PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Sedang Membuka Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Provinsi Jambi Tahun /10/2014 2

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Jambi. Selamat Datang. Tertib. Unggul. Nyaman. Tangguh. Adil. Sejahtera. Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hutan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan hutan terluas di dunia

West Kalimantan Community Carbon Pools

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PENATAAN KORIDOR RIMBA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

REVITALISASI KEHUTANAN

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Profil Tata Ruang. Provinsi Jambi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

IV.KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

BIDANG PENATAAN KAWASAN HUTAN DATA POKOK KEHUTANAN s/d JUNI 2010

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Land Use planning for low Emission development Strategy (LUWES)

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

HARAPAN RAINFOREST RESTORASI EKOSISTEM DI HARAPAN RAINFOREST SEBUAH MODEL DALAM UPAYA PENGURANGAN LAJU DEFORESTASI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KEHUTANAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB 2 Perencanaan Kinerja

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

INISIATIF PROVINSI RIAU DALAM REDD+

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur Kalimantan Timur

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS &

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

I. PENDAHULUAN. Kehutanan, 2008). Hutan Indonesia sebagai salah satu sub sektor pertanian

Transkripsi:

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI Oleh Ir. H. BUDIDAYA, M.For.Sc. (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi) Disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) Kegiatan Tim Kajian Fiskal Perubahan Iklim terkait dengan Skema REDD di Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan JAKARTA, 13 November 2008 I. PENDAHULUAN Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources) dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Hutan merupakan asset multiguna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu dan non kayu, namun juga memiliki nilai lain seperti pencegah bahaya erosi, menjaga sumber daya air, sistem hidrologi dan juga penyerapan emisi karbon. Selain menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaan hayati, hutan tidak saja memberi manfaat ekonomi saat ditebang (eksploitasi) namun hutan juga memberi manfaat takala sumber daya tersebut dibiarkan (manfaat konservasi). Perubahan iklim global telah meningkatkan suhu atmosfer bumi dan berdampak pada sistem hidrologi dan akhirnya berdampak negatif terhadap ekosistem alam dan kehidupan manusia. Banyak skema yang dikembangkan untuk mengurangi dampak pemanasan global, salah satunya adalah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) yaitu mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberi insentif yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Skema REDD sudah banyak dibahas di tingkat internasional dan nasional, namun tidak banyak di tingkat lokal atau daerah. Padahal sesuai dengan kewenangan yang ada daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola kawasan hutannya. Dengan demikian untuk implementasi REDD di daerah perlu dilakukan pembahasan-pembahanan yang mendalam mulai dari tahapan persiapan/ perencanaan, implementasi hingga monitoring evaluasi. II. PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN DAN PERMASALAHANNYA DI PROVINSI JAMBI. Provinsi Jambi berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah memiliki luas 5.100.000 Ha, yang terbagi dalam 1 (satu) pemerintah kota dan 9 (sembilan) kabupaten. Luas kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jambi Nomor : 108 Tahun 1999 adalah 2.179.440 Ha atau 42,73 % luas daratannya. Hampir setengah daratan di Provinsi Jambi adalah kawasan hutan dengan berbagai tipe vegetasi yang lengkap dan berbagai pengelompokan hutan. Di bagian timur dataran rendah dengan hutan mangrove, bagian tengah hutan tropika dataran rendah dan bagian baratnya hutan tropika 1

dataran tinggi atau pegunungan. Adapun neraca dan pembagian fungsi kawasan hutan di Provinsi Jambi adalah sebagai berikut : Hutan Produksi terbatas 340.700 Ha (15,63 %) Hutan Produksi tetap 971.490 Ha (44,57 %) Hutan Lindung Daratan 105.480 Ha (4,84 %) Hutan Lindung Gambut 85.650 Ha (3,94 %) Hutan Suaka alam dan Kawasan Pelestarian Alam Cagar Alam 30.400 Ha (1,39 %) Taman Nasional 608.630 Ha (27,92 %) Taman Hutan Raya 36.660 Ha (1,68 %) Hutan Wisata Alam 430 Ha (0,02 %) Di dalam kawasan hutan tersebut terdapat beranekaragam jenis hewan dan tumbuhan eksotik yang tersebar dalam berbagai tipe hutan. Untuk menjaga kelestarian hutan tersebut, di Provinsi Jambi terdapat 4 (empat) taman nasional yaitu : Taman Nasional Kerinci Seblat 426.630 Ha Taman Nasional Bukit Duabelas 33.000 Ha Taman Nasional Bukit Tigapuluh 60.500 Ha Taman Nasional Berbak 146.000 Ha Juga terdapat 10 (sepuluh) Hutan Lindung tersebar di 6 (enam) kabupaten terbagi atas Hutan Lindung Dataran dan Hutan Lindung Gambut, yaitu : Hutan Lindung Dataaran Bukit Panjang-Rantau Bayur (Kab. Bungo) 13.075,06 Ha Bukit Limau (Kab. Tebo) 6.657,08 Ha Gunung Tungkat (Kab. Merangin) 2.743,50 Ha Bukit Landai-Bukit Pale (Kab. Merangin) 32.966.60 Ha Bukit Tinjau Limau (Kab. Sarolangun) 41.448,98 Ha Bukit Muncung-Gamut (Kab. Merangin) 8.608,77 Ha Hutan Lindung Gambut Air Hitam Dalam-Laut (Kab. Ma.Jambi) 35.374,85 Ha Bram Hitam (Kab. Tanjabbar) 21.473,80 Ha Sungai Buluh (Kab. Tanjabtim) 17.720,86 Ha Sai Londerang (Kab. Ma Jambi dan Tanjabbtim) 11.080,49 Ha Selain kawasan konservasi, kawasan hutan yang ada di Provinsi Jambi juga dikelola untuk fungsi produksi. Berdasarkan Data Pokok Kehutanan Provinsi Jambi Semester II Tahun 2007, pengusahaan hutan di Provinsi Jambi terbagi atas : 1 (satu) HPH yang luasnya 61.000 Ha Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman di Provinsi Jambi sebanyak 13 (tigabelas) perusahaan seluas 507.019 Ha dengan rincian sebagai berikut : 3 (tiga) Hutan Tanaman Industri Pulp (aktif semua) 4 (empat) Hutan Tanaman Industri Trans (2 aktif) 6 (enam) Hutan Tanaman Industri Kayu Pertukangan (1 aktif) Pada tahun 2007 dari realisasi produksi kayu bulat (kayu bulat diameter diatas 30 cm, kayu bulat kecil, Bahan Baku Serpih dari hutan tanaman dan hutan alam serta kayu tanaman yaitu karet,sengon dan kayu manis) dan hasil hutan non kayu (rotan, getah damar dan getah jelutung), pemerintah mendapatkan penerimaan berupa Fee berupa pungutan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi sebesar Rp. 54.164.922.913,-. Bagi pemerintah daerah, produksi hasil hutan merupakan sumber pendapatan yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. 2

III. Untuk dapat mengelola kawasan hutan tidaklah mudah, sama seperti provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Jambi menghadapi berbagai masalah utamanya adalah sebagai berikut : a. Illegal logging dan perambahan hutan Kegiatan illegal logging dan perambahan hutan telah terjadi di semua kawasan hutan, baik taman nasional, hutan lindung maupun hutan produksi. Kegiatan ini telah dengan sangat nyata menyebabkan kerusakan hutan dan kerugian bagi Pemerintah Provinsi Jambi maupun secara nasional. Tidak diketahui angka pasti laju kerusakan hutan di Provinsi Jambi, namun di tingkat nasional diperkirakan 1,6 Juta Ha/ tahun. b. Kebakaran hutan dan lahan Kebakaran hutan menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan termasuk musnahnya keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan mulai dari sistem peringatan dini, membangun satuan-satuan pemadam kebakaran ditiap daerah yang rawan kebakaran hutan dan lahan, kompanye penanggulangan yang melibatkan semua lapisan masyarakat dalam menghadapi bahaya kebakaran hutan dan lahan. c. Kualitas hutan yang semakin menurun dan meningkatnya lahan kritis. Secara de yure, Provinsi Jambi memiliki kawasan hutan yang sangat luas (lebih dari 2 juta Ha), namun secara defacto luas kawasan hutan yang masih berhutan jauh di bawah angka tersebut. Diperkirakan hampir 1.121.150 Ha atau 51,44 % hutan dan lahan (971.049 Ha berada di dalam kawasan hutan dan 150.101 Ha di luar kawasan hutan) di Provinsi Jambi dalam keadaan kritis dan mendesak untuk dilakukan rehabilitasi. Dengan kondisi hutan yang demikian dikhawatirkan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. d. Permasalahan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan. Belum tercapainya tujuan dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan yang komprehensif serta menyentuh seluruh dimensi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Oleh sebab itu Departemen Kehutanan melalui revitalisasi sektor kehutanan dan pemberdayaan masyarakat mengeluarkan kebijakan Program pembangunan Hutan Tanaman Rakyat. Di Provinsi Jambi sudah diusulkan 84.000 Ha kawasan Hutan Produksi yang dicadangkan untuk program tersebut. PERAN DAN PELUANG IMPLEMENTASI REDD DI PROVINSI JAMBI Dalam rangka pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD), Provinsi Jambi mempunyai peluang yang sangat besar untuk ikut serta mengembangkan proyek REDD. Mengingat dari 5 (lima) jenis fungsi kawasan yang dapat diterapkan Skema REDD, secara keseluruhan ada di Provinsi Jambi, yaitu : Hutan Produksi (Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Pola Partisipasi Masyarakat) yang luasnya mencapai 1.312.190 Ha atau 60,20 %. Hutan konservasi atau hutan lindung (terdiri dari cagar alam, taman nasional, taman hutan raya, hutan wisata alam dan hutan lindung dataran) yang luasnya mencapai 781.600 Ha atau 35,86 %. Hutan gambut yang luasnya 85.650 Ha atau 3,94 %. Hutan Tanaman Industri yang berada di dalam kawasan hutan produksi yang luasnya 507.019 Ha. 3

Perkebunan kelapa sawit, di Provinsi Jambi kelapa sawit merupakan komoditi primadona yang dikembangkan di sektor perkebunan yang luasnya sampai tahun 2007 berdasarkan Jambi dalam Angka seluas 430.610 Ha yang berada di luar kawasan hutan (areal penggunaan lainnya). Berdasarkan data dan uraian tersebut di atas peran Pemerintah Provinsi Jambi dalam mengelola hutan sangat berat terutama menghadapi illegal logging dan perambahan hutan, kebakaran hutan dan lahan, kualitas hutan yang semakin menurun dan meningkatnya lahan kritis serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan. Komitmen daerah untuk tetap mempertahankan/ tidak alih fungsi dan melestarikan kawasan hutan sebagai tanggung jawab moral menyelamatkan kehidupan di muka bumi ini. Oleh sebab itu Skema REDD dapat dijadikan solusi asalkan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan, ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Di Provinsi Jambi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK 83/ Menhut-II/ 2008 telah menetapkan kawasan hutan Hutan Harapan di perbatasan Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan seluas 101.355 Ha sebagai lokasi restorasi ekosistem hutan produksi (ini merupakan restorasi hutan pertama di Indonesia) dengan kondisi hutan produktif 25%, hutan rusak 35% dan hutan sekunder 45%. Selama 20 tahun pertama diterapkan masa jeda tebang dan masyarakat bisa memanfaatkan hasil hutan non kayu, jasa lingkungan dan manfaat non eksploitatif lainnya. Hal ini dapat menjadi gambaran implementasi skema REDD di daerah. Jika dihitung dengan asumsi-asumsi tertentu, potensi penghasilan (hanya nilai langsung dari sumberdaya hutan dan nilai tidak langsung seperti nilai lingkungan, sosial dan budaya belum dihitung) dari kawasan hutan di Provinsi Jambi diperkirakan sebagai berikut : a. Penerimaan pemerintah dari PSDH dan DR dianggap tetap setiap tahunnya sebesar rata-rata Rp. 55.000.000.000,-. (belum termasuk keuntungan yang diperoleh perusahaan). b. Penerimaan dari pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (di dalam kawasan hutan produksi seluas 84.000 Ha) setiap tahunnya diperkirakan sebesar Rp. 35.000.000,-/ hektarnya sehingga penghasilan yang diperoleh sebesar Rp. 294.000.000.000,-/ tahun dengan asumsi setiap masyarakat memilih dominan tanaman kehutanan dan disisipi tanaman MPTS selama 1 (satu) daur yaitu 8-10 tahun. c. Pembangunan Hutan Rakyat (50.000 Ha diluar kawasan hutan) dan Pola Kemitraan seluas (30.000 Ha diluar kawasan hutan) dengan jenis tanaman Akasia diperoleh penghasilan sebesar Rp. 210.000.000.000,-/ tahunnya. d. Pendapatan Jambi dari skema perdagangan karbon, utama di kawasan konservasi (hutan lindung dataran, hutan lindung gambut, taman nasional, cagar alam, taman hutan raya dan hutan wisata alam) seluas 867.250 Ha, dengan asumsi setiap hektarnya jumlah karbon perhektar adalah 25 ton dan harga USD 5/ton (asumsi kurs dollar terhadap rupiah sebesar Rp. 10.000), maka diperoleh penghasilan setiap tahunnya sebesar Rp. 1.084.062.500.000,-. e. Dengan demikian dari hutan yang ada di Provinsi Jambi hitungan kasarnya diperoleh penghasilan setiap tahunnya sebesar Rp. 1.139.062.500.000,- Jika Skema REDD di berlakukan terhadap hutan di Provinsi Jambi, maka akan diberlakukan pembatasan-pembatasan kegiatan yang akan menyebabkan hutan terdegradasi. Hal ini akan menyebabkan Provinsi Jambi 4

akan kehilangan sejumlah penghasilan yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Oleh sebab itu mekanisme, metodologi, aturan dan monitoring evaluasi skema REDD harus buat sejelas mungkin untuk menghindari kehilangan penghasilan yang akan diterima daerah. IV. KENDALA DAN HARAPAN SKEMA REDD REDD merupakan skema baru yang akan dikembangkan guna mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, kemungkinan dalam pelaksanaannya di daerah akan mengalami banyak kendala terutama : Tahapan Perencanaan : 1. Visi Pembangunan Provinsi Jambi adalah JAMBI MAMPU, MAJU dan MANDIRI. Salah satu Misi yang diemban adalah peningkatan kesejahteraan dan kualitas kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) strategi yang ditempuh dengan menggali dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan ekonomi kerakyatan. Berdasarkan rencana dan agenda pembangunan daerah tersebut dapat dikatakan bahwa hampir semua program pembangunan yang ada mengacu kepada peningkatan peran dan perekonomian kerakyatan. Hal ini menjadi dilema karena banyak literatur mengemukakan tentang keterbatasan akses partisipasi masyarakat mengelola hutan dalam implementasi Skema REDD sehingga kesulitan mengintegrasikan skema tersebut ke dalam program pembangunan daerah. 2. Hampir 70 % penduduk yang ada di Provinsi Jambi bermukim didalam maupun disekitar kawasan hutan sedangkan komponen masyarakat sebagai unsur yang sangat bergantung dari sumberdaya hutan tidak termasuk komponen yang berhak mendapatkan kompensasi dana REDD. Untuk itu perlu dilakukan skema dan kajian khusus memasukkan komponen masyarakat tersebut sebagai bagian yang ikut terlibat dan menerima skema REDD. 3. Pemahaman stakeholder di daerah khususnya di Provinsi Jambi tentang Skema REDD sangat minim, oleh sebab itu sosialisasi ataupun kegiatan sejenis harus segera dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan sinergisitas implementasi REDD di Provinsi Jambi. Tahap Pelaksanaan/ implementasi : 1. Tidak ada data yang akurat tentang potensi hutan dan perubahan penutupan kawasan hutan sehingga deteksi cadangan karbon di Provinsi Jambi sulit dilakukan. 2. Perlu waktu dan dana untuk implementasi skema REDD, karena skema tersebut merupakan upaya perbaikan/ peningkatan pengelolaan hutan dan mendukung program pembangunan di daerah. Jika hanya mengutamakan konservasi dan mempertahankan hutan saja keuntungan yang akan diperoleh daerah sangat kecil sekali. 3. Kurangnya sarana dan prasarana, khususnya penguasaan teknologi untuk pelaksanaan REDD. 4. Kesulitan mengintegrasikan program dengan lembaga/ institusi yang berwenang mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga desa. 5. Belum adanya aturan/ metodologi serta evaluasi yang disepakati bersama baik oleh pemerintah pusat maupun daerah tentang pelaksanaan REDD. 6. Belum ada aturan yang jelas tentang bagaimana mekanismenya daerah dapat menerima dana insentif dari Skema REDD, apakah bisa langsung atau bagi hasil. Namun untuk hal ini lebih baik mengadopsi sistem 5

penerimaan penerimaan PSDH dan DR yang dikelola oleh Departemen Kehutanan. Adapun harapan Pemerintah Daerah untuk implementasi Skema REDD adalah sebagai berikut : 1. Skema REDD hanya berlaku untuk 5 (lima) kawasan yaitu, hutan produksi, hutan konservasi dan lindung, hutan gambut, hutan tanaman dan perkebunan kelapa sawit. Perlu juga dilakukan kajian untuk memasukkan kawasan atau komoditi lainnya seperti tanaman karet karena di Provinsi Jambi terdapat perkebunan karet seluas 633.739 Ha. 2. Skema REDD mampu mengakomodir kepentingan masyarakat dan mendukung agenda pembangunan daerah. 3. Mekanisme insentif harus jelas dan benar-benar sampai pada sasaran, seperti di Provinsi Jambi utamanya masyarakat yang banyak bermukim didalam dan disekitar kawasan hutan dapat dijadikan potensi untuk pengamanan hutan sekaligus pengembangan ekonomi kemasyarakatan. 4. Berdasarkan point 3, tata cara implementasi REDD harus sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. 5. Pembagian insentif yang berkeadilan, transparant dan dapat dipertanggungjawabkan. 6