DAFTAR ISI. 1. Morfologi Cerita Rakyat Malin Tembesu Berdasarkan Struktur Naratif Propp. Agatha Trisari Swastikanthi

dokumen-dokumen yang mirip
Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy. Jamaludin

STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tinjauan Arsitektur Interior Tradisional Desa Kanekes

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

KESETARAAN GENDER DALAM ADAT INTI JAGAT BADUI

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang

SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000

ANGKLUNG BUHUN WARISAN BUDAYA TAK BENDA KABUPATEN LEBAK

Analisis Situs Arca Domas Berdasarkan Pola Rasionalitas Budaya Sunda

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan sastra nusantara sungguh tidak dapat diragukan lagi keberadaannya.

SISTEM TATANAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN ORANG BADUY

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kosmologi dalam Arsitektur Masyarakat Kasepuhan Banten Kiduldi Lebak Sibedug

Miwah sareng salam sembah, ka Mamah kairing ku kahormatan, pangabakti sareng ta'dm, moga ulah rengat gafih, anu sami Czntur gafiti, p tra Namh nu

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kajian Pola Tatanan Massa Pada Kampung Ciboleger, Baduy

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sunda dan Islam dalam carita pantun Sunda Sri Sadana berlangsung secara

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB IV KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Kesesuaian Feng Shui..., Stephany Efflina, FIB UI, 2009

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang

KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENGANTAR. terlepas dari hasil kegiatan, atau budaya yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

Sosialisasi Kearifan Lokal Masyarakat Baduy, R. Cecep Eka Permana, dkk 27

BAB IV GAMBARAN UMUM

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING. Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

SISTEM KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT SUNDA. Deni Miharja*

diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar yang tidak harus berjenjang dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kata sapaan..., Annisa Rahmania, FIB UI, 2009

FUNGSI DAN PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT BADUY

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Suku Baduy. Dibuat Oleh : Ade Luqman Hakim ( ) Ilmu Sejarah. Universitas Negeri Yogyakarta

Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Menghadapi Perubahan Sosial

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

DAFTAR ISI. 1. Morfologi Cerita Rakyat Malin Tembesu Berdasarkan Struktur Naratif Propp. Agatha Trisari Swastikanthi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah. F, (2000), Krya Anyaman Halus Indihiang, Tesis, Bandung, Penerbit ITB.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

SISTEM PERLADANGAN MASYARAKAT BADUY Oleh : Wilodati *)

Gambar 3.1 (1) jalan setapak menuju kampung Cibeo, (2) kondisi rumahrumah di kampung Kadujangkung

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Naga Beralih adalah salah satu Desa yang ada di Kecamatan Kampar Utara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang

BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

USULAN PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA RELEVANSI ARSITEKTUR TERHADAP SISTEM PANGAN DAN PENDISTRIBUSIAN DI PEMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG NAGA

BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap wilayah berbeda-beda, tiap daerah mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

TRADISI SEBA PADA MASYARAKAT KANEKES DI DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN (Suatu Kajian Geografi Budaya)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

III. KEADAAN UMUM LOKASI

TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

Makalah. Disajikan dalam diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Oleh : Drs. Syarif Moeis NIP :

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

Transkripsi:

Vol 13 No 1 (Januari-Juni) 2013 ISSN 1412-999x DAFTAR ISI 1 Morfologi Cerita Rakyat Malin Tembesu Berdasarkan Struktur Naratif Propp Agatha Trisari Swastikanthi 1-19 2 Constructing National Identity in Indonesia Experience for Europe Anna Grzywacz 20-37 3 Dominasi Maskulin versus Kesetaraan Gender Ica Wulansari 38-45 4 Makna Simbolik Huma (Ladang) di Masyarakat Baduy Jamaludin 46-54 5 Teleologi Sejarah dalam Perspektif Sekuler Mohammad Maiwan 55-66 6 Pemikiran dan Gerakan Pembaruan KH Ammar Faqih di Gresik Tahun 1902-1965 Nurudin 67-74 7 Pengembangan Tradisi Meramu Jamu Sehat Wanita Madura dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Sri Ratnawati, Dwi Handayani, Rakhmawati 75-87 8 Historiografi Desa Arcawinangun di Banyumas Sugeng Priyadi 88-98 9 Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Potensi Komunitas Pedusunan Wahyu Purwiyastuti, Emy Wuryani 99-109 10 Peradilan Keraton Surakarta di Bawah Kontrol Kekuasaan Kolonial Wahyu Purwiyastuti 110-116 Printed by: Airlangga University Press (OC 074/0216/AUP-A2E) Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia Telp (031) 5992246, 5992247, Telp/Fax (031) 5992248 E-mail: aupunair@gmailcom

Mozaik Vol 13 (1): 46-54 Penulis (2013) Makna Simbolik Huma (Ladang) di Masyarakat Baduy (Symbolic Meaning of Huma (Field) in the Bedouin Community) Jamaludin Program Studi Desain Interior - Institut Teknologi Nasional Jalan PH Hasan Mustapa No 23, Bandung Tel: +62 (022) 7272215 Surel: jamal@itenasacid Abstrak Berbeda dengan umumnya masyarakat pedesaan di Indonesia yang bercocok tanam padi di sawah, masyarakat Baduy di desa Kanekes kecamatan Leuwidamar Lebak Banten sampai sekarang bercocok tanam padi di ladang atau huma Tradisi ini sangat dipegang teguh masyarakat Baduy berdasarkan buyut (larangan) yaitu tidak boleh merubah struktur tanah Sesuai dengan struktur masyarakat Baduy yang terbagi ke dalam dua klasifikasi yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar, huma juga dibedakan dengan huma Baduy Dalam dan huma Baduy Luar Bagi masyarakat Baduy proses penanaman padi di ladang adalah simbol proses pernikahan antara Nyi Pohaci Sanghyang Asri (Dewi Sri) sebagai simbol perempuan dengan bumi (ladang) sebagai simbol laki-laki Dualisme langit dan bumi bertujuan menciptakan harmoni lewat proses perjodohan laki-laki dan perempuan Kata kunci: huma (ladang), Baduy, makna simbolik, mitologi padi Abstract In contrast to most rural communities in Indonesia who cultivate rice in the rice, Bedouin communities in rural districts Kanekes Leuwidamar Lebak Bantam until now plant rice in the fields or field for dry rice cultivation This tradition is firmly held by Bedouins based on Buyut (the ban), which is not allowing to change the soil structure In accordance with the structure of the Bedouins, there are two classifications: Inner Bedouin and Outer Bedouin Similarly, Huma is also classified into Inner Bedouin s huma and Outer Bedouin s huma For the Bedouin community, planting paddy in fields is a symbol of the marriage between Nyi Pohaci Sanghyang Asri (Dewi Sri) as a symbol of women with the earth (fields) as a symbol of men The duality of heaven and earth through a process is aimed at creating harmony through the mating of male and female Keywords: field for dry rice cultivation (fields), Bedouin, symbolic meaning, rice mythology PENDAHULUAN Berdasarkan pola mata pencaharian utama, masyarakat Indonesia dapat dibagi ke dalam masyarakat pantai, masyarakat ladang, dan masyarakat sawah (Wertheim 1959) Contoh umum masyarakat ladang ialah masyarakat di daerah pedalaman Sumatera dan daerah pedalaman Jawa Barat dan Banten, sedangkan masyarakat pedalaman Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali oleh Wertheim dimasukkan ke dalam pola masyarakat sawah Di Jawa Barat dan Banten, sampai sekarang terdapat cara menanam padi di ladang (huma), dilakukan oleh masyarakat tradisional seperti warga desa Kanekes (Baduy) kecamatan Leuwidamar kabupaten Lebak Pola penanaman ini berbeda dengan penanaman padi di sawah Munculnya sistem atau pola ngahuma merupakan suatu tahapan dalam evolusi budaya manusia dari budaya berburu dan meramu ke budaya bercocok tanam

Makna SImbolik Huma (Hardjasaputra 2009) Dengan kata lain, model menanam padi di ladang adalah cara tertua, merupakan warisan periode masyarakat berpindah Mata pencarian utama masyarakat Sunda lama adalah berladang atau huma Varietas padi huma dalam Rigg (1862) berjumlah 150 jenis sedang padi sawah hanya 45 jenis Jumlah varietas padi huma yang jauh lebih banyak menunjukkan pola pertanian huma yang lebih dominan Jonathan Rigg sendiri bertempat tinggal di Jasinga wilayah yang termasuk Bogor sekarang Artinya pada akhir awal abad ke-19 itu, bercocok tanam padi di huma boleh jadi tidak hanya dilakukan masyarakat Baduy tetapi juga di luar termasuk kawasan sekitar Bogor Melihat karakteristik huma yaitu sistem perladangan, maka model huma ini berada di kawasan berbukit sebagaimana karakteristik topografi bagian tengah dan selatan Jawa bagian barat Di masyarakat dengan pola budaya bercocok tanam padi seperti Sunda, Jawa dan Bali dikenal adanya mitologi asal usul padi dalam berbagai nama dan versi Di masyarakat Jawa dan Bali dikenal dengan nama Dewi Sri, yang berasal dari pengaruh Hindu, sedang di masyarakat Sunda tradisional dikenal dengan nama Nyi Pohaci Sanghyang Asri Keberadaan mitos ini menunjukkan bahwa di Pulau Jawa atau di Nusantara budaya bercocok tanam padi telah berumur cukup tua Dalam masyarakat tradisional dengan pola bercocok tanam padi, mitos ini merupakan bagian dari sistem religi masyarakat yang mewujud ke dalam ritual atau upacara yang dihubungkan dengan proses pengolahan padi sebagai makanan pokok Berbagai upacara adat masyarakat Kanekes terpusat pada penghormatan terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Asri Tujuan berbagai upacara adat itu adalah untuk memelihara hubungan yang harmonis dengan Nyi Pohaci Sanghyang Asri, yang bagi masyarakat Kanekes dan Sunda umumnya dipandang sebagai dewi kesuburan Dengan menjaga hubungan harmoni dengan dewi kesuburan, diharapkan hasil panen tetap baik dan mencukupi kebutuhan serta persediaan makanan pokok Penggunaan bentuk figur perempuan yang mengacu pada figur perempuan Nyi Pohaci pada wadah juga untuk tujuan yang sama seperti berbagai upacara adat METODE Metode merupakan cara kerja yang ditempuh dalam setiap penelitian untuk mencapai tujuan Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-kata dan perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka Penelitian diawali dengan mendeskripsikan tradisi huma di masyarakat Baduy sebagai salah satu karakteristik masyarakat Baduy Melalui deskripsi tersebut dapat diketahui simbol-simbol yang berlaku pada tradisi tersebut Simbol-simbol tersebut kemudian dimaknai dan menjadi hasil akhir penelitian ini HASIL DAN PEMBAHASAN Budaya Masyarakat Baduy Baduy adalah sebutan dari pihak luar terhadap warga desa Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten Dalam tulisan ini sebutan Baduy dipakai untuk menunjuk konteks budaya Asal usul nama Baduy ada beberapa versi, salah satunya adalah bahwa nama itu berasal dari nama Gunung Baduy, antara kampung 47

Mozaik Vol 13 (1) Kaduketug dan Balimbing dan juga Sungai Cibaduy (Saputra 1950) Menurut pandangan warga Kanekes, wilayah mereka adalah mandala yaitu kawasan tanah suci Ini artinya masyarakat hanya boleh tinggal di sana selama mematuhi seluruh aturan yang ada Kawasan mandala juga berarti tidak boleh didatangi oleh sembarang orang (Danasasmita dan Djatisunda 1986) Secara etnis penduduk Kanekes adalah orang Sunda Selain mereka sendiri mengaku orang Sunda, agama mereka juga disebut Sunda Wiwitan (Sunda asal) Mitologi mereka menampilkan pandangan bahwa di Kanekes lah awal kelahiran mandala Sunda Masyarakat Kanekes berbahasa Sunda dialek Banten Selatan Mereka cenderung merasa lebih Sunda dari orang Sunda di luar Kanekes terutama yang telah menganut agama lain (Danasasmita dan Djatisunda 1986) Masyarakat Kanekes bukanlah kelompok masyarakat terasing, tetapi berupaya membatasi diri dalam pergaulan dengan orang luar karena alasan adat Pernyataan mengenai posisi masyarakat Kanekes adalah orang Sunda, juga diutarakan Ekadjati (1995) Orang Kanekes tidak berbeda dengan orang Sunda lainnya, yang membedakan orang Kanekes dengan orang Sunda lainnya adalah sistem dan pola hidup masyarakat Kanekes yang masih mencerminkan tipe masyarakat dan kebudayaan Sunda lama Dipandang dari tingkat kesakralan atau kesucian, wilayah Kanekes dibagi dua, yaitu kawasan Tangtu dan Panamping sering juga disebut Baduy Dalam, terdiri atas Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo Baduy Luar terdiri atas 43 kampung yang tersebar di sebelah barat, timur dan utara Baduy Dalam Sehari-hari, warga Baduy Dalam mengenakan baju warna putih dan Baduy Luar warna hitam Masyarakat Kanekes menganut agama yang mereka sebut Sunda Wiwitan Arti wiwitan adalah asli, asal mula atau yang pertama Agama tersebut lebih menitikberatkan ajarannya kepada masalah amal dan perbuatan, tidak pada ibadah ritual sebagaimana terdapat dalam agama lain Dilihat dalam kehidupan sehari-hari warga Kanekes, tampak bahwa kepercayaan mereka itu menekankan pada apa yang harus mereka lakukan, bukan pada apa yang harus mereka percayai (Danasasmita dan Djatisunda 1986) Dari observasi ke beberapa kampung Kanekes tidak ditemukan adanya warga yang tengah melakukan ibadah ritual tertentu Masalah kesejahteraan kehidupan warga Kanekes dan hubungannya dengan kepercayan warga terdapat dalam ungkapan khas Kanekes yaitu hirup turun ti Nu Rahayu, hurip lalaran Pohaci (hidup berasal dari Tuhan, kesejahteraan hidup berasal dari Pohaci) Dalam ungkapan ini tercantum posisi Nyi Pohaci (Sanghyang Asri) sebagai objek pemujaan karena perannya dalam memberi kesejahteraan kepada masyarakat Kanekes dalam bentuk berbagai tanaman terutama padi Melakukan perhormatan atau pemujaan terhadap dewi padi ini merupakan salah satu tugas hidup warga Kanekes Warga Kanekes memuliakan dan menghormati padi salah satu tujuannya agar kelak sukma (roh) mereka dapat kembali ke Kahyangan ke tempat Nyi Pohaci berada Setiap orang tua di desa Kanekes umumnya mengetahui dengan pasti tugas hidup mereka yang merupakan pikukuh atau aturan adat yang disampaikan secara turun temurun Pikukuh ini berlaku baik bagi warga Baduy Dalam maupun Baduy Luar (Danasasmita dan Djatisunda 1986) 48

Makna SImbolik Huma Huma (Ladang) sebagai Tempat Penanaman Padi Pengertian umum huma adalah tanah pertanian berupa ladang padi dan palawija yang sehabis panen ditinggalkan, dibiarkan tidak digarap hingga kembali menjadi hutan dan berhumus kembali Menurut Sobana (2009), ngahuma (berladang) adalah suatu sistem/pola pertanian yang mengubah hutan alam menjadi hutan garapan, dengan tujuan menghasilkan kebutuhan pangan yang direncanakan Proses itu berlangsung secara perputaran (siklus) Dari segi sejarah munculnya sistem/pola pertanian, ngahuma merupakan suatu tahapan dalam evolusi budaya manusia dari budaya berburu dan meramu ke budaya bercocok tanam Di Desa Kanekes dikenal lima macam tradisi huma berdasarkan fungsinya dan satu yang berada di luar Kanekes (Danasasmita dan Djatisunda 1986; Ekadjati 1995; Permana 2006) Kelima huma tersebut adalah pertama, Huma serang, yaitu huma adat milik bersama, hanya terdapat di kawasan Baduy Dalam (Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik) Huma ini digarap secara bersama-sama oleh warga Kanekes, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar, dipimpin oleh puun Huma ini dikerjakan paling awal mendahului pekerjaan ladang lainnya Biasanya hasil padi diperuntukan bagi upacara kapuunan Kedua, Huma puun, yaitu huma milik puun (ketua adat), untuk keperluan puun beserta keluarganya selama ia menduduki jabatan puun tersebut Pengerjaannya dibantu warga meski tidak sebanyak pengerjaan huma serang Lokasi huma puun di kawasan Baduy Dalam Menurut Permana (1999) huma puun adalah huma dinas, yang hanya berhak digarap atau dimiliki puun selama menjabat sebagai puun Lokasi huma puun berada tidak jauh dari rumah puun dan biasanya tidak berupa lahan berpindah Untuk menjaga kesuburan tanah, diberlakukan pola penanaman padi pada petak yang berbeda pada setiap musim tanam Luas lahan yang 2-3 kali lebih luas dari huma tangtu (huma warga) memungkin dilakukannya penggiliran petak penanaman Ketiga, Huma tangtu berlokasi di kawasan Baduy Dalam, diperuntukkan bagi keperluan warga kampung Tangtu (Baduy Dalam) Luas huma tangtu sekitar 0,75-1,5 ha, berjarak sekitar 0,5-2 km dari kampung (Permana 2006) Perpindahan letak huma yang terjadi setiap masa tanam masih di sekitar lahan huma sesuai pembagian di atas Keempat, Huma tuladan adalah huma yang berada di kawasan kampung Panamping untuk keperluan upacara warga Baduy Luar dan berlokasi di kawasan Panamping Kelima, Huma panamping untuk keperluan penduduk Baduy Luar Huma ini berada di wilayah Baduy Luar Keenam, Huma urang Baduy, yaitu ladang di luar wilayah desa Kanekes yang dikerjakan orang Baduy luar dan hasilnya diambil untuk kepentingan keluarga masing-masing Dewasa ini lahan huma di kawasan desa Kanekes terutama kawasan Panamping (Baduy Luar) sudah berkurang karena pertambahan penduduk yang berpengaruh pada pertambahan kampung Warga Baduy Luar mulai menggarap huma di luar kawasan Desa Kanekes dengan cara menyewa pada penduduk setempat Sistem sewa-menyewa tersebut ada yang dengan cara bagi hasil atau dengan cara menyewa dengan uang 49

Mozaik Vol 13 (1) Letak huma di kawasan Baduy Dalam (tiga Kampung Tangtu) umumnya berada di sekitar kampung dengan penataan kawasan huma berdasarkan ketentuan 1) Huma tangtu berada di utara dan barat kampung, 2) Huma serang berada di timur kampung, dan 3) huma puun berada di selatan kampung Gambar 1 Lokasi jenis huma di kawasan Baduy Dalam Huma umumnya berupa lahan di perbukitan dengan bentuk empat persegi panjang Garis tepi huma tidak selalu tegak lurus karena disesuaikan dengan kontur lahan tetapi secara keseluruhan senantiasa membentuk empat persegi panjang Hasil pengukuran terhadap huma yang dilakukan Permana (2006) didapat ukuran luas huma rata-rata yaitu 75x100m dan 200x250m Di kawasan Kampung Tangtu (Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo), terdapat tiga jenis huma yaitu huma tangtu, yaitu huma yang padinya untuk keperluan warga kampung tangtu yang memilikinya; huma serang adalah huma yang padinya dipakai untuk keperluan adat dan huma puun yaitu huma yang dimiliki oleh puun selama masa jabatan sebagai puun Masing-masing lokasi huma diatur sesuai dengan keberadaan atau letak kampung sebagai pusat Pada setiap tahap dari kegiatan proses penanaman padi di ladang (huma), terutama kegiatan penanaman dan panen selalu disertai dengan upacara selamatan agar huma itu tidak mengalami ganggguan atau diserang hama Bentuk upacara antara Kampung Tangtu (Baduy Dalam) lebih sederhana dibanding Kampung Panamping (Baduy Luar) yang semarak (Danasasmita dan Djatisunda 1986; Prawira 1999) Di bagian tengah huma terdapat pupuhunan, berupa ruang segi empat dengan ukuran rata-rata satu meter Puhu dalam bahasa Sunda artinya kepala atau bagian utama dari suatu objek Dinamai pupuhunan karena tempat ini adalah bagian pertama di dalam huma tempat pertama kali benih padi di tanam Dilihat secara geometri, garis luar huma berbentuk empat persegi panjang, dengan bujur sangkar di tengah (pupuhunan) sebagai pusat dan lingkaran tercipta dari pola penanaman yang memutar searah jarum jam Sebagai tanda bagian pusat huma pupuhunan diberi tanda batas oleh tali naga yang diikatkan pada tiang dengan tinggi sekitar satu meter di tiap sudut Di pupuhunan inilah benih padi pertama kali ditanam 50

Makna SImbolik Huma dengan membuat tujuh lubang (aseuk) di dalam dan di luar pupuhunan Lubang di dalam pupuhunan melambangkan kepala dan yang di luar melambangkan tangan Nyi Pohaci Pada dua lubang pupuhunan ditanam pare koneng (padi kuning) yang melambangkan kepala, lima lubang lainnya ditanami padi jenis linggasari yang melambangkan leher Sementara tujuh buah lubang di tepi luar pupuhunan ditanami pare beureum (padi merah) melambangkan tangan (Danasasmita dan Djatisunda 1986) Gambar 2 Denah huma dan jenis padi yang ditanam Keterangan: kotak di tengah adalah pupuhunan (Permana 2006) Gambar 3 Pupuhunan dan diagram proses ngaseuk (pembuatan lubang untuk penanaman padi) Makna Simbolik Huma: Hubungan Simbolik Makrokosmos dan Mikrokosmos Tiga jenis huma di Baduy Dalam yaitu huma serang, huma tangtu dan huma puun ditempatkan pada lokasi tetap berdasarkan orientasi ke tiga kampung Baduy Dalam Penempatan huma ini di setiap lokasi mengandung makna yang mengacu pada sistem kosmologi Huma serang adalah huma sakral karena padinya diperuntukan bagi keperluan upacara adat, ditempatkan di sebelah timur kampung karena timur merupakan lokasi sakral bagi huma Huma puun ditempatkan di selatan kampung berdasarkan pada arah orientasi sakral masyarakat Baduy karena di selatan terdapat Sasaka Domas, pusat sakral masyarakat Baduy Puun adalah tokoh adat yang dianggap sakral, selain ditandai dengan lokasi rumah tinggalnya yang berada di bagian selatan kampung juga dengan lokasi humanya Huma serang dan huma puun, dua huma sakral di Baduy Dalam, ditempatkan pada lokasi yang berseberangan dengan huma tangtu (huma warga biasa) yang berada di utara dan barat Dengan demikian penentuan lokasi huma bersifat paradoks atau didasarkan pada sakralprofan 51

Mozaik Vol 13 (1) Huma tangtu U Huma tangtu Kampung tangtu Huma serang Huma puun Gambar 4 Penempatan huma berdasarkan lokasi dan arah Berdasarkan karakteristik dualisme langit dan bumi, di dalam kosmologi Sunda langit dimaknai sebagai perempuan karena pemberi kesuburan berupa hujan dengan bentuk simbolik berupa lingkaran Adapun bumi dimaknai sebagai laki-laki dan disimbolkan ke dalam bentuk persegi Hal ini relevan dengan kondisi di masyarakat Baduy, terlihat dari makna kosmologis proses penanaman padi di huma yang dimaknai sebagai proses menikahkan Nyi Pohaci (unsur langit, perempuan) dengan lahan huma (unsur bumi, laki-laki) Makna Simbolik Huma: Maskulinitas dan Femininitas Bentuk lahan huma (ladang) yang berbentuk empat persegi panjang dan bentuk persegi di tengah (pupuhunan) adalah simbol laki-laki Bumi sebagai laki-laki dipertegas dengan bentuk empat persegi panjang Adapun kehadiran simbolik Nyi Pohaci selain berupa benih padi juga dalam bentuk proses penanaman yang dimulai dari arah selatan searah jarum jam Proses ini menciptakan bentuk lingkaran yang merupakan simbol perempuan Dengan demikian, proses penanaman padi di huma yang dimaknai sebagai proses menikahkan dewi padi dan bumi juga ditandai dengan penyatuan bentuk lingkaran dengan persegi Gambar 5 Bagan penyatuan bentuk persegi (simbol laki-laki) dan lingkaran (simbol perempuan) pada huma 52

Makna SImbolik Huma Proses penanaman padi di huma adalah proses ngareremokeun (menjodohkan) dan ngahalimpukeun (menikahkan) Nyi Pohaci Sanghyang Asri dengan bumi Nyi Pohaci adalah entitas dari langit (dunia atas) dengan gender perempuan (Sumardjo 2003) Dalam konteks ini padi adalah representasi Dewi Sri/Nyi Pohaci (perempuan) dan bumi sebagai laki-laki Untuk itu diadakan upacara ngareremokeun (menjodohkan) sehari sebelum benih tersebut di bawa ke huma Huma memiliki simbol suci karena tempat Nyi Pohaci menikah dengan bumi dan tempatnya kemudian tumbuh berbuah padi Proses menikahkan dalam masyarakat tradisional dimaksudkan agar tercipta harmoni, yang diimplementasikan ke dalam bentuk hidup berpasangan SIMPULAN Di masyarakat Baduy dan Sunda secara umum, mitologi padi yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Sri, dipresentasikan ke dalam bentuk perempuan Dalam kosmologi masyarakat Baduy, perempuan adalah entitas langit dan bumi dipandang sebagai laki-laki Nyi Pohaci atau perempuan direpsentasikan dalam bentuk hujan yang menyuburkan dan padi sebagai bahan makanan utama Menurut Wessing (2008) padi sebagai makanan utama, mengalami proses deifikasi (deification) atau pendewaan, berupa upaya memuliakan dan menaikkan derajatnya ke dalam wilayah kosmologi atau alam dewa dalam bentuk mitologi padi yang merupakan lambang kesuburan (fertility) Proses tersebut dapat dilihat dari cerita Nyi Pohaci yang berasal dari sebutir telur Dewa Naga Anta yang bermakna spiritual yaitu zat adikodrati dunia bawah Dari dunia bawah (bumi), dalam bentuk telur dibawa ke dunia para dewa (dunia atas), kemudian diturunkan ke dunia tengah tempat manusia dan menumbuhkan berbagai tanaman yang berbuah bahan makanan yang diperlukan manusia terutama padi (Sumardjo 2005) Makna cerita mitologi padi menunjukkan bahwa Nyi Pohaci Sanghyang Asri adalah suatu objek hasil harmonisasi dunia bawah dan dunia atas, sehingga lebih menekankan segi sakralitasnya atau kesempurnaan dan kebaikannya Cara berpikir atas - tengah - bawah ini melambangkan bersatunya unsur bumi dan langit atau tanah (huma) dan air (dalam bentuk hujan) dalam kehidupan ngahuma, yang akan menumbuhkan segala jenis tanaman yang dibutuhkan masyarakat Baduy Keberadaan dua tokoh perempuan dalam kosmologi Sunda yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Asri dan Sunan Ambu sering dijadikan petunjuk mengenai kecenderungan karakteristik kebudayaan Sunda yang bercorak feminim Akan tetapi karakteristik laki-laki sesungguhnya lebih dominan, sebagaimana diutarakan Wessing (2008) dunia kosmologi ( dunia ruh Sunda atau spirit world of Sunda) yang menjadi landasan kebudayaan Sunda merupakan gabungan dari dua unsur nature spirit (ruh alam) yang bersifat laki-laki sebagai simbol kesejahteraan (welfare) dan perempuan sebagai simbol kesuburan (fertiliy) berupa rice spirit atau dewi padi DAFTAR PUSTAKA Danasasmita, Saleh, Anis Djatisunda 1986 Kehidupan Masyarakat Kanekes Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 53

Mozaik Vol 13 (1) Ekadjati, Edi S 1995 Kebudayaan Sunda (Suatu Tinjauan Sejarah) Jakarta: Pustaka Jaya Hardjasaputra, A Sobana 2009 Ngahuma, Suatu Pola Pertanian Tradisional di Jawa Barat, Tinjauan Sejarah Bandung: Universitas Padjadjaran Permana, R Cecep Eka 2006 Tata Ruang Masyarakat Baduy Jakarta: Wedatama Widya Sastra Prawira, Nanang Ganda 1999 Pamandangan, Reka Hias Baduy: Fungsi, Bentuk, Motif, Simbol dan Makna, Seni Kriya dan Rekahias Baduy di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Jawa Barat Bandung: Institut Teknologi Bandung Rigg, Jonathan 1862 A Dictionary of Sunda Language of Java Batavia: Lange Saputra, Surya 1950 Baduy Terbitan Independen Sumardjo, Jakob 2003 Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda: Tafsir-tafsir Pantun Sunda Bandung: Kelir 2005 Mitos Nyi Pohaci Pikiran Rakyat, 1 Mei Wessing, Robert 2008 Constituing the world in the Sundanese House Dalam Indonesian Houses 2: Survey of Vernacular Architecture in Western Indonesia, diedit oleh Reimar Schefold dkk Leiden: KITLV Press Wertheim, WF 1959 Indonesia Society in Transition The Hague dan Bandung: Van Hoeve 54