PENGARUH VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP LIBERASI SALEP KALIUM IODIDA. Muslim Suardi, Rostiar Nasrul, Aulia Rahman FakultasFarmasiUNAND

dokumen-dokumen yang mirip
KINETIKA PERMEASI KLOTRIMAZOL DARI MATRIKS BASIS KRIM YANG MENGANDUNG VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

VOLUME O2, No : 01. Februari 2013 ISSN :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

Pengaruh Polivinilpirolidon K-30 terhadap Disolusi Ketoprofen dalam Sistem Dispersi Padat

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( )

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

PENGARUH KONSENTRASI ADEPS LANAE DALAM DASAR SALEP COLD CREAM TERHADAP PELEPASAN ASAM SALISILAT

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

MIKROENKAPSULASI METFORMIN HIDROKLORIDA DENGAN PENYALUT ETILSELLULOSA MENGGUNAKAN METODA PENGUAPAN PELARUT ABSTRACT

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK

PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL NAL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS FARMASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Peningkatan kualitas Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan. Metode Membran Ultrafiltrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

Laporan Kimia Fisik KI-3141

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

BAB 5 SIMPULAN 5.1. Simpulan 5.2. Alur Penelitian Selanjutnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

RONAL SIMANJUNTAK DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

PENGARUH HPMC DAN GLISEROL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL

Evaluasi pelepasan obat dari supositoria basis lemak: perbedaan antara metode disolusi intrinsik dan non-intrinsik

FORMULASI SALEP EKSTRAK DIETIL ETER DAGING BUAH PARE (Momordica charantia L.) DENGAN BERBAGAI VARIASI BASIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN

UJI DAYA PENINGKAT PENETRASI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DALAM BASIS KRIM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGGUNAAN AMILUM JAGUNG PREGELATINASI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET VITAMIN E

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

KINETIKA & LAJU REAKSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

ANALISIS UKURAN PARTIKEL BAHAN PENYUSUN RAMUAN JAMU DAN VOLUME AIR PENYARI TERHADAP MUTU EKSTRAK YANG DIHASILKAN

Hasil Penelitian dan Pembahasan

PENGARUH WAKTU SENTRIFUGASI KRIM SANTAN TERHADAP KUALITAS VIRGIN COCONUT OIL (VCO) (Susanti, N. M. P., Widjaja, I N. K., dan Dewi, N. M. A. P.

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

Transkripsi:

PENGARUH VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP LIBERASI SALEP KALIUM IODIDA Muslim Suardi, Rostiar Nasrul, Aulia Rahman FakultasFarmasiUNAND ABSTRACT The influence of Virgin Coconut Oil (VCO) towards the release of potassium iodide from ointment base has been studied. The content of VCO in the base was varied with concentrations of 0, 10, 20, and 30%. A simple diffusion cell with a cellulose membrane was used to demonstrate the release kinetics of potassium iodide. The amount of potassium iodide released from the base was estimated as potassium, and measured at time intervals of 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, and 120 minutes using flame photometer. Results showed that formula containing 30% of VCO revealed the best liberation efficiency. Pearson-Correlation analysis exhibited that there was positive correlation between the concentration of VCO in the ointment base with the liberation efficiency of potassium iodide (r=0.985). The higher the content of VCO in the ointment base, the higher the amount of potassium iodide released (p<0.05). PENDAHULUAN Untuk mencapai efek farmakologis obat dalam suatu sediaan topikal yang digunakan, terlebih dahulu lepas (terliberasi) dari pembawanya dan berdifusi menuju permukaan jaringan kulit. Pelepasan obat dari sediaan sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat, bentuk sediaan/sifat pembawa, dan anatomi fisiologis kulit. Dengan demikian pemilihan bahan pembawa yang tepat merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan pembawa tergantung pada tujuan pengobatan, sifat fisikokimia bahan obat, dan kondisi kulit. Komposisi pembawa diharapkan dapat mempengaruhi sifat dan permeabilitas kulit secara baik serta menghasilkan suatu kondisi optimum. Obat diharapkan dapat larut dengan baik dalam pembawa, namun tetap memiliki afinitas yang besar terhadap kulit (1,2,3,4). Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (5). Saat ini pemakaian salep kurang disukai karena memberikan rasa kurang nyaman di kulit. Secara umum, liberasi zat aktif dari salep, khususnya dasar salep hidrokarbon, juga lebih lambat bila dibandingkan dengan liberasinya dari jenis pembawa semisolid yang lain, bahkan untuk zat yang bersifat hidrofil (6,7,8). Namun, sediaan salep memiliki keuntungan tersendiri, seperti proses produksi yang lebih sederhana dan murah. Minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO) adalah minyak kelapa yang diperoleh dari dari daging kelapa segar melalui proses alamiah, tanpa pemurnian, pemutihan, dan penghilangan bau (9). Komponen utama

VCO adalah asam lemak rantai sedang, terutama asam laurat (sekitar 50%) (10). Berbeda dengan minyak kelapa tradisional, proses pembuatan VCO tidak menggunakan pemanasan suhu tinggi sehingga tidak terbentuk radikal bebas asam lemak tidak jenuhnya dan kandungan antioksidan alaminya tidak hilang. Hal ini menyebabkan VCO tidak mudah tengik karean teroksidasi (9). Di samping itu, kandungan asam lemak rantai sedang yang dapat sedikit menguap pada suhu tinggi (11,12) juga tidak ada yang hilang. Kandungan asam lemak berbobot molekul rendah yang besar di dalam VCO diharapkan dapat membantu liberasi zat dengan memberikan halangan ruang yang lebih kecil. Asam lemak berbobot molekul rendah juga memiliki kelarutan yang lebih baik di dalam air dan memiliki afinitas lebih kecil terhadap basis hidrokarbon dibandingkan dengan homolognya dengan bobot molekul lebih tinggi sehingga diharapkan dapat membantu liberasi zat aktif. VCO efektif dan aman digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit (13). Peningkatan hidratasi kulit akan meningkatkan permeabilitas kulit terhadap obat serta menurunkan tahanan difusinya (4). Pada penelitian ini VCO ditambahkan pada dasar salep vaselin (hidrokarbon) dengan harapan dapat meningkatkan liberasi zat aktif sehingga memberikan efek farmakologis yang lebih baik dan cepat. Penambahan VCO juga diharapkan akan memperbaiki sifat fisik dasar salep dengan menurunkan viskositasnya, yang tidak hanya akan mendukung peningkatan laju liberasi zat (14), tapi juga memberikan rasa nyaman saat pemakaian di kulit. Kalium iodida (KI) digunakan sebagai model untuk menentukan profil liberasi zat aktif yang bersifat hidrofil. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan adalah kalium iodida (Merck), vaselin album (Brataco), adeps lanae (Brataco), VCO (Bio Virco Phytomega ), dan aquadest. Tabel 1. Formula salep : No Bahan (%) F1 F2 F3 F4 1 KI 20 20 20 20 2 Air suling 14 14 14 14 3 Adeps lanae 5 5 5 5 4 VCO 0 10 20 30 5 Vaselin 61 51 41 31 Seperti terlihat pada Tabel 1, komposisi VCO dan vaselin di dalam salep divariasikan untuk melihat pengaruh VCO terhadap liberasi kalium iodida. Pembuatan salep dilakukan secara triturasi (15). Salep jadi disimpan di dalam wadah tertutup kedap untuk melindungi kalium iodida dari oksidasi. Penetapan kadar kalium iodida, baik dalam sediaan maupun dari hasil uji liberasi, dihitung sebagai kalium dan diukur dengan menggunakan fotometer nyala. Penetapan kadar kalium iodida sebenarnya dapat dilakukan dengan titrasi iodatometri, yang didasarkan pada reaksi oksidasi dari iodida (16). Namun iodida bersifat tidak stabil dan mudah teroksidasi yang menyebabkan penetapan kadar menjadi tidak akurat. Karena itu kadar diukur sebagai kalium, yang bersifat stabil, dengan menggunakan fotometer nyala. Kurva kalibrasi kalium dalam air suling didapatkan dengan membuat

beberapa larutan standar dengan konsentrasi masing-masing 2,5; 5; 10; 15; dan 20 µg/ml. Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu yang panjang sehingga interval waktu yang besar ini mengakibatkan faktor instrumen dan kondisi alat fotometer nyala yang berbeda pada setiap pengukuran, seperti perbedaan intensitas nyala dan sensitivitas alat yang menyebabkan koefisien variasi hasil pengukuran yang didapatkan besar. Karena itu intensitas emisi zat dalam larutan standar diukur pada setiap kali pengoperasian alat untuk pengukuran sampel agar didapatkan kurva kalibrasi yang sesuai dan tepat untuk kondisi pengukuran saat itu. Penetapan kadar kalium iodida dalam salep Salep ditimbang satu gram yang setara dengan 200 mg kalium iodida dan diekstraksi secara bertingkat dengan 150 ml air suling. Ekstraksi dilakukan dengan melelehkan sediaan di dalam 30 ml air suling panas dan diaduk dengan batang pengaduk agar kalium iodida terbebas dari basis. Setelah dingin, larutan hasil ekstraksi dipisahkan dari basis yang membeku. Basis selanjutnya diekstraksi kembali hingga lima kali pengulangan ekstraksi. Sebanyak 1 ml larutan hasil ekstraksi diencerkan hingga 100 ml dengan air suling. Kadar dihitung sebagai kalium yang diukur dengan menggunakan fotometer nyala (n=3). Kadar ditentukan dengan menggunakan persamaan garis lurus pada kurva kalibrasi. Studi liberasi kalium iodida dari dasar salep(17) Studi liberasi dilakukan menggunakan metode sel difusi sederhana yang terdiri dari pot, klem, standar, hot plate, kertas whatman no. 42 sebagai membran, dan beaker glass yang berisi medium penerima berupa 200 ml air suling bebas CO 2 yang suhunya diatur 37±1 o C dan disertai dengan pengaduk magnetik Pot diisi dengan salep seberat 10 gram dan ditutup dengan membran selulosa Whatman yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan air suling, lalu diikat dengan kuat dan hati-hati untuk mencegah timbulnya kerutan pada permukaan dan terbentuknya gelembung udara saat dicelupkan ke dalam beaker glass yang berisi air suling bebas CO 2 sebagai medium. Dengan menggunakan klem dan standar, sel difusi yang telah disiapkan, dicelupkan ke dalam beaker glass yang berisi 200 ml air suling bebas CO 2 dengan permukaan pot salep menghadap ke bawah. Posisi sel difusi disamakan untuk setiap pengujian. Jika sel difusi telah siap pada posisinya, pengaduk magnetik dihidupkan dengan kecepatan pada skala 6 dan suhu diatur 37±1 0 C. Pada interval waktu tertentu (5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 menit), 5 ml cairan penerima dalam beaker glass diambil. Posisi pengambilan sampel juga disamakan untuk setiap pengujian. Setiap 5 ml cairan yang diambil dari medium diganti dengan air suling bebas CO 2 dengan suhu dan volume yang sama. Selanjutnya intensitas emisi larutan sampel diukur menggunakan fotometer nyala. Analisis data dan statistik Dari data hasil studi liberasi, dicari efisiensi dan kinetika liberasinya. Kinetika liberasi didapatkan dengan memplot data hasil uji liberasi pada beberapa model kinetika dan ditentukan dari model yang memberikan plot yang linear. Perhitungan konstanta laju

liberasi sesuai dengan pola kinetika yang diikutinya. hasil bahwa liberasi kalium iodida meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi VCO. Liberasi paling besar diberikan oleh formula 4 dengan konsentrasi VCO 30%. E m is i 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 y = 0.0063x + 0.0085 R 2 = 0.9963 0 0 5 10 15 20 25 Konsentrasi (µg/ml) Gambar 1. Sel difusi sederhana Gambar 2. Contoh kurva kalibrasi Data hasil studi liberasi kalium iodida dari dasar salep diolah dengan analisis statistik ANOVA satu arah dan uji lanjut berganda Duncan. Hubungan antara konsentrasi VCO dengan efisiensi liberasi dianalisis dengan korelasi Pearson. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer. K I te rlib e ra s i (% ) 60 50 40 30 20 10 0 5 10 15 30 45 60 90 120 waktu (menit) formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pada penelitian ini dilakukan tujuh kali pengoperasian alat untuk pengukuran sampel sehingga didapatkan tujuh kurva kalibrasi yang berbeda dari larutan standar yang sama. Linearitas hasil pengukuran intensitas emisi larutan standar dapat terjaga dengan baik dalam setiap pengukuran (r 0,988). Pemeriksaan kadar kalium iodida dalam sediaan memberikan hasil antara 69,80-87,61%. Setelah dilakukan uji liberasi terhadap seluruh formula, didapatkan Gambar 3. Kurva liberasi salep KI Dari hasil penentuan kinetika diketahui bahwa liberasi kalium iodida untuk formula 1 mengikuti persamaan kinetika orde 0 (r = 0,9614). Formula 2 mengikuti kinetika orde 0 (r = 0,9856), Higuchi (r = 0,9810), dan Korsemeyer- Peppas (r = 0,9654). Formula 3 mengikuti kinetika Higuchi (r = 0,9590) dan Korsemeyer-Peppas (r = 0,9816). Sedangkan formula 4 mengikuti kinetika Korsemeyer-Peppas (r = 0,9651).

Ct (% KI terliberasi) 60 50 40 30 20 10 0 0 20 40 60 80 100 120 140 t (menit) F1 F2 F3 F4 Linear (F1) Linear (F2) Gambar 4. Profil liberasi menurut kinetika orde 0 M (% m assa terlib erasi) 60 50 40 30 20 10 0 0 2 4 6 8 10 12 akar waktu (menit) F1 F2 F3 F4 Linear (F2) Linear (F3) Gambar 5. Profil liberasi menurut kinetika Higuchi lo g Ct 2 1,5 1 0,5 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5-0,5 log t F1 F2 F3 F4 Linear (F2) Linear (F3) Linear (F4) Gambar 6. Profil liberasi menurut kinetika Korsemeyer-Peppas Hasil perhitungan efisiensi dan konstanta laju liberasi dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Hasil perhitungan efisiensi liberasi Formula Efisiensi Liberasi Formula 1 0,66 ± 0,14 Formula 2 7,44 ± 1,16 Formula 3 27,30 ± 1,84 Formula 4 39,88 ± 2,73 Tabel 3. Hasil perhitungan konstanta laju liberasi (k) F Kinetika k F1 Orde 0 0,004±0,003 Orde 0 0,087±0,036 F2 Higuchi 1,15±0,48 Korsemeyer-Peppas 0,52±0,21 F3 Higuchi 2,75±0,39 Korsemeyer-Peppas 0,43±0,19 F4 Korsemeyer-Peppas 0,30±0,06 Dari hasil pengolahan data secara statistik dengan ANOVA satu arah diketahui bahwa perbedaan konsentrasi VCO di dalam salep mempengaruhi liberasi kalium iodida secara sangat bermakna (p<0,01). Hasil analisis uji lanjut berganda Duncan terhadap faktor formula juga menunjukkan bahwa konsentrasi VCO yang berbeda pada masing-masing formula memberikan pengaruh yang sangat bermakna terhadap jumlah kalium iodida yang terliberasi dari salep. Korelasi Pearson merupakan suatu analisis untuk melihat kebermaknaan hubungan antar variabel. Analisis korelasi Pearson antara persentase VCO dengan efisiensi liberasi dari salep kalium iodida memperlihatkan adanya korelasi positif antara kenaikan persentase VCO dengan peningkatan efisiensi liberasi (r= 0,985*). Pembahasan Hasil pemeriksaan kadar KI yang rendah di dalam salep mungkin

disebabkan oleh proses ekstraksi yang tidak sempurna. Air dengan kandungan kalium iodida terlarut di dalamnya diserap oleh dasar salep sehingga menyebabkan kalium iodida ikut terperangkap di dalam matrik basis. Hal ini terutama terlihat pada formula 1 yang tidak mengandung VCO. Berdasarkan reologinya, salep bersifat plastis (18) sehingga tekstur basis yang lebih padat dan kaku memberikan resistensi yang lebih besar untuk pembebasan kalium iodida. Hal yang sama juga ditemukan pada hasil uji liberasi yang akan didiskusikan lebih lanjut. Uji pengaruh VCO terhadap liberasi kalium iodida dari dasar salep dilakukan dengan menggunakan sel difusi sederhana. Pembebasan medium dari udara merupakan hal yang sangat kritis untuk mencegah terbentuknya gelembung udara antara medium dan membran saat pengujian, yang akan menyebabkan hasil yang didapatkan tidak benar (19). Suhu dijaga konstan selama pengujian untuk memberikan perlakuan yang sama karena suhu mempengaruhi laju liberasi zat dari sediaan melalui perubahan energi kinetik zat (20). Pengaduk magnetik berfungsi untuk menyeragamkan suhu dan meratakan penyebaran zat aktif yang terliberasi di dalam medium (7). Walaupun belum ada metode dan peralatan resmi yang disyaratkan untuk uji liberasi sediaan semisolid secara in vitro (19,21,22), metode sel difusi sederhana ini sudah diterima dan banyak digunakan dalam berbagai penelitian, dengan hasil yang tidak berbeda nyata dengan hasil yang diberikan oleh metode lain (7,17,19,22). Di samping itu penggunaannya sederhana, mudah dan ekonomis (22). Pada uji liberasi zat aktif dari sediaan semisolid secara in vitro, dapat digunakan berbagai jenis membran semi permeabel. Walaupun membran sintetis memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menggambarkan kondisi yang terjadi secara klinis, namun penggunaannya memberikan keuntungan tersendiri karena dapat menjamin kondisi perlakuan yang relatif seragam bila dibandingkan dengan pemakaian kulit asli. Di samping itu, pemakaian membran ini lebih mudah dan ekonomis. Bahkan uji dengan kulit binatang pun memberikan hasil yang jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan bila menggunakan kulit manusia asli. Sayangnya, kulit manusia sulit didapatkan dan harganya pun mahal. Karena alasan-alasan inilah penggunaan membran sintetis mendapatkan penerimaan yang luas (22). Pada penelitian ini kertas saring (membran selulosa) whatman no. 42 digunakan sebagai membran filter. Kertas whatman no. 42 memiliki diameter pori 2,5 µm. Dengan diameter ini, ion kalium yang berukuran ±10 Aº dapat melalui membran. Sebelum dipasang ke sel difusi, membran terlebih dahulu dijenuhkan dengan air suling. Hidrasi membran bertujuan untuk menjaga kondisi yang konstan selama percobaan in vitro. Membran yang kering akan menyebabkan infiltrasi cairan komponen dalam salep sehingga mengubah kondisi antara fase donor dan medium penerima (23). Membran yang kering juga akan menyerap cairan medium ketika sel difusi dicelupkan sehingga volumenya berkurang. Liberasi obat dari sediaan dipengaruhi oleh faktor kimia dan fisika. Faktor kimia yang paling berpengaruh adalah koefisien partisi (3,4). Kalium iodida memiliki koefisien partisi yang rendah yang dapat dilihat dari

kelarutannya yang sangat tinggi di dalam air. Sifat kalium iodida yang sangat hidrofil ini menyebabkannya mempunyai afinitas yang rendah terhadap basis vaselin yang bersifat lipofil. Keadaan ini seharusnya membuat kalium iodida mudah terliberasi. Akan tetapi hal itu tidak terjadi dan penyebabnya akan didiskusikan lebih lanjut. VCO juga bersifat lipofil, namun ia memiliki kandungan asam lemak rantai sedang yang besar. Asam lemak berbobot molekul rendah ini relatif lebih mudah larut di dalam air dan menyebabkan VCO sedikit lebih hidrofil daripada vaselin. Penambahan VCO menghasilkan basis yang lebih dapat bercampur dengan air. Kalium iodida memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Dengan demikian, penambahan VCO menyebabkan liberasi kalium iodida dari dasar salep ke dalam medium air melalui membran dapat ditingkatkan. Secara fisika, VCO mengurangi viskositas dasar salep sehingga menurunkan hambatan difusinya. Faktor difusivitas ini cukup berpengaruh terhadap liberasi zat dari basis (14). Hal inilah yang terlihat pada formula 1 yang tidak memiliki kandungan VCO. Viskositas basis hidrokarbon yang tinggi memberikan halangan difusi cukup besar sehingga liberasi kalium iodida berlangsung lambat. Walaupun secara kimia zat memiliki afinitas yang kecil tehadap basis, namun jika hambatan difusinya besar akan menyulitkan zat untuk terliberasi (24). Koefisien difusi zat berbanding terbalik dengan viskositas basis sediaan. Difusivitas dapat menjadi rate limiting factor untuk sediaan yang liberasinya buruk. Artinya parameter fisika memberikan pengaruh yang lebih besar daripada parameter kimia (6,24). Liberasi zat aktif dari sediaan berlangsung secara difusi pasif, mengikuti hukum difusi Fick. Berdasarkan hukum difusi Fick, selain koefisien partisi dan koefisien difusi, faktor lain yang mempengaruhi laju difusi zat adalah konsentrasi zat dan ketebalan membran yang dilalui, yang dalam percobaan ini bersifat konstan (6). Efisiensi liberasi, adalah luas daerah di bawah kurva liberasi pada waktu tertentu (t), diekspresikan sebagai persentase dari daerah segiempat yang menggambarkan liberasi 100% pada waktu yang sama (17). Efisiensi liberasi menggambarkan besarnya jumlah zat yang telah terliberasi pada waktu tertentu, sedangkan konstanta laju liberasi menggambarkan besarnya laju (peningkatan) liberasi zat per satuan waktu. Informasi yang diberikan oleh efisiensi liberasi lebih bermakna dari t90% (17). Dari studi liberasi didapatkan bahwa formula 4 dengan kandungan VCO paling tinggi memberikan efisiensi liberasi paling besar. Sediaan obat yang memiliki efisiensi liberasi tinggi akan memberikan efek yang besar. Sedangkan sediaan obat yang memiliki konstanta laju liberasi besar akan memberikan efek dengan cepat. KESIMPULAN Penambahan VCO ke dalam basis salep telah terbukti dapat meningkatkan liberasi zat yang bersifat hidrofil secara nyata. Perbaikan liberasi zat terjadi melalui pengaruh terhadap aspek kimia dan fisika. Perbaikan liberasi diharapkan dapat menghantarkan pada pencapaian efek farmakologi yang lebih baik dan cepat. DAFTAR PUSTAKA

1. Lachman, L., H. A. Lieberman, & J.L. Kanig, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 2 nd, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1994. 2. Ansel, H. C., Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, 4 th, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Universitas Indonesia, Jakarta, 1989. 3. Martin, A., J. Swarbrick, & A. Cammarata. Physical Pharmacy, 2 nd, diterjemahkan oleh Yoshita, Penerbit UI, Jakarta, 1993. 4. Polderman, J., Introduction to Preparation of Dosage Form, Elsevier/North Holl&, Biomedical Press, Amsterdam, 1977. 5. Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 1995. 6. Smith, E.W., & J. M. Haigh. In Vitro Release of Propranolol Hydrochloride from Topical Vehicles. J. Pharm. Educ., vol. 58, Fall 1994. 7. Billups, N. F., & N. K. Patel, Experiment in Physical Pharmacy V. In Vitro Release of Medicament from Oinment Bases, J. Pharm. Educ. 34, 1970. 8. Babar, A., Ray S.D., Nagin K.P., Plakogiannis F.M., & Gogineni P. In Vitro Release and Diffusion Studies of Promethazine Hydrochloride from Polymeric Dermatological Bases Using Cellulose Membrane and Hairless Mouse Skin, Drug Dev. Ind. Pharm., 1999 Feb;25(2):235-40. 9. Setiaji, B., & S. Prayugo, Membuat VCO Berkualitas Tinggi, Penebar Swadaya, Jakarta, 2004. 10. Enig, M. G., The Health Benefits of Coconuts & Coconut Oil, www.nexusmagazine.com. 2002. 11. Winarno, F. G., Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit P.T. Gramedia, Jakarta, 1984. 12. Ketaren, S., Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta, 1986. 13. Agero, A.L., & V.M. Verallo- Rowell. A Randomized Doubleblind Controlled Trial Comparing Extra Virgin Coconut Oil with Mineral Oil as a Moisturizer for Mild to Moderate Xerosis. Dermatitis, 2004 Sep;15(3):109-16. 14. Lund, W., The Pharmaceutical Codex, Principles and Practice of Pharmaceutics, 12 th ed, Pharmaceutical Press, London, 1994. 15. Carter, J., S., Dispensing for Pharmaceutical Student, 12 th Ed, Pitman Medical, London, 1975. 16. Bassett, J., R.C. Denney, G. H. Jeffery, & J. Mendhom, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh A. Hadyana Pudjaatmaka & L. Setiono, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994.

17. Banaker, U. V., Pharmaceutical Dissolution Testing, Marcel Dekker, INC, 1992. 18. Martin, E. W., Dispensing of Medication, 7 th ed, Mack Publishing Co., Easton, Pennsylvania, 1971. 19. Siewert, M., J. Dressman, C. K. Brown, & V. P. Shah. FIP/AAPS Guidelines to Dissolution/In Vitro Release Testing of Novel/Special Dosage Forms. AAPS Pharm. Sci. Tech. 2003; 4 (1) Article 7 20. Shargel, L. & A. B. C. Yu, Biofamasetika dan Farmakokinetika Terapan, ed II, diterjemahkan oleh Fasich & Siti Syamsiah, Airlangga University Press, 1988. 21. Gennaro, A., Remington s Pharmaceutical Sciences, 18 th ed, Mack Publishing Company, Pennsylvania, 1990. 22. Abdou, H. M., Dissolution, Bioavailability & Bioequivalence, Mack Publishing Company, Pennsylvania, 1989. 23. Realdon, N., A. Tagliaboschi, F. Perin, & E. Ragazzi. The Bubble Point for Validation of Drug Release or Simulated Absorption Tests for Ointments. Pharmazie, vol 60, issue 12, p. 910-916, Winter 2005. 24. Masahiro, N., & N. K. Patel, Release, Uptake and Permeation Behavior of Salicylic Acid in Ointment Bases, J. Pharm. Sci., 59, 1970.