakter publik dan perdata. Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan asas legalitas dan asas pemerintahan yang baik Hak Menguasai dari Negara tersebut dilakukan pembatasan dengan 3 (tiga) hal, yaitu pembatasan oleh hak atas tanah yang terdapat pada tanah tersebut, pembatasan oleh hak ulayat dan pembatasan dari tujuan Hak Menguasai Negara tersebut yaitu untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Agar kelima fungsi dari Hak Menguasai Negara tersebut dapat mewujudkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir bahwa pelaksanaannya haruslah dilakukan dengan 4 (empat) tolok ukur, yaitu: (1) kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat; (2) tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat; (3) tingkat partisipasi rakyat 512

3 dalam menentukan manfaat sumber daya alam; serta (4) penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam. Perbedaan penguasaan Negara atas tanah hak dan tanah ulayat dengan tanah negara terdapat dalam frasa tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Kata langsung tersebut merujuk pada sifat penguasaan negara yang lebih kuat, lebih penuh, dan lebih dalam pada tanah negara dibandingkan dengan pada tanah hak dan tanah ulayat. Dalam hal konsepsi penguasaan tanah negara oleh perorangan, Hukum Tanah Nasional mengakomodir sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Negara. Di dalam Hukum Adat pemilikan tanah merupakan suatu proses penguasaan tanah oleh perorangan yang berkesinambungan pada tanah ulayat. Hukum Adat memberikan prioritas individu-individu yang berhak atas penguasaan tanah ulayat tersebut. Proses yang berkesinambungan tersebut oleh Hukum Negara dijadikan alas hak (rechtstitel) dengan memenuhi syarat formal dan syarat materiil. 2. Uraian di atas menggambarkan bahwa tanah Negara menimbulkan banyak persoalan karena tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Persoalan tersebut berkisar pada pengertian tanah Negara, substansi tanah Negara, ruang lingkup tanah Negara, otoritas yang berwenang atas tanah Negara, dan prinsip penguasaan tanah Negara. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan konstruksi hukum penguasaan tanah Negara sebagai bagian dari pembangunan Hukum Tanah Nasional. Oleh karena Hukum Tanah Nasional didasarkan pada Hukum Adat, maka konstruksi tersebut haruslah berlandaskan pada konsepsi dan asas-asas Hukum Adat. Dalam menempatkan hukum adat sebagai landasan membangun hukum tentang tanah negara maka konstruksi hukum tersebut dilakukan dengan konsepsi sebagai berikut: 513

4 a. Konsep kesatuan wilayah (tanah) yang merupakan milik bersama dari seluruh Bangsa Indonesia sebagaimana konsep komunalistik dalam hukum adat. Sebagai kesatuan wilayah maka semestinya tidak terjadi pemilahan otoritas dan peraturan dalam pengelolaan tanah Negara. b. Pada prinsipnya seluruh tanah di wilayah Indonesia dikuasai bukan dimiliki oleh Negara. Penguasaan oleh Negara tersebut haruslah untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan Negara atas tanah Negara dapat diklasifikasikan sebagai penguasaan langsung dalam hal tanah tersebut tidak dibebani hak, baik hak publik, perdata, hak keperdataan, dan hak prioritas. Jika tanah tersebut dibebani oleh hak-hak tersebut, maka penguasaan oleh Negara diklasifikasikan dikuasai tidak langsung. c. Penguasaan Negara atas tanah Negara berdasarkan Hak Menguasai Negara haruslah didasarkan pada prinsip keadilan, yaitu (1) prinsip keadilan sosial pada cita hukum dan politik hukum agraria; (2) keadilan komutatif dalam pelimpahan kewenangan berdasarkan prinsip atribusi kepada Otoritas Pertanahan, Otoritas Kehutanan, dan Otoritas Pertambangan; (3) keadilan komutatif dan kompensatoris dalam hal penetapan kewenangan yang berkarater publik oleh ketiga Otoritas tersebut; dan (4) keadilan korektif dan kompensatoris dalam hal penerbitan kewenangan yang berkarakter perdata oleh ketiga Otoritas tersebut. d. Berdasarkan Hukum Adat, lahirnya hak atas tanah merupakan suatu proses yang berkesinambungan dengan ketentuan harus mendapat persetujuan dari otoritas setempat, diperoleh berdasarkan pada iktikad baik, dan diakui oleh anggota masyarakat lainnya. Proses tersebut dapat dibagi 2 (dua), yaitu proses penguasaan atas tanah dengan iktikad baik; dan proses legitimasi penguasaan tanah oleh negara sebagai konsekuensi dari kewenangan negara dalam mengatur 514

5 hubungan hukum antara tanah dengan orang dan badan hukum. Dalam konteks hukum, penguasaan atas tanah tersebut berdasarkan pada hukum adat, dan legitimasi penguasaan tanah negara didasarkan pada Hukum Negara. Selain berdasarkan konsepsi tersebut di atas, maka pengaturan tanah Negara haruslah didasarkan pada asas-asas Hukum Tanah Adat. Asas-asas tersebut disesuaikan dengan national flavour bangsa Indonesia dan didasarkan pada asas-asas yang terdapat dalam UUPA. Dengan demikian maka substansi pengaturan tanah negara menjadi sesuai dengan tujuan UUPA dan tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. B. Rekomendasi Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tentang pengertian dan ruang lingkup tanah Negara antara rezim hukum kolonial, PP Nomor 8 Tahun 1953 dan Sistem Hukum Tanah Nasional, khususnya perbedaan dalam pengertian dimiliki dengan dikuasai. Meskipun demikian dalam pelaksanannya masih terdapat perbedaan persepsi dalam memahami pengertian dikuasai oleh negara tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya tafsir sektoral dan gagal paham tentang eksistensi tanah Negara yang bermuara pada terjadinya ketimpangan struktur agraria serta kerusakan lingkungan hidup. Selanjutnya, penguasaan tanah negara oleh perorangan masih menafikan keberadaan otoritas negara dengan kewenangan Hak Menguasai Negara untuk mengatur hubungan hukum penguasaan tanah negara. Dalam rangka pembangunan Hukum Tanah Nasional maka terhadap Konstruksi Hukum Penguasaan Tanah Negara direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Perlu adanya kesepahaman baik pada kalangan akademisi dan otoritas yang berkaitan dengan pertanahan seperti otoritas pertanahan, otoritas kehutanan, dan 515

6 otoritas pertambangan tentang pengertian dan ruang lingkup tanah Negara; dan konsepsi penguasaan tanah negara oleh Negara dan perorangan. 2. Diterbitkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang tanah Negara yang memberikan kejelasan tentang pengertian, ruang lingkup, penguasaan tanah Negara, dan pendaftaran tanah Negara. 516

dokumen-dokumen yang mirip

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA

BADAN PERTANAHAN NASIONAL KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA DR YAGUS SUYADI, SH, MSi ISSUE UTAMA MASALAH AGRARIA TERDAPAT KETIMPANGAN