3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

dokumen-dokumen yang mirip
rovinsi alam ngka 2011

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Perikanan: Armada & Alat Tangkap

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Dana Alokasi Khusus. Tahun Penggunaan Petunjuk Teknis.

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

PENILAIAN KEPENTINGAN RELATIF PERIKANAN RAKYAT DAN PERIKANAN INDUSTRI DI INDONESIA ERWIN AMBUA PARULIAN SIMORANGKIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

3 METODE PENELITIAN. Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian.

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

FISHING GROUNG /Sistem DPI

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL)

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Isi Manual Penggunaan database perikanan versi 2.1

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Effectiveness of fishing gear of lemuru fish in Kotabaru District, South Kalimantan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem = kesatuan interaksi diantara elemen terkait untuk mencapai suatu tujuan

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

KLASIFIKASI ALAT / METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN Subsektor Perikanan - Tangkap

SISTEM PENGELOLAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN (Fishing Ground System) DR. Mustaruddin

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003

BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015

Perahu Tanpa Motor Boat. Kapal Motor Motorship Jumlah District

C E =... 8 FPI =... 9 P

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

JENlS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAM YANG SESUAI UNTUK DIKEMBANGXAN Dl BANTAl TlMUR KABUPATEN DONGGALA, SULAYESI TENGAHl.

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KEADAAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Sabang Visi dan misi

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

4 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP DI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Usaha Perikanan Tangkap

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

PENGEMBANGAN PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PERBATASAN (KASUS KABUPATEN NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR) 1

USULAN REKOMENDASI DESAIN PROGRAM DAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP LAUT

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kota Banda Aceh Letak topografis dan geografis Banda Aceh

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelolah berbagai

Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana: sarana apung

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

Transkripsi:

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan, yaitu mulai dari November 2008 hingga Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Jakarta karena kegiatannya terfokus pada pemanfaatan data sekunder yang berasal dari statistik yang diterbitkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Pengumpulan data dimulai dari penelusuran pustaka dan statistik dari Departemen Kelautan dan Perikanan serta instansi terkait lainnya di Jakarta mulai bulan November 2008. Cakupan geografi dari penelitian ini adalah hampir seluruh wilayah Indonesia yang dipresentasikan oleh 30 dari 33 provinsi di Indonesia. Tidak tercakupnya seluruh provinsi yang ada tersebut disebabkan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini tidak tersedia secara lengkap di tiga 3 provinsi baru hasil pemekaran wilayah, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Papua Barat. 3.2 Jenis dan Sumber Data Data utama yang digunakan dalam penelitian adalah data tahunan untuk periode sejak tahun 2003 sampai 2007 dari statistik perikanan sehingga data yang digunakan bersifat sekunder. Data yang digunakan hanya mencakup data perikanan tangkap di laut. Jenis data yang digunakan adalah data produksi perikanan tangkap (jumlah hasil tangkap), jumlah nelayan, jumlah armada (perahu), jumlah alat tangkap, dan jumlah produk olahan. Data sekunder tersebut diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan, yaitu Ditjen Perikanan Tangkap dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dalam penelitian ini, jenis perikanan tangkap dibedakan menjadi 2, yaitu perikanan rakyat (j = 1) dan perikanan industri (j = 2). Ciri-ciri dari setiap perikanan tersebut disajikan pada Tabel 8. Perikanan rakyat merupakan himpunan dari kegiatan perikanan tangkap yang oleh perorangan atau usaha keluarga menggunakan alat penangkapan ikan dari jenis-jenis pukat kantong, jaring insang, jaring angkat, dan pancing dengan menggunakan kapal ikan dari kategori perahu tanpa motor dan perahu bermotor tempel. Nelayan perikanan

rakyat adalah nelayan dari kategori nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan. Hasil tangkapan perikanan rakyat tesebut biasanya diolah menjadi produk perikanan tradisional, yaitu ikan kering atau ikan asin, ikan pindang, ikan peda (hasil fermentasi) dan ikan asap. Dalam penelitian ini perlu adanya penekanan dalam membatasi kriteria perikanan rakyat dan perikanan industri, untuk mencegah melebarnya pengertian atau ciri-ciri dari perikanan rakyat dan perikanan industri. Misalnya yang diketahui alat tangkap tradisonal pun banyak yang dimodifikasi dalam pengoperasiannya. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dicoba membuat suatu batasan ciri-ciri dari perikanan rakyat dan perikanan industri. penggolongan ciri-ciri dari perikanan rakyat dan perikanan industri dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Ciri-ciri perikanan rakyat dan perikanan industri yang digunakan dalam penelitian ini No Faktor Perikanan rakyat Perikanan industri 1 Alat penangkapan ikan 1) Pukat kantong 2) Jaring insang 3) Jaring angkat 4) Pancing lainnya (pancing ulur, pancing tegak, pancing cumi dll) 5) Perangkap 6) Alat pengumpul 7) Lainnya (muroami, jala tebar, garpu dan tombak) 2 Kapal ikan 1) Perahu tanpa motor 2) Perahu motor tempel 3) Kapal motor < 5GT 3 Nelayan 1) Nelayan sambilan utama 2) Nelayan sambilan tambahan 4 Pengolahan 1) Ikan kering atau ikan asin 2) Ikan pindang, 3) Ikan peda (hasil fermentasi) 4) Ikan asap 1) Pukat tarik (trawl) 2) Pukat cincin 3) Rawai tuna 4) Rawai hanyut lainnya selain rawai tuna 5) Rawai tetap 6) Rawai dasar tetap 7) Huhate 8) Pancing tonda Kapal motor 5-1000 GT 1) Nelayan penuh 1) Ikan beku, 2) Ikan kaleng, 3) Tepung ikan Perikanan industri adalah himpunan dari kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan perusahaan yang terorganisir dengan sistim karir yang jelas bagi tenaga kerja dan yang dilaksanakan dengan mengoperasikan alat penangkapan ikan dari

jenis kelompok pukat tarik, pukat cincin, rawai tuna, rawai hanyut lainnya selain rawai tuna, rawai tetap, rawai dasar tetap, huhate dan pancing tonda, dengan kapal ikan dari kategori kapal motor, mulai dari kapal bermotor dalam (inboard motor) yang berukuran 5 GT hingga lebih dari 1000 GT. Nelayan perikanan industri ini terdiri dari nelayan yang dikategorikan nelayan mempunyai tingkat pengetahuan/ terdidik/profesional dalam menjalankan pekerjaannya. Hasil tangkapan perikanan industri ini biasanya diolah menjadi produk perikanan untuk pemasaran modern, yaitu ikan beku (frozen fish), ikan kaleng (canned fish), dan tepung ikan (fish meal). Faktor alat penangkapan ikan tersebut digunakan untuk menghitung produksi dari setiap jenis perikanan (yaitu perikanan rakyat dan perikanan industri). Produksi perikanan rakyat adalah jumlah produksi ikan yang dihasilkan oleh unit penangkapan ikan yang mengoperasikan alat-alat penangkapan ikan seperti kelompok pukat kantong, kelompok jaring insang, kelompok jaring angkat, kelompok pancing lainnya (pancing ulur, pancing tegak, pancing cumi dan lainlain), kelompok perangkap, kelompok alat pengumpul (rumput laut, kerang, teripang, kepiting dan lain-lain), kelompok alat tangkap lainnya (muroami, jala tebar garpu dan tombak). Produksi perikanan industri adalah jumlah produksi ikan yang dihasilkan oleh unit-unit penangkapan ikan yang mengoperasikan alat-alat penangkapan ikan seperti kelompok pukat tarik, pukat cincin, rawai tuna, rawai hanyut lainnya selain rawai tuna, rawai tetap, rawai dasar tetap, huhate dan pancing tonda. Dalam penelitian ini perikanan rakyat dicirikan dengan Pembatasanpembatasan berikut: (1) Jenis alat tangkap yang digunakan pada perikanan rakyat adalah: pukat kantong, jaring insang, jaring angkat, pancing lainnya ( pancing ulur, pancing tegak, pancing cumi, dan lain-lain), perangkap, alat pengumpul, lainnya ( uroami, jala tebar, garpu,dan tombak). (2) Kapal/armada yang digunakan pada perikanan rakyat meliputi : perahu tanpa motor, perahu motor tempel, kapal motor <5GT. (3) Nelayan yang dikategorikan dalam perikanan rakyat yaitu : nelayan sambilan utama, nelayan sambilan tambahan.

(4) Untuk pengolahan hasil perikanan rakyat yaitu : ikan kering/ikan asin, ikan pindang, ikan peda ( hasil fermentasi), ikan asap. Dalam penelitian ini data-data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari statistik perikanan mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3.3 Metode Analisis Data 3.3.1 Tahapan pengolahan data Proses analisis data ini melalui pentahapan yang dimulai dengan pengolahan data, analisis dan penyajian hasilnya (Gambar 2). Tahap 1 dalam penelitian ini adalah menghitung nilai-nilai statistik perikanan rakyat dan perikanan industri di tingkat provinsi dan nasional. Perhitungan ini perlu dilakukan karena statistik perikanan tidak secara gamblang atau eksplisit membedakan perikanan rakyat dari perikanan industri. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan ciri-ciri yang khusus didefinisikan untuk keperluan penelitian ini, seperti disajikan di dalam Tabel 8, sesuai dengan diskusi di dalam tinjauan pustaka. mulai Hitung nilai setiap variabel di setiap provinsi untuk setiap tahun Standarisasi nilai setiap variabel dengan menggunakan FPI Hitung nilai LQ untuk setiap variabel di setiap provinsi setiap tahun berdasarkan nilai yang telah distandarisasi Merata-ratakan nilai LQ tiap variabel selama 5 tahun Pembuatan tabel LQ untuk perikanan rakyat dan perikanan industri di setiap provinsi selesai Gambar 2 Bagan alir proses penghitungan nilai location quotient untuk perikanan rakyat dan perikanan industri di setiap provinsi

Tahap kedua adalah standarisasi nilai-nilai variabel dengan menggunakan fishing power index (FPI). Nilai variabel yang terbesar yang akan digunakan sebagai standar bagi nilai-nilai variabel yang lainnya. Variabel yang akan distandarisasi adalah variabel nelayan, armada, dan alat tangkap, karena ketiga variabel tersebut mempunyai unit yang berbeda. Sedangkan variabel produksi dan olahan, tidak distandarisasi karena memiliki unit yang sama, yaitu kilogram (kg) atau ton. (1) Standarisasi nilai variabel nelayan Ada 3 kategori nelayan, nelayan penuh (NP), nelayan sambilan utama (SU), nelayan sambilan tambahan (NST). Jumlah nelayan setiap kategori perikanan dan setiap provinsi perlu dihitung dengan menerapkan distandarisasi dengan menggunakan Fishing Power Indeks (FPI), karena jumlah hari melaut masing-masing nelayan tidak sama. Sebagai standar digunakan nelayan penuh, karena memiliki jumlah hari melaut yang paling besar. FPI nelayan dihitung dengan menggunakan rumus: FPI nelayan SU harimelaut harimelaut nelsu nelpenuh 178 hr 360 hr 0,647 FPI nelayan ST harimelaut harimelaut nelst nelpenuh 92hr 360 hr 0,335 Selanjutnya jumlah nelayan dikalikan dengan nilai FPI-nya untuk dimasukkan dalam rumus perhitungan LQ. (2) Standarisasi nilai variabel armada Jumlah kapal perikanan distandarisasi dengan Fishing Power Index (FPI), karena tonase masing-masing jenis kapal tidak sama. Kapal perikanan yang dijadikan standar adalah kapal dengan tonase yang terbesar, yaitu kapal 1000 GT. FPI armada dihitung dengan menggunakan rumus: FPI kapal Tonase Tonase i kapal1000 GT Keterangan = Tonase i : tonase kapal ke-i

Selanjutnya jumlah kapal dikalikan dengan nilai FPI-nya untuk dimasukkan dalam rumus perhitungan LQ. Sebagai contoh kapal berukuran 5 GT memiliki FPI = 0,005 dan kapal dibawag 5 GT memiliki FPI = 0,0025. (3) Standarisasi nilai variabel alat tangkap Alat tangkap terdiri dari berbagai jenis yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu pukat tarik, pukat cincin, dan pancing. Masing-masing kelompok alat tersebut mempunyai nilai CPUE yang berbeda, oleh karena itu ditentukan nilai FPI dengan menggunakan nilai produktivitas. FPI alat penangkapan ikan dihitung dengan rumus: FPI pukat cincin = produktivitas pukat cincin/ produktivitas pukat cincin FPI pukat tarik = produktivitas pukat tarik/ produktivitas pukat cincin FPI pancing = produktivitas pancing/ produktivitas pukat cincin Selanjutnya jumlah alat tangkap dikalikan dengan nilai FPI-nya untuk dimasukkan dalam rumus perhitungan LQ. Nilai FPI dari setiap jenis alat tangkap antara lain : FPI pukat kantong = 0,18, FPI jaring insang = 0,06, FPI Jaring angkat = 0,29, FPI pancing lainnya = 0,02, FPI perangkap = 0,03, FPI alat pengumpul = 0,05, FPI alat tangkap lain = 0,04. Tahap ketiga adalah penghitungan location quotient (LQ) tahunan (x = 2003, 2004, 2005, 2006 dan 2007) perikanan rakyat dan perikanan industri di setiap provinsi (i= 1,2,..30) untuk setiap variabel produksi ikan (P), jumlah nelayan (N), jumlah kapal ikan (K), jumlah alat penangkapan ikan (A), dan jumlah produk olahan (O). Hasil perhitungan tersebut berturut-turut masing-masing adalah QP, QN, QK, QA dan QO untuk masing-masing perikanan. Hasil perhitungan tersebut merupakan indeks kepentingan relatif setiap variabel dari masing-masing perikanan rakyat dan perikanan industri di tingkat provinsi terhadap setiap variabel untuk perikanan tangkap di tingkat nasional. Penghitungan ini akan dilakukan untuk setiap provinsi sehingga akan diketahui status kepentingan dari setiap jenis perikanan tangkap tersebut. Selanjutnya, dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu, hasil perhitungan tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik umum perikanan tangkap di setiap provinsi yang akan direpresentasikan dengan nilai-nilai indeks

untuk variabel produksi ikan, jumlah nelayan, jumlah kapal ikan, jumlah alat penangkapan ikan, dan jumlah produk olahan. Proses penghitungan setiap variabel untuk setiap jenis perikanan di setiap provinsi (i = 1 30) dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Rumus-rumus untuk menghitung LQ untuk setiap variabel di setiap provinsi dan LQ perikanan rakyat dan perikanan industri adalah sebagai berikut: (1) Rumus untuk menghitung location quotient perikanan j untuk produksi perikanan di provinsi i pada tahun x adalah: dimana: QP jix P jix p jix PT ix QP jix x 100%...(1) p jnx PT nx = Location quotient perikanan j untuk produksi perikanan di provinsi i pada tahun x = Produksi (jumlah hasil tangkapan) perikanan j di provinsi i pada tahun x PT ix = Total produksi (jumlah hasil tangkapan) di provinsi i pada tahun x P jnx = Produksi (jumlah hasil tangkap) perikanan j secara nasional pada tahun x PT nx = Total produksi (jumlah hasil tangkapan) secara nasional pada tahun x j = 1, 2 (1 = perikanan rakyat, 2 = perikanan industri) i = 1, 2,..., 30 (30 provinsi) x = 1, 2,..., 5 (1=2003, 2=2004, 3=2005, 4=2006, 5=2007) (2) Rumus untuk menghitung location quotient perikanan j untuk nelayan di provinsi i pada tahun x adalah: N jix NT ix QN jix x 100%... (2) N jnx NT nx dimana : QN jix = Location quotient perikanan j untuk nelayan di provinsi i pada tahun x N jix = Jumlah nelayan pada perikanan j di provinsi i tahun x NT ix = Total jumlah nelayan di provinsi i pada tahun x N jnx = Jumlah nelayan pada perikanan j secara nasional pada tahun x NT nx = Total jumlah nelayan secara nasional pada tahun x j = 1, 2 (1 = perikanan rakyat, 2 = perikanan industri)

i = 1, 2,..., 30 (30 provinsi) x = 1, 2,..., 5 (1=2003, 2=2004, 3=2005, 4=2006, 5=2007) Jumlah nelayan dimaksud adalah jumlah nelayan sambilan (part time) dan jumlah nelayan penuh (full time), dimana yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka. (3) Rumus untuk menghitung location quotient perikanan j untuk kapal penangkapan ikan di provinsi i pada tahun x adalah: K jix KT ix QK jix x 100%...(3) K jnx KT nx dimana : QK jix = Location quotient perikanan j untuk kapal penangkapan ikan di provinsi i pada tahun x K jix = Jumlah kapal penangkapan ikan pada perikanan j di provinsi i tahun x KT ix = Total jumlah kapal penangkapan ikan di provinsi i pada tahun x K jnx = Jumlah kapal penangkapan ikan pada perikanan j secara nasional pada tahun x KT nx = Total jumlah armada (kapal) secara nasional pada tahun x j = 1, 2 (1 = perikanan rakyat, 2 = perikanan industri) i = 1, 2,..., 30 (30 provinsi) x = 1, 2,..., 5 (1=2003, 2=2004, 3=2005, 4=2006, 5=2007) Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap DKP, jukung merupakan perahu tanpa motor sehingga dikategorikan perikanan rakyat, sedangkan kapal berukuran 30 GT dikategorikan kapal perikanan industri. Dalam melakukan perhitungan disini armada perikanan industri sesuai dengan pengelompokan GT (Gross tonnage) dimana kategori GT dari masing-masing unit/tahun armada dijumlahkan misalnya <5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT, 30-50 GT, 50-100 GT, 100-200 GT, >200 GT. (4) Rumus untuk menghitung Location Quotient perikanan j untuk alat penangkapan ikan di provinsi i pada tahun x adalah: A jix AT ix QA jix x 100%...(4) A jnx AT nx

dimana : QA jix = Location Quotient perikanan j untuk alat penangkapan ikan di provinsi i pada tahun x A jix = Jumlah alat tangkap pada perikanan j di provinsi i tahun x AT ix = Total jumlah alat tangkap di provinsi i pada tahun x A jnx = Jumlah alat tangkap pada perikanan j secara nasional pada tahun x AT nx = Total jumlah alat tangkap secara nasional pada tahun x j = 1, 2 (1 = perikanan rakyat, 2 = perikanan industri) i = 1, 2,..., 30 (30 provinsi) x = 1, 2,..., 5 (1=2003, 2=2004, 3=2005, 4=2006, 5=2007) (5) Rumus untuk menghitung location quotient perikanan j untuk produk olahan ikan di provinsi i pada tahun x adalah: O jix OT ix QO jix x 100%...(5) O jnx OT nx dimana : QO jix = Location quotient jumlah produk olahan perikanan j di provinsi i pada tahun x O jix = Jumlah produk olahan dari perikanan j di provinsi i tahun x OT ix = Total jumlah produk olahan di provinsi i pada tahun x O jnx = Jumlah produk olahan dari perikanan j secara nasional pada tahun x OT nx = Total jumlah produk olahan secara nasional pada tahun x j = 1, 2 (1 = perikanan rakyat, 2 = perikanan industri) i = 1, 2,..., 30 (30 provinsi) x = 1, 2,..., 5 (1=2003, 2=2004, 3=2005, 4=2006, 5=2007) Data produksi ikan olahan ini mencakup semua hasil olahan dari hasil penangkapan dari semua jenis alat penangkap, baik hasil tangkapan perikanan industri maupun perikanan rakyat dalam satuan ton. 3.3.2 Penentuan sektor basis Dalam penelitian ini sektor yang akan diamati adalah sektor perikanan tangkap rakyat dan sektor perikanan tangkap industri. Pada masing-masing sektor tersebut dihitung nilai LQ dari 5 variabel, yaitu variabel produksi perikanan

tangkap (jumlah hasil tangkap), jumlah nelayan, jumlah armada (perahu), jumlah alat tangkap, dan jumlah produk olahan. Oleh karena masing-masing sektor memiliki lima variabel nilai LQ selama 5 tahun, maka untuk menentukan sektor apa yang merupakan sektor basis, maka digunakan asumsi bahwa: (1) Nilai LQ setiap variabel merupakan rata-rata dari nilai LQ masing-masing variabel selama 5 tahun (Lampiran 1) (2) Sektor basis adalah sektor yang memiliki lebih dari 3 variabel yang merupakan variabel basis. Pengembangan perikanan tangkap akan diarahkan pada sektor perikanan yang menjadi basis di wilayah tersebut dengan memperhatikan variabel nilai LQ yang dominan. Pengembangan perikanan tangkap akan diarahkan pada kebijakan pro-growth (pertumbuhan), pro-poor (pengentasan kemiskinan) dan pro-job (penyerapan tenaga kerja), serta menciptakan iklim usaha yang menunjang untuk mendorong investasi di bidang kelautan dan perikanan pro-business. Kebijakan yang akan dipilih dapat dilakukan berdasarkan jenis variabel yang basis pada sektor bersangkutan. Pemilihan kebijakan ini menggunakan dasar asumsi sebagai berikut: (1) Kebijakan pro-growth (pertumbuhan) perlu dilakukan bila 3 (tiga) atau lebih dari variabel pada sektor perikanan rakyat merupakan variabel basis. (2) Kebijakan pro-poor (pengentasan kemiskinan) perlu dilakukan bila 3 (tiga) atau lebih dari variabel pada sektor perikanan rakyat bukan variabel basis. (3) Kebijakan pro-job (penyerapan tenaga kerja) perlu dilakukan bila variabel jumlah nelayan pada sektor perikanan rakyat merupakan variabel basis. (4) Kebijakan pro-business (iklim usaha) perlu dilakukan bila 3 (tiga) atau lebih dari variabel pada sektor perikanan industri merupakan variabel basis atau 2 (dua) variabel produksi dan olahan hasil perikanan pada perikanan industri adalah basis.