BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada pengajuan kredit, bank tentu akan meminta laporan keuangan (financial. Semua hal ini tercermin dalam laporan keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggraini Pudji Lestari (2010) dengan topik Pengaruh rasio Likuiditas, Kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh pada seluruh aspek di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah Ibnu Fariz ini berjudul Pengaruh LDR,NPL, APB, IRR,PDN, BOPO,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan adalah alat ukur yang paling sering igunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENILAIAN KEBERHASILAN BANK DENGAN PERHITUNGAN MATEMATIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan dengan hasil yang beragam. Hayati (2011), arus kas secara simultan

Lampiran 1. Perhitungan Nilai CAR BRI periode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menjelaskan tinjauan teori baik itu definisi, konsep atau hasil

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB II LANDASAN TEORI. meningkatnya pertanggung jawaban publik oleh perusahaan, maka konsep

BAB II LANDASAN TEORI

CAKUPAN DATA. AKSES DATA Data Antar Bank Aktiva dapat di akses dalam website BI :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut James C. Van Horne, (2013:36) menyebutkan bahwa :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Institusi Perbankan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Jumingan (2006:239), kinerja keuangan bank merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perekonomian suatu negara. Perbankan mempunyai kegiatan yang. mempertemukan pihak yang membutuhkan dana (borrower) dan pihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keberadaan sektor perbankan sebagai subsistem dalam perekonomian suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa pengertian mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibnu Fariz ini berjudul Pengaruh LDR,NPL, APB, IRR,PDN, BOPO, PR, Dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Yuliani, 2007) (Dendawijaya,2006:120).

RASIO LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan di negara-negara Asia mengalami perubahan yang berarti

DAFTAR ISI. I. DAFTAR ISI i. II. PENJELASAN ii. III. DAFTAR SINGKATAN iv. IV. DAFTAR ISTILAH v. V. DAFTAR RASIO vi. VI.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Kerja. dan biaya-biaya lainnya, setiap perusahaan perlu menyediakan modal

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan, alat penggerak

RINGKASAN EKSEKUTIF : : :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. PADA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama-sama guna mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu baik dalam

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN KESEHATAN BANK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima penelitian terdahulu tentang ROA (Return on Aseet) yang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi acuan dalam perekonomian suatu negara. Menurut UU No 10 Tahun

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perusahaan serta proyeksi keuangan, dan harus mengevaluasi akuntansi. untuk meramalkan laba, deviden, dan harga saham.

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BANK. Alat likuid: uang kas di bank dan rekening giro yang disimpan di Bank Indonesia

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hal 9-2. C tive by Ticha. Hal 9-4. C tive by Ticha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membayar upah buruh dan gaji pegawai serta biaya-biaya lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008:

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN KESEHATAN BANK. Muniya Alteza

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Keuangan Pada pengajuan kredit, bank tentu akan meminta laporan keuangan (financial statement) perusahaan, baik untuk debitur perorangan maupun perusahaan. Tujuannya agar bank mengetahui kondisi keuangan, posisi dan kinerja operasi perusahaan. Begitu juga dengan bank, sebelum merealisasikan kredit untuk nasabahnya terlebih dahulu memperhatikan posisi keuangan untuk mengetahui kemampuannya dalam mengalokasikan asset dalam bentuk kredit. Bank ingin mengetahui tingkat penjualan, laba, ekuitas,sampai posisi keuangan perusahaan pada periode tertentu secara menyeluruh. Semua hal ini tercermin dalam laporan keuangan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002:2) Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi Laporan Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Posisi Keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Ada lima laporan keuangan yang biasa digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan menurut Ridwan (2002:69) yaitu:

1. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi (income statement) adalah laporan mengenai penghasilan (revenue), biaya (expense), dan laba/rugi yang diperoleh suatu perusahaan dalam periode tertentu. 2. Laporan Perubahan Modal Laporan perubahan modal (statement of owner s capital) adalah laporan yang menggambarkan perubahan modal awal, ditambah selisih laba bersih terhadap prive dan menghasilkan modal akhir yang akan dicantumkan dalam laporan neraca. 3. Laporan Neraca Laporan neraca (balance sheet) adalah laporan mengenai aktiva, hutang dan modal dari perusahaan tertentu pada suatu periode tertentu. 4. Laporan Arus Kas Laporan arus kas (cash flow) adalah laporan yang menunjukkan aliran kas dalam bentuk operasi, investasi dan pendanaan dalam perusahaan selama periode tertentu. 5. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan Atas Laporan Keuangan (notes to financial statement) adalah laporan mengenai perubahan-perubahan metode akuntansi yang digunakan dalam tahun berjalan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Laporan keuangan yang telah disusun oleh perusahaan berguna sebagai media komunikasi finansial bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk pengambilan keputusan keuangan. Menurut Accounting Principles Board Statement no 4, tujuan laporan keuangan adalah: 1. Tujuan khusus dari laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan-perubahan lainnya dalam posisi keuangan. 2. Tujuan umum dari laporan keuangan adalah sebagai berikut : a. Memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai sumber daya pekonomian kewajiban perusahaan bisnis.

b. Untuk dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai perubahan dalam sumber daya bersih dan aktivitas perusahaan bisnis yang diarahkan untuk memperoleh laba. c. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk mengestimasi potensi penghasilan bagi perusahaan. d. Untuk memberikan informasi lain yang dibutuhkan mengenai perubahan dalam sumber daya ekonomi dan kewajiban. e. Untuk mengungkapkan informasi lain yang relevan terhadap kebutuhan pengguna laporan. 3. Tujuan kualitatif dari laporan keuangan adalah: a. Relevansi, yang artinya pemilihan informasi yang memiliki kemungkinan paling besar untuk memberikan bantuan kepada para pengguna dalam keputusan ekonomi mereka. b. Dapat dimengerti, yang artinya tidak hanya informasi tersebut harus jelas, tetapi para pengguna juga harus memahaminya. c. Dapat diverifikasi, yang artinya hasil akuntansi dapat didukung oleh pengukuran-pengukuran yang independen, dengan menggunakan metodemetode pengukuran yang sama. d. Netralitas, yang artinya informasi akuntansi ditujukan kepada kebutuhan umum dari pengguna, bukannya kebutuhan-kebutuhan tertentu dari pengguna-pengguna yang spesifik.

e. Ketepatan waktu, yang artinya komunikasi informasi secara lebih awal, untuk menghindari adanya keterlambatan atau penundaan dalam pengambilan keputusan ekonomi. f. Komparabilitas (daya banding), yang secara tidak langsung berarti perbedaan- perbedaan yang terjadi seharusnya bukan diakibatkan oleh perbedaan perlakuan akuntansi keuangan yang diterapkan. g. Kelengkapan, yang artinya adalah telah dilaporkannya seluruh informasi yang secara wajar memenuhi persyaratan dari tujuan kualitatif lainnya. Salah satu tugas penting manajemen perusahaan adalah menganalisis laporan keuangan perusahaan. Bagi bisnis perbankan hasil analisis ini dapat dijadikan parameter untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban kredit dan bunga pada saat kredit jatuh tempo. Sebaliknya, bank juga perlu menganalisis laporan keuangannya untuk mengetahui kemampuannnya dalam menggunakan sumber dana bank dan dapat disalurkan kembali dalam bentuk kredit untuk menambah keuntungan bank tersebut. Menurut Harahap (2008:190), pengertian Analisis Laporan Keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengikuti kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai

oleh suatu perusahaan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut dianalisa lebih lanjut sehingga akan diperoleh informasi yang akan mendukung keputusan ekonomi yang akan diambil. Tujuan analisis laporan keuangan menurut Bernstein (1983: 103) adalah : 1. Screening Analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger 2. Forecasting Analisis dilakukan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang 3. Diagnosis Analisis dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi keuangan atau masalah lain. 4. Evaluasi Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional, efisiensi, dan lain-lain. Menurut Harahap (2008:195), tujuan analisis laporan keuangan adalah : 1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas dan lebih dalam daripada yang terdapat dalam laporan keuangan biasa. 2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (ekplisit) dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implisit). 3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan. 4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan. 5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan modelmodel dan teori-teori yang terdapat dilapangan seperti prediksi, peningkatan (rating). 6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan yaitu : a. Prestasi perusahaan b. Proyeksi keuangan perusahaan c. Menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang d. Melihat komposisi struktur keuangan dan arus dana

7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut criteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis. 8. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan periode sebelumnya atau dengan standar industri normal atau standar ideal. Banyak teknik yang dapat dilakukan untuk menganalisis laporan keuangan antara lain : Analisis laporan keuangan perbandingan (comparatif), Analisis laporan keuangan common size, Analisis tren, Analisis rasio keuangan, dan lain sebagainya. 1. Analisis laporan keuangan perbandingan (comparatif), adalah metode dan teknik analisis dengan membandingkan laporan keuangan untuk 2 (dua) periode atau lebih untuk satu perusahaan, dengan membandingkan : a. Data absolute atau jumlah-jumlah dalam rupiah b. Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah c. Kenaikan atau penurunan dalam persentase d. Persentase dari total Analisis dengan metode ini akan dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi, dan perubahan mana yang memerlukan penelitian lebih lanjut. 2. Analisis laporan keuangan common size, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan struktur biaya yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualan. Analisis laporan keuangan common size berguna dalam memahami pembentuk internal laporan keuangan. Analisis common size menekankan pada 2 faktor yaitu :

a. Sumber pendanaan termasuk distribusi pendanaan antara kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar, dan ekuitas. b. Komposisi aktiva termasuk jumlah untuk masing- masing aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. c. Analisis trend, adalah suatu metode atau teknik análisis untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangan suatu perusahaan, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik dan bahkan turun. d. Analisis rasio keuangan, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tententu dalam neraca dan laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. 2.2 Rasio Keuangan Menurut Harahap (2008:36), Analisis Rasio Keuangan adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca dan laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, maka dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut. Laporan ini sangat berguna terutama bagi pemilik, manajemen, pemerintah dan masyarakat sebagai nasabah bank, guna mengetahui kondisi bank tersebut. Setiap laporan yang disajikan haruslah dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Agar laporan ini dapat dibaca sehingga menjadi berarti, maka perlu dilakukan analisa terlebih dahulu. Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan rasio-rasio keuangan sesuai dengan standar yang berlaku. Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi kreditor dan investor untuk menentukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal suatu perusahaan. Analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat analisis keuangan yang banyak digunakan. Rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterprestasikan dengan tepat mengidentifikasi area yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio. Seperti alat analisis lainnya, rasio paling bermanfaat bila berorientasi ke depan. Hal ini berarti kita sering menyesuaikan factor-faktor yang mempengaruhi rasio untuk kemungkinan tren dan ukurannya di masa depan. Kita juga harus menilai faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi rasio di masa depan. Karenanya, kegunaan rasio tergantung pada keahlian penerapan dan interprestasinya dan inilah bagian yang paling menantang dari analisis rasio. Penelitian ini lebih berfokus pada penilaian aspek keuangan dengan menggunakan

beberapa variabel berupa rasio keuangan yang diperkirakan berpengaruh terhadap penyaluran kredit. 2.2.1 Jenis-jenis Rasio Keuangan Menurut Kasmir (2008) secara umum rasio-rasio keuangan dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis kelompok rasio keuangan yaitu likuiditas, aktiva produktif, solvabilitas, dan profitabilitas. 1. Rasio likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban/utang jangka pendek. Kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban/utang pada saat ditagih. Jenis-jenis rasio likuiditas adalah current ratio, quick ratio, cash ratio, inventory to net working capital, loan deposit ratio dan rasio perputaran kas. Dalam penelitian ini dipakai loan deposit ratio sebagai perwakilan rasio likuiditas. 2. Rasio Aktiva Produktif Pengertian aktiva produktif dalam Surat Edaran Bank Indonesia NO. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dalam kualitas aktiva produktif adalah perkembangan aktiva produktif bermasalah dibandingkan dengan aktiva produktif. Aktiva produktif bermasalah merupakan aktiva produktif dengan kualitas kurang lancer, diragukan dan macet. Setiap jenis usaha selalu dihadapkan pada berbagai resiko, begitu pula didalam bisnis perbankan, banyak pula resiko yang dihadapinya. Resiko-resiko ini dapat pula diukur secara kuantitatif antara lain dengan: deposit risk ratio, non

performing loan ratio, aktiva produktif bermasalah dan interest risk rate ratio. Dalam penelitian ini dipakai Non Performing Loan Ratio sebagai perwakilan rasio aktiva produktif. 3. Rasio solvabilitas Rasio solvabilitas atau disebut juga rasio permodalan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Jenis-jenis rasio ini adalah capital adequacy ratio (CAR) dan rasio aktiva tetap terhadap modal. (Kasmir:2008). Dalam penelitian ini dipakai capital adequacy ratio (CAR) sebagai perwakilan rasio sovabilitas. 4. Rasio profitabilitas Rasio profitabilitas ataupun rasio rentabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Menurut Kasmir (2008) jenis-jenis rasio ini adalah ratio profit margin, net profit margin, return on assets, return on equity. Dalam penelitian ini diambil satu ratio sebagai perwakilan yaitu return on assets ratio. 2.2.2 Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR adalah rasio atau perbandingan antara modal bank dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). CAR menjadi pedoman bank dalam melakukan ekspansi di bidang perkreditan. Dalam prakteknya perhitungan CAR

yang oleh Bank Indonesia disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM) tidaklah sederhana. KPMM adalah perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Baik ATMR maupun Modal Bank memerlukan rincian dan kesamaan pengertian apa yang masuk sebagai komponen untuk menghitung ATMR dan bagaimana menghitungnya. Begitu juga Modal, perlu dirinci apa yang dapat digolongkan dan diperhitungkan sebagai Modal Bank. Rumus untuk menentukan besarnya CAR adalah : Capital Adequacy Ratio = MMMMMMMMMM AAAAAAAAAAAA TTTTTTTTTTTTTTTTTTTT MMMMMMMMMMMMMM RRRRRRRRRRRR x 100% Perhitungan modal dan aktiva tertimbang menurut risiko dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban penyediaan modal minimum yang berlaku. Petunjuk mengenai hal ini diatur dasar-dasarnya oleh Bank Indonesia melalui ketentuan SE BI No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Mengenai pengertian dan perincian modal yang terdiri dari Modal Inti dan Modal Pelengkap, telah dilakukan penyempurnaan oleh BI melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, dengan berpedoman kepada ketentuan sebelumnya sebagai berikut (Z. Dunil, 2005) : a. Di dalam perhitungan laba tidak termasuk pengakuan laba karena penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. b. Di dalam komponen modal yang disetor tidak termasuk pengakuan modal yang dipesan yang berasal dari piutang kepada Pemegang Saham sebagaimana ditetapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 21 tentang akuntansi ekuitas.

c. Yang dimaksud dengan dana setoran modal adalah dana yang sudah disetor penuh untuk tujuan penambahan modal namun belum didukung dengan kelengkapan persyaratan untuk dapat dgolongkan sebagai modal disetor seperti pelaksanaan rapat umum pemegang saham maupun pengesahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang. Untuk dapat digolongkan sebagai Dana Setoran Modal maka dana tersebut harus ditempatkan pada rekening khusus (escrow account) dan penggunaannya harus dengan persetujuan Bank Indonesia. d. Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap tidak dapat dikapitalisir ke dalam modal disetor dan dibagikan sebagai saham bonus dan atau deviden. e. Kekurangan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif oleh Bank merupakan komponen biaya pada laba tahun berjalan. f. Yang dimasukkan ke dalam komponen laba tahun lalu dan tahun berjalan adalah jumlah setelah diperhitungkan taksiran pajak kecuali apabila Bank diperkenankan mengkompensasi kerugian sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. g. Peningkatan atau penurunan harga saham pada portofolio yang tersedia untuk dijual merupakan selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atas penyertaan Bank pada perusahaan yang sahamnya tercatat di Pasar Modal. 2.2.2.1 Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) ATMR dihitung dari aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif (tidak tercantum dalam neraca). Terhadap masingmasing pos dalam aktiva diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu atau golongan nasabah atau sifat

agunan (Z. Dunil, 2005). Berpedoman pada SE Bank Indonesia No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993 dikoreksi beberapa pos aktiva dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/12/DPNP/ tanggal 12 Juni 2000 sebagai berikut : Bobot risiko terhadap Tagihan berupa Pinjaman, yaitu saldo yang diperhitungkan seharusnya adalah Net setelah saldo Pinjaman dikurangi dengan cadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Khusus untuk kredit yang direstrukturisasi dan memperoleh jaminan dari BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) risikonya dianggap 0% (nol). 2.2.3 Non Performing Loan (NPL) Yang dimaksud dengan NPL adalah debitur atau kelompok debitur yang masuk dalam golongan 3, 4, 5 dari 5 golongan kredit yaitu debitur yang kurang lancar, diragukan dan macet. Hendaknya selalu diingat bahwa perubahan pengolongan kredit dari kredit lancar menjadi NPL adalah secara bertahap melalui proses penurunan kualitas kredit (Z. Dunil, 2005). Salah satu resiko yang muncul akibat semakin kompleknya kegiatan perbankan adalah munculnya non performing loan (NPL) yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar skala operasi suatu bank maka aspek pengawasan semakin menurun, sehingga NPL semakin besar atau resiko kredit semakin besar (Wisnu Mawardi, 2005). NPL adalah rasio kredit bermasalah dengan total kredit. NPL yang baik adalah NPL yang memiliki nilai dibawah 5%. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung bank. Bank dengan NPL yang tinggi akan memperbesar biaya baik pencadangan aktiva produktif

maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank (Wisnu Mawardi, 2005). Non Performing Loan = KKKKKKKKKKKK BBBBBBBBBBBBBBBBBBBB x 100% TTTTTTTTTT KKKKKKKKKKKK Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Kredit bermasalah dihitung secara gross (tidak dikurangi PPAP) 2.2.3.1 Pembentukan Cadangan NPL Bank perlu menyisihkan sebagian pendapatan bank untuk berjaga-jaga agar dapat menutup kerugian yang akan timbul apabila suatu saat kredit yang diberikan bank ternyata mengalami kemacetan. Pada waktunya apabila terdapat kredit yang macet maka bank dapat menghapus kredit macet tersebut dari pembukuan atas beban pendapatan yang sudah disisihkan tersebut. Penyisihan untuk pembentukan cadangan NPL harus dilakukan sesuai aturan yang ditetapkan. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.31), Cadangan tersebut disebut sebagai Penyisihan Penghapusan Kredit atau PPK, dan penyajiannya dalam neraca adalah sebagai offsetting account yang muncul sebagai pengurang dari jumlah Kredit yang diberikan pada Aktiva bank. Istilah yang dipakai oleh Bank Indonesia adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif atau PPAP (Z. Dunil, 2005). Perbedaannya adalah PPAP termasuk pencadangan untuk suratsurat berharga yang juga menjadi Aktiva Produktif bank yang disamping menghasilkan juga mengandung risiko kemungkinan tak tertagih alias macet

sedangkan PPK hanya cadangan untuk kredit saja. Pembentukan cadangan dilakukan sejak tahun pertama bank beroperasi dan memberikan kredit, dihitung dari baki debet pada akhir periode pembukuan, akhir bulan untuk posisi Neraca bulanan dan akhir tahun untuk posisi Neraca akhir tahun. Total baki debet adalah realisasi dari total komitmen kredit yang sudah ditanda tangani bank dengan para debiturnya. Karena pada awalnya semua kredit adalah Kredit Lancar, maka PPAP dihitung sebagai persentase tertentu terhadap total baki debet. Kemudian kalau kredit berkembang sehingga ada yang Kurang Lancar, maka terhadap yang Kurang Lancar tersebut perlu disisihkan PPAP yang lebih besar, begitu seterusnya sehingga untuk kredit yang sudah digolongkan sebagai Kredit Macet, PPAP yang disisihkan adalah sebesar 100% dari Baki debet yang macet. 2.2.3.2 Penanganan Non Performing Loan ( NPL) Kredit macet yang sudah dihapusbukukan tidak lagi masuk dalam kategori NPL, karena tidak dikategorikan sebagai kredit lagi. Penanganannya hanya dalam rangka bagaimana mengupayakan agar kredit macet tersebut dapat kembali terutama dengan eksekusi jaminan yang ada. Kredit yang sudah ada tanda kearah NPL yang memerlukan perhatian agar tidak menjadi lebih buruk atau mendatangkan kerugian yang lebih besar adalah kredit yang masih dalam klasifikasi DPK (Dalam Perhatian Khusus). Untuk mencari jalan memperbaiki posisi debitur DPK tersebut harus dipelajari satu persatu permasalahan yang dihadapi oleh debitur dan dilakukan treatment yang sesuai dengan kondisi masing-masing debitur. Terhadap kredit yang mengarah menjadi NPL bahkan

kredit NPL sendiri dapat diterapkan beberapa teknik penyehatan agar debitur dapat bangkit kembali. 1. Reschedulling Bank dapat melakukan penjadwalan ulang dalam bentuk, perpanjangan masa pelunasan, memberikan grase period yang lebih panjang, memperkecil jumlah angsuran kredit. Dengan penjadwalan ini nasabah lebih mempunyai waktu untuk bernafas dan jangka waktu cukup untuk akumulasi keuntungan dan memperbaiki posisinya sehingga dapat memenuhi jadwal baru yang ditetapkan. Penjadwalan ulang ini dilakukan dengan persyaratan tertentu antara lain, usaha nasabah masih berjalan, pendapatan sebelum pembebanan bunga masih positif. Ketidakmampuan nasabah melaksanakan pelunasan semata-mata karena situasi yang diluar control (kewenangan) debitur yang bersangkutan. Nasabah masih beritikad baik dan koperatif. 2. Reconditioning Reconditioning dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi nasabah, yang semula terbebani dengan persyaratan kredit yang berat, dikurangi sehingga lebih pas bagi kebutuhan nasabah. Mengurangi tingkat bunga, mengurangi kredit dari pihak lain yang bunganya tinggi dan menggantinya dengan kredit dari bank dengan bunga lebih rendah, menambah modal kerja kalau menurut perhitungan bank memang ternyata kurang. Memberikan konsultasi manajemen atau adpis agar perusahaan dapat berjalan lebih baik dan mampu meningkatkan penjualan, laba dan mampu menyelesaikan kreditnya dalam jangka waktu yang ditetapkan. 3. Restructuring

Apabila kedua cara di atas diperkirakan tidak akan dapat menyehatkan kembali perusahaan dan tidak akan dapat mengembalikan kredit bank, maka dapat ditempuh cara terakhir dengan merestrukturisasi perusahaan secara lebih mendasar. Dalam hal ini dapat dilakukan perubahan komposisi permodalan, dengan memperbaiki Debt to Equity Ratio, dengan menambah modal (partisipasi bank maupun dari luar), menambah kredit, memperpanjang jangka waktu, memperkecil tingkat bunga, mengganti manajemen (menempatkan staf bank pada perusahaan untuk posisi tertentu) meningkatkan efisiensi dan sebagainya. Langkah partisipasi modal dimaksudkan agar debitur tidak perlu membayar bunga terhadap sebagian hutang yang dialihkan menjadi penyertaan modal bank. Setelah perusahaan sehat dan kemampuan keuangannya lebih baik, bank dapat menjual kembali saham yang dikuasainya kepada pemegang saham lama dengan premium tertentu. Dengan demikian, apabila berhasil bank terhindar dari kemacetan kredit. 2.2.4 Return On Assets (ROA) ROA merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. ROA menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. ROA dihitung berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak dan rata-rata total assets. Dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai indikator performance atau kinerja bank.

ROA menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan mengoptimalkan asset yang dimiliki. Semakin tinggi ROA maka menunjukkan semakin efektif perusahaan tersebut, karena besarnya ROA dipengaruhi oleh besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi mengenai kinerja sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Bagi kelompok investor, kreditor maupun masyarakat umum menginginkan investasi mereka yang ditanamkan ke bank perlu untuk mengetahui kinerja bank tersebut. Pengembalian atas investasi\ modal berguna bagi evaluasi manajemen, analisis profitabilitas, peramalan laba, serta perencanaan dan pengendalian. Menggunakan angka pengembalian atas investasi modal untuk tujuan tersebut membutuhkan pemahaman mendalam mengenai ukuran pengembalian ini. Karena ukuran pengembalian mencakup komponen yang berpotensi memberikan kontribusi pada pemahaman kinerja perusahaan. Bank dengan total asset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik. ROA (Return On Assets) Rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Semakin rendah rasio ini maka semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Return on assets = EEEEEEEEEEEEEE AAAAAAAAAA TTTTTT aaaaaa IIIIIIIIIIIIIIII X 100% TTTTTTTTTT AAAAAAAAAA

2.2.5 Loan Deposit Ratio (LDR) LDR merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus dipenuhi. Kewajiban tersebut berupa call money yang harus dipenuhi pada saat adanya kewajiban kliring, dimana pemenuhannya dilakukan dari aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. LDR dihitung dari perbandingan antara total kredit dengan dana pihak ketiga. Total kredit yang dimaksud adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). Dana pihak ketiga yang dimaksud yaitu antara lain giro, tabungan dan deposito (tidak termasuk antarbank). Standar terbaik LDR adalah diatas 85%. Untuk dapat memperoleh LDR yang optimum, bank tetap harus menjaga NPL. LDR berpengaruh terhadap Earning After Tax (EAT), apabila LDR besar maka EAT besar. LDR bergantung pada manajemen bank. Besar LDR bank tidak sama. Hubungan LDR dengan EAT bersifat bebas, tidak autokorelasi. Semakin besar LDR semakin besar potensi mencapai EAT, sejauh NPL bisa ditekan. LDR adalah rasio yang pada awalnya digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank. Dalam arti apabila LDR di atas 110% berarti likuiditas bank kurang baik karena jumlah DPK tidak mampu menutup kredit yang disalurkan sehingga bank harus menggunakan dana antarbank (call money) untuk menutup kekurangannya. Dana dari call money bersifat darurat, sehingga seyogianya bank tidak menggunakan dana semacam itu untuk membiayai kredit. Dana call money adalah untuk membiayai mismatch likuiditas jangka sangat pendek.

Loan Deposit Ratio = TTTTTTTTTT KKKKKKKKKKKK TTTTTTTTTT DDDDDDDD PPPPPPPPPP KKKKKKKKKKKK x100% Namun demikian, sejak terjadinya krisis perbankan dan dilanjukan dengan proses rekapitalisasi perbankan tahun 1999 di mana kredit perbankan sekitar Rp 300 triliun dialihkan ke BPPN, maka LDR perbankan langsung merosot drastis karena jumlah kredit berkurang sedangkan jumlah DPK tidak berubah. Begitu rendahnya angka LDR paska rekapitalisasi tahun 1999-2000, akhirnya angka LDR berubah fungsi dan lebih sering digunakan sebagai indikator utama untuk mengukur kemampuan sebuah bank dalam menyalurkan kredit (fungsi intermediasi). 2.2.5.1 Penyebab LDR Rendah Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbankan nasional pernah mengalami kemerosotan jumlah kredit karena diserahkan ke BPPN untuk ditukar dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi dan semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya ekspansi kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh tahun terakhir sepertinya belum berhasil mengangkat angka LDR secara signifikan. 2.2.5.2 Fungsi LDR Telah dijelaskan sebelumnya bahwa LDR pada saat ini berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan. Begitu pentingnya arti LDR bagi perbankan maka angka LDR pada saat ini telah dijadikan persyaratan antara lain : 1. Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan bank. 2. Sebagai salah satu indikator kriteria penilaian Bank Jangkar (LDR minimum 50%)

3. Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum) sebuah bank. 4. Sebagai salah satu persyaratan pemberian keringanan pajak bagi bank yang akan merger. Begitu pentingnya arti angka LDR, maka pemberlakuannya pada seluruh bank sedapat mungkin diseragamkan. Maksudnya, jangan sampai ada pengecualian perhitungan LDR di antara perbankan. 2.2.5.3 LDR Versi Baru Tidak seperti LDR versi lama yang perhitungannya seragam dan diberlakukan untuk seluruh bank. Dalam LDR versi baru, dari info yang mengemuka di media massa, BI akan menerapkan LDR dengan memasukkan obligasi korporasi sebagai komponen kredit hanya untuk bank tertentu (tidak untuk seluruh bank). Menurut BI, tidak semua bank telah memiliki manajemen risiko memadai untuk bermain obligasi korporasi. Jika kebijakan ini yang ditempuh tentu ada aspek positif dan negatifnya. a. Aspek positif 1. Bank kecil akan terhindar dari risiko obligasi yang cukup kompleks, yaitu adanya risiko default (credit risk) dan risiko pasar (fluktuasi harga obligasi akibat volatilitas suku bunga pasar). 2. Karena kupon obligasi korporasi lebih tinggi dari pada suku bunga SBI, diharapkan ke depan, perbankan akan menggeser penempatan pada SBI menjadi obligasi korporasi. Hal ini akan menggairahkan pasar obligasi korporasi yang selama ini belum menjadi investasi utama perbankan. Apabila SBI perbankan per Juni 2007 sebesar Rp 202 triliun diasumsikan seluruhnya dipindahkan ke obligasi korporasi yang akan meningkatkan angka Loan, maka LDR perbankan per Juni 2007 yang semula sebesar

63,57% akan meningkat sebesar 14,91% atau menjadi 78,48%. Angka LDR tersebut akan lebih besar lagi jika obligasi korporasi yang saat ini telah dipegang perbankan juga dimasukkan sebagai komponen kredit (Loan). b. Aspek negatif Dimasukkannya obligasi korporasi dalam perhitungan LDR) 1. Nantinya hanya bank besar saja yang akan dapat menikmati peningkatan LDR tanpa harus melakukan ekspansi kredit. Dengan LDR yang tinggi maka bank tertentu akan dapat menjadi Bank Jangkar, Bank Sehat, dapat memperoleh insentif pajak ketika melakukan merger, dan yang akan secara langsung dinikmati adalah berkurangnya GWM terkait dengan perbaikan LDR. 2. Apabila besanya nilai obligasi korporasi tersebut terjadi akibat adanya pergeseran SBI, maka ada kemungkinan CAR (Capital Adequacy Perbankan) akan merosot karena ATMR SBI = 0, sedangkan ATMR Obligasi Korporasi = 100%. Jika dilihat dari cara perhitungan LDR versi baru, maka sebenarnya tidak ada nilai tambah yang disumbangkan oleh perbankan kepada perekonomian nasional pada saat pemberlakuan LDR versi baru. Hal ini karena : 1. Pembelian obligasi korporasi di pasar sekunder oleh perbankan sebenarnya tidak secara langsung meningkatkan aktivitas sektor riil karena penerbit obligasi telah memperoleh kucuran dana pada saat penerbian obligasi di pasar perdana. Pembelian obligasi korporasi oleh bank di pasar sekunder hanya akan merupakan refinancing bagi pemegang obligasi sehingga efek terhadap sektor riil masih akan ditentukan oleh bagaimana si penjual obligasi tersebut menggunakan uang hasil penjualan obligasinya. Jika uang tersebut ternyata hanya disimpan di bank, maka aktivitas sektor riil tidak tersentuh. Hal ini akan

berbeda apabila bank membeli obligasi korporasi di pasar perdana yang akan memberikan manfaat langsung kepada penerbit. 2. Penerapan LDR versi baru seyogianya tidak menimbulkan diskriminasi di antara perbankan. Penulis berpendapat LDR versi baru hanya relevan untuk diterapkan dalam menentukan Bank Jangkar. Hal ini dapat dipahami karena ke depan, hanya bank besar saja yang layak menjadi bank jangkar sehingga LDR versi baru akan memberikan insentif bagi bank besar untuk terus memperbaiki kinerjanya agar dapat menjadi bank jangkar. Sedangkan angka LDR versi baru tidak seyogianya diberlakukan untuk menetapkan kriteria tingkat kesehatan bank, pemberian insentif pajak bagi bank yang akan merger, dan mengaitkan LDR versi baru dengan pemenuhan rasio GWM. Tiga kriteria terakhir ini akan menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan, khususnya bagi bank kecil yang tidak dapat berperan untuk membeli obligasi korporasi. Akhirnya, adanya harapan peningkatan LDR versi baru hanya akan terjadi apabila terhadap obligasi korporasi tidak seluruhnya dikenakan ATMR 100%. Bagi obligasi dengan peringkat AAA (the highest investment grade), ATMR-nya harus diturunkan mendekati nol. Jika tidak demikian,maka perbankan tidak akan memindahkan penempaan SBI ke obligasi korporasi karena akan mengancam CAR mereka, padahal angka CAR merupakan indikator yang jauh lebih penting daripada agka LDR versi apapun.

2.3 Pengertian Kredit Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang, kegiatan bank ialah menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan istilah kredit. Istilah credit berasal dari bahasa latin credo yang berarti I Believe, I Trust, (saya percaya). Kata credo berasal dari kombinasi bahasa Sansekerta, cred yang berarti kepercayaan dan bahasa latin do yang berarti saya menaruh. Setelah kombinasi tersebut menjadi bahasa latin, kata kerja dan kata bendanya masing-masing menjadi credere dan creditum, meskipun banyak penulis mengungkapkan bahwa credit berasal dari kata credere. Pengertian kredit menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 11 (2006 : 1) Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga. Perbankan memiliki beberapa aktiva produktif, namun hanya satu yang sangat diandalkan.hingga kini satusatunya aktiva produktif yang diandalkan oleh suatu bank yang dapat menghasilkan pendapatan besar adalah debitur, atau lazimnya dikenal dengan kredit. Dari neraca setiap bank umum dapat dijumpai bahwa kredit atau debitur merupakan komponen aktiva terbesar dari seluruh jumlah aktiva yang dimiliki suatu bank. Menurut Kasmir (2008:98) terdapat lima unsur dalam pemberian fasilitas kredit, seperti yang diungkapkan berikut ini.

1. Kepercayaan, maksudnya ialah keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu pada masa mendatang. 2. Kesepakatan, yang dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya. 3. Jangka waktu, maksudnya mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. 4. Risiko, maksudnya akan muncul suatu risiko tidak tertagihnya/ macetnya pengembalian kredit yang telah disepakati sebagai akibat adanya suatu tenggang waktu pengembalian. 5. Balas jasa yang merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut lebih dikenal dengan sebutan bunga. Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan dan fungsi tertentu. Tujuan pemberian fasilitas kredit akan dijelaskan sebagai berikut.: 1. Mencari keuntungan Keuntungan diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank dan memperluas usaha bank. 2. Membantu usaha nasabah bank memberikan fasilitas kredit untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah sama-sama 3. Membantu pemerintah Pemerintah menerima pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank, meningkatkan devisa Negara apabila produk dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor, dan membuka kesempatan kerja bila kredit yang diberikan digunakan untuk membuka usaha baru.

Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi. 1. Dilihat dari tujuan penggunaan, terdiri dari : 1.1 Kredit investasi Kredit investasi adalah kredit yang diberikan kepada usaha-usaha guna merehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian mesin-mesin, bangunan dan tanah atau pabrik. Kredit ini memerlukan proses penyelesaian jangka panjang, seperti yang dikemukakan Teguh (1996:105) kredit investasi akan memakan proses penyelesaian jangka panjang karena proses produksi juga dalam jangka panjang, sedangkan di sisi lain harga-harga barang modal saat pengadaan cukup mahal. Oleh karena itu pelunasan harus dilakukan bertahap sesuai kemampuan perusahaan nasabah untuk menyisihkan saldo uang kasnya. Kredit ini memerlukan biaya operasional dan administrasi serta unceertainty risk yang besar. 1.2 Kredit modal kerja Kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk meningkatkan produksi dalam operasionalnya seperti membeli bahan baku atau membayar gaji pegawai. Menurut Teguh (1996:105) kredit modal kerja diberikan dalam jangka waktu pendek sesuai dengan siklus usaha dari perusahaan tersebut. Dalam praktik, kredit ini dapat dilakukan perpanjangan; sepanjang nasabahnya mampu memenuhi kewajiban-kewajiban pada bank dengan baik. Kredit modal kerja terdiri dari beberapa kategori yang akan disebutkansebagai berikut ini.

a. KMK Perdagangan Dalam Negeri. b. KMK Industri. c. KMK Perkebunan,Kehutanan dan Peternakan. d. KMK Prasarana / Jasa-Jasa. 1.3 Kredit konsumtif Kredit konsumtif adalah kredit yang diberikan bank kepada pihak ketiga/perorangan (termasuk karyawan sendiri) untuk keperluan konsumsi berupa barang atau jasa dengan cara membeli, menyewa, atau dengan cara lain. Dilihat dari segi jangka waktu, terdiri dari : 1. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun 2. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun. 3. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Ada beberapa aspek yang diperlukan perbankan sebagai bahan pertimbangan dalam penyaluran kredit,yaitu : 1. Aspek yuridis 2. Aspek pemasaran 3. Aspek manajemen dan organisasi 4. Aspek teknis 5. Aspek keuangan. Penelitian ini lebih berfokus pada penilaian aspek keuangan dengan menggunakan beberapa variabel berupa rasio keuangan yang diperkirakan berpengaruh terhadap penyaluran kredit. Fungsi kredit secara luas sebagaimana yang dikemukakan oleh Kasmir (2008:101) yaitu

1) Untuk meningkatkan daya guna uang, 2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, 3) Untuk meningkatkan daya guna barang, 4) Untuk meningkatkan peredaran barang, 5) Sebagai stabilitas ekonomi, 6) Untuk meningkatkan kegairahan berusaha, 7) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan nasional, 8) Untuk meningkatkan hubungan internasional. 2.3.1 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Ada beberapa aspek yang diperlukan perbankan sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian kredit pada debiyur yaitu dengan 5 of C dan studi kelayakan. Dengan 5 of C, yaitu: 1. Character Analisis ini untuk mengetahui sifat atau watak calon nasabah. Watak dapat dilihat dari masa lalu nasabah melalui pengamatan, pengalaman, riwayat hidup, maupun hasil wawancara. 2. Capacity Analisis yang digunakan untuk melihat kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Untuk menilai kemampuan nasabah dapat dinilai dari dokumen yang dimiliki, hasil konfirmasi dengan pihak yang memiliki kewenangan mengeluarkan surat tertentu (misalnya penghasilan seseorang), hasil wawancara atau melalui perhitungan rasio keuangan.

3. Capital Analisis ini digunakan untuk menilai modal yang dimiliki oleh nasabah untuk membiayai kredit. Hal ini penting karena bank tidak akan membiayai kredit tersebut 100%. Artinya harus ada modal dari nasabah. Tujuannya adalah jika nasabah juga ikut memiliki modal yang ditanamkan pada kegiatan tersebut, nasabah juga akan merasa memiliki sehingga termotivasi untuk bekerja sungguh-sungguh agar usaha tersebut berhasil, dan mampu membayar kewajiban kreditnya. 4. Condition Analisis ini digunakan untuk menilai kondisi umum saat ini dan yang akan datang tentunya. Kondisi yang akan dinilai terutama kondisi ekonomi saat ini, apakah layak untuk membiayai kredit untuk sektor tertentu. 5. Collateral Analisis yang menilai jaminan yang diberikan nasabah kepada bank dalam rangka pembiayaan kredit yang diajukannya. Jaminan ini digunakan sebagai alternatif terakhir bagi bank untuk berjaga-jaga kalau terjadi kemacetan terhadap kredit yang dibiayai. 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilaksanakan ini merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Tahun Friska Yuanaria (2007) Martina Tri Astuti (2010) Anna Safitri (2010) Pengaruh Analisis Laporan Keuangan Debitur Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Pemberian Kredit Modal Kerja (KMK) Jangka Pendek Pada PT. Bank SUMUT Cabang Pematang Siantar. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Pemberian Kredit Pada PT Bank SUMUT Cabang Utama Medan Pengaruh Debt to Total Assets Ratio, Quick Ratio, Net Propfit Margin, Return On Investment Debitur Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja Pada PT. BNI ( Persero) Tbk. CR, ITO, DER, PMR, ROI, dan pemberian KMK. Variabel independen : Current ratio, debt to equity ratio, account receivable turn over, net profit margin, return on assets Variabel independent : debt to total assets ratio, quick ratio, net profit margin, return on investment CR secara parsial tidak berpengaruh terhadap pemberian kredit, ITO secara parsial berpengaruh terhadap pemberian kredit, DER secara parsial tidak berpengaruh terhadap pemberian kredit, PMR secara parsial berpengaruh terhadap pemberian kredit, ROI secara parsial tidak berpengaruh terhadap pemberian kredit. Current ratio dan debt to equity ratio berpengaruh secara parsial terhadap KMK. CR, DER, ARTO, NPM, ROA berpengaruh secara simultan terhadap KMK Debt to total Assets secara parsial berpengaruh terhadap KMK. DTAR, QR, NPM, ROI berpengaruh secara simultan terhadap KMK Sumber : www.repositoryusu.ac.id

2.5 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesis atau eksplorasi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antar variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian secara merumuskan hipotesis. Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan yaitu variabel CAR, NPL, ROA, dan LDR dan variabel terikat yang digunakan tingkat penyaluran kredit bank. Sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, berikut kerangka pikir teoritis yang menunjukkan pengaruh variabel CAR, NPL, ROA, dan LDR terhadap kredit dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Konseptual X1 (CAR) X2 (NPL) X3 (ROA) X4 (LDR) H1 H2 H3 H4 Y (Tingkat Penyaluran Kredit) Variabel Independen Sumber : Diolah oleh peneliti H5 Variabel Dependen Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara

teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel-variabel bebas dengan variabel yang terikat. Rasio keuangan bank merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat kesehatan bank dalam hal posisi keuangan bank tersebut. Jika rasio keuangan bank menunjukkan angka yang baik, maka bank tersebut dapat dikatakan sehat atau dalam posisi keuangan yang stabil. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) atau CAR digunakan untuk mengukur rasio kinerja bank khususnya untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Semakin besar CAR suatu bank maka akan semakin baik pula kemampuan bank dalam menanggung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi bank tersebut terutama dalam menyalurkan kredit yang memiliki bobot risiko yang cukup besar. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) atau NPL merupakan salah satu indikator kesehatan aset bank. NPL yang digunakan adalah NPL neto yaitu NPL yang telah disesuaikan. Penilaian kualitas aset merupakan penilaian terhadap kondisi aset bank dan kecukupan manajemen risiko kredit. Semakin tinggi nilai NPL (diatas 5%) maka bank tersebut tidak sehat atau berada pada kondisi yang kurang baik. NPL yang tinggi menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank. Penurunan laba yang diakibatkan banyaknya kredit bermasalah akan menyebabkan bank tersebut akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit atau pinjaman kepada nasabah.

Rasio return on assets (ROA) merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. ROA menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Dan keuntungan tersebut merupakan salah satu kontribusi dari tingkat kredit yang diberikan besar dengan tingkat NPL yang dapat ditekan. Rasio Loan Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman nasabah. Rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas. Rasio LDR yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya atau relatif tidak likuid, sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Semakin besar LDR suatu bank maka semakin besar pula kredit yang diberikan kepada nasabah yang dananya berasal dari dana pihak ketiga atau dana dari para nasabah bank tersebut yang mencakup deposito berjangka, giro, dan tabungan.

2.6 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara dari permasalahan penelitian yang biasa dirumuskan dalam bentuk yang dapat diuji secara empiris. Dalam suatu penelitian, hipotesis merupakan pedoman karena data yang dikumpulkan adalah data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang dinyatakan dalam hipotesis tersebut. Berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis dan kerangka konseptual diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H 1 : CAR berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Penyaluran Kredit. H 2 : NPL berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Penyaluran Kredit. H 3 : ROA berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Penyaluran Kredit. H 4 : LDR berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Penyaluran Kredit. H 5 : CAR, NPL, ROA dan LDR berpengaruh secara simultan terhadap Tingkat Penyaluran Kredit