BAB I PENDAHULUAN. tangan terhadap hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. tangan terhadap hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Hukum Adat (selanjutnya disebut MHA) di Indonesia merupakan kesatuan kemasyarakatan yang berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan bermasyarakat. Secara historis, MHA sudah ada, hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak masa kerajaan, penjajahan Belanda dan pada masa kemerdekaan Indonesia. Campur tangan oleh pemerintah kerajaan, penjajah dan pemerintah Indonesia terus berubah sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan. 1 Campur tangan pemerintah tersebut ada yang bersifat menguatkan dan ada pula yang bersifat melemahkan MHA, termasuk campur tangan terhadap hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia. Sifat hubungan ini senantiasa berkembang, menurut perkembangan budaya terutama oleh pengaruh sosial, politik dan ekonomi. Padahal isi Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan MHA beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2 namun sejauh ini belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat Hukum adat sehingga belum mampu menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat Hukum adat serta 1 Tholib Setiady, 2008, Intisari Hukum Adat Indonesia: Dalam Kajian Kepustakaan, Alfabeta, Bandung, hlm Lihat PAsal 18B ayat 2 Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2 2 memberikan kepastian hukum dalam mempertahankan dan memperjuangkan hakhaknya yang telah dijamin secara konstitusional. Penguasaan tanah masyarakat hukum adat di Indonesia ini diakui dan dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan, meskipun dalam peraturan perundang-undangan seperti pada Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (selanjutnya disebut UU Kehutanan) menyatakan lain, yakni memasukkan tanah adat sebagai bagian dari hutan Negara. Dalam pelaksanaannya tanah adat sebagai hutan Negara seperti tidak mendapat perlindungan, bahkan ikut dieksploitasi untuk kepentingan bisnis yang dalam konotasi umum disebut untuk keperluan pembangunan. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) telah mengajukan judisial review 3 terhadap UU Kehutanan ke Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah Konstitusi ) pada bulan Maret Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012 atas pengujian UU Kehutanan merupakan suatu terobosan hukum yang penting dalam proses pembaharuan hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi ini sebagai momentum pemulihan hak MHA atas wilayah adatnya (termasuk hutan adatnya) yang sebelumnya kawasan hutan ini ditunjuk dan/atau ditetapkan secara sepihak oleh Pemerintah sebagai hutan Negara. Faktanya selama berlakunya UU Kehutanan tersebut, telah dijadikan sebagai alat oleh Negara untuk mengambil alih hak kesatuan MHA atas wilayah hutan adatnya. Pengambilalihan ini kemudian dengan maksud untuk 3 Menurut Prof Dr. Jimly Asshiddiqie, SH dalam buku Hukum Acara Pengujian Undang-Undang hlm 1-2 adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma.

3 3 dijadikan sebagai hutan Negara, yang selanjutnya justru atas nama Negara diberikan dan atau diserahkan kepada para pemilik modal melalui berbagai skema perizinan untuk dieksploitasi tanpa memperhatikan hak serta kearifan lokal kesatuan MHA. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik antara kesatuan MHA tersebut dengan pengusaha yang memanfaatkan hutan adatnya. Praktik demikian terjadi pada sebagian besar wilayah Negara Republik Indonesia, hal ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya arus penolakan atas pemberlakuan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 4 Konflik muncul karena wilayah adat masuk dalam kawasan hutan yang ditunjuk demikian halnya seperti yang terjadi juga terjadi di Aceh. Peran mukim 5 tidak dapat dilepaskan dari hutan adat di Aceh karena Mukim merupakan suatu kesatuan atau persekutuan masyarakat hukum yang telah ada turun-menurun di dalam kehidupan masyarakat Aceh. Lahirnya mukim dalam struktur pemerintahan Aceh telah dikenal pada masa Kerajaan Aceh ( ). Salah satu alasan dibentuknya mukim adalah karena kebutuhan skala ekonomis dan beberapa persyaratan administrasi untuk melakukan suatu kegiatan. Pada masa itu wilayah teritorial mukim adalah seluas radius orientasi jangkauan mesjid untuk salat Jumat. 6 Dalam Qanun No 4 tahun 2003 tentang Mukim, terdapat klausul tanah ulayat yang dikuasai dan berada dalam wilayah mukim dan diatur dalam hukum 4 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/ PUU-X/ 2012, tanggal 26 Meret 2013, hlm Mukim atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri atas gabungan beberapa Gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah Camat atau nama lain yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain. 6 diakses tanggal 20 Februari 2017

4 4 adat, kalimat dikuasai dan diatur secara de facto dan de jure bahwa mukim memiliki kekuasan penuh (otonom) untuk mengelola tanah ulayatnya dan hutan adat merupakan bagian dari tanah ulayat MHA yang berada di bawah panglima uteun. 7 Saat ini, Hutan Adat sebagai salah satu bentuk harta kekayaan mukim sering diabaikan. Ini sangat disayangkan mengapa mukim ditinggalkan dalam penataan ruang. Di pihak lain, ternyata penguatan mukim juga masih mengalami banyak kendala tersendiri. Posisi mukim sama pentingnya dengan keberadaan nagari di Sumatera Barat, atau beberapa corak pemerintahan lokal lainnya di Indonesia yang justru tidak memiliki ketentuan sekuat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang pada Pasal 1 ayat (19) menyebutkan mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa gampong 8 dipimpin oleh imuem mukim 9 yang mempunyai batas wilayah tertentu yang atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat. Bahkan Qanun Aceh nomor 19 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh , yang disahkan oleh DPRA pada 31 Desember 2013, tidak mengakomodir keberadaan mukim. Dalam Qanun yang berisi 94 Pasal tersebut, mukim hanya dua kali disebut, yakni pada Ketentuan Umum dan Pasal Panglima Uteun adalah ketua adat yang memimpin urusan pengelolaan hutan adat. 8 Gampong atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang merupakan organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Keuchik atau nama lain dan yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. 9 Imeum Mukim atau nama lain adalah Kepala Pemerintahan Mukim diakses tanggal 20 Februari 2017.

5 5 Setelah reformasi dan Perdamaian di Aceh banyak hal terus dilakukan oleh Pemerintah Aceh untuk mengembalikan kedudukan adat berlaku di Aceh salah satu dengan lahirnya Qanun Nomor 4 tahun 2003 tentang pemerintahan Mukim, Qanun nomor 9 dan 10 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan tentang Lembaga Adat, Qanun Mukim Beungga Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Mukim yang dikeluarkan dua tahun setelah Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012, serta diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sehingga kuat keberadaannya. 11 Sebuah keistimewaan bagi Aceh, ada enam mukim yang diprioritaskan masuk verifikasi kewilayahan hutan adat. Pada surat keputusan tanggal 11 Juli 2016 Pemerintah menetapkan wilayah Mukim Beungga dengan Surat Keputusan Bupati Pidie Nomor 140/344/KEP.02/2016 tentang Penetapan Wilayah Mukim Beungga Kecamatan Tangse. Secara administratif Mukim Beungga terletak di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam dan berjarak 25 km ke arah utara dari ibukota Kabupaten Pidie. 12 Bagi masyarakat Mukim Beungga, Kawasan Hutan Adat Mukim sangat penting di mana memiliki fungsi ekologi, ekonomi dan sosial budaya. 13 Secara ekologi; keberadaan hutan ini menjaga keseimbangan lingkungan dan 11 Huma, 2014, Dialog Nasional Penetapan Hutan Adat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat adat di Jakarta 1-2 Oktober 2014 ringkasan riset hutan Adat Profil MHA untuk Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi no 35 tahun 2012,Perkumpulan HuMa Indonesia, hlm Ibid. hlm Ibid, hlm 14.

6 6 penyimpanan air bagi wilayah Beungga dan sekitarnya, serta sumber air untuk sungai yang memiliki hulu di wilayah tersebut. Kenyatannya pemanfaatan sumberdaya alam (selanjutnya disebut SDA) masih sangat terbatas hanya sektor perkebunan dan pertanian. Khusus untuk sektor hutan sampai saat ini kewenangan untuk pengelolaannya masih dipegang oleh pihak pemerintah sehingga usaha masyarakat sangat terbatas, dengan perencanaan pengelolaan SDA dan usulan hutan ulayat mukim hasil pemetaan partisipatif oleh masyarakat mukim. 14 Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur posisi hutan adat dipisahkan dari hutan Negara berimplikasi pada cara pandang negara terhadap lembaga dan MHA yang harus berubah. Tentulah pula dalam konteks mukim, maka hutan mukim (sebagai hutan adat) adalah sesuatu yang ada dalam kenyataan masyarakat Aceh. Dengan demikian dalam pengaturan pengelolaannya, hutan mukim haruslah diikutkan dalam pengelolaan tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU- X/2012 terhadap kewenangan Mukim dalam pengelolaan atas hutan adat di Mukim Beungga, Kabupaten Pidie? 14 Ibid. hlm 15.

7 7 2. Bagaimana Kesesuaian antara Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU- X/2012 dengan Qanun Kabupaten Pidie nomor 5 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap kewenangan Mukim dalam pengelolaan atas hutan adat di Mukim Beungga, Kabupaten Pidie 2. Untuk mengetahui kesesuaian antara putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 dengan Qanun Kabupaten Pidie nomor 5 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh D. Manfaat Penelitian Manfaat yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini yaitu: 1. Manfaat secara teoritis Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya serta hukum adat dan hukum agraria pada khususnya, atau setidak-tidaknya sebagai wacana yang dapat memperkaya pemikiran hukum di Indonesia yakni yang terkait dengan persoalan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor : 35/PUU-X/2012 terhadap kewenangan Mukim di aceh terkait hubungan hukum mengenai pengelolaan atas hak ulayat dan hutan adat di aceh. 2. Manfaat secara praktis

8 8 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Pemerintah dan masyarakat atas keberadaan MHA, termasuk mukim di Kabupaten Pidie serta membantu penulis selanjutnya dalam penelitian di bidang hukum adat ataupun hukum agraria dan juga dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk perencanaan, pelaksanaan, pengambilan keputusan dalam permasalahan praktik pengelolaan atas hak ulayat dan hutan adat oleh mukim di aceh. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis, ditemukan beberapa karya imiah yang berkaitan dengan judul yang penulis teliti, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Achmad Sandry Nasution Pada tahun 2014 dengan judul penelitian Analisis Yuridis Penguasaan Tanah MHA Kecamatan Simangambat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/ PUU-X/ Dengan rumusan masalah : a. Bagaimana pengaturan penguasaan tanah masyarakat hukum adat dalam Peraturan Perundang-Undangan? b. Bagaimana kedudukan hukum atas penguasaan tanah masyarakat hukum adat di Kecamatan Simangambat? c. Apakah upaya hukum yang dapat dilakukan atas penguasaan tanah masyarakat hukum adat Kecamatan Simangambat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/ PUU-X/ 2012? Penelitian ini menghasilkan: 15 Achmad Sandry Nasution, Analisis Yuridis Penguasaan Tanah MHA Kecamatan Simangambat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/ PUU-X/ 2012, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatra Utara, Medan, 2014.

9 9 a. Pengaturan penguasaan tanah MHA dalam peraturan Perundang- Undangan dapat dilihat bahwa pengakuan keberadaan MHA berkenaan dalam aspek pertanahan, kehutanan, perkebunan dan lingkungan hidup sudah sangat kuat terbukti pengaturan tersebut telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, walaupun hingga kini belum ada perangkat hukum yang bersifat harmonis demikian juga implementasinya masih kurang. Peraturan Perundang-Undangan tersebut antara lain: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, TAP MPR Nomor XVII/ MPR/ 1998 tentang Hak Asasi Manusia, TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 dan 20 (dua puluh) Undang-Undang lainnya yang mengatur keberadaan MHA serta peraturan yang lebih rendah yang bersifat operasional, seperti PMDN Nomor 37 Tahun 2007, PMNA/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 09 Tahun 1999 kemudian juga telah dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU- X/2012 b. Kedudukan hukum atas penguasaan tanah adat di Kecamatan Simangambat secara faktual masih diakui oleh masyarakat. Dimana tanah adat Kecamatan Simangambat disebut Tanah Adat Luhat Simangambat yang sampai saat ini diakui keberadaannya. Pengakuan tersebut juga diperkuat oleh tokoh-tokoh adat Kecamatan Simangambat, namun secara yuridis hingga kini keberadaan tanah adat tersebut belum dapat diimplementasikan oleh karena belum diterbitkan Peraturan Daerah tentang pengakuan atas keberadaan tanah adat tersebut. Keputusan

10 10 Mahkamah Konstitusi tentang hutan adat adalah hutan adatnya MHA setempat dapat menjadi pedoman dalam penerbitan Peraturan Daerah; c. Upaya hukum yang dapat dilakukan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/ PUU-X/ 2012 adalah dengan mengadvokasi masyarakat guna mensosialisasikan, dan selanjutnya dapat membuat usulan kepada Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Peraturan Daerah. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terkait fokus penelitian pada 1) implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012 terhadap kewenangan terkait hubungan hukum mengenai pengelolaan atas hak ulayat dan hutan adat; 2) konstruksi yuridis hubungan hukum tersebut setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012, di mana lebih menekankan kepada perubahan norma hukum dan bagaimana penerapan norma hukum setelah terjadi perubahan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012 serta 3) bagaimana penerapan hukum nya di lingkungan masyarakat mukim Beungga. Perbedaan kedua terkait lokasi dalam penelitian yang akan dilakukan ini yaitu pada mukim Beungga. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Sadly Mansur Pada tahun 2014 dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Eksistensi Hutan Adat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/Puu-X/2012 (Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan) 16. Dengan rumusan masalah : 16 Achmad Sadly Mansur, Tinjauan Yuridis Eksistensi Hutan Adat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/Puu-X/2012 (Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan), Skripsi, Bagian Hukum Tata Negara, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2014.

11 11 a. Sejauh mana perlindungan terhadap eksistensi hutan adat dalam prinsip-prinsip perundangan nasional? b. Bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-X/2012 terhadap eksistensi hutan adat? Dengan Hasil penelitian : a. Perlindungan terhadap hutan adat dalam Peraturan Perundang Undangan tidak lepas dari pengakuan MHAnya terlebih dahulu. Kehadiran Frase sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang dalam Peraturan Perundang-Undangan telah menjadi tantangan bagi eksistensi MHA, Pasal 18B Ayat 2 UUD 1945 menjadi dasar bagi perlindungan eksistensi MHA. Untuk itu, perlu pengakuan MHAnya terlebih dahulu yang di atur di dalam Peraturan Daerah pengakuan MHA (atau dengan nama lain), sebagaimana Pasal 67 Ayat 2 UU No 41 Tentang Kehutanan. b. Kesadaran masyarakat akan fungsi hutan, MHA Ammatoa akan senantiasa menjaga kelestarian hutan. Jika tidak, mereka sendiri yang akan merasakan akibatnya. Hal ini akan menimbulkan kekeringan dan gagal panen, serta tidak dapat menjalankan aktivitas lainnya yang selalu dibahasakan oleh masyarakat "kehidupan akan hancur" dalam Pasang ri Kajang sebuah aturan yang sampai saat ini masih eksis. Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012 oleh

12 12 Pemerintah Daerah dan Instansi terkait beserta DPRD di Kabupaten Bulukumba dan MHA Ammatoa, bersama-sama merancang Peraturan Daerah Pengakuan MHA untuk melindungi eksistensi hak-hak MHA Ammatoa termasuk hutan adatnya. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terkait fokus penelitian yaitu pada implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012 terhadap kewenangan terkait hubungan hukum mengenai pengelolaan atas hak ulayat dan hutan adat, serta lokasi dalam penelitian yang akan dilakukan ini yaitu pada mukim Beungga. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Taqwaddin Husein Pada tahun 2010 dengan judul penelitian Penguasaan Atas Pengelolaan Hutan Adat Oleh MHA (Mukim) Di Provinsi Aceh 17. Dengan rumusan masalah : a. Bagaimana keterkaitan pengaturan hukum syariat Islam di Provinsi Aceh dengan Hukum Pidana Nasional? b. Bagaimanakah kewenangan Kepolisian Republik Indonesia dalam penegakan Hukum Pidana Islam di Provinsi Aceh? Dengan hasil penelitian : a. Peraturan tentang kehutanan telah diterbitkan secara tertulis sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku khusus untuk Jawa dan Madura. Untuk luar Jawa dan Madura berlaku hukum adatnya masingmasing. Dualisme hukum tersebut berlaku hingga Indonesia merdeka. Baik pada masa Hindia Belanda, Pemerintahan Orde Lama maupun rezim 17 Taqwaddin Hesein, Penguasaan Atas Pengelolaan Hutan Adat Oleh MHA (Mukim) Di Provinsi Aceh, Disertasi, Bagian Doktor Ilmu Hukum, Universitas Sumatra Utara, Medan, 2010.

13 13 Orde Baru tidak banyak ditemukan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai MHA. Pengakuan terhadap keberadaan MHA dan hutan adat ditemukan dalam peraturan perundang undangan yang dibentuk pasca Reformasi. b. Sebagian besar hutan Aceh adalah kawasan lindung yang saat ini rusak akibat penebangan liar. Kebijakan kehutanan Aceh saat ini mengacu pada UU Kehutanan, Undang-Undang tentang Aceh, dan Instruksi Gubernur tentang Moratorium Logging. Mukim merupakan MHA di Aceh yang memiliki kewenangan pemerintahan, penyelesaian sengketa serta penguasaan atas pengelolaan hutan adat ulayatnya. c. Mukim mempunyai sistem hukum dan kearifan lokal dalam penguasaan atas pengelolaan hutan adatnya, berupa anjuran dan pantangan, kelembagaan, dan adat budaya tersendiri. Perbedaan pokok antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Taqwaddin adalah terkait bagaimana implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012 terhadap kewenangan terkait hubungan hukum mengenai pengelolaan atas hak ulayat dan hutan adat, serta akan mengkaji konstruksi yuridis hubungan hukum tersebut setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012 Jadi lebih kepada perubahan norma hukum dan bagaimana penerapan norma hukum setelah terjadi perubahan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-X/2012 serta bagaimana penerapan hukumnya di

14 14 lingkungan masyarakat mukim Beungga. Perbedaan lainnya terkait lokasi dalam penelitian ini ialah pada mukim Beungga.

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa lembaga adat yang berkembang dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR: 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM DI KECAMATAN KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE

PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR: 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM DI KECAMATAN KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR: 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM DI KECAMATAN KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkatan, yaitu : (1) Sultan yang memimpin kerajeun dan daerah taklukannya,

BAB I PENDAHULUAN. tingkatan, yaitu : (1) Sultan yang memimpin kerajeun dan daerah taklukannya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kerajaan Aceh, struktur pemerintahan dibagi dalam lima tingkatan, yaitu : (1) Sultan yang memimpin kerajeun dan daerah taklukannya, serta mengkoordinir

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. perjalanan kehidupan umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. perjalanan kehidupan umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karateristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DR. Wahiduddin Adams, SH., MA ** Pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berawal dari bersatunya komunitas adat yang ada di seluruh

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR Menimbang Mengingat BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG -1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir. H. Isran

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS); 2. Perkumpulan Sawit Watch; 3. Aliansi Petani Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 18

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aceh merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi itu telah mewujudkan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara plural dengan segenap masyarakat heterogen yang dilatar belakangi oleh banyaknya pulau, agama, suku, bahasa,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah I. PEMOHON 1. Masyarakat Hukum Adat Nagari Guguk Malalo, sebagai Pemohon I; 2. Edi Kuswanto, sebagai Pemohon

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Menguasai Dari Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum dan demokrasi sehingga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat Penyebutan masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai peraturan. Masyarakat yang dimaksud tersebut bukan berarti menunjuk pada kerumunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI) NO 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimiliki di Indonesia adalah hutan. Pembukaan hutan di Indonesia merupakan isu lingkungan yang populer selama dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikaruniai oleh Allah Yang Maha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009 QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA Menimbang :

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KABUPATEN ATAU KOTA DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

Kedaulatan dan Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Pencapaian Pengelolaan Hutan Adat Lestari

Kedaulatan dan Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Pencapaian Pengelolaan Hutan Adat Lestari Kedaulatan dan Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Pencapaian Pengelolaan Hutan Adat Lestari Forest Forest Concession Area Abdon Nababan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Indigenous Peoples Alliance of

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

QANUN MUKIM PALOH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN MUKIM PALOH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN MUKIM PALOH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA IMUEM MUKIM PALOH, Menimbang: a. Bahwa hutan adat mukim

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG SUMBER KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG SUMBER KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG SUMBER KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kemampuan

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH Menimbang : a. bahwa Qanun ini dibentuk dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH. Taufiq

IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH. Taufiq Imuem Gampong Dalam Pembangunan Sosio Ekonomi Masyarakat 98 IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH Taufiq Abstract Salah satu masalah utama dalam masyarakat adalah persoalan ekonomi.

Lebih terperinci

QANUN MUKIM LANGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN MUKIM LANGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN MUKIM LANGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA IMUEM MUKIM LANGO Menimbang: a. Bahwa hutan adat mukim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara tegas dalam konstitusinya menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Salah satu prinsip negara hukum menurut A.V. Dicey adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2003

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2003 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PEMERINTAHAN KECAMATAN DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Analisis tren produk hukum daerah mengenai Masyarakat Adat

Analisis tren produk hukum daerah mengenai Masyarakat Adat PolicyBrief Analisis tren produk Masyarakat Adat Malik, Yance Arizona, Mumu Muhajir Ringkasan Eksekutif Jumlah produk masyarakat adat di Indonesia cukup signifikan, meskipun belum menyeluruh ada pada setiap

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara I. PEMOHON 1. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, diwakili oleh Prof. Dr. H. M Din Syamsuddin, MA dalam kedudukannya

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH -1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal sangat jamak terjadi di negara-negara berkembang. Hal ini menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. formal sangat jamak terjadi di negara-negara berkembang. Hal ini menjadi sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan institusi informal yang mampu mensubtitusi peran institusi formal sangat jamak terjadi di negara-negara berkembang. Hal ini menjadi sebuah gambaran menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setelah reformasi, terjadi beberapa amandemen terhadap UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setelah reformasi, terjadi beberapa amandemen terhadap UUD 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah reformasi, terjadi beberapa amandemen terhadap UUD 1945. Salah satu pengaturan penting yang mendapat tempat dalam perubahan tersebut adalah mengenai

Lebih terperinci

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG KABUPATEN LAYAK ANAK

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG KABUPATEN LAYAK ANAK BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG KABUPATEN LAYAK ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BARAT DAYA, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM -1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA SHARING BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMUE GAMPONG (DS-BKPG) DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2009 Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA SHARING BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMUE GAMPONG (DS-BKPG) DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2010 Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat I. PEMOHON 1. IR. Abdon Nababan (Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara)........ Pemohon I.

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 17/DPD RI/I/2013-2014 TENTANG PANDANGAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 17/DPD RI/I/2013-2014

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XIII/2015 Calon Kepala Daerah Tidak Memiliki Konflik Kepentingan dengan Petahana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XIII/2015 Calon Kepala Daerah Tidak Memiliki Konflik Kepentingan dengan Petahana RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUUXIII/2015 Calon Kepala Daerah Tidak Memiliki Konflik Kepentingan dengan Petahana I. PEMOHON T.R. Keumangan, SH., MH Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, SH., MH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang menjadi tiang perekonomian bangsa yang belum memiliki peran sebaik badan usaha lainnya seperti Perseroan Terbatas.

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia merupakan Negara

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. M. Nur bin (Alm) Abdul Razak; 2. AJ. Dahlan; 3. Theresia Yes Kuasa Hukum

Lebih terperinci

PELUANG PENGELOLAAN HUTAN OLEH MUKIM DAN PENYIAPAN MASYARAKAT ADAT UNTUK MENGANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM

PELUANG PENGELOLAAN HUTAN OLEH MUKIM DAN PENYIAPAN MASYARAKAT ADAT UNTUK MENGANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM PELUANG PENGELOLAAN HUTAN OLEH MUKIM DAN PENYIAPAN MASYARAKAT ADAT UNTUK MENGANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Syaifuddin FFI Aceh Program Governor s Climate Forest Task Force Meeting 2010 Banda Aceh, 18-22

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH PROVINSI NANGGROE ACEI I DARUSSALAM BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG -1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH GAMPONG DAN PERANGKAT GAMPONG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 disampaikan oleh: MENTERI KEHUTANAN Jakarta, 29 Agustus 2013 1. Pemohon KERANGKA PAPARAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 7/PUU-XIV/2016 Periodesasi Jabatan Kepala Daerah Aceh

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 7/PUU-XIV/2016 Periodesasi Jabatan Kepala Daerah Aceh RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 7/PUU-XIV/2016 Periodesasi Jabatan Kepala Daerah Aceh I. PEMOHON Darmili Kuasa Hukum Safaruddin, SH., Denny Agustriarman, SHI, Heny Naslawaty, SH, Arifin, SH., berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga masyarakat suatu negara untuk membentuk suatu negara yang dapat menjamin adanya persatuan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG SAH RAJA DAN GAMPONG SIJUDO KECAMATAN PANTE BIDARI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG SAH RAJA DAN GAMPONG SIJUDO KECAMATAN PANTE BIDARI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG SAH RAJA DAN GAMPONG SIJUDO KECAMATAN PANTE BIDARI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca-Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, Gubernur, Bupati, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan adalah mengenai pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak hak masyarakat hukum adat

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM.

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM. SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA -1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH, QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : a. BUPATI ACEH TENGAH, bahwa dengan diakuinya keistimewaan Aceh

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

2011, No c. bahwa dengan ditetapkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-VIII/2010, antara lain mengakibatkan adanya perubahan paradigma

2011, No c. bahwa dengan ditetapkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-VIII/2010, antara lain mengakibatkan adanya perubahan paradigma BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.439, 2011 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Panitia Pengawas Pemilihan. Prosedur Pembentukan NAD. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2. 1 TAHUN 2002

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2. 1 TAHUN 2002 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2. 1 TAHUN 2002 T E N T A N G I I ENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH

Lebih terperinci