Pendahuluan. Bab Pengertian

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

ENDODONTIC-EMERGENCIES

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Nyeri orofasial merupakan jenis nyeri yang cukup sering terjadi. Dalam tulisannya mengenai klasifikasi dan epidemiologi nyeri orofasal, Shetty dan

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

NYERI OROFASIAL AKIBAT TRAUMATIK NEUROMA

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

Pendahuluan. Nyeri orofasial, bergantung dari penyebab utamanya, secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis nyeri, yaitu: 1

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

BAB V HASIL PENELITIAN

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. setidaknya pernah mengalami satu kali nyeri kepala dalam satu tahun. Bahkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

Clinical Science Session Pain

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga

Definisi Bell s palsy

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIFITAS KUMUR AIR GARAM TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PENDERITA NYERI GIGI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang.di dunia

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Nyeri merupakan fenomena yang universal dan kebebasan dari nyeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

Bab 10 NYERI. A. Tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan stres karena terdapat ancaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi.

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Transkripsi:

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif. Salah satu kondisi nyeri neuropatik pada area dento alveolar adalah atypical odontalgia. Atypical odontalgia pertama kali 1,2 dilaporkan oleh McElin dan Horton (1947). Pada beberapa kasus, atypical odontalgia dapat disebabkan karena adanya tindakan yang menimbulkan trauma pada jaringan, seperti yang terjadi pada kasus pencabutan gigi. Pada kasus atypical odontalgia yang didahului dengan adanya trauma jaringan maka kemungkinan besar penyebabnya adalah deaferensiasi yang dapat diartikan sebagai hilangnya input aferen normal sistem saraf pusat. Deaferesiasi dapat menimbulkan beberapa jenis gejala yang mana gejala yang paling umum adalah anestesi dan parestesi. Meskipun demikian, deaferensiasi juga dapat bermanifestasi dalam bentuk nyeri. Jenis nyeri yang 1

merupakan manifestasi dari deaferensiasi dan berlokasi di region gigi dikenal dengan atypical odontalgia. 3 Atypical odontalgia yang dikenal juga dengan phantom tooth pain atau persistent neuropathic pain 4 saat ini dikategorikan ke dalam persistent idiopathic facial pain disorder atau kelainan nyeri fasial idiopatik persisten 5,6 oleh International Headache Society (IHS). IHS menggambarkan bahwa atypical odontalgia merupakan kondisi nyeri kronis yang bermanifestasi sebagai gejala nyeri persisten dan berkelanjutan dan terjadi lebih dari enam bulan setelah pencabutan gigi selesai dilakukan, tanpa disertai kondisi patologis. 5 Selain tindakan pencabutan gigi, beberapa tindakan yang berpotensi untuk menimbulkan deaferensiasi pada cabang nervus trigeminus hingga menimbulkan atypical odontalgia adalah perawatan saluran akar atau apikoektomi. 4 Meskipun terdapat beberapa prosedur dental yang berpotensi untuk memicu terjadinya atypical odontalgia, tetapi terdapat pula kasus-kasus di mana keluhan nyeri muncul tanpa didahului oleh perawatan dental. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi dokter gigi dalam menetapkan diagnosis atypical odontalgia. Timbulnya keluhan nyeri gigi tanpa disertai temuan klinis yang mendukung keluhan tersebut seringkali menyebabkan dokter gigi melakukan perawatan gigi tanpa adanya kelainan patologis. 5 Hal ini menyebabkan dokter gigi akhirnya melakukan perawatan gigi tanpa indikasi bahwa perawatan tersebut perlu dilakukan. Pada bagian selanjutnya dari buku ini akan ditampilkan beberapa laporan kasus mengenai atypical odontalgia yang berisi gejala klinis, faktor risiko, penyebab, serta penatalaksanaan atypical odontalgia. 2

1.2 Etiologi Etiologi atypical odontalgia hingga saat ini belum dipahami dengan jelas. Namun demikian, Issrani (2015) melaporkan bahwa terdapat beberapa teori kausal yang lazim digunakan untuk menjelaskan mengenai etiologi atypical odontalgia, yaitu teori keterlibatan psikologis, teori mengenai deaferensiasi, serta teori keterlibatan vaskular atau neurovaskular. 1 Sedikit berbeda dengan Issrani, Ahlawat (2016) menyatakan bahwa faktor-faktor yang diduga melatarbelakangi terjadinya atypical odontalgia adalah neuropatogenik vaskular, psikogenik, serta penyebab idiopatik. Dikarenakan manifestasi klinis yang berbeda untuk setiap pasien maka sangat memungkinkan apabila setiap kasus memiliki etiologi yang berbeda satu dengan yang lainnya. 5 Berikut adalah penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut: a. Faktor psikogenik Komponen emosional dari nyeri, seringkali diperkirakan sebagai komponen utama dari kondisi nyeri di mana faktor psikologis menjadi penyebab utamanya. Meskipun persoalan psikologis memiliki peranan sebagai faktor predisposisi atau faktor sekunder dari terjadinya nyeri, tetapi faktor psikologis tersebut tidak dapat dianggap sebagai penyebab satu-satunya dari atypical odontalgia. 5 Hal ini didukung oleh Brooke dan Merskey (1994) yang menggambarkan peranan depresi atau perubahan emosional sebagai faktor yang memberikan kontribusi terhadap atypical odontalgia dan bukan merupakan akar atau penyebab utama dari terjadinya atypical odontalgia. 7 3

b. Faktor vaskular Kemungkinan dari keterlibatan faktor vaskular dalam teori yang melatar belakangi terjadinya atypical odontalgia pertama kali dilaporkan oleh Rees dan Harris (1979) yang menemukan adanya serangan migraine pada 30% pasien yang menderita atypical odontalgia. 5 c. Faktor neuropatik Dari berbagai teori yang dipercaya menjadi penyebab dari atypical odontalgia, teori yang menjelaskan mekanisme patologis atypical odontalgia berdasarkan kondisi neuropatik patologis merupakan teori dengan hipotesis yang paling banyak diterima. Nyeri neuropatik sendiri oleh IASP didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi karena lesi primer atau disfungsi dari sistem persyarafan. Karakteristik utama dari nyeri neuropatik adalah perubahan parsial atau menyeluruh dari area yang diinervasi oleh bagian tertentu dari sistem persyarafan sehingga menyebabkan munculnya dua hal yang bertentangan, yaitu nyeri dan hipersensitivitas. Berdasarkan pengertian tersebut, atypical odontalgia didefinisikan sebagai penyakit neuropatik yang terutama terjadi karena deaferensiasi. 5 Deaferensiasi serabut syaraf seringkali terjadi karena luka yang bersifat traumatis, dengan gejala: 1) Parestesi 2) Disestesia 3) Nyeri 4

Pada nyeri akibat deaferensiasi, nyeri diperkirakan berasal dari destruksi jalur spinotalamik, yang berfungsi untuk mentransmisikan informasi somatosensorik mengenai nyeri, rasa gatal, serta sentuhan kasar. Meskipun demikian, mekanisme bagaimana perubahan terkait deaferensiasi dapat menghasilkan nyeri spontan belum dimengerti dengan baik. 8 1.3 Epidemiologi Apabila Melis, dkk. (2003) melaporkan bahwa atypical odontalgia terjadi pada 3% dari 6% pasien yang melakukan perawatan endodontik maka Abiko, dkk. (2012) melaporkan bahwa atypical odontalgia ditemukan pada 2.1% dari keseluruhan jumlah populasi sebanyak 3.000 orang di University of Southern California Orofacial Pain and Oral Medicine Center. 6 Sedangkan, pada penelitian yang dilakukan oleh Polycarpou (2005) pada 175 orang pasien di sebuah pusat pelayanan kesehatan, ditemukan prevalensi atypical odontalgia pasca perawatan saluran akar yang sukses adalah sebesar 12%. 9 Atypical odontalgia (AO) lebih sering terjadi pada perempuan apabila dibandingkan dengan pria, di mana dari 80 90% kasus, penderitanya 90 90% adalah perempuan. Selain itu, AO dilaporkan lebih sering terjadi pada rahang atas dibandingkan padea rahang bawah, cenderung untuk terjadi di region molar. 6 Pada penelitian yang dilakukan oleh List, dkk. (2008), pada 46 kasus atypical odontalgia diketahui bahwa 56% pasien mengeluhkan adanya nyeri di rahang atas bila dibandingkan dengan rahang bawah. 10 5

1.4 Patofisiologi Terdapat beberapa mekanisme yang diperkirakan mewakili patogenesis nyeri. Untuk atypical odontalgia, salah satu mekanisme yang dianggap sesuai adalah teori Neuromatriks dari Melzack (1999), di mana neuromatriks, sebuah jaringan persyarafan yang terbentuk dan terhubung secara genetis, akhirnya akan terpengaruh oleh rangsangan yang datang dari berbagai lokasi di dalam tubuh. 11 Selain teori Neuromatriks, terdapat pula teori yang menyatakan bahwa atypical odontalgia merupakan jenis nyeri yang sangat berhubungan dengan kelainan psikologis, seperti kecemasan dan depresi. 2 Meskipun berhubungan, penting untuk dicatat bahwa faktor psikologis dipercaya hanya merupakan tambahan dari komorbiditas atypical odontalgia dan bukan penyebab utama dari jenis nyeri neuropatik ini. 12 Selain teori-teori tersebut, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mekanisme yang melibatkan proses deaferensiasi, merupakan mekanisme yang dianggap paling dapat menjelaskan mengenai patofisiologi atypical odontalgia. Hal ini dikarenakan proses deaferensiasi memperlihatkan bahwa setelah terjadi trauma atau luka, susunan serta aktivitas dari saraf-saraf sentral maupun perifer dapat berubah, yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan gejala-gejala seperti parestesi dan disestesi. Mekanisme lain yang terlibat di dalam patogenesis nyeri adalah sensitisasi serabut-serabut syaraf penghantar impuls nyeri, pertumbuhan serabut syaraf aferen yang bersebelahan, aktivasi simpatis dari serabut syaraf aferen, aktivasi serabut syaraf aferen, hilangnya mekanisme penghambatan, serta perubahan fenotipe sari serabut-serabut syaraf aferen. 13 6

1.5 Gejala Klinis Gejala nyeri pada atypical odontalgia seringkali terkaburkan dengan gejala klinis pada kondisi peradangan pulpa atau pulpitis. Penting sekali untuk membedakan gejala nyeri pada atypical odontalgia dengan gejala nyeri yang bersumber dari peradangan pulpa. Berikut ini adalah karakteristik nyeri pada atypical odontalgia: 14 - Terdapat nyeri gigi konstan pada regio dental tanpa adanya sumber patologis. - Provokasi atau rangsangan lokal pada gigi tidak akan mengubah kualitas nyeri. Rangsangan panas, dingin, atau penambahan beban pada gigi tidak akan mengubah rasa nyeri. - Nyeri yang dirasakan tidak akan berubah seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini berbeda dengan nyeri yang merupakan akibat dari peradangan pulpa di mana kualitas nyeri akan bertambah hebat atau mereda seiring dengan berjalannya waktu. - Terapi yang dilakukan pada regio atau gigi yang dikeluhkan tidak akan mengurangi nyeri. - Respons terhadap anestesi lokal bersifat ekuivokal atau menimbulkan interpretasi yang beragam. 7

Bab 2 Penentuan Diagnosis 2.1 Kasus a. Kasus 1 Riwayat perjalanan nyeri: Seorang perempuan berusia 75 tahun datang dengan keluhan terdapat rasa nyeri menusuk pada gusi bawah kanan pada regio molar. Dari anamnesis diketahui bahwa rasa nyeri mulai terasa kurang lebih satu bulan setelah gigi 46, 47, dan gigi 48 diekstraksi secara bersamaan kurang lebih 7 tahun yang lalu. Semenjak nyeri terasa, pasien telah menemui 7 orang dokter yang terdiri dari dokter gigi umum, dokter gigi spesialis bedah mulut, serta dokter spesialis neurologi, tetapi rasa nyeri tidak kunjung hilang. Nyeri terasa bertambah hebat intensitasnya apabila pasien berkumur, mengunyah (terkadang, tidak selalu), dan menyikat gigi. Nyeri hanya terasa apabila gerakan-gerakan tersebut dilakukan dan jenis nyeri 8

yang dirasakan adalah nyeri menusuk hebat. Pada pemeriksaan keadaan umum pasien tidak terdapat kelainan sistemik yang dapat berkontribusi terhadap rasa nyeri yang dikeluhkan pasien. Pada pemeriksaan ekstra oral didapati titik picu nyeri di sekitar regio 44 45. Titik picu hanya terdapat pada sisi kanan dan tidak terdapat pada sisi kiri. Dari pemeriksaan intra oral didapati kalau seluruh gigi atas dan rahang bawah telah dicabut kecuali gigi 45 33. Pada gigi 45 terlihat adanya tambalan sementara. Pemeriksaan perkusi dan palpasi pada gigi yang tersisa memberikan hasil normal. Pemeriksaan vitalitas pada gigi yang tersisa memberikan hasil positif, kecuali pada gigi 45. Hasil pemeriksaan radiologis memperlihatkan gigi 45 telah dirawat saluran akar dan telah dilakukan pengisian saluran akar. Tidak terlihat adanya kelainan pada gigi maupun jaringan pendukung gigi pada rontgen foto panoramik. Diagnosis: (Suspect) Atypical odontalgia Diagnosis banding: Chronic masticatory myalgia Penatalaksanaan: 1) Pendekatan psikologis Pada pertemuan pertama pasien datang untuk mengonsultasikan keluhan, sesi konsultasi berlangsung sekitar 60 menit. 9

Pasien dibuat senyaman mungkin untuk tidak hanya menceritakan keluhan secara lengkap, tetapi juga untuk dapat menceritakan latar belakang keluarga, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Dokter gigi dapat melakukan evaluasi awal apakah terdapat keterlibatan faktor psikologis di dalam kasus ini. Pada pertemuan kedua dan seterusnya, sesi konsultasi berlangsung sekitar 45 60 menit. Dari evaluasi yang dilakukan oleh dokter gigi mengenai latar belakang psikologis pasien, tidak didapati indikasi keterlibatan faktor psikologis di kasus ini. 2) Pendekatan farmakologis. Pada kasus ini obat yang diberikan adalah gabapentin 100 mg untuk 1 minggu pertama. Jenis obat ini diberikan karena obat-obatan jenis antikonvulsan telah diakui efektif di dalam perawatan atypical odontalgia. Selain itu, gabapentin juga diketahui efektif dalam merawat chronic masticatory mylgia. 6 Dosis awal adalah sebesar 100 mg selama 7 hari, sebanyak 3 /hari. Setelah satu minggu, dosis ditingkatkan menjadi 200 mg, sebanyak 3 / hari. Evaluasi terakhir pada dua bulan pasca kontrol kedua, rasa nyeri pasien telah hilang. Dosis akan dipertahankan selama satu bulan untuk kemudian diturunkan secara perlahan 10