BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KECEPATAN PUTAR TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN ALUMINIUM 1XXX DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING. Tri Angga Prasetyo ( )

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KECEPATAN PUTAR TOOL TERHADAP KEKUATAN MEKANIK SAMBUNGAN LAS ALUMUNIUM 1XXX KETEBALAN 2 MM DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penyambungan Aluminium 6061 T6 dengan Metode CDFW. Gambar 4.1 Hasil Sambungan

BAB IV DATA DAN ANALISA

PENGARUH KECEPATAN PUTAR TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN ALLUMUNIUM 1XXX DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING

PENGARUH PUTARAN TOOL TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS SAMBUNGAN PADA ALUMINIUM 5051 DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING.

BAB I PENDAHULUAN. penting pada proses penyambungan logam. Pada hakekatnya. diantara material yang disambungkan. Ini biasanya dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. cukup berat. Peningkatan akan kualitas dan kuantitas serta persaingan

BAB IV DATA DAN ANALISA

PERNYATAAN. Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Prasetyo Agung Nugroho NIM :

I. PENDAHULUAN. terjadinya oksidasi lebih lanjut (Amanto & Daryanto, 2006). Selain sifatnya

PENGARUH KECEPATAN SPINDLE DAN FEED RATE TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN LAS TIPE FRICTION STIR WELDING UNTUK ALUMINIUM SERI 1100 DENGAN TEBAL 2 MM

I. PENDAHULUAN. Salah satu cabang ilmu yang dipelajari pada Teknik Mesin adalah teknik

Pengaruh Variasi Putaran Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Sambungan Las Tak Sejenis Paduan Aluminium 5083 dan 6061-T6 Pada Proses Las FSW

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Studi Komparasi Sambungan Las Dissimilar AA5083- AA6061-T6 Antara TIG dan FSW

ANALISA KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 6110

I. PENDAHULUAN. atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. luas, seperti pada kontruksi bangunan baja dan kontruksi mesin.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENGARUH SISI PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGUNAAN PIN TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALMUNIUM (Al)

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

ANALISIS PENGARUH IN SITU COOLING TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADAKAPAL KATAMARAN

PENGARUH FEED RATE TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM SERI 6110

PENGARUH PENGELASAN ALUMINIUM 5083

PENGARUH FEED RATE TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA FRICTION STIR WELDING ALUMUNIUM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS ALUMINIUM DENGAN VARIASI FILLER MENGGUNAKAN METODE FRICTION STIR WELDING (FSW)

Mulai. Identifikasi Masalah. Persiapan Alat dan Bahan

ANALISIS PENGARUH IN SITU COOLING TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

Analisis Sifat Mekanik dan Struktur Mikro pada Pengelasan AA 5083 dengan Proses Friction Stir Welding pada Arah Sejajar dan Tegak Lurus Rol

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Komparatif Hasil Friction Stir Welding (FSW) dan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) pada Sambungan Las Luminium Seri 5083

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. waktu pengelasan dan pengaruh penambahan filler serbuk pada

PENGARUH PROFIL PIN DAN JARAK PREHEATING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN MATERIAL AA5052-H32 FRICTION STIR WELDING JUDUL

Studi Eksperimen Pengaruh Durasi Gesek, Tekanan Gesek Dan Tekanan Tempa Pengelasan Gesek (FW) Terhadap Kekuatan Tarik dan Impact Pada Baja Aisi 1045

PENGARUH KEDALAMAN PIN (DEPTH PLUNGE) TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN LAS PADA PENGELASAN GESEK AL.5083

PENGARUH BENTUK PROBE PADA TOOL SHOULDER TERHADAP METALURGI ALUMINIUM SERI 5083 DENGAN PROSES FRICTION STIR WELDING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perbesaran 100x adalah 100 µm. Sebelum dilakukan pengujian materi yang

PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING (FSW) ALUMINIUM 2024

Pengaruh Diameter Pin Terhadap Kekuatan dan Kualitas Joint Line Pada Proses Friction Wtir Welding Aluminium Seri 5083 Untuk Pre Fabrication

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

PENGARUH VARIASI ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN SAMBUNGAN PADA PROSES PENGELASAN ALUMINIUM DENGAN METODE MIG

PENGARUH PROFIL PIN DAN TEMPERATUR PREHEATING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN MATERIAL AA5052-H32 FRICTION STIR WELDING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

2.5. Heat Treatment Metalurgi Las Aluminium Klasifikasi Aluminium Sifat Mampu Las Aluminium...

SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO ALUMINIUM AA1100 HASIL PENGELASAN FRICTION STIR WELDING DENGAN VARIASI FEED RATE

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dengan pesat. Ditemukannya metode-metode baru untuk mengatasi

PENGARUH DIAMETER TOOL SHOULDER TERHADAP METALURGI ALUMINIUM SERI 5083 DENGAN PROSES FRICTION STIR WELDING

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua. logam atau lebih yang menggunakan energi panas.

ANALISIS SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS ALUMINIUM DENGAN VARIASI FILLER MENGGUNAKAN METODE FRICTION STIR WELDING (FSW)

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

Kolbi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Program Studi S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik, Yogyakarta 55183, Indonesia

ANALISIS PENGARUH BACKING PLATE MATERIAL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING TERHADAP SIFAT MEKANIK ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Oleh : SUPRIYADI NIM. I

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur mikro adalah gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang dapat diamati

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH SUDUT KERJA TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 KAPAL KATAMARAN

PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN PELAT AA5083 PADA PROSES FRICTION STIR WELDING

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX. Sulaksono Cahyo Prabowo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui isi unsur kandungan

ANALISIS SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN ALUMINIUM AA 1100 DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING (FSW) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. panas yang dihasilkan dari tahanan arus listrik. Spot welding banyak

PERUBAHAN NILAI KEKUATAN TARIK PADA HASIL PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM T3 YANG MENGGUNAKAN PERLAKUAN TRANSIENT THERMAL

ANALISIS SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN ALUMINIUM AA 1100 DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING (FSW) Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

PENGARUH VARIASI ARUS TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN KOROSI SAMBUNGAN LAS TAK SEJENIS ALUMINIUM PADUAN 5083 DAN 6061-T6 ABSTRAK POLBAN

PENGARUH DURASI GESEK, TEKANAN GESEK DAN TEKANAN TEMPA TERHADAP IMPACT STRENGTH SAMBUNGAN LASAN GESEK LANGSUNG PADA BAJA KARBON AISI 1045

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DASAR-DASAR PENGELASAN

SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN LAS ALUMINIUM 6061 HASIL FRICTION WELDING ABSTRACT

STUDI PERBANDINGAN SIFAT MEKANIK PADA PENGELASAN SATU SISI DAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 KAPAL KATAMARAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1.Kajian Pustaka

Kajian Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro Hasil Pengelasan Shield Metal Arc Welding dan Friction Stir Welding Baja Karbon St 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

THE EFFECT OF PIN DESIGN ON MECHANICAL PROPERTIES OF ALUMINIUM H112 AS A RESULT OF FRICTION STIR WELDING PROCESS

PENGARUH KECEPATAN SPINDLE DAN FEED RATE TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN LAS TIPE FRICTION STIR WELDING UNTUK ALUMINIUM SERI 1100 DENGAN TEBAL 2 MM

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

Pengaruh Shot-peening Terhadap Struktur Mikro Dan Laju Korosi Sambungan Friction Stir Welding Pada Aluminium 6061

Kata kunci: FSW, logam tak sejenis, aluminium, tembaga

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengelasan Pada FSW Pengelasan menggunakan metode friction stir welding ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pengelasan dengan metode FSW ini merupakan pengelasan yang terjadi pada kondisi padat (solid state joining) dengan memanfaatkan gesekan dari tool yang berputar dengan benda kerja yang diam sehingga mampu melelehkan benda kerja yang diam tersebut dan akhirnya tersambung menjadi satu. Kuningan Tool FSW Aluminium Daerah las Gambar 4.1 Pengelasan dengan metode Friction Stir Welding (FSW) Pada gambar 4.2 (a) hasil pengelasan dengan metode FSW dengan feed rate 20mm/menit, pada putaran tool 1550 rpm dan tanpa tambahan perlakuan panas. Permukaan hasil lasan terlihat retak tipis disepanjang lasan yang disebabkan karena kurangnya panas pada material. Pada Gambar 4.2 (b) merupakan hasil pengelasan FSW dengan ditambah pemanasan tambahan pada saat pengelasan berlangsung dengan suhu gesek mencapai 300 C. Permukaan hasil lasan terlihat kurang rapi dikarenakan penambahan panas yang dilakukan membuat bagian aluminium terlalu panas sehingga lelehan materia hasil pengadukan pin tool menjadi keluar dari jalur las. Gambar 4.2 (c) adalah hasil dari pengelasan FSW yang dilakukan perlakuan ulang T5 setelah dilas. Permukaan hasil pengelasan ini juga terlihat kurang rapi 38

yang dikarenakan suhu gesek yang kurang panas, pada saat pengelasan material kurang meleleh dan butiran lelehan masih teralalu kasar sehingga butiran yang masih kasar tersebut hanya tergesek oleh shoulder. Gambar 4.2 (d) pada permukaaan lasan ini terlihat kasar dikarenakan pada saat pengelasan ditambah pemanasan tambahan sehingga banyak material aluminium yang meleleh akibat panas berlebih sehingga sedikit keluar dari pusat lasan dan permukaannya menjadi kasar. a Arah Pergeseran meja b Arah Pergeseran meja Advancing Side Advancing Side c d Arah Pergeseran meja Arah Pergeseran meja Advancing Side Advancing Side Gambar 4.2 (a) hasil pengelasan FSW dissimilar antara aluminium dengan kuningan. (b) hasil pengelasan FSW dissimilar dengan dibantu pemanas tambahan dengan suhu gesek mencapai 300 C. (c) hasil pengelasan FSW dissimilar dengan dilakukan proses perlakuan ulang T5. (d) hasil pengelasan FSW dengan dibantu pemanas tambahan dan dilakukan perlakuan ulang T5. 39

4.2 Hasil Foto Makro dan Mikro Sebelum dilakukan proses foto makro dan mikro, spesimen dietsa terlebih dahulu. Larutan etsa yang digunakan adalah sesuai dengan standar ASTM E407 yaitu Standard Practice for Microetching Metals and Alloys. Ada 2 jenis larutan etsa yang diaplikasikan untuk Aluminium dan Kuningan pada pengelasan metode FSW ini, yang pertama untuk larutan etsa Aluminium seri 1xx memakai standar etsa no.6 yang terdiri dari 25 ml HNO3 dan 75 ml Aquades. Sedangkan untuk larutan etsa kuningan memakai standar etsa no.29 yang terdiri dari 1 gr K2 Cr2 O7, 4 ml H2 SO4, dan 50 ml Aquades. Pengetsaan dilakukan selama 3-60 detik dipilih waktu yang tepat untuk menghindari spesimen menjadi gosong dan berwarna hitam. Dikarenakan jika spesimen terlalu lama dicelup dan menjadi gosong maka batas butir dan daerah lasan tidak dapat terlihat. 4.2.1 Hasil Foto Makro Berdasarkan hasil foto struktur makro untuk tiap spesimen memiliki perbedaan yang sangat signifikan baik dari segi bentuk ataupun dari sifat mekaniknya (Gambar 4.3). Hal ini dikarenakan panas yang dihasilkan dari tiap pengelasan tidak sama sehingga menyebabkan proses pelunakan material tidak seluruhnya melunak terutama pada material kuningan. Proses pelunakan sangat berperan penting dalam pengelasan ini karena jika material tidak meleleh pin yang berfungsi sebagai pengaduk dan penyambung material tidak akan bisa mengaduk dengan sempurna. Hampir semua hasil lasan masih teramati adanya cacat berupa incomplete fusion. Cacat incomplete fusion terbesar terlihat pada pengelasan 4 (Gambar 4.3 (d)). Cacat incomplete fusion yang terbentuk berupa lubang kecil yang terjadi sepanjang pengelasan. Haipan (2012) hal ini dapat terjadi akibat material yang teraduk hanya sepertiga dari seluruh material yang dilas. 40

a aluminium Weld Nugget incomplete fusion brass b aluminium Weld Nugget brass c aluminium Weld Nugget brass incomplete fusion d aluminium Weld Nugget incomplete fusion brass Gambar 4.3 (a) hasil FSW dissimilar antara aluminium dengan kuningan. (b) hasil FSW dissimilar dengan dibantu pemanas tambahan selama pengelasan. (c) hasil FSW dissimilar dengan dilakukan proses perlakuan ulang T5. (d) hasil FSW dissimilar dengan dibantu pemanas tambahan dan dilakukan perlakuan ulang T5. 41

4.2.2 Hasil Foto Mikro Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur mikro yang terjadi akibat adanya proses pengelasan dengan metode FSW, yaitu didaerah stir zone,, dan base metal. Pada pengelasan FSW dengan penggunaan aluminium dan kuningan terjadi perbedaan partikelpertikel yang signifikan antara pengelasan 1, 2, 3 dan 4 pada daerah stir zone dan sambungan. Ketiga daerah (stir zone,, dan base metal) itu mendapatkan perlakuan yang berbeda pada saat proses pengelasan berlangsung, dengan adanya perlakuan yang berbeda maka ketiganya memiliki struktur mikro yang berbeda. a b Batas Butir Intermetallic compound crack 100 µm 20 µm Gambar 4.4 Struktur mikro pengelasan 1 tanpa penambahan perlakuan panas pada daerah sambungan FSW dissimilar antara aluminium dengan kuningan (a), dengan perbesaran gambar 5 kali lipat (b) Pada gambar 4.4 (a) menunjukan bahwa pada daerah sambungan pengelasan 1 yang merupakan proses pengelasan dengan metode FSW terjadi retakan (crack) disepanjang jalur lasan. Lebar retakan diketahui selebar 35,93 mikron, hal ini disebabkan karena perbedaan titik lebur antara kedua material yang terpaut jauh sehingga material tidak dapat tercampur dan tersambung dengan baik. Pada gambar 4.4 (b) terlihat samar-samar perbedaan partikel pada daerah kuningan akibat dari pengaruh gesekan tool saat pengelasan. Dan pada perbesaran 500x ini terlihat bahwa antara material kuningan dengan aluminium hanya menempel saja tidak terjadi ikatan antar partikel (kissing bond) hal ini terjadi karena material kuningan tidak meleleh sempurna pada saat pengelasan. Dan dapat diihat pada gambar 4.4 (b) terlihat batas butir antara dan yang cukup jelas. 42

a b Intermetallic Compound 100 µm 20 µm Gambar 4.5 struktur mikro pengelasan 2 dengan penambahan panas selama pengelasan pada daerah sambungan FSW dissimilar dengan suhu gesek mencapai 300 C (a). dengan perbesaran gambar 5 kali lipat (b) Pada gambar 4.5 (a) terlihat ada sedikit crack pada daerah sambungan las selebar 30,06 mikron. Crack ini tidak selebar pada pengelasan 1, karena pengelasan 2 ini adaalah pengelasan FSW yang dibantu pemanasan tambahan pada saat pengelasan berlangsung dengan suhu gesek yang mencapai 300 C. Hal ini menyebabkan material kuningan yang memiliki titik lebur yang lebih tinggi dari kuningan menjadi lunak karena terkena efek panas dari tambahan pemanas tadi. Oleh sebab itu pin tool pengelasan lebih mudah mengaduk material antara kuningan dan aluminium karena material sudah melunak bersamaan dahulu. Sedangkan gambar 4.5 (b) pada bagian interface sambungan las terlihat campuran logam antara aluminium dan kuningan mengisi celah sambungan lasan dengan baik, hal ini menandakan bahwa sambungan antar material mengikat dengan baik. Begitu juga pada daerah kuningan terlihat sangat besar, ini dikarenakan efek dari penambahan panas yang tinggi pada saat pengelasan berlangsung. Pada sisi material aluminium terlihat adanya daerah intermetallic compound, yaitu daerah yang mengalami pencampuran logam dari proses pengadukan yang dilakukan. 43

a b Weld nugget crack Intermetallic Compound 100 µm 20 µm Gambar 4.6 struktur mikro pengelasan 3 dengan perlakuan ulang T5 pada daerah sambungan hasil FSW dissimilar(a), dengan perbesaran gambar 5 kali lipat (b) Pada gambar 4.6 (a) terlihat disepanjang sambungan lasan terdapat efek dari penambahan proses perlakuan ulang T5 yaitu proses artificial aging atau penuaan buatan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai kekuatan tarik dan nilai kekerasan. Pengelasan 3 sendiri adalah pengelasan seperti biasa dengan metode FSW yang kemudian setelah selesai pengelasan dilakukan perlakuan ulang artificial aging. Pada pengelasan 3 ini juga terdapat crack dengan lebar 37,39 mikron, ini sama seperti pada pembahasan sebelumnya yaitu pada pembahasan pengelasan 1 yang juga terdapat crack pada sambungan lasnya. Dari gambar terlihat juga pada weld nugget terdapat efek dari artificial aging yaitu tampak partikel-partikel aluminium yang bercampur dengan material kuningan menjadi lebih halus pada permukaannya jika dibanding dengan permukaan pengelasan 1 yang tanpa perlakuan ulang artificial aging. Sedangkan pada gambar 4.6 (b) yang ditunjukan tanda panah adalah daerah sambungan yang mengalami efek dari perlakuan ulang artificial aging. Pada pembahasan pengelasan 1 tadi dijelaskan bahwa pada sambungan antara material kuningan dan aluminium tidak tersambung sempurna karena perbedaan titik lebur material yang terpaut jauh dan tidak adanya bantuan pemanas tambahan. Pada pengelasan 3 ini sambungan lasan yang tidak sempurna diperbaiki dengan melakukan perlakuan ulang artificial aging yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan tarik dan kekerasan sambungannya. 44

a Incomplete fusion b Batas Butir Intermetallic Compound Weld nugget Weld nugget 100 µm 20 µm Gambar 4.7 struktur mikro pengelasan 4 dengan penambahan panas tambahan selama pengelasan dan kemudian dilakukan perlakuan ulang T5 pada daerah sambungan hasil FSW dissimilar (a), dengan perbesaran gambar 5 kali lipat (b) Pada gambar 4.7 (a) menunjukkan daerah yang sangat jelas mengalami perubahan bentuk partikel, pada daerah tersebut ukuran partikelnya terlihat lebih kecil dibanding dengan daerah. Hal ini terjadi karena pada saat pengelasan dibantu dengan pemanas tambahan yang mengakibatkan panas dibagian tool pin menjadi lebih tinggi, sehingga pengaruh gesekan tool terhadap partikel material menjadi lebih halus. Pada gambar 4.7 (b) diperbesaran 500x sangat jelas terlihat batas butir partikel antara dan. Ukuran partikel pada daerah yang berdekatan pada daerah stir zone terlihat sangat kecil dibanding dengan, ini dikarenakan daerah langsung terkena efek dari pengelasan yang dibantu pemanasan tambahan. Pada daerah weld nugget juga jelas terlihat efek dari proses perlakuan ulang T5 yaitu proses artificial aging, Efek tersebut terlihat pada ukuran partikel yang lebih kecil dari pada ukuran partikel dipengelasan 2 yang tanpa dilakukan perlakuan ulang artificial aging. Namun perlakuan ulang material tersebut kekuatannya akan diketahui pada saat diuji mekanik. Pada gambar 4.7 (b) bagian weld nugget juga terlihat adanya daerah intermetallic compound yang terbentuk karena pengadukan pin tool saat pengelasan. 45

4.3 Hasil Uji Kekerasan Pengujian kekerasan ini dilakukan pada tiap spesimen hasil pengelasan dengan metode pengelasan yang berbeda-beda. Table 4.1 menunjukkan data hasil pengujian kekerasan dengan menggunakan uji kekerasan Micro Vickers dengan beban yang digunakan sebesar 200 gf, kemudian pada Gambar 4.8 menunjukkan grafik perbandingan kekerasan rata-rata pada setiap variasi pengelasan dan Gambar 4.9 adalah grafik perbandingan nilai kekerasan pada sambungan lasan disetiap metode pengelasan. Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan No Posisi titik Nilai kekerasan VHN uji (mm) P1 P2 P3 P4 CuZn Al 1-3 48,26 47,53 46,3 39,13 - - 2-2,5 58 62,6 54,5 171,5 - - 3-2 54,5 61,7 53,8 94,9 - - 4-1,5 200,6 61,7 54,5 148,4 - - 5-1 226,1 231,8 175,3 220,6 - - 6-0,5 200,6 243,8 200,6 122,6 124,8 41,5 7 0 263,7 278,4 237,7 270,9 122,6 38,6 8 0,5 243,8 220,6 256,8 278,4 127,2 38,2 9 1 154,5 256,8 81,4 243,8 - - 10 1,5 80,2 243,8 87,8 226,1 - - 11 2 89,1 187,3 99,7 191,6 - - 12 2,5 157,7 205,3 148,4 205,3 - - 13 3 159,86 197,6 174,16 134,1 - - P1 = Pengelasan 1, P2 = Pengelasan 2, P3 = Pengelasan 3, P4 = Pengelasan 4 Proses pengelasan dissimilar aluminium dan kuningan dengan friction stir welding menggunakan putaran 1550 rpm dengan kecepatan feed rate 20 mm/menit. Variasi pengelasan yang digunakan pun berbeda seperti pengelasan 1 adalah pengelasan dengan metode Friction Stir Welding (FSW), pengelasan 2 adalah pengelasn dengan metode FSW dan dengan ditambah pemanas tambahan ehingga suhu gesek mencapai 300 C, pengelasan 3 adalah pengelasan dengan metode FSW dengan ditambah perlakuan ulang T5, sedangan pengelasn 4 adalah pengelasn dengan metode FSW dan ditambah pemanas tambahan dan kemudian dilakukan perlakuan ulang T5. Sehingga dari 46

VHN VHN variasi proses pengelasan yang berbeda-beda sangat berpengaruh pada nilai kekerasan hasil lasan. Pada tabel 4.1 bagan posisi titik uji nilai 0 adalah pusat dari lasan, sedangkan tanda minus (-) merupakan daerah material aluminium dan nilai plus merupakan daerah material kuningan. Pengelasan 1 300 270 Raw Cu-Zn 240 210 Raw Al 180 150 120 90 60 30 0-3,5-3 -2,5-2 -1,5-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Posisi Titik Uji Gambar 4.8 grafik distribusi kekerasan pengelasan FSW dissimilar perlakuan panas tanpa Pengelasan 2 300 270 Raw Cu-Zn 240 Raw Al 210 180 150 120 90 60 30 0-3,5-3 -2,5-2 -1,5-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Posisi Titik Uji gambar 4.9 Grafik distribusi kekersan pengelasan FSW dissimilar dengan ditambah pemanas selama pengelasan... 47

VHN VHN Pengelasan 3 300 270 Raw Cu-Zn 240 210 Raw Al 180 150 120 90 60 30 0-3,5-3 -2,5-2 -1,5-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Posisi Titik Uji Gambar 4.10 Grafik distribusi kekerasan pengelasan FSW dissimilar dengan perlakuan panas T5 setelas pengelasan Pengelasan 4 300 270 Raw Cu-Zn 240 210 Raw Al 180 150 120 90 60 30 0-3,5-3 -2,5-2 -1,5-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Posisi Titik Uji Gambar 4.11 Grafik distribusi kekerasan penelasan FSW dissimilar dengan gabungan perlakuan panas keduanya 48

VHN Pengelasan 1 300 Pengelasan 2 270 Pengelasan 3 240 Pengelasan 4 Raw CuZn 210 Raw Al 180 150 120 90 60 30 0-3,5-3 -2,5-2 -1,5-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Posisi Titik Uji (mm) Gambar 4.12 Grafik distribusi kekerasan dari semua variasi pengelasan Dari gambar grafik 4.12 tersebut dapat dilihat jika nilai kekerasan pada setiap pengelasan mendapatkan harga kekerasan yang tidak beraturan, hal ini disebabkan karena terjadinya perpindahan material dari bagian aluminium ke kuningan ataupun sebaliknya yang mengakibatkan nilai kekerasan menjadi tidak setabil. Dan hal ini diperkuat oleh bukti pada pembahasan 4.3 hasil foto makro dan mikro yang menampilkan foto jika pada setiap pengelasan terjadi perpindahan mateial dari aluminium ke kuningan ataupun sebaliknya yang disebabkan karena adukan dari pin tool pengelasan. Dari sebagian besar titik pengujian kekerasan baik dibagian aluminium atau dibagian kuningan nilai kekerasan yang diperoleh rata-rata melebihi dari raw material Al ataupun CuZn. Dari grafik tersebut juga terlihat nilai kekerasan tertinggi terdapat pada pengelasan 2 dititik uji 0 sebesar 278,4 VHN dan pada pengelasan 4 dititik uji 0,5 sebesar 278,4 VHN. Kedua nilai kekerasan pada pengelasan 2 dan pengelasan 4 tersebut sama, hal ini disebabkan karena pada proses pengelasannya dilakukan dengan menambah panas tambahan yang suhu geseknya mencapai 300 C sehingga proses pengadukan material menjadi sempurna. 49

Kekerasan (VHN) 300 275 250 225 200 175 150 125 100 75 50 25 0 263,7 278,4 270,9 237,7 122,6 38,6 Pengelasan 1 Pengelasan 2 Pengelasan 3 Pengelasan 4 RAW CuZn RAW Al Gambar 4.13 Grafik pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan pada daerah sambungan las Dari hasil pengujian kekerasan tepat pada sambungan las dissimilar aluminium dan kuningan menunjukan jika kekerasan tertinggi terdapat pada pengelasan 2 denagn nilai 278,4 VHN, kemudian nilai kekerasan selanjutnya adalah pengelasan 4 dengan nilai 270,9 VHN, pada pengelasan 3 diperoleh nilai kekerasan sebesar 237,7 VHN dan pengelasan 1 diperoleh nilai sebesar 263,7 VHN. Dari ke empat pengelasan tersebut semua kekerasan yang diperoleh sangat jauh melebihi dari RAW CuZn yang sebesar 122,6 VHN hingga 2 kali lipat dan melebihi hingga 3 kali lipat dari nilai RAW Al yang bernilai 38,6 VHN. Hal ini dikarenakan penambahan panas sangat berpengaruh terhadap nilai kekerasan, sebab pengadukan material menjadi sempurna dan merata. 50

4.4 Hasil UJi Tarik Pengujian uji tarik dilakukan pada hasil pengelasan dissimilar antara aluminium dan kuningan. Dimensi spesimen uji tarik untuk material pengelasan menggunakan standar ASTM E8. Hasil yang diperoleh dari proses pengujian tarik berupa nilai tegangan dan regangan dari hasil pengelasan yang akan dibandingkan dengan nilai tegangan dan regangan raw material. Gambar 4.14 Grafik Uji Tarik hasil FSW dissimilar antara CuZn dan Al Gambar 4.14 menunjukkan bahwa antara logam raw material aluminium dan kuningan dengan logam yang sudah dilas memiliki perbedaan tegangan tarik yang sangat jauh, yang hanya mencapai 30% dari raw material aluminium. Hal ini dikarenakan dua material yang dilas karakteristik bendanya berbeda dari segi kekerasan, titik lebur dan tegangan Kemungkinan pada daerah lasan antara aluminium dan kuningan hanya sedikit tersambung dikarenakan pengadukan material yang dilakukan oleh pin kurang sempurna. 51

Regangan (%) Kekuatan Tarik (MPa) 450 400 405,41 350 300 250 200 150 100 50 0 149,65 50,91 38,05 34,44 12,69 Raw CuZn Raw Al Pengelasan 1Pengelasan 2Pengelasan 3Pengelasan 4 Gambar 4.15 grafik pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan tarik hasil las FSW Dari gambar 4.15 terlihat yang memiliki nilai tegangan tertinggi terdapat pada pengelasan 4 yaitu sebesar 50,91 MPa, kemudian nilai tegangan terbesar selanjutnya terdapat pada pengelasn 2 dengan nilai 38,05 MPa, selanjutnya tegangan pada pengelasan 3 sebesar 34,44 MPa, dan nilai tegangan yang paling rendah terdapat pada pengelasan 1 dengan nilai sebesar 12,69 MPa. Jika dibandingkan dengan nilai tegangan raw material Aluminium yang sebesar 149,65 MPa maka nilai tegangan hasil pengelasan FSW dissimilar yang tertinggi hanya mencapai 30% dari nilai tegangan aluminium tersebut. 70 60 55,45 50 40 30 20 10 0 12,19 2,20 2,44 2,32 1,76 Raw CuZn Raw Al Pengelasan 1 Pengelasan 2 Pengelasan 3 Pengelasan 4 Gambar 4.16 grafik pengaruh perlakuan panas terhadap regangan hasil las FSW 52

Pada gambar 4.16 memperlihakan bahwa hasil nilai regangan mengalami perbedaan yang sangat signifikan dibanding dengan regangan yang dimiliki oleh raw material aluminium ataupun raw material kuningan. Hal ini dikarenakan patah terjadi tepat pada sambungan lasan yang merupakan daerah yang paling banyak perlakuan teknik sehingga pada daerah terebut kekuatan materialnya menurun. Untuk nilai regangan pada gambar 4.16 yang terdapat pada pengujian tarik ini regangan terbesar terjadi pada raw material CuZn sebesar 55,45% dan pada raw material Al sebesar 12,19%. Sedangkan nilai regangan terbesar pada hasil lasan FSW terdapat pada pengelasan 2 dengan nilai 2,44%, kemudian pada pengelasan 3 sebesar 2,32%, pada pengelasan 1 sebesar 2,20% dan yang paling terendah terdapat pada pengelasan 4 sebesar 1,76%. Nilai regangan paling rendah terdapat pada pengelasan 4, hal ini dikarenakan pada saat pengelasan berlangsung ditambah pemanasan tambahan dan setelah pengelasan juga dilakukan perlakuan ulang sehingga menyebabkan material menjadi getas dan keras hal ini berpengaruh pada nilai regangan menurun. Menurut esmaeili (2011) pada hasil penelitian FSW sambungan dissimilar yang dilakukan memiliki nilai UTS untuk penggunaan variasi putaran berturut-turut yaitu 200rpm, 450rpm, 650rpm, dan 900rpm adalah sebesar 27,1 MPa, 101,1 MPa, 89,1 MPa, dan 76,85 MPa. Sehingga didapat nilai UTS yang paling tinggi terdapat pada putaran tool 450rpm sebesar 101,1 MPa. Namun jika dibandiing dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis kekuatan UTS terbesar hanya didapat sebesar 50,91 MPA, kekuatan ini hanya berkisar sekitar 50% saja jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Esmaeili. 53

4.5 Fraktografi a b CuZn Al CuZn Al c d CuZn Al CuZn gambar 4.17 Patahan spesimen uji tarik tampak atas pada (a) hasil FSW dissimilar antara aluminium dengan kuningan. (b) hasil FSW dissimilar dengan dibantu pemanas tambahan dengan suhu gesek mencapai 300 C. (c) hasil FSW dissimilar dengan dilakukan proses perlakuan ulang T5. (d) hasil FSW dissimilar dengan dibantu pemanas tambahan dan dilakukan perlakuan ulang T5. Al a CuZn Al b CuZn Al c CuZn Al d CuZn Al Gambar 4.18 patahan spesimen uji tarik tampak samping pada (a) hasil FSW dissimilar antara aluminium dengan kuningan. (b) hasil FSW dissimilar dengan dibantu pemanas tambahan dengan suhu gesek mencapai 300 C. (c) hasil FSW dissimilar dengan dilakukan proses perlakuan ulang T5. (d) hasil FSW dissimilar dengan dibantu pemanas tambahan dan dilakukan perlakuan ulang T5. 54

Pada gambar 4.17 terlihat semua penampang patahan hasil pengelasan tidak mengalami perubahan bentuk pada daerah uji tariknya, dan hampir semua spesimen uji tarik mengalami patahan tepat didaerah lasan. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan abtara material kuningan dan aluminium yang sangat siknifikan dari segi kekerasan dan titik lebur material, sehingga distribusi panas dari hasil gesekan antara material dan pin tool tidak merata dan tidak dapat melelehkan material secara sempurna. Pada gambar 4.17 (a) dan gambar 4.17 (c) jika pada penampang tersebut butiran-butiran material hasil pengelasan terlihat besar-besar baik pada bagian kuningan maupun aluminium. Hal ini membuktikan jika pada pengelasan tersebut material tidak meleleh sempurna yang diakibatkan oleh kurangnya panas. Sedangkan pada gambar 4.17 (c) dan gambar 4.17 (d) penampang patahan uji tarik terlihat butiran-butiran hasil pengelasan lebih halus dari gambar 4.17 (a) dan (c). Sebab pada gambar 4.17 (b) dan (d) proses pengelasannya dilakukan dengan cara menambahkan panas pada saat pengelasan berjalan dengan suhu gesek yang mencapai 300 o C, sehingga material meleleh lebih sempurna dari pada pengelasan yang tanpa ditambah panas. Pada gambar 4.18 pada semua hasil lasan mengalami peralihan material dibagian pusat las karena disebabkan oleh pengadukan pin tool. Terlihat gambar 4.18 (a),(b) dan (c) semua patahan hasil uji tarik tepat di pusat las, hal ini disebabkan pengadukan material kurang sempurna karena kurangnya panas dan kemungkinan terdapat cacat incomplete fusion disepanjang pengelasan. Berbeda dengan gambar 4.18 (d) hasil uji tarik yang dilakukan terlihat patahan yang terjadi tepat didaerah interface antara weld nugged dan material kuningan. Hasilnya daerah weld nugged ikut tertarik dan tertempel kuat pada daerah material aluminium, hal ini disebabkan karena setelah selesai mengelas hasil lasan dilakukan perlakuan ulang artificial aging yang berfungsi untuk menguatkan sambungan hasil lasan didaerah material aluminium. Didalam pembahasan hasil foto mikro bahwa pada pengelasan ini terjadi penyebaran presipitat yang merata didaerah lasan, sehingga butiran-butiran material menjadi lebih halus. Hal inilah yang menyebabkan bagian weld nugget menjadi tertempel kuat di material aluminium. 55