Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

STRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tektonik wilayah Asia Tenggara dikontrol oleh interaksi empat lempeng utama,

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI PARIGI DI DAERAH PANGKALAN, KARAWANG, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

// - Nikol X - Nikol 1mm

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

II. GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

Bab II Kerangka Geologi

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada Sungai Kedawung. Secara geologi, menurut Pringgoprawiro (1982) formasi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ciri Litologi

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

BAB I PENDAHULUAN. Batuan sedimen merupakan salah satu aspek penting dalam melihat sejarah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB IV KONDISI GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab II Geologi Regional

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN

Transkripsi:

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi yang baik untuk penelitian geologi karena di lokasi ini tersingkap batugamping Formasi Prupuh yang berumur Miosen Awal dan Formasi Paciran yang berumur Pliosen. Topik yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana sejarah geologi di wilayah ini kaitanya dengan dijumpainya kontak antara dua formasi dengan umur yang jauh berbeda. Analisa perkembangan fasies dan lingkungan pengendapann akan menunjukkan dinamika sedimentasi yang terjadi. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data stratigrafi terukur beserta dengan sampel paleontologi dan petrografi pada beberapa interval yang mewakili. Analisa dilakukan dengan cara membagi fasies berdasarkan ciri litologi yang diitegrasikan dengan data umur dan lingkungan pengendapan. Berdasarkan litofasiesnya, stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 fasies, fasies 1 : wackestone, fasies 2: packestone, facies 3: coraline foatstone, fasies 4: ongkoid floatstone. Dibagian bawah jalur pengukuran pada interval 0-17 m berkembang perselingan fasies wackstone-packstone. Pada interval 17-18.7 m dijumpai adanya paleosoil. Diatas dari paleosoil pada interval 18.7-42 m dijumpai coraline floatstone yang berubah kearah atas dari interval 42-54.6 menjadi ongkoid floatstone. Sedimentasi dimulai dari pengendapan perselingan fasies wackstone dan packstone Formasi Paciran yang berumur N3-4 pada lingkungan yang semakin mendangkal ke arah atas. Lingkungan berubah dari batimetri neritik luar menuju neritik tepi ditunjukkan oleh kandungan fosil bentonik. Keberadaan paleosoil menunjukkan bahwa setelah pengendapan perselingan wackstone- packstone, batuan tersingkap di permukaan dan mengalami pelapukan. Perubahan lingkungan dari laut menjadi darat yang dicirikan oleh paleosoil mengindikasikan turunnya muka air laut. Proses sedimentasi selanjutnya berlangsung saat muka air laut naik yang ditunjukkan oleh pengendapan coraline floatstone yang berubah kearah atas menjadi ongkoid floatstone Formasi Paciran. Cekungan pengendapan di daerah penelitian saat pengendapan Formasi Prupuh dimodelkan berada pada daerah open sea shelf yang kemudian berubah menjadi lingkungan darat yang terjadi akibat terjadinya penurunan muka air laut sepanjang Miosen Tengah hingga Akhir. Penurunan muka air laut ini berkaitan dengan adanya tektonik kompresional yang menyebabkan inversi di Cekungan Jawa Timur. Pada Pliosen awal terjadi kenaikan muka air laut yang ditandai dengan pengendapan Formasi Paciran pada lingkungan laut dangkal (fore slope reef shelf lagoon open circulation). Kata Kunci: Dinamika sedimentasi, Formasi Prupuh, Formasi Paciran 1. Pendahuluan Cekungan Jawa Timur merupakan cekungan penghasil hidrokarbon yang besar di Jawa. Dari sumur pemboran di wilayah ini diketahui bahwa reservoirnya berasal banyak dari batuan karbonat. Keberadaan reservoir karbonat sebagai reservoir utama di wilayah ini berhubungan dengan tektonik dan perubahan muka air laut yang terjadi pada cekungan (Gambar 1). Fase Transgresi pada Oligosen hingga Miosen menyebabkan pengendapan Formasi Kujung- Tuban-Prupuh dan Rancak. Tektonik inversi yang terjadi mulai Miosen Tengah dengan puncak pada Pleistosen mengakibatkan terjadinya fase regresi. Pengendapan pada fase regresi yang diselingi fase transgresi ini mengendapkan Formasi Ngrayong, Wonocolo, Mundu, Paciran dan Lidah (Satyana & Djumlati, 2003). Di daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur, yang secara geologi termasuk dalam Cekungan Jawa Timur (Gambar 2), dijumpai singkapan Formasi Prupuh dan Paciran. Singkapan berupa tebing dengan kenampakan perlapisan batuan yang cukup baik. Formasi Prupuh dari penelitian terdahulu berumur Miosen Awal, sedangkan Formasi Paciran berumur Pliosen (Pringgoprawiro, 1983). Keberadaan singkapan batuan yang yang menunjukkan ketidakselarasan ini menjadi menarik karena dapat menunjukkan dinamika sedimentasi yang terjadi pada daerah tersebut. Sejarah sedimentasi dapat diketahui dari analisa fasies pengendapan. Setiap fasies pengendapan akan menunjukkan lingkungan pengendapan yang khas (Selly, 1985). Perubahan dari lingkungan pengendapan akan menunjukkan bagaimana dinamika dari suatu cekungan. Mengacu kepada hal tersebut maka dilakukan pengambilan data dan analisa stratigrafi di daerah Solokuro dan Paciran.dengan tujuan untuk mengetahui dinamika sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran. 62

2. Metode 2.1 Metode Pengumpulan Data Penelitian dinamika sedimentasi Formasi Prupuh-Paciran dilakukan dalam beberapa tahapan yakni tahap persiapan, tahap observasi dan pengambilan data di lapangan dan tahap analisa serta interpretasi di studio. Tahap persiapan merupakan tahap awal yang meliputi studi pustaka dan geologi regional Tahap pengambilan data dilakukan di daerah Solokuro dan Paciran dimana dijumpai singkapan batuan Formasi Prupuh dan Paciran. Pengambilan data meliputi pengukuran stratigrafi terukur serta pengambilan sampel paleontologi dan petrografi pada interval yang mewakili. Tahap analisa dilakukan dengan melakukan analisa fasies pengendapan berdasarkan litologi, analisa laboratorium terhadap sampel paleontologi untuk mendapatkan informasi umur dan lingkungan pengendapan, serta analisa petrografi untuk mendukung data litologi. Tahapan interpretasi merupakan tahapan integrasi hasil dari penelitian. 2.2 Metode Analisis Data Analisa fasies dilakukan dengan cara membagi litologi yang ada berdasarkan ciri litologi, struktur sedimen, geometri maupun kandungan fosil. Setiap fasies akan memberikan informasi tentang lingkungan pengendapan. Analisa paleontologi yang dilakukan berupa analisa mikrofosil (foraminifera). Hasil dari analisa tersebut akan mendukung analisa lingkungan pengendapan dan juga menunjukkan umur saat batuan tersebut terbentuk. Analisa petrografi dilakukan dengan membuat sayatan tipis yang kemudian diamati dengan mikroskop polarisasi. Hasil dari analisa ini akan mendukung data litologi dalam hal komposisi dan tekstur batuan. 3. Hasil dan Pembahasan Pengukuran stratigrafi rinci dilakukan pada singkapan batuan secara vertikal. Jalur pengukuran tidak berada pada satu jalur lurus dikarenakan sebagian singkapan tertimbun tanah maupun dipakai sebagai ladang. Total ketebalan yang diukur pada daerah penelitian adalah 54, 6 m (Gambar 3). Berdasarkan hasil analisa, fasies yang berkembang dapat dibagi menjadi fasies yakni, fasies 1 : wackestone, fasies 2: packestone, facies 3: coraline floatone, fasies 4: ongkoid floatstone, fasies 5: paleosoil. Fasies wackstone-packstone dijumpai dibagian bawah jalur pengukuran pada interval 0-17 m. Fasies coraline floatstone dijumpai pada interval 18.7-42 m dan fasies ongkoid floatstone dijumpai pada interval 42-54.6 m. Fasies Wackestone Secara megaskopis dilapangan menunjukkan ciri-ciri warna segar putih agak kekuningan dan warna lapuk kuning kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir pasir halus, sortasi baik, struktur sedimen yang berkembang berupa perlapisan, komposisi mineral karbonat, fosil. P02 (Gambar 4) menunjukan tekstur klastik, ukuran material penyusun < 0,5 mm, tersusun atas fosil berupa fosil foraminifera plangtonik, lumpur karbonat (mikrit), semen karbonat (sparit). Kelimpahan fosil (15%), Micrit (50%), Sparit (35%) dan terdapat bentuk porositas berupa vug lubang terbentuk akibat dari proses plarutan. Berdasarkan hasil analisa tersebut maka nama batuan pada fasies ini adalah Wackestone. (klasifikasi Embry & Klovan, 1971). Fasies Packstone Secara megaskopis dilapangan menunjukkan ciri-ciri warna segar putih kekuningan dan warna lapuk abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir pasir sedang- kasar, sortasi baik, menunjukan struktur perlapisan, komposisi mineral karbonat, fosil. P08 (Gambar 5) menunjukkan tekstur klastik, ukuran material penyusun 0,1 mm, tersusun atas fosil berupa fosil foraminifera plangtonik, lumpur karbonat (mikrit), semen karbonat (sparit). Kelimpahan Fosil (45%), Micrit (25%), Sparit (30%). Berdasarkan hasil analisa tersebut maka nama batuan pada fasies ini adalah Packstone (klasifikasi Embry & Klovan, 1971). Fasies Coraline Floatsone Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis fasies ini memiliki warna segar putih kekuningan, warna lapuk putih kemerahan, struktur massif, tekstur klastik, tersusun dominan oleh koral dengan pecahan cangkang moluska dan alga yang dominan berukuran lebih dari 2mm mengambang dalam lumpur karbonat. Berdasarkan kenampakan tersebut maka nama batuan pada fasies ini adalah Coraline Floatstone (klasifikasi Embry & Klovan, 1971). Ronggarongga hasil pelarutan (lapies) banyak dijumpai pada fasies ini. P10 (Gambar 6) menunjukkan tekstur klastik dengan ukuran aneka ragam 0,25 0,5 mm, dengan komposisi pecahan koral dan beberapa fosil lain yang sulit teridentifikasi yang mengambang dalam lumpur karbonat. Kelimpahan Fosil ( 15%), Micrit ( 75%), Sparit 63

(10%). Berdasarkan hasil analisa tersebut maka nama batuan pada fasies ini adalah Floatstone (klasifikasi Embry & Klovan, 1971). Fasies Ongkoid Floatstone Fasies ini dilapangan menunjukkan warna segar putih kekuningan dan warna lapuk putih kemerahan, struktur masif, banyak mengandung ongkoid, dan pecahan cangkang moluska dan ganggang yang berukuran > 2mm mengambang dalam lumpur karbonat, dijumpai. ronggarongga hasil pelarutan. Berdasarkan kenampakan tersebut maka nama batuan pada fasies ini adalah Ongkoid Floatstone (klasifikasi Embry & Klovan, 1971). P11 (Gambar 7) menunjukkan tekstur klastik, ukuran butir > 2mm, tersusun oleh alga, pecahan koral dan foraminifera. Semen karbonat yang sebagian mengisi rongga pelarutan. Kelimpahan Fosil ( 45%), Micrit ( 30%), Sparit ( 25%). Berdasarkan hasil analisa tersebut maka nama batuan pada fasies ini adalah Floatstone (klasifikasi Embry & Klovan, 1971). Dinamika sedimentasi daerah Solokuro dan Paciran disusun berdasarkan fasies yang berkembang yang diintegrasikan dengan hasil data paleontologi. Sedimentasi dimulai dari pengendapan asosiasi fasies wackstone dan packstone yang dimasukkan ke dalam Formasi Prupuh menurut Pringgoprawiro (1983). Kesebandingan dengan data regional dilakukan berdasarkan ciri litologi dan juga umur batuan. Dari hasil analisa paleontologi batuan ini berumur N3-4 atau Miosen Awal dan diendapkan pada lingkungan yang semakin mendangkal ke arah atas. Lingkungan berubah dari batimetri neritik luar menuju neritik tepi ditunjukkan oleh kandungan fosil bentonik. Lapisan paleosoil setebal 1,73 m (Gambar 8) yang dijumpai diatas Formasi Prupuh menunjukkan bahwa setelah pengendapan perselingan formasi ini batuan tersingkap di permukaan dan mengalami pelapukan. Perubahan lingkungan dari laut menjadi darat mengindikasikan turunnya muka air laut. Proses sedimentasi selanjutnya berlangsung saat muka air laut naik yang ditunjukkan oleh pengendapan coraline floatstone yang berubah kearah atas menjadi ongkoid floatstone Formasi Paciran. Cekungan pengendapan di daerah penelitian saat pengendapan Formasi Prupuh berdasarkan model sabuk karbonat Wilson (1975) berada pada daerah open sea shelf (Gambar 9) yang kemudian berubah menjadi lingkungan darat. Perubahan lingkungan menjadi darat menyebabkan terjadinya proses erosi dan pelapukan yang menghasilkan paleosoil. Penurunan muka air laut yang menyebabkan mendangkalnya lingkungan pengendapan ini berkaitan dengan adanya tektonik kompresional yang menyebabkan inversi di Cekungan Jawa Timur yang dimulai dari Miosen Tengah. Pada Pliosen awal terjadi kenaikan muka air laut yang ditandai dengan pengendapan Formasi Paciran pada lingkungan laut dangkal ( fore slope reef shelf lagoon open circulation). 4. Kesimpulan Di daerah Solokuro dan Paciran tersingkap Formasi Prupuh dan Paciran yang menunjukkan hubungan stratigrafi tidak selaras. Dinamika sedimentasi di daerah ini berdasarkan penelitian pada jalur pengukuran dimulai dari pengendapan Formasi Prupuh pada daerah open sea shelf. Setelahh pengendapan formasi ini terjadi penurunan muka air laut yang menyebabkan lingkungan berubah menjadi darat yang ditandai dengan kehadiran paleosoil. Penurunan muka air laut berkaitan dengan adanya tektonik kompresional yang menyebabkan inversi mulai dari Miosen Tengah. Pada Pliosen awal terjadi kenaikan muka air laut sehingga terendapkan Formasi Paciran pada lingkungan laut dangkal (fore slope reef shelf lagoon open circulation). Ucapan Terima Kasih Data dari tulisan ini merupakan sebagian dari data Tugas Akhir S-1 penulis. Penulis berterimaksih kepada dosen pembimbing dan kawan-kawan yang telah membantu selama proses pengambilan dan analisa data. Daftar Pustaka Bransden, P.J.E dan Matthew, S.J., 2006, Structural and Stratigraphic Evolution of the East Java Sea, Proceeding Indonesian Petroleum Association 21 st, Jakarta. Embry, A. F., and J. E. Klovan, 1971, A Late Devonian reef tract on northeastern Banks Island, N.W.T.: Bulletin of Canadian Petroleum Geology, v. 19, p. 730-781. Harsono Pringgoprawiro, 1983, Biostratigrafi dan Paleogeografi Cekungan Jawa Timur Utara, Suatu Pendekatan Baru, Desertasi Doktor, ITB, Bandung. Satyana, A.H. & Djumlati, 2003, Oligo-Miocene Carbonates of the East Java Basin, Indonesia : Facies Definition Leading to Recent Significant Discoveries, American Association Of Petroleum Geologists, Spanyol. Selly, R.C., 1985., Ancient Sedimentary Environment, Cornell University Press, Great Britain. Wilson, J.L., 1975, Carbonate Facies in Geologic History, Springer, New York, 471p. 64

Gambar 1. Kolom krono-litostratigrafi Cekungan Jawa Timur yang menunjukkan keberadaan reservoir karbonat (Bransden & Matthew, 1992) Lokasi Penelitian Gambar 2. Lokasi daerah penelitian yang termasuk ke dalam Cekungan Jawa Timur 2003) (Satyana & Djumlati, 65

Gambar 3. Kolom litologi hasil pengukuran di derah Solokuro - Paciran 66

Gambar 4. Fasies Wackstone sampel P02. Gambar 6. Fasies Coraline Floatstone sampel P10 Gambar 7. Fasies Coraline Floatstone sampel P11 Gambar 5. Fasies Wackstone sampel P08 Gambar 8. Kenampakan lapangan paleosoil kontak tidak selaras dibagian atas dengan Formasi Paciran. 67

F. Prupuh F. Paciran bawah F. Paciran atas Gambar 9. Lingkungan pengendapan Formasi Prupuh dan Paciran berdasarkan sabuk karbonat Wilson (1975) 68