BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan sastra nusantara sungguh tidak dapat diragukan lagi keberadaannya.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan sastra nusantara sungguh tidak dapat diragukan lagi keberadaannya."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sastra nusantara sungguh tidak dapat diragukan lagi keberadaannya. Akan tetapi, masyarakat umum cenderung terjebak pada istilah sastra pada bentuk sastra modern saja. Padahal, khazanah sastra nusantara tidak hanya sastra modern, tetapi juga sastra tradisional yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Banyak genre karya sastra tradisional yang sangat menarik untuk diteliti, puisi rakyat salah satunya. Puisi rakyat umumnya memiliki bentuk kalimat yang terikat (fix phrase). Ungkapan tradisional (peribahasa), pertanyaan tradisional (teka-teki), mantra merupakan macam-macam bentuk puisi rakyat. Danandjaja (2007: 46) menyatakan bahwa puisi rakyat pada umumnya terdiri dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama. Ciri-ciri puisi rakyat ini terdapat di dalam beberapa sastra kidung yang berasal dari tanah Sunda. Sastra kidung sebagian besar lahir pada masa kerajaan Majapahit. Bahasa yang digunakan pada umumnya adalah bahasa Jawa Pertengahan. Robson mengemukakan bahwa bahasa Jawa Pertengahan tersebut adalah bahasa Bali-Kawi. Bahasa Jawa Pertengahan itu tidak lain adalah bahasa Bali-Kawi. Istilah Kawi adalah suatu sebutan terhadap bahasa yang digunakan dalam karya sastra klasik, baik karya kakawin, kidung, maupun parwa-parwa. Jadi istilah kawi

2 2 mencakup bahasa Jawa Kuna atau Jawa Pertengahan (Robson dalam Sukartha, 1996:70). Zoetmoelder dalam Kalangwan Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang (1983) menyebutkan bahwa bahasa Jawa Pertengahan bukanlah sumber atau bahasa proto dari bahasa Jawa Baru. Bahasa Jawa Pertengahan dan bahasa Jawa Baru merupakan bahasa umum selama periode Hindu Jawa sampai runtuhnya Kerajaan Majapahit. Bahasa ini kemudian tumbuh dan berkembang di Bali. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh I Gusti Ketut Ranuh (dalam Sukartha, 1996:70) yang menyatakan bahwa bahasa Jawa Pertengahan tumbuh dan berkembang di Jawa pada zaman Majapahit. Bahasa Jawa Pertengahan ini kira-kira berada di antara bahasa Jawa kuna dan bahasa Jawa Baru. Singkatnya, bahasa Jawa Pertengahan merupakan kelanjutan dari bahasa Jawa Kuna. Bahasa ini kemudian berkembang menjadi bahasa Bali Dataran (Kepara). Secara singkat Sukartha (1996:72) mengemukakan bahwa secara konvensional sastra kidung menggunakan bahasa Jawa Pertengahan sebagai media pengantar, Bahasa Jawa Pertengahan yang merupakan kelanjutan bahasa Jawa Kuna di Bali merupakan konvensi dari bahasa sastra kidung (Sukartha, 1996:72). Penggunaan bahasa Jawa Pertengahan sebagai media pengantar dalam sastra kidung, menjadikan kidung sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan ritual budaya Bali, ritual keagamaan Hindu khususnya. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa di Bali fungsi kidung adalah sebagai pengiring upacara ritual selain kakawin.

3 3 Di Bali, kidung biasanya dinyanyikan atau dibacakan untuk mengiringi upacara keagamaan di samping kakawin, upacara agama Hindu di Bali yang sering diiringi dengan kidung seperti Upacara Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Resi Yadnya, dan Bhuta Yadnya, (Sukartha, 1996:74). Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa kidung memang merupakan karya sastra klasik yang lahir pada masa kerajaan Majapahit. Akan tetapi, ternyata sastra kidung juga terdapat di Sunda. Hal ini diperkirakan karena Majapahit secara khusus pernah menciptakan sebuah kidung bagi kerajaan Sunda pasca meledaknya perang antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda di Bubat, yang dikenal dengan nama Perang Bubat. Perang itu terjadi karena pikiran Gadjah Mada yang menganggap persetujuan Raja Sunda untuk menikahkan puterinya (Dyah Pitaloka) dengan Hayam Wuruk adalah sebuah bentuk takluknya Kerajaan Sunda di bawah kekuasaan Majapahit. Padahal, niat Hayam Wuruk melalui pernikahan itu untuk mempererat tali persaudaraan antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda. Hal itu dilakukannya karena Raden Wijaya yang merupakan pendiri Majapahit juga merupakan keturunan Sunda. Ia merupakan anak Rakeyan Jayadarma (Raja Kerajaan Sunda) dari Dyah Lembu Tal. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajyatajya I Bhumi Nusantara. Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut pula dengan nama Jajaka Susuruh dari Pajajaran. Kidung yang bernama Kidung Sunda tersebut, diserahkan kepada Kerajaan Sunda. Melalui rangkaian peristiwa seperti itulah diperkirakan sastra kidung masuk ke dalam kebudayaan Sunda.

4 4 Karakteristik kidung Majapahit adalah berbahasa Jawa Pertengahan, dituturkan, dan digunakan dalam ritual agama Hindu. Karakteristik kidung tersebut memiliki banyak perbedaan dengan karakteristik Kidung Sri Lima (selanjutnya disebut KSL) yang dikaji dalam penelitian ini. KSL merupakan puisi rakyat yang berasal dari Kampung Cipining-Bogor. Kampung yang terletak di Bogor bagian barat ini berada di kawasan perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dengan Banten. Secara geografis, lokasi asal KSL memang masuk dalam wilayah Jawa Barat, tetapi secara antropologis budaya masyarakatnya lebih dekat dengan budaya masyarakat Banten. Hal inilah juga yang kemudian menyebabkan KSL berbeda dengan kidung yang lahir pada masa Kerajaan Majapahit. Dilihat dari segi bahasanya, KSL menggunakan bahasa Sunda dengan dialek Banten sebagai media pengantarnya. Sementara itu, kidung-kidung pada masa kerajaan Majapahit menggunakan bahasa Jawa Pertengahan. Secara struktur pun berbeda. Kidung-kidung yang lahir di masa kerajaan Majapahit, seperti Kidung Sorandaka, Kidung Sunda, Kidung Ranggalawe, Kidung Sudamala, merupakan karya sastra klasik yang terdiri dari beberapa pupuh, sedangkan KSL merupakan teks berbentuk puisi rakyat yang terdiri dari lima bait dengan pola penuturan yang tidak terikat pupuh. Selain itu, karena faktor perbedaan kelahiran waktu dan lokasi, KSL dan kidung-kidung Majapahit berbeda dalam hal isi. Yurnaldi dalam Kompas.com edisi 1 Desember 2008, menyebutkan bahwa kidung-kidung yang lahir di istana Majapahit

5 5 merupakan karya orang-orang di dalam istana (kerajaan), biasanya yang menciptakannya adalah seorang pemuka agama kerajaan. Sementara itu, KSL merupakan produk masyarakat pemiliknya secara kolektif. Kidung-kidung Majapahit umumnya menceritakan tentang kejadian-kejadian di tanah Jawa. Hal ini lebih dispesifikasikan dengan kejadian di lingkungan keraton Jawa sendiri dengan suasana khas Jawa (baca:majapahit) saat itu. Ini sangat berbeda dengan apa yang tersirat dalam KSL. KSL merupakan puisi lima bait yang menyiratkan keadaan masyarakat pemiliknya yang saat itu sangat membutuhkan sebuah pertolongan, dalam hal ini kesuburan untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Atas hal tersebut, tujuan dituturkannya teks adalah sebagai sebagai sebuah persembahan bagi dewi kesuburan, Dewi Sri. Dalam mitologi masyarakat Sunda, Dewi Sri dikenal sebagai dewi padi. Heryana mengemukakan bahwa Dewi Sri merupakan asal-muasalnya tumbuhan padi. Dewi Sri dipercayai oleh masyarakat Sunda sebagai cikal bakalnya padi yang menjadi makanan pokok dan penunjang utama kehidupan. Tanpa padi, sulit rasanya bagi mereka untuk melangsungkan hidup, sungguh pun ada tumbuhtumbuhan lain yang sesungguhnya bisa dijadikan sebagai bahan makanan (Heryana, 2006:65). Nama Dewi Sri sendiri dalam kepercayaan masyarakat Sunda memiliki banyak nama, di antaranya Nyi Pohaci Sanghyang Sri, Nyi Pohaci Sanghyang Asri, Pohaci Sanghyang Asri, dan Nyi Dangdayang Tresnawati (Heryana, 2006:37). Dalam teks KSL ini, nama yang digunakan adalah Sri (merujuk pada Dewi Sri). Edi S. Ekadjati

6 6 (2005:62-63) menerangkan bahwa Nyi Pohaci Sanghyang Asri tinggal di sebuah lapisan teratas (lapisan alam) dari 18 lapisan yang letaknya di antara Buana Nyungcung (tempat Hyang Keresa) dan Buana Panca Tengah (tempat manusia berdiam). Pohaci merupakan pelaksana perintah Sunan Ambu ke bumi manusia di Pancatengah (kuartinitas horizontal) untuk menjaga dan memelihara kebutuhankebutuhan manusia (Soemardjo, 2003:239). Dewi Sri menjadi pusat tujuan pemujaan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Sunda, terutama mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pertanian. Hal tersebut karena masyarakat Sunda Lama menganggap Padi merupakan simbol kemakmuran. Berbagai upacara yang dilakukan oleh masyarakat agraris tidak lepas dari penghormatan atau pemujaan kepada Sanghyang Sri Pohaci. Bagi orang Sunda, pemujaan tersebut merupakan bentuk penghormatan bagi yang diupacarai (Rozak, 2005:91). Masyarakat pemilik KSL merupakan masyarakat agraris yang menggunakan sistem ladang (huma) dalam mengelola tanah. Jakob Soemardjo dalam Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda (2003:347) menspesifikasikan wilayah geografis masyarakat ladang di kebudayaan Sunda, yakni berada di kawasan Bogor, Banten, dan Kanekes. Hal ini karena faktor kondisi geografis wilayah tersebut didominasi oleh daerah perbukitan yang lebih cocok dikembangkan budidaya padi huma. Sebenarnya seluruh kawasan Sunda pernah menerapkan sistem berladang dalam kegiatan bercocok tanam padi. Akan tetapi, budaya tersebut berangsur-angsur hilang seiring dengan runtuhnya pusat-pusat Sunda, pada tahun 1575 digantikan oleh

7 7 kerajaan Islam dengan tata nilai Jawa yang juga menerapkan sistem budaya sawah dalam bercocok tanam. Dalam proses penciptaannya, kidung sangat erat dengan kegiatan spiritual dan sistem religi kepercayaan masyarakat saat itu. KSL merupakan sebuah perwujudan bagaimana para leluhur Sunda Lama memahami alam, lingkungan, dirinya, dan zat di luar dirinya (dewa). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat pemilik teks saat itu telah mengalami evolusi religi tingkat kedua, di mana gerak alam disebabkan oleh adanya ruh. Mereka telah mempercayai bahwa aliran sungai, air terjun, gunung meletus, gempa bumi, serta tumbuhnya tumbuh-tumbuhan disebabkan oleh suatu kekuatan alam, yang oleh manusia kemudian dipersonifikasikan sebagai makhlukmakhluk yang memiliki kepribadian, kehendak, dan akal. Makhluk-makhluk halus yang berada di belakang gerak alam itu kemudian menjelma sebagai dewa-dewa alam (EB. Taylor dalam Koentjaraningrat, 2002:192). Beberapa penelitian mengenai kidung telah dilakukan baik oleh peneliti dalam negeri maupun luar negeri. Penelitian mengenai kidung diawali oleh Berg yang mempergunakan bahan sastra kidung untuk tesisnya mengenai tradisi historis Jawa Pertengahan pada tahun Berg juga menyunting beberapa kidung Majapahit, di antaranya Kidung Harsawijaya (1932), Kidung Ranggalawe (1931), dan Kidung Sunda dalam dua versi yang berbeda yakni pada tahun 1927 dan tahun S.O. Robson pun pernah menerbitkan telaahnya mengenai Wangbang Wideya, Kidung panji pertama yang pernah diterbitkan dan kidung pertama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Edisi-edisi kritis disertai terjemahan mengenai dua syair Jawa

8 8 pertengahan yang ditulis di Jawa Timur pernah diterbitkan sebagai tesis yaitu Kidung Sudamala oleh P. Van Stein Callenfels (1932) dan Kidung Sri Tanjung oleh Prijono pada tahun Peneliti dalam negeri juga pernah meneliti beberapa kidung dalam Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah pada tahun Salah satunya adalah Haksan Wirasutisna yang menerjemahkan Kidung Sunda. Pada tahun 2008, penelitian sejenis mengenai kidung telah dilakukan oleh Agus Aris Munandar pada Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Penelitiannya berjudul Kajian Integratif Pengembangan dan Perlindungan Situs Peninggalan Majapahit di Trowulan. Akan tetapi, penelitian terhadapa Kidung Sri Lima belum ditemukan. Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya didominasi oleh penelitian mengenai terjemahan teks dan edisi teks dalam rangka inventarisasi. Hal tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini kidung diteliti tidak sebatas pada kegiatan terjemahan saja, tetapi juga menelusuri berbagai aspek kidung. Mulai dari struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, hingga fungsi. Atas dasar beberapa hal di atas, timbul ketertarikan peneliti untuk mengetahui secara mendalam mengenai KSL yang merupakan bagian dari sastra lisan nusantara, yang lahir dan tumbuh melalui lisan ke lisan. Maka, pada penelitian ini, peneliti memberi judul Analisis Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, dan Fungsi Kidung Sri Lima sebagai Sastra Lisan di Kampung Cipining-Bogor.

9 9 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimana struktur teks Kidung Sri Lima? 2) Bagaimana proses penciptaan Kidung Sri Lima? 3) Bagaimana konteks penuturan Kidung Sri Lima? 4) Fungsi apa sajakah yang terkandung dalam teks Kidung Sri Lima? 1.3 Tujuan Penelitian Pada penelitian ini, peneliti memiliki beberapa tujuan, di antaranya adalah mendapatkan deskripsi hal-hal yang berkaitan dengan KSL yang merupakan produk masyarakat ladang Sunda Lama. Tujuan-tujuan dalam penelitian ini untuk memperoleh gambaran mengenai hal-hal berikut; 1) struktur teks Kidung Sri Lima; 2) proses penciptaan Kidung Sri Lima; 3) konteks penuturan Kidung Sri Lima; 4) fungsi yang terkandung dalam teks Kidung Sri Lima. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis, diharapkan penelitian ini mampu mengisi atau menambah kekayaan penelitian sastra tradisional nusantara yang alangkah kayanya, khususnya penelitian mengenai sastra kidung yang berasal dari tatar Sunda. Karena pada

10 10 umumnya, masyarakat mengenal sastra kidung sebagai sastra klasik Majapahit. Melalui penelitian ini, masyarakat Sunda, khususnya kalangan akademis, sedikitnya ditambahkan pengetahuan lain mengenai sastra kidung yang terdapat di kebudayaan Sunda dan dituturkan dalam sebuah upacara ritual penanaman padi. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi pribadi sebagai penambah wawasan tentang sastra di nusantara, khusunya tanah Sunda. Bagi peneliti lain, semoga bermanfaat sebagai media penambah informasi sebuah karya masyarakat ladang yang hidup di tanah Sunda. I.5 Deskripsi Lokasi Penelitian Kidung Sri Lima berasal dari sebuah kampung kecil di barat Kabupaten Bogor, Kampung Cipining Desa Argapura Kecamatan Cigudeg. Cigudeg adalah kecamatan di barat Kabupaten Bogor. Tipografi dearahnya sebagian besar adalah daerah pegunungan. Perbatasan daerah ini sebagai berikut: sebelah barat : Kecamatan Jasinga, sebelah timur : Kecamatan Leuwisadeng, sebelah utara : Kecamatan Parungpanjang, dan sebelah selatan : Kecamatan Sukajaya. Daerah Cigudeg sebagian besar adalah daerah perkebunan cokelat (dulu), kini adalah daerah perkebunan kelapa sawit dan sedikit perkebunan teh di puncak gunung Cirangsad. Daerah Kampung Cipining, Desa Argapura merupakan daerah sawah yang dikelilingi oleh gunung dan bukit. Desa Argapura berpenduduk jiwa, dengan

11 11 jumlah penduduk perempuan jiwa dan jumlah penduduk laki-laki jiwa, serta jumlah rumah tangga 998 (Sumber: BPS Podes). 1.6 Definisi Operasional Guna menghindari kesalahan persepsi pada penelitian ini, berikut disajikan beberapa definisi operasional. 1) Kidung Sri Lima adalah sebuah puisi yang dinyanyikan pada saat ritual bercocok tanam padi, berasal dari Kampung Cipining Desa Argapura Kecamatan Cigudeg Kab. Bogor, digunakan sebagai media persembahan bagi Nyi Pohaci Sanghyang Sri (dewi kesuburan). 2) Analisis struktur adalah analisis unsur-unsur intrinsik teks Kidung Sri Lima yang meliputi formula sintaksis, formula bunyi, irama, majas, dan isotopi. 3) Proses penciptaan merupakan proses kreatif bagaimana teks Kidung Sri Lima diciptakan. 4) Konteks penuturan adalah situasi/kondisi, pihak yang terlibat, waktu, tempat, dan susunan pertunjukkan saat teks Kidung Sri Lima dituturkan, meliputi penutur (pelaku), pendengar, waktu, dan setting. 5) Fungsi adalah kegunaan atau manfaat Kidung Sri Lima bagi masyarakat pendukungnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum masyarakat tersebut mengenal keberaksaraan. Setiap bentuk sastra lisan, baik cerita maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Puisi rakyat merupakan salah satu genre folklor lisan. Puisi rakyat memiliki arti sebagai kesusastraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negeri yang kaya dengan budayanya. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain bahasa daerah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mantra merupakan puisi lisan yang bersifat magis. Magis berarti sesuatu yang dipakai manusia untuk mencapai tujuannya dengan cara-cara yang istimewa. Perilaku magis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah banyak ungkapan yang dilontarkan bertalian dengan hubungan antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai aspek kebudayaan Bali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian kata-kata untuk mempertegas ritual yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian kata-kata untuk mempertegas ritual yang dilakukan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak zaman Mesir kuno bahkan sebelumnya, manusia sudah mengenal seni musik dan seni syair. Keduanya bahkan sering dipadukan menjadi satu untuk satu tujuan

Lebih terperinci

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama, IDG Windhu Sancaya Pura Besakih: Di antara Legenda dan Sejarah Penguasa Bali IDG Windhu Sancaya* Judul buku : Pura Besakih; Pura, Agama, dan Masyarakat Bali Penulis : David J. Stuart Fox Penerjemah: Ida

Lebih terperinci

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Tutur adalah 'nasehat' atau 'bicara'. Kata perulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari Sabang sampai Merauke terdapat suku dan ragam tradisi, seperti tradisi yang ada pada suku Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam khazanah sastra Jawa Kuna (kawi) memang telah sejak lama memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan sastra Jawa Kuna yang berbentuk

Lebih terperinci

Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy. Jamaludin

Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy. Jamaludin Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy Jamaludin Abstrak Berbeda dengan umumnya masyarakat pedesaan di Indonesia yang bercocok tanam padi di sawah, masyarakat Baduy di desa Kanekes kecamatan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

2014 KONSEP KESEJAHTERAAN HIDUP DALAM MANTRA

2014 KONSEP KESEJAHTERAAN HIDUP DALAM MANTRA BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian pembahasan ketiga teks MT di Desa Karangnunggal Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur didapati simpulan bahwa kesejahteraan hidup bagi manusia yang diwakili oleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE A. Kesimpulan Astana Gede Kawali adalah salah satu situs bersejarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ragam kebudayaan di Indonesia yang dapat menunjukan identitas budaya pemiliknya ialah folklor. Menurut Danandjaja (1984:2), folklor didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali Tradisional yang dibentuk oleh pupuh-pupuh. Setiap pupuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Adanya

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai salah satu penyimpanan naskah-naskah kuna warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai penyimpanan naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati masyarakat pencinta kesusastraan Bali, sehingga keberadaannya masih tetap hidup seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Setiap suku bangsa memiliki adat dan tradisinya yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Setiap suku bangsa memiliki adat dan tradisinya yang berbeda-beda sesuai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki berbagai macam adat, suku dan budaya. Setiap suku bangsa memiliki adat dan tradisinya yang berbeda-beda sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2)

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2) BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2) saran. Pada bagian pertama akan disajikan simpulan dari empat permasalahan yang telah dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 201 BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Pada bab 6 ini akan diuraikan mengenai simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumny serta saran untuk penelitian selanjutnya. Adapun pembagiannya

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Ada dua jenis metode penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab kesatu dari lima bab penulisan tesis ini akan dimulai dengan pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian La Tike, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian La Tike, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Nilai-nilai sosial yang diusung lewat pancasila sebagai ideologi Negara rasanya sudah tidak dipahami lagi oleh sebagian kelompok masyarakat. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia menyimpan limpahan budaya dan sumber sejarah dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi ke generasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki (KBBI, 2002:740) atas

Lebih terperinci

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 225 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran-saran sebagai bab penutup. Kesimpulan yang dimaksud adalah memberikan gambaran yang jelas dari analisis data yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga menunjukan identitas suatu bangsa. Kebudayaan ini yang biasanya berkembang dari masa ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih hidup dan berkembang cukup baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan para pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pijakan dalam menenukan suatu tindakkan seperti prilaku masyarakat seharihari.

BAB I PENDAHULUAN. pijakan dalam menenukan suatu tindakkan seperti prilaku masyarakat seharihari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kearifan lokal memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan tradisional pada suatu tempat, dalam kearifan lokal tersebut banyak mengandung suatu pandangan maupun

Lebih terperinci

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari Sabang sampai Merauke terdapat suku dan ragam tradisi, seperti tradisi yang ada pada suku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk ungkapan pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

KAKAWIN BALI DWIPA ANALISIS KONVENSI DAN INOVASI. I Gusti Bagus Budastra. Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra Universitas Udayana.

KAKAWIN BALI DWIPA ANALISIS KONVENSI DAN INOVASI. I Gusti Bagus Budastra. Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra Universitas Udayana. 1 KAKAWIN BALI DWIPA ANALISIS KONVENSI DAN INOVASI I Gusti Bagus Budastra Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra Universitas Udayana Abstract Kakawin is a literary work that is formed by wirama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan, serta tindakan-tindakan penting lainnya (Kanta dalam Suarka, 1989: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan, serta tindakan-tindakan penting lainnya (Kanta dalam Suarka, 1989: 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra di Bali masih berhubungan erat dengan masyarakat pendukungnya. Pada zaman kerajaan, sastra menjadi dasar dan cermin tindakan para raja dalam mengemban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini di kalangan para pelajar marak terjadinya peristiwa tawuran, kekerasan antar pelajar, penggunaan narkoba, dan seks bebas. Hal ini sangatlah memprihatinkan

Lebih terperinci

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin dalam berbagai kebudayaan lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN

BAB II KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN BAB II KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN PRINSIP Simbiosis Mutualisme ILMU BANTU FILOLOGI Titik mula pada OBJEK FILOLOGI Objeknya apa ta? Objeknya naskah yang merupakan cerminan masyarakat penulisnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum adalah agar (1) peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa

Lebih terperinci

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pengakuan keesaan Tuhan dalam mantra Sahadat Sunda pengakuan keislaman sebagai mana dari kata Sahadat itu sendiri. Sahadat diucapkan dengan lisan dan di yakini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat. pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat. pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran. Kerajaan Pajajaran sendiri adalah nama lain dari Kerajaan

Lebih terperinci

Analisis Situs Arca Domas Berdasarkan Pola Rasionalitas Budaya Sunda

Analisis Situs Arca Domas Berdasarkan Pola Rasionalitas Budaya Sunda Analisis Situs Arca Domas Berdasarkan Pola Rasionalitas Budaya Sunda Oleh : Febry Maharlika. S.Ds.,M.Sn. Program Studi Desain Interior UNIKOM Abstrak Daya-daya transenden sering kali dihadirkan dalam ruang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORETIS DAFTAR ISI PERNYATAAN DAN PENGESAHAN... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah Penelitian... 1 B. Identifikasi Masalah... 8 C. Batasan Masalah Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua negara ini sama sama menghasilkan karya karya sastra dalam bentuk puisi terutama puisi puisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya. Salah satu budaya yang terdapat dalam masyarakat Jawa adalah budaya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Gambar 1.1 Permukaan Bulan Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan bulan saat malam hari, membuat malam menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan sesama manusia atau kelompok. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan pesan kepada seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seni terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang dilatarbelakangi oleh keadaan sosialbudaya, ekonomi, letak geografis, pola kegiatan keseharian,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Umpasa merupakan salah satu ragam sastra lisan yang dimiliki masyarakat Batak Toba. Sebagai ragam sastra lisan, umpasa awalnya berkembang di masyarakat tradisional.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara mendekati objek. Model pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan folklor modern. Pendekatan folklor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Folklor merupakan sebuah elemen penting yang ada dalam suatu sistem tatanan budaya dan sosial suatu masyarakat. Folklor merupakan sebuah refleksi sosial akan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Sunda pada umumnya sudah mengenal dengan kata Siliwangi dan Padjajaran. Kedua kata tersebut banyak digunakan dalam berbagai hal. Mulai dari nama tempat,

Lebih terperinci

23/03/2010 Drs. Sumiyadi, M.Hum./Jurdiksatrasia, FPBS,UPI

23/03/2010 Drs. Sumiyadi, M.Hum./Jurdiksatrasia, FPBS,UPI PEMODERNAN CERITA RAKYAT & MASALAH PEMBELAJARANNYA oleh Sumiyadi Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

Lebih terperinci