BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB II PENGGUNAAN PENANDA DNA SPESIFIK BETINA DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE

BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan,

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik.

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu makanan yang memiliki nilai gizi yang baik bagi

I. PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan yang semakin luas,

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditemukan di bagian barat pulau Bali. Jalak Bali telah dilindungi secara. nasional dalam Surat Keputusan Mentri Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

DAFTAR PUSTAKA. Christidis, L. (1985) A rapid procedure for obtaining chromosome preparations from birds. Auk 102:

UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

BAB I. PENDAHULUAN. tahun Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

SKRIPSI. KEANEKARAGAMAN GENETIK DAN IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN Lonchura fuscans SECARA MOLEKULER. Disusun oleh: Carolina Yulent Carlen

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. AKSRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN...

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya genetik ternak lokal yang berasal dari Kabupaten Cianjur, Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

II. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

Materi Pokok Materi penjabaran Lingkup materi Fisiologi Tumbuhan. Struktur Bagian Tubuh Tanaman. Reproduksi Tumbuhan. Sistem Transportasi

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakkan dalam penelitian ini adalah deskriptif,

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang


TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG KEPODANG (Oriolus chinensis maculatus L.) DENGAN TEKNIK PCR (Polymerase Chain Reaction) MENGGUNAKAN PRIMER SEXING

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Undang-

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan geografis dan perbedaan antar spesies burung. Kendala lain yaitu

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

TINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah burung di Indonesia mencapai 1598 jenis dari 10000 jenis burung yang ada di dunia, dengan 372 jenis status endemik Indonesia, spesies burung Familia Columbidae merupakan salah satunya. Burung-burung yang termasuk ke dalam Familia Columbidae diantaranya: Columba livia (burung merpati), Streptopelia chinensis (burung terkukur), Streptopelia bitorquata (burung puter), dan Geopelia striata (burung perkutut). Persebaran burung Familia Columbidae ini cukup luas mulai dari Asia, India dan Eropa (Wu et al., 2007). Burung yang paling terkenal dari Familia ini adalah burung perkutut dengan suaranya yang khas. Menurut Sarwono (1991), burung perkutut berbeda dengan burung berkicau. Pada burung berkicau unsur latihan sangat memegang peranan, sedangkan perkutut memiliki dasar bakat yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diubah. Kualitas suara pada burung perkutut ini menentukan nilai jualnya, semakin bagus suaranya maka nilai jualnya pun semakin tinggi. Jika anakan burung puter harganya Rp. 20.000/ekor, sedangkan burung merpati Rp. 35.000/ekor, dan burung tekukur Rp. 150.000, maka burung perkutut anakan umur 2 bulan dapat mencapai Rp. 750.000 Rp. 1.500.000/ekor sedangkan harga perkutut juara dapat mencapai harga Rp. 750.000.000/ekor (Okto, 1999), merupa- 1

2 kan harga yang fantastis bagi seekor burung. Bibit burung yang baik adalah pejantan yang dipilih dari burung bersuara bagus (nyaring, bening dan jelas), sehat, bertubuh besar dan rajin berbunyi (Sarwono & Sujatmaka, 1999). Keempat anggota burung Familia Columbidae, merupakan hewan yang sudah sejak lama dipelihara dan dibudidayakan oleh para penggemar burung. Penentuan jenis kelamin memegang peranan penting terutama berkaitan dengan pemilihan anakan dari bibit unggul. Namun, ada kendala yang ditemukan pada usaha budidaya burung Familia Columbidae ini yaitu kesulitan dalam penentuan jenis kelamin. Wu et al. (2007) mengatakan bahwa 60% dari keseluruhan burung Familia Columbidae merupakan spesies burung monomorfik. Pada spesies burung monomorfik, baik burung yang masih muda (young bird) maupun yang sudah dewasa (melewati masa pubertas) jenis kelaminnya sangat sulit untuk tentukan berdasarkan analisis morfologi luarnya saja (Cerit & Avanus, 2006). Diperlukan teknik-teknik khusus untuk menentukan jenis kelamin pada burung Familia Columbidae ini, diantaranya: vent sexing, laparoscopy, steroid sexing, dan karyotyping (Cerit & Avanus, 2006). Kemudahan dari metode-metode tersebut tergantung dari fasilitas laboratorium dan pengalaman para peneliti. Vent sexing memerlukan seorang ahli dalam menentukan jenis kelamin spesies burung monomorfik. Laparaoscopy, cara ini sangat riskan karena disertai pembedahan terlebih bila diterapkan pada burung berukuran tubuh kecil seperti perkutut contohnya. Selain itu, setelah pembedahan selesai, maka burung tersebut harus dirawat dan dipulihkan kembali dengan perawatan intensif. Analisis hormon steroid pada telur (steroid sexing), Petrie et al. (2001) menemukan bahwa

3 konsentrasi hormon yang terdapat pada kuning telur jantan dengan betina berbeda secara signifikan. Namun, metode ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, khususnya mengenai akurasi dan spesifikasi pengukuran hormon (Von Engelhardt & Groothuis, 2005). Karakterisasi kromosom (Karyotyping), dilakukan dengan membadingkan ukuran kromosom W yang berukuran lebih kecil dari kromosom Z. Kelemahan metode ini adalah sulitnya mendapatkan sel yang baik dalam kultur sel (Christidis, 1985). Inovasi terbaru yang sudah lebih maju telah ditemukan oleh Griffiths et al. (1998), yaitu penentuan jenis kelamin menggunakan teknik molekuler. Sejak ditemukannya gen jenis kelamin dengan teknik molekuler, teknik-teknik lainnya sudah jarang dilakukan. Inovasi teknik molekuler ini telah membuka jalan baru bagi para peneliti yang bergerak pada bidang ini (Ellegren, 1996). Menurut Suryanto (2003), perkembangan ilmu dan pengetahuan dalam biologi molekuler, khususnya pada pengkajian karakter bahan genetik telah menghasilkan kemajuan yang sangat pesat bagi perkembangan penelaahan suatu organisme dan pemanfaatannya bagi kesejahteraan manusia. Clinton (1994) mengatakan bahwa dengan teknik molekuler proses identifikasi jenis kelamin menjadi lebih cepat, jenis kelamin burung sudah dapat ditentukan pada embrio burung yang berusia 5-7 hari (deteksi dini) dan hasilnya sudah dapat diketahui pada hari berikutnya, sedangkan jika menggunakan teknik lain, harus menunggu hingga burungnya mencapai tahap dewasa. Sarwono (1991) mengatakan bahwa burung perkutut mencapai dewasa kelamin pada umur 6 bulan dan siap untuk kawin pada umur 10 bulan. Keuntungan deteksi dini dengan teknik

4 molekuler ini salah satunya dapat meningkatkan harga jual burung (contohnya, burung perkutut) dengan kualitas unggul tanpa harus menunggu berbulan-bulan. Identifikasi jenis kelamin secara molekuler ini menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR). Teknik PCR dapat digunakan secara lebih luas pada banyak spesies (Quinn et al., 1990). Teknik PCR telah digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin pada embrio ayam, kemudian dikembangkan dengan menggunakan primer sexing (Petitte & Keglemeyer, 1992). Primer sexing, contohnya P2 & P8, 2550F & 2718R dan 1237L & 1272H pernah digunakan oleh Fridolfsson & Ellegren (1999). Ketiga primer tersebut, akan menghasilkan satu fragmen DNA pada burung jantan sedangkan pada burung betina dua fragmen DNA dengan gel agarosa. Namun, ada beberapa pengecualian, yaitu, pada Anatidae, Gruidae, Solopacidae, Falconidae, dan Accipiteridae hanya menghasilkan 1 fragmen DNA baik pada burung jantan maupun betina dengan primer 2250F&2718R. Primer P2 & P8 juga memiliki peluang untuk menghasilkan hanya 1 fragmen DNA pada ke dua jenis kelamin. Hal ini dapat disebabkan ukuran kromosom Z yang diamplifikasi lebih pendek daripada kromosom W. pada kasus seperti ini dapat terjadi kesalahan identifikasi betina menjadi jantan. Untuk mengatasi hal ini, digunakan Primer TurSexOPAV17-F dan TurSexOPAV17-R (Wu et al., 2007) yang hanya akan mengenali fragmen DNA spesifik betina pada Familia Columbidae. Primer spesifik ini tidak akan mengenali fragmen DNA pada burung jantan dan pada burung betina akan dihasilkan satu fragmen DNA.

5 Pada penelitian ini digunakan sampel DNA burung Familia Columbidae, yaitu: burung merpati, burung tekukur, burung puter, dan burung perkutut karena burung perkutut dan burung tekukur belum dapat dibedakan secara morfologi, diharapkan dengan teknik molekuler ini, jenis kelamin burung-burung tersebut dapat dibedakan. Selain digunakan sebagai sampel penelitian, burung merpati digunakan pula sebagai kontrol karena merupakan anggota Familia Columbidae yang sudah dapat dibedakan secara morfologi yaitu dengan melihat bulu di bagian dada. Pada merpati jantan lebih mengkilap daripada bulu dada burung merpati betina. Burung merpati juga telah banyak diteliti, sehingga mudah untuk mendapatkan informasi tentang burung ini. C. Rumusan Masalah Apakah Primer TurSexOPAV17-F dan TurSexOPAV17-R dapat membedakan jenis kelamin burung jantan dengan burung betina pada sampelsampel DNA: Columba livia (merpati), Streptopelia chinensis (tekukur), Streptopelia bitoquata (puter), dan Geopelia striata (perkutut) berdasarkan ada tidaknya fragmen DNA yang muncul? D. Batasan Masalah 1. Sampel DNA yang digunakan berasal dari darah burung merpati, burung perkutut, burung tekukur, dan burung puter yang telah diisolasi oleh Nurtikasari (2009) dan Pertiwi (2009). Masing-masing spesies terdiri dari enam individu.

6 2. Primer yang digunakan adalah primer spesifik yang berasal dari Streptopelia orientalis TurSexOPAV17-F (5 -GTC TCG TTT GCT AAC ACC TCC CTT G-3 ) dan TurSexOPAV17-R (5 -ACT GAA GGG CAT TCC CAT GTC CAT C-3 ). 3. Suhu annealing yang digunakan berkisar 50-55 C. 4. Analisis penentuan jenis kelamin hanya berdasarkan DNA. 5. Konsentrasi gel agarosa untuk elektroforesis hasil PCR dengan primer spesifik betina TurSexOPAV17-F dan TurSexOPAV17-R sebesar 2% selama 120 menit dengan tegangan sebesar 50 volt. 6. Tidak dilakukan analisa morfologi untuk setiap sampel-sampel spesies burung yang digunakan. E. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah primer spesifik TurSexOPAV17-F dan TurSexOPAV17-R dapat membedakan DNA burung jantan dengan burung betina? 2. Berapakah suhu annealing yang cocok untuk masing-masing spesies? 3. Berapakah ukuran fragmen DNA yang dimiliki masing-masing spesies burung Familia Columbidae? F. Tujuan Untuk menentukan jenis kelamin spesies burung Familia Columbidae, berdasarkan ada atau tidaknya fragmen DNA yang muncul, sehingga jelas perbedaan antara burung jantan dengan burung betina.

7 G. Manfaat Memudahkan para peneliti mengidentifikasi jenis kelamin pada burung monomorfik. Dapat digunakan pula sebagai informasi pelengkap yang akurat, jadi tidak hanya berdasarkan karakter morfologi, anatomi dan perilakunya saja, namun secara molekuler pula karena dapat membantu menentukan jenis kelamin burung sejak usia dini.