KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu

BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND DI WILAYAH KERJA KOPERASI PETERNAK GARUT SELATAN

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

Korelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

ANDI IRWAN ( ) UNDER GUIDANCE : SYAMARUDDIN SIREGAR AND BAMBANG KUNTORO ABSTRACT

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Kuda

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual

Bibit sapi perah holstein indonesia

EVALUASI KONDISI PERKANDANGAN DAN TATALAKSANA PEMERAHAN PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KPSBU LEMBANG

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sapi Potong. Kerbau Kuda Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut 2009

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

Peternakan/Husbandary. Jumlah Populasi Ternak Besar Menurut Jenis di Kab. Garut Tahun 2012 Number of livestocks by Kind in Garut, 2012.

Bibit sapi potong - Bagian 3 : Aceh

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

Evaluasi Penyimpangan Bobot Badan...Muhammad Iqbal

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang mengikuti perlombaan

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN. (Correlation of Body Measurements and Body Weight of Male Dombos)

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

MATERI DAN METODE. Materi

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Yogyakarta 2 Departmen Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI PASUNDAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER PADA BERBAGAI SKOR KONDISI TUBUH DI KECAMATAN TEGAL BULEUD KABUPATEN SUKABUMI

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak percobaan dalam penelitian ini adalah sapi perah bangsa Fries

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

BAB III MATERI DAN METODE. Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

PERTUMBUHAN PEDET BETINA DAN DARA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN BARAT KPSBU LEMBANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

PENDAHULUAN. Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

IV HASIL dan PEMBAHASAN

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

Transkripsi:

KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut) CHARACTERISTICS OF LACTATION DAIRY CATTLE FRIES HOLLAND (A Case at Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut) Ummi Subarkah*, Didin S. Tasripin**, Heni Indrijani** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2017 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email: ummisubarkah95@gmail.com Abstrak Penelitian mengenai identifikasi karakteristik sapi perah laktasi Fries Holland (FH) telah dilakukan di wilayah kerja KPGS Garut Selatan pada bulan Oktober 2016. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi karakteristik sapi perah FH berupa sifat kualitatif (ciri bangsa) serta sifat kuantitatif (lingkar dada, tinggi pundak, dan panjang badan). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan purposive sampling. Objek penelitian ini adalah sapi perah laktasi FH yang berjumlah 74 ekor sapi perah FH dari 20 peternak di TPK Pamegatan, TPK Mangunreja, TPK Ciharus, dan TPK Mekarmukti. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat kualitatif sapi perah FH yaitu 93% memiliki tanda putih pada dahi, 91% memiliki warna rambut bawah ekor bewarna putih/hitam, serta keempat kaki bagian bawah sebagian besar berwarna putih, dan 6% sapi perah masih memiliki seluruh kriteria ciri bangsa sapi perah FH. Sifat kuantitatif sapi perah FH laktasi 1 di wilayah kerja KPGS Garut Selatan memiliki yaitu lingkar dada 182,5±11,61 cm, tinggi pundak 129,3±9,92 cm, dan panjang badan 146,2±13,80 cm. Sapi perah FH laktasi 2 di wilayah kerja KPGS Garut Selatan memiliki lingkar dada 174,0± 19,50 cm, tinggi pundak 132,7 ± 8,69 cm, dan panjang badan 143,9±20,98 cm. Kata Kunci: karakteristik, ukuran tubuh, sapi perah, Fries Holland. Abstract A research about characteristics of lactation dairy cattle Friesh Holland (FH) have been done at Koperasi Peternak Garut Selatan region while October 2016. The purpose of this study were to evaluation characteristics of lactation diary cattle FH which consisting of qualitative (breed characteristics) and quantitative (chest size, shoulder height and body length). Method used in this study was survey with purposive sampling. Research objects were 74 head of FH lactation dairy cattle from 20 farmer in TPK Pamegatan, TPK Mangunreja, TPK Ciharus, and TPK Mekarmukti. Based on descriptive analysis, research showed that FH lactation dairy cattle breed characteristic were generally in good condition which indicated by 93% white mark on their forehead, 91% white under tail hair colour and under four legs are mostly white. There are 6% dairy cattle which still have entirely criteria of breed characteristic from dairy cattle FH. Meanwhile quantitative characteristics of lactation FH dairy cattle are 182.5±11.61 cm for chest size, 129.3±9.92 cm shoulder height, and 146.2±13.80 cm body lenght. Lactation FH dairy cattle are 174.0± 19.50 cm for chest size, 132.7 ± 8.69 cm shoulder height, and 143.9±20.98 cm body lenght. Keywords: characteristic, body size, cattle dairy, Fries Holland. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1

PENDAHULUAN Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang memiliki produksi susu paling tinggi diantara bangsa sapi perah yang lain. Potensi sapi perah keturunan FH dapat dimaksimumkan dengan perbaikan mutu bibit, diantaranya mengidentifikasi berbagai sifat kuantitatif dan kualitatif, sehingga diperoleh bibit atau keturunan sapi perah FH yang berkualitas. Sifat-sifat kuantitatif seperti lingkar dada, tinggi pundak, serta panjang badan sering dijadikan dasar dalam seleksi ternak. Selain itu, terdapat pula sifat-sifat kualitatif yang menjadi ciri khas utama pada sapi perah FH tersebut, seperti segitiga pada dahi, ujung ekor yang berwarna putih, serta bagian bawah carpus (femur sampai batas teracak) yang berwarna hitam/putih. Sifat kualitas dan kuantitas tersebut telah masuk kedalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam penilaian bibit sapi perah unggul. SNI ini juga digunakan sebagai acuan ketika melakukan evaluasi keberadaan galur murni sapi perah FH di suatu populasi. Koperasi Peternak Garut Selatan (KPGS) terletak di sebelah selatan Kota Garut sangat potensial untuk usaha sapi perah, ketinggian tempat antara 1250 sampai 1400 m di atas permukaan laut dan kondisi suhu 17 sampai 24 0 C. Menurut Tomyrambozha (2011) suhu yang ideal untuk ternak sapi perah adalah kurang dari 27 0 C, apabila lebih dari 27 0 C maka akan menyebabkan sapi stress, sulit mengeluarkan panas tubuhnya dan akhirnya berakibat pada produksi susu yang akan menurun. Sapi perah FH yang dipelihara oleh kelompok ternak di Koperasi Peternak Garut Selatan (KPGS) tentunya juga akan berpengaruh besar pada pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh. Ukuran tubuh sapi perah akan bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor iklim dan pakan, tetapi perbedaan ukuran tubuh tingkat variasinya tidak akan terlalu jauh karena faktor pakan konsentrat yang diberikan oleh para peternak berasal dari satu sumber dengan kualitas yang hampir yang sama. OBJEK DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi 1 dan laktasi 2 dengan total 74 ekor yaitu 38 ekor laktasi 1 dan 36 ekor laktasi 2 yang dipelihara oleh peternak di wilayah kerja KPGS Garut Selatan. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2

2. Metode Jenis penelitian adalah penelitian survey, dengan teknik penentuan peternak secara purposive sampling. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif sederhana. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah ukuran tubuh sapi perah FH yakni lingkar dada (LD), tinggi pundak (TP), dan panjang badan (PB), yang diukur dengan menggunakan tongkat ukur dan pita ukur. Pengamatan karakteristik sapi perah FH dilakukan secara langsung disertai wawancara dan pengisian kuisioner oleh peternak mengenai informasi umur dan periode laktasi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Koperasi Peternak Garut Selatan terletak di kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Cikajang terletak di sebelah Selatan Kabupaten Garut yang berada pada ketinggian 1.244 meter di atas permukaan laut dengan rata-rata 23 0 C. Batas Kecamatan Cikajang yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cilawu, Kecamatan Cigedug, Kecamatan Bayongbong dan Kecamatan Cisurupan. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cihurip, dan Kecamatan Banjarwangi. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cisompet dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pakenjeng dan Kecamatan Pamulihan. Wilayah kerja KPGS mencakup 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Cikajang, Kecamatan Pamulihan, Kecamatan Cihurip, Kecamatan Banjarwangi, juga sebagian Kecamatan Cigedug dan Kecamatan Cisurupan. Wilayah Kecamatan Cikajang memiliki rata-rata curah hujan 2.550 mm/tahun dalam 180 hari hujan pertahun. Wilayah kerja KPGS berada di Kabupaten Garut bagian Selatan yang memiliki potensi dalam pengembangan peternakan sapi perah. Potensi Kabupaten Garut bagian Selatan dapat dilihat dari ketersediaan lahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga dapat dimanfaatkan sebagai lahan pakan hijauan yang sangat dibutuhkan dalam peternakan sapi perah oleh penduduk. Kecamatan Cikajang dengan kondisi topografi berada diatas permukaan laut, menjadikan wilayah tersebut sangat berpotensi untuk berkembangnya usaha sapi perah. Kondisi topografi tersebut cocok untuk hidup dan berkembangnya sapi perah. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3

2. Pengamatan Ciri Bangsa Sapi Perah Laktasi FH di Wilayah Kerja KPGS Tanda Putih pada Dahi Tanda putih pada dahi merupakan salah satu ciri khas sapi perah Fries Holland yang paling melekat. Tanda putih pada dahi diamati dari berbagai hal, diantaranya sebagai berikut: a. keberadaan (ada/tidak ada) b. bentuk (segitiga tegas/melebar kearah dahi) c. serta ukuran (kecil/sedang/besar) Kemudian dari hasil pengamatan ukuran tersebut dibagi menjadi 7 kriteria yaitu: 1. Jelas Kecil (ada segitiga tegas kecil) 2. Jelas Sedang (ada segitiga tegas sedang) 3. Jelas Besar (ada segitiga tegas besar) 4. Tidak menutup diujung bawah (ada melebar kearah dahi kecil) 5. Lebih tidak menutup diujung bawah (ada melebar kearah dahi sedang) 6. Melebar searah tulang hidung (ada melebar kearah dahi besar) 7. Tidak terdapat tanda putih (tidak ada tanda putih pada dahi) Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, didapat ternak yang memiliki kriteria (1) sebanyak 13 ekor atau 17%, kriteria (2) sebanyak 11 ekor atau 15%, kriteria (3) sebanyak 17 ekor atau 23%, kriteria (4) sebanyak 3 ekor atau 4%, kriteria (5) sebanyak 11 ekor atau 15%, kriteria (6) sebanyak 13 ekor atau 17%, dan kriteria (7) sebanyak 6 ekor atau 9%. Dapat disimpulkan bahwa ternak yang memiliki tanda putih pada dahi paling banyak terdapat di kriteria nomor 3 sebanyak 17 ekor. Warna Ekor Warna ekor yang diamati yaitu warna pada rambut ekor bagian atas dan warna pada rambut ekor bagian bawah. Tabel 1. Data Pengamatan Warna Rambut Ekor Warna Ekor Bagian Atas Jumlah (ekor) % Hitam 12 16 Hitam-Putih 36 49 Putih-Hitam 3 4 Putih 23 31 Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4

Warna Ekor Bagian Jumlah (ekor) % Bawah Hitam 0 0 Hitam-Putih 2 3 Putih-Hitam 4 6 Putih 68 91 Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPGS Garut Selatan memiliki bagian bawah ekor yang berwarna putih. Merujuk pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah pada tahun 2002, hal ini merupakan sebuah kemunduran karena pada tahun 2002 didapat data warna putih pada rambut bagian bawah ekor sebesar 99,4%. Kaki Bagian Bawah Warna kaki bagian bawah yang diamati adalah dari keempat kaki, yaitu kaki depankanan, depan-kiri, belakang-kanan, dan belakang-kiri. Tabel 2. Data Pengamatan Kaki Bagian Bawah Warna Kaki Depan-Kanan Jumlah (ekor) % Hitam 9 12 Hitam-Putih 21 28 Putih-Hitam 16 22 Putih 28 38 Warna Kaki Depan-Kiri Jumlah (ekor) % Hitam 7 10 Hitam-Putih 18 24 Putih-Hitam 23 31 Putih 26 35 Warna Kaki Belakang-Kanan Jumlah (ekor) % Hitam 7 10 Hitam-Putih 24 32 Putih-Hitam 19 26 Putih 24 32 Warna Kaki Belakang-Kiri Jumlah (ekor) % Hitam 4 5 Hitam-Putih 22 30 Putih-Hitam 20 27 Putih 28 38 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas warna kaki bagian bawah sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPGS Garut Selatan keempatnya berwarna putih. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5

2. Pengamatan Ukuran Tubuh Sapi Perah Laktasi FH di Wilayah Kerja KPGS Lingkar Dada Pengamatan lingkar dada diukur dengan cara melingkarkan pita ukur ke sekeliling rongga dada dibelakang sendi bahu. Tabel 3. Data Pengamatan Lingkar Dada Sapi Perah FH Periode N LD (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) Koefisien Variasi (KV) 1 38 182,5 ± 11,61 153,0 200,0 6,36 2 36 174,0± 19,50 120,0 196,0 11,20 Ukuran rata-rata lingkar dada sapi perah laktasi 1 dan sapi perah laktasi 2 di wilayah kerja KPGS yaitu 182,5±11,61 cm dan 174,0 ± 19,50 cm. Pada data penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah tahun 2002 rata-rata lingkar dada sapi perah laktasi 1 dan laktasi 2 menunjukkan 177,2 cm dan 181,8 cm. Ukuran rata-rata lingkar dada sapi perah di KPGS Garut Selatan bila dibandingkan dengan data penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah tahun 2002 pada sapi perah laktasi 1 mengalami peningkatan dan pada sapi perah laktasi 2 mengalami penurunan. Adanya penurunan disebabkan oleh perbedaan umur ternak ketika pertama kali mengalami pubertas. Faktor lain juga yang mempengaruhi perkembangan lingkar dada pada sapi perah laktasi adalah jumlah beranak. Koefisien variasi pada sapi perah laktasi 1 dan 2 menunjukkan angka 6,36% dan 11,20% dapat diartikan bahwa lingkar dada sapi perah laktasi 1 tergolong seragam dan sapi perah laktasi 2 di wilayah kerja KPGS tergolong bervariasi, karena nilai koefisien variasi tersebut diatas 10%. Menurut pernyataan Nasution (1992), apabila nilai koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. Perbedaan ukuran lingkar dada ini tentu disebabkan oleh berbagai faktor selain usia, diantaranya genetik, manajemen pakan, serta manajemen pemeliharaan sendiri (Makin, 2011). Tinggi Pundak Pengamatan tinggi pundak diukur menggunakan tongkat ukur mulai dari titik tertinggi pundak secara tegak hingga permukaan tanah. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6

Tabel 4. Data Pengamatan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Periode N TP (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) Koefisien Variasi (KV) 1 38 129,3 ± 9,92 100,5 154,0 7,67 2 36 132,7 ± 8,69 122,5 176,5 6,55 Ukuran tinggi pundak sapi perah laktasi 1 di wilayah kerja KPGS yaitu 129,3 cm, angka tersebut mengalami penurunan dari data yang diambil pada penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah pada tahun 2002 yaitu 130,8 cm. Lain halnya pada ukuran tinggi pundak sapi perah laktasi 2 menunjukkan angka 132,7 cm, apabila dibandingkan dengan penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah tahun 2002 angka tersebut mengalami peningkatan. Terdapat perbedaan dari kedua ukuran tinggi pundak tersebut walaupun perbedaan tidak terlalu besar. Ukuran tinggi pundak sapi perah FH di wilayah kerja KPGS Garut Selatan meningkat dari laktasi 1 ke laktasi 2. Hal ini diduga disebabkan oleh umur dan genetik sangat mempengaruhi ukuran tubuh seekor ternak. Koefisien variasi pada ukuran tinggi pundak sapi perah laktasi 1 dan sapi perah laktasi 2 menunjukkan angka 7,67% dan 6,55% dapat diartikan bahwa tinggi pundak sapi perah di wilayah kerja KPGS Garut Selatan tergolog seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih dibawah 10% (Nasution, 1992). Nilai tinggi pundak juga dapat dipengaruhi oleh faktor tetuanya. Panjang Badan Panjang badan diukur dengan menggunakan pita ukur mulai dari tepi tulang humerus sampai tulang duduk. Tabel 5. Data Pengamatan Panjang Badan Sapi Perah FH Periode N PB (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) Koefisien Variasi (KV) 1 38 146,2±13,80 124,5 186,2 9,44 2 36 143,9±20,98 105,5 230,0 14,58 Panjang badan sapi perah laktasi 1 dan sapi perah laktasi 2 menunjukkan adanya perbedaan. Ukuran panjang badan pada sapi perah laktasi 1 bila dibandingkan dengan Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7

penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah tahun 2002, angka tersebut mengalami peningkatan dari semula 143,6 cm menjadi 146,2 cm. Lain halnya pada ukuran panjang badan sapi perah laktasi 2 tampak mengalami penurunan dari data pada penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah pada tahun 2002 dari semula 148,7 cm menjadi 143,9 cm. Hal ini disebabkan oleh manajemen pemberian pakan, genetik, serta kondisi ternak itu sendiri kurang baik sehingga menyebabkan laju pertumbuhannya rendah. Berdasarkan data pada Tabel 5, tampak bahwa data hasil pengamatan parameter ukuran panjang badan sapi perah laktasi 1 memperlihatkan nilai-nilai rataan yang seragam, sedangkan ukuran panjang badan sapi perah laktasi 2 di wilayah kerja KPGS Garut Selatan memperlihatkan nilai-nilai rataan yang masih bervariasi, hal tersebut terlihat dari koefisien variasi yang tinggi yakni diatas 10%. Sesuai dengan pernyataan dari Nasution (1992) apabila koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. KESIMPULAN Sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPGS Garut Selatan umumnya mengalami kehilangan ciri khas pada tanda putih di dahi dan warna bagian atas ekor. Merujuk pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah pada tahun 2002, terjadi penurunan sifat kualitiatif pada keberadaan tanda putih di dahi serta warna rambut bagian bawah ekor. Ukuran tubuh pada sapi perah laktasi 1 pada umumnya seragam, sedangkan ukuran tubuh pada sapi perah laktasi 2 cenderung bervariasi. Merujuk pada penelitian tahun 2002, telah terjadi peningkatan ukuran tubuh (lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan). SARAN Diperlukan pengawasan penggunaan pejantan yang sesuai dengan kemurnian bangsa sapi perah fries holland. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih penulis ucapkan juga kepada Tim Academic Leadership Grant (ALG) dibawah koordinasi Prof. Dr. Moh. Makin, MS yang telah memberikan dukungan materi untuk penelitian penulis. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8

DAFTAR PUSTAKA Makin, M. 2011. Tatalaksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu, Yogyakarta. hlm 9 Nasution, A. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti Secara Ilmiah Bagi Remaja. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2002. Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah. Proyek Pembibitan Ternak Sapi Perah, Sapi Potong, Domba, Unggas, dan hewan Kesayangan di Masyarakat Jawa Barat. Kerjasama antara Dinas Peternakan Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung. hlm 20-36. Tomyrambozha. 2011. Perencanaan dan Perancangan Kandang Sapi Perah. http://tomyrambozha.great-forum.com/t385-perencanaan-dan-perancangan-kandangsapi-perah. (27 Oktober 2011). Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9