BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan. Peranan bank dalam perekonomian yaitu sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah berdirinya Negara Indonesia, para Foundingfathers (para pendiri

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. Pertumbuhan ini dapat dilihat dari semakin banyaknya bankbank

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

B A B V P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, pengaturan mengenai Notarisdiatur dalamundangundang

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jasa dalam kehidupan bermasyarakat telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

ialah sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertamanya ialah

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Notaris/PPAT merupakan profesi hukum sekaligus sebagai suatu profesi

BAB I PENDAHULUAN. mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan pada lembaga Notariat yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang dikarenakan berkembangnya globalisasi kehidupan. Segala

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Berlakunya Undang-Undang. kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. akan disebut dengan UUJNP, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan kedua profesi tersebut. Namun, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang menganggap Notaris dan PPAT adalah profesi yang sama, padahal di antara keduanya terdapat perbedaan kewenangan. Anggapan ini muncul karena lazimnya Notaris dan PPAT dijabat oleh orang yang sama. Pada kenyataannya tidak selalu demikian, karena sampai saat ini masih ada yang hanya menjalankan jabatan Notaris ataupun PPAT saja. Notaris/PPAT diberi kewenangan oleh negara membuat alat bukti tertulis yang otentik. Kewenangan masing-masing telah ditentukan oleh negara dalam peraturan yang berbeda. Kewenangan Notaris ditentukan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dengan UUJN) yakni berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Ketentuan tersebut semakin diperjelas dalam penjelasan umum UUJN bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik tertentu yang tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Tidak ditentukan akta-akta yang dimaksud, pada prinsipnya Notaris dapat saja membuat akta selain akta

2 yang menjadi kewenangan PPAT. Akta tersebut meliputi semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan dalam peraturan perundangundangan atau yang dikehendaki oleh para pihak untuk dituangkan dalam akta otentik. Sementara itu kewenangan PPAT didasarkan pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut dengan PP No.37 Tahun 1998), yakni berwenang membuat akta-akta terkait perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Baik akta yang dikeluarkan oleh Notaris maupun PPAT keduanya adalah akta otentik. 1 Dalam kehidupan masyarakat yang modern kebutuhan akan akta otentik semakin meningkat. Masyarakat semakin menyadari pentingnya akta otentik dalam mendukung kekuatan hukum atas berbagai perbuatan yang dilakukannya. Oleh karena itulah pelayanan hukum yang diberikan oleh Notaris/PPAT saat ini sudah menjadi bagian dari kebutuhan hukum masyarakat. Masyarakat membutuhkan suatu akta otentik sebagai alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum tertentu. Otentifikasi dari akta tersebut sangat penting artinya dalam rangka hubungan hukum yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu pula akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara formal maupun material. 1 Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Pasal 1 ayat (1) PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat pembuat Akta Tanah.

3 Semua ini untuk menunjukkan bahwa akta otentik merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh. 2 Bertolak dari pemahaman inilah, pembuatan akta otentik tidak boleh tanpa dasar yang kuat atau sembarangan. Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata ditentukan syarat-syarat pembuatan suatu akta otentik yaitu yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu dan di tempat dimana akta dibuatnya. Dalam konteks ketentuan ini pegawai umum yang berkuasa dimaksud adalah Notaris. Notaris adalah pejabat yang diutamakan dalam pembuatan akta otentik 3. Notaris/PPAT sebagai pejabat umum yang mengemban tugas untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta otentik, diharapkan tidak menyalahgunakan jabatannya sehingga berpeluang merugikan kepentingan masyarakat, atau bahkan tanpa disadari dapat juga merugikan kepentingan Notaris/PPAT itu sendiri. Hal ini sangat mungkin terjadi karena dalam proses pembuatan akta tersebut tidak/belum dilandasi oleh bukti pendukung yang 2 Shantika Dwi Kartika, Pembuktian dalam Electronic Commerce dan Implikasinya Terhadap Notaris, http://shantidk.wordpress.com/, diakses pada tanggal 16 Desember 2012, bahwa pengakuan oleh UU Jabatan Notaris terhadap akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mengandung pengertian bahwa akta otentik mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu, untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Akta otentik harus memperhatikan prinsip dasar sah atau tidaknya suatu akta otentik agar dapat berfungsi sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. 3 Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

4 kuat. Notaris/PPAT seringkali terkecoh dengan iming-iming klien atau ada rasa khawatir jika kliennya berpindah ke Notaris/PPAT lain sehingga yang bersangkutan merasa akan kehilangan pemasukan (fee). Notaris/PPAT berani mengerjakan suatu pekerjaan disaat syarat-syarat untuk suatu pekerjaan tersebut belum terpenuhi, keberanian ini didasari rasa takut jika menolak maka akan kehilangan klien. Sehingga Notaris/PPAT tetap nekat mengerjakan suatu order meskipun pekerjaannya ini menyimpang secara hukum. Kondisi semacam inilah yang pada akhirnya menyebabkan Notaris/PPAT justru merugi dikemudian harinya jika produk yang dibuatnya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana mestinya, karena bagaimanapun mereka harus dapat mempertanggungjawabkan produk akta yang dibuatnya sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna di muka pengadilan. Salah satu dari produk yang dapat dibuat oleh Notaris/PPAT adalah surat keterangan yang disebut dengan covernote. Covernote pada prinsipnya bukan akta tetapi surat keterangan yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris/PPAT yang isinya menerangkan bahwa masih ada pekerjaan yang belum tuntas yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan Notaris/PPAT sebagai tindak lanjut dari telah dibuatnya akta otentik. Menariknya, jika dicermati tugas dan kewenangan Notaris atau PPAT dalam UUJN dan PP No.37 Tahun 1998 tidak ada satu ketentuan pun yang menegaskan bahwa Notaris/PPAT dapat mengeluarkan Covernote untuk menerangkan bahwa

5 akta yang akan dikeluarkan masih dalam proses berjalan. Artinya covernote bukanlah produk Notaris/PPAT berdasarkan perintah UUJN dan Peraturan Pemerintah tentang PPAT. Produk tersebut bagian dari kebutuhan yang berkembang dalam praktik. Hal yang melatarbelakangi perlunya penerbitan covernote karena Notaris/PPAT memerlukan waktu yang cukup lama dalam melakukan proses tindak lanjut setelah diterbitkan akta dan dikeluarkan salinannya. Misalnya para pihak meminta kepada Notaris untuk membuatkan akta pendirian/anggaran dasar suatu perseroan terbatas, tetapi berhubung permohonan pengesahan sebagai badan hukum yang diajukan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) memerlukan waktu cukup lama maka, para pihak perlu meminta covernote kepada Notaris untuk memberi jaminan bahwa pengurusan permohonan badan hukum yang sedang diurus oleh Notaris tersebut pasti dilaksanakan dan setelah Surat Keputusan dari Menteri Hukum dan HAM tentang Pemberian Status Badan Hukum keluar akan diserahkan kepada para pihak. Dengan melihat contoh tersebut Covernote tidak ubahnya sebagai suatu catatan yang menerangkan sesuatu hal/perbuatan yang sedang berproses. Oleh karenanya, jika dilihat dari kekuatan mengikatnya Covernote tidak dapat dikategorikan sebagai akta otentik. Keberadaan Covernote hanya sebagai surat keterangan. Meskipun hanya berfungsi sebagai keterangan, namun dalam mengeluarkan Covernote Notaris tidak boleh bertindak sembarangan, karena di dalam Covernote tersebut dibubuhi tanda tangan

6 dan cap/stempel jabatan Notaris/PPAT yang bersangkutan. Isi yang tercantum dalam Covernote tersebut tetap merupakan tanggung jawab Notaris/PPAT sepenuhnya dengan segala akibat hukumnya. Apabila penerbitan Covernote tidak menerapkan prinsip kehati-hatian berlandaskan pada bukti formil dan materiil maka hal ini akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari, karena isi yang diterangkan dalam Covernote ternyata tidak dapat dilaksanakan atau dipenuhi oleh Notaris/PPAT. Oleh karenanya Notaris/PPAT harus dapat meyakinkan kepada para pihak tentang kebenaran secara formal dan material mengenai isi Covernote yang dibuatnya. Melihat perkembangan yang ada dewasa ini, tidak sedikit Notaris/PPAT yang tersangkut perkara pidana karena penyalahgunaan tanggung jawab dan kewenangan yang dimilikinya. Kasus-kasus pidana yang melibatkan Notaris/PPAT, berkaitan dengan pertanggungjawaban Notaris/PPAT terhadap kebenaran materiil produk yang dibuatnya. Sejalan dengan prinsip dalam hukum pidana bahwa semua warga negara sama kedudukannya di depan hukum tidak terkecuali seorang Notaris/PPAT yang diduga telah melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan jabatannya, tetap harus diproses dan diadili sebagaimana mestinya demi menjaga martabat profesi Notaris/PPAT itu sendiri. Munculnya berbagai bentuk penyalahgunaan jabatan tersebut berkorelasi dengan tuntutan kebutuhan era modern yang seringkali mempengaruhi perilaku Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Terlebih lagi di daerah yang tingkat ekonomi, sosial, dan

7 budayanya maju seperti di Kabupaten Sleman. Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya membawa dampak pada meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa Notaris/PPAT. 4 Semakin maju suatu daerah maka semakin banyak pula perbuatan hukum yang melibatkan profesi Notaris/PPAT, pada konteks inilah diperlukan integritas moral yang tinggi dari seorang Notaris/PPAT dalam mengemban tugas jabatannya. Tanpa didukung dengan integritas moral akan berimplikasi pada perubahan pola hubungan antara Notaris/PPAT dan kliennya. Dapat saja terjadi Notaris/PPAT diperdayai oleh klien, atau sebaliknya Notaris/PPAT ingin melayani klien sebaik mungkin supaya klien tidak berpindah ke Notaris/PPAT yang lain. Berawal dari ketidaktotalan integritas inilah muncul berbagai perkara pidana yang melibatkan Notaris/PPAT. Notaris/PPAT belum tentu dari awal mempunyai niat untuk melakukan suatu perbuatan yang menyalahgunakan wewenangnya, namun karena adanya dorongan dari klien atau pun alasan lain dari Notaris/PPAT sendiri menyebabkan Notaris/PPAT lupa akan tanggung jawabnya. Berkenaan dengan hal itulah, dewasa ini cukup marak perbuatan pidana yang melibatkan Notaris/PPAT berkaitan dengan penerbitan surat keterangan yang disebut dengan Covernote. Persoalan ini terjadi karena pengguna jasa Notaris/PPAT menganggap Covernote merupakan surat sakti yang dapat digunakan oleh klien untuk melindungi kepentingannya 4 Pemerintah Kabupaten Sleman, Kependudukan (Demografi),,www.slemankab.go.id, diakses pada tanggal 16 Desember 2012, Jumlah penduduk pada tahun 2011 tercatat sebanyak 1.125.369 jiwa. Penduduk laki-laki berjumlah 559.302 jiwa (49,70%), perempuan 566.067 jiwa (50,30%) dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,73% dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 305.376.

8 terkait dengan proses hukum yang sedang berjalan. Demi berlindung dibalik pengutamaan layanan kepada klien, Notaris/PPAT sering tidak menyadari akan dampak dari perbuatannya yang dilakukan ketika menerbitkan Covernote. Lazimnya ini terjadi karena Notaris/ PPAT tidak menerapkan prinsip kehati-hatian sehingga terjebak mengeluarkan Covernote yang belum memenuhi syarat-syarat. Kondisi inilah yang menyebabkan muncul beberapa persoalan hukum berkenaan dengan Covernote. Sebagai ilustrasi, ada seorang klien yang menghadap kepada PPAT bernama A dengan membawa bukti pendaftaran atas suatu tanah yang sedang diproses di Kantor Pertanahan, klien tersebut sudah mempunyai itikad tidak baik pada awalnya untuk minta dibuatkan Covernote oleh PPAT A dengan membawa bekal bukti pendaftaran tanah tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seorang PPAT dalam membuat akta apapun tidak dapat hanya berdasarkan bukti pendaftaran melainkan juga harus disertai dan/atau diperlihatkan bukti kepemilikan atas tanah tersebut. PPAT tersebut memenuhi keinginan klien dengan mengeluarkan Covernote yang menyebutkan bahwa ia sedang memproses suatu pekerjaan seperti yang tercantum dalam bukti pendaftaran. Dalam kenyataannya yang memproses isi yang tecantum dalam bukti pendaftaran tersebut adalah PPAT lain. Ketika muncul permasalahan, menyebabkan PPAT A tersebut harus bertanggung jawab terhadap isi covernote yang telah dikeluarkannya. Dalam praktik persoalan pembuatan Covernote tidak hanya disebabkan oleh dorongan klien yang nakal, tetapi juga tidak menutup

9 kemungkinan disebabkan oleh lemahnya integritas moral dari Notaris/PPAT itu sendiri. Notaris/PPAT tidak dapat menjaga integritas moralnya sebagai pejabat umum yang seharusnya dapat memegang prisip kepercayaan. Ketika syarat-syarat untuk penerbitan Covernote sudah terpenuhi, seharusnya isi yang tertuang dalam Covernote dapat dijalankan oleh Notaris/PPAT. Dalam kenyataan isi Covernote tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan karena kesalahan Notaris/PPAT itu sendiri. B. Rumusan Masalah Bertolak dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk penyalahgunaan jabatan Notaris/PPAT dalam proses penerbitan Covernote pada praktiknya? 2. Apa saja bentuk perbuatan pidana dalam pelaksanaan isi Covernote yang dilakukan oleh Notaris/PPAT? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis, ditemukan adanya beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji tentang Covernote dan aspek pidana dalam pelaksanaan jabatan Notaris/PPAT : 1. Saprudin, 5 melakukan penelitian mengenai Tanggung Jawab Notaris Dalam Menerbitkan Covernote Sebagai Syarat Efektif Penarikan Kredit 5 Saprudin, 2010, Tanggung Jawab Notaris dalam menerbitkan Covernote Sebagai Syarat Efektif Penarikan Kredit dalm Perjanjian Kredit Bank (Studi Kasus pada PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Makassar), Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas

10 Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi Kasus Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Makassar). Rumusan masalah dalam penelitiannya adalah bagaimanakah kekuatan hukum covernote sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank ditinjau dari hukum perikatan maupun hukum kenotariatan, dan bagaimanakah tanggung jawab Notaris yang menerbitkan Covernote sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank apabila terjadi kesalahan atau kelalaian Notaris yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Adapun metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang ditunjang oleh penelitian empiris. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah: a. Covernote Notaris yang dijadikan sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank, dari aspek hukum perikatan memiliki kekuatan hukum mengikat pihak bank serta debitur apabila syarat covernote tersebut dicantumkan dalam perjanjian kredit yang dibuat secara sah. Dari aspek hukum kenotariatan Covernote tidak memiliki kekuatan hukum sebagai ambtelijke acte, sehingga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. b. Bentuk pertanggungjawaban yang dapat dituntut kepada Notaris akibat dari kegagalan covernote yang disebabkan oleh adanya kesalahan atau kelalaian Notaris adalah pertanggungjawaban secara perdata maupun pidana. Gadjah Mada Yogyakarta,Tidak dipublikasikan.

11 Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini karena fokus dari peneliti tidak hanya Covernote dalam perjanjian kredit bank, melainkan semua bentuk Covernote yang dapat diterbitkan oleh Notaris/PPAT dalam pelaksanaan jabatannya. Selain itu peneliti juga memfokuskan pada aspek pidana yang berkaitan dengan penerbitan covernote oleh Notaris/PPAT. 2. Sri Widiyanti, 6 melakukan penelitian tentang pertanggungjawaban pidana Notaris/PPAT pada kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya (studi kasus di Kabupaten Purworejo). Rumusan masalah dalam penelitiannya adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana Notaris/PPAT terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya, dan hambatan-hambatan apakah yang dihadapi dalam penegakan hukum pidana pada kasus pertanggungjawaban Notaris/PPAT terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, hasil kesimpulan penelitian sebagai berikut : a. Notaris/PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai pejabat umum harus senantiasa berpegang pada integritas moral kode etik dan etika profesi serta peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan jabatannya. Apabila terjadi pelanggaran oleh Notaris/PPAT terlebih telah terpenuhi unsur-unsur tindak pidana 6 Sri Widiyanti, 2008, Pertanggungjawaban Pidana Notaris/PPAT pada Kebenaran Materiil Akta yang Dibuatnya (Studi Kasus di Kabupaten Purworejo), Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,Tidak dipublikasikan.

12 maka tidak menutup kemungkinan Notaris/PPAT akan dikenai hukuman pidana penjara. b. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum pidana pada kasus pertanggungjawaban Notaris/PPAT terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya adalah: 1) Notaris/PPAT sering melindungi diri atas kesalahan dalam pembuatan akta dengan dalih akta yang dibuatnya merupakan partiej acte, namun pada kenyataannya terbukti Notaris/PPAT kurang hati-hati dan kurang cermat dalam membuat akta sehingga merugikan pihak lain dan mengakibatkan dirinya dituntut secara pidana. 2) Adanya kesalahan pemahaman mengenai perlunya persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) jika ada Notaris yang dipanggil untuk kepentingan proses peradilan misalnya penyidikan. Hal ini sering dijadikan dalih Notaris untuk mengelak setiap panggilan. 3) Adanya ketidakjelasan pengaturan mengenai syarat dan tata cara pengambilan minuta akta atau fotokopinya dan pemanggilan Notaris. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan, karena fokus dari peneliti adalah mengenai aspek pidana yang terjadi berkaitan dengan penerbitan Covernote oleh Notaris/PPAT. Peneliti lebih fokus pada masalah yang berkaitan dengan penerbitan Covernote yang

13 merupakan salah satu kewenangan Notaris/PPAT dalam pelaksanaan jabatannya tetapi berimplikasi pidana. 3. Slamet Sumardi, 7 melakukan penelitian tentang prinsip kehati-hatian Notaris/PPAT dalam praktik penerbitan covernote pada saat realisasi kredit. Rumusan masalah dalam penelitiannya adalah bagaimana Notaris/PPAT menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan Covernote pada saat realisisi kredit, dan faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat Notaris /PPAT dalam menerapkan prinsip kehatihatian dalam menerbitkan covernote pada saat realisasi kredit. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris (normatif empiris), hasil kesimpulan penelitian sebagai berikut: a. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian Notaris/PPAT dalam menerbitkan Covernote berkaitan dengan kredit bank harus dimulai dengan kehati-hatian Notaris/PPAT dalam menerbitkan akta-akta yang dibuat terkait dengan perjanjian kredit bank. Kehati-hatian Notaris/PPAT dalam menerbitkan akta dilakukan dengan sikap cermat, teliti dan profesional. Akta yang dibuat harus dapat memberikan kepastian terhadap bank dan debitur serta terhindar dari risiko yang merugikan dan kemungkinan munculnya tuntutan dari pihak ketiga. Selain itu tetap memperhatikan apa yang diatur dalam 7 Slamet Sumardi, 2011, Prinsip Kehati-hatian Notaris/PPAT dalam Praktik Penerbitan Covernote pada Saat Realisasi Kredit, Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,Tidak dipublikasikan.

14 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian dan peraturan tentang jabatan Notaris itu sendiri. b. Faktor-faktor penghambat Notaris/PPAT dalam menerbitkan Covernote yang menjadikan kurang berhati-hati lebih banyak berada dalam diri Notaris/PPAT itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan hubungan antara Notaris/PPAT dengan bank atau kliennya dan adanya tekanan psikologis yang diciptakan oleh Notaris/PPAT itu sendiri. Penelitian ini berbeda dari penelitian yang peneliti lakukan karena peneliti tidak hanya meneliti mengenai permasalahan Covernote dalam realisasi kredit bank namun Covernote dalam semua aspek yang menyangkut pelaksaan jabatan Notaris/PPAT. Peneliti juga meneliti mengenai bentuk-bentuk penyalahgunaan atas isi Covernote yang diterbitkan oleh Notaris/PPAT yang dapat menimbulkan suatu perbuatan pidana. Perbedaan dari ketiga penelitian tersebut di atas dengan penelitian ini adalah peneliti lebih mengedepankan tentang permasalahan yang berkaitan dengan dikeluarkannya Covernote oleh Notaris/PPAT dan aspek pidana yang terjadi dalam permasalahan tersebut. Oleh karena itu penulis mengambil judul Aspek Pidana Dalam Pelaksanaan Isi Covernote Oleh Notaris/PPAT Di Kabupaten Sleman.

15 D. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada rumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui berbagai bentuk penyalahgunaan jabatan Notaris/PPAT dalam proses penerbitan Covernote pada praktiknya. 2. Untuk mengetahui berbagai bentuk perbuatan pidana dalam pelaksanaan isi Covernote yang dilakukan oleh Notaris/PPAT. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis yaitu : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan bidang hukum kenotariatan pada khususnya, agar Notaris/PPAT sebagai pejabat umum dapat menerapkan asas kehatihatian dalam melaksanakan jabatannya sehingga tidak mudah terjerat perkara pidana dalam penerbitan Covernote. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: a. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi pemerintah yang dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris untuk mengawasi Notaris dalam menjalankan jabatan dan tugasnya sehingga dapat sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

16 b. Notaris/PPAT Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi Notaris/PPAT sebagai rujukan dalam pembuatan berbagai bentuk Covernote dengan lebih berhati-hati, cermat dan teliti serta jujur dan bertanggungjawab. c. Organisasi Notaris dan PPAT Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi organisasi profesi, baik Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) maupun PPAT yaitu IPPAT dalam menjalankan keorganisasiannya. d. Mahasiswa Kenotariatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi mahasiswa kenotariatan yang nantinya akan memangku jabatan sebagai seorang Notaris agar di dalam menjalankan tugas dan jabatannya lebih bertanggungjawab dan jujur serta memegang teguh peraturan yang berlaku. e. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat terutama pengguna jasa Notaris/PPAT karena dapat digunakan sebagai informasi awal untuk lebih mengetahui dan memahami mengenai jabatan Notaris/PPAT agar tidak tercipta permasalahan hukum dikemudian hari antara masyarakat sebagai klien dan Notaris/PPAT sebagai pejabat umum.