BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi bambu dalam menopang keberlanjutan hutan dinilai ekonomis di masa depan. Hutan sebagai sumber utama penghasil kayu dari waktu ke waktu kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Keadaan ini disebabkan adanya tindakan eksploitasi tanpa memperhatikan keberlangsungan dan kelestarian hutan itu sendiri. Hal ini memicu semakin cepat terjadinya kerusakan hutan. Untuk menyelamatkan hutan perlu ditempuh berbagai cara, baik secara manajerial, kebijakan-kebijakan, politis dan sebagainya. Satu hal yang penting dan mendesak guna memperkecil kerusakan hutan adalah mencari alternatif pengganti kayu. Diketahui bahwa substitusi terdekat kayu yang cenderung mudah dalam pengusahaannya adalah bambu. Bambu keberadaannya tersebar mulai dari dataran rendah hingga ke dataran tinggi, mulai dari pedesaan sampai ke perkotaan. Untuk tumbuh, bambu tidak memerlukan habitat khusus sebagaimana layaknya rotan, oleh sebab itu bambu merupakan jawaban sebagai alternatif pengganti kayu di masa depan, sehingga kerusakan hutan dapat dikurangi. Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan. Bambu dapat tumbuh di daerah yang beriklim kering hingga yang beriklim basah, dari dataran rendah hingga ke daerah pegunungan dan biasanya di tempat-tempat terbuka yang daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman rakyat ini dikenal dengan pertumbuhan yang cepat, dimana bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh antara umur 3,5-5 tahun. Sedangkan kayu hutan kebanyakan baru siap tebang setelah lebih dari 30 tahun (Morisco, 2006). Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dan memiliki potensi yang cukup tinggi, dikarenakan bambu mempunyai manfaat ekologis dan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Bambu sudah sejak lama dikenal 1
2 petani sebagai tanaman yang bernilai ekonomis, namun hingga kini pola pemanfaatan bambu masih belum optimal. Kini pola pemanfaatan bambu yang mulai dikembangkan adalah pengolahan bambu secara laminasi. Beberapa kelebihan dari penggunaan bambu laminasi yang membuat bambu tersebut menjadi salah satu pilihan penting yang sangat menguntungkan antara lain: pembuatan bambu laminasi dapat menggunakan campuran bahan dasar bambu dari bambu dengan mutu baik hingga bambu dengan mutu buruk. Hal ini tentu sangat menguntungkan baik dari segi ekonomis maupun dari segi kelestarian bambu itu sendiri, karena semua bagian dari bambu yang baik maupun yang buruk dapat digunakan. Pengolahan bambu sebagai bahan laminasi sedang dikembangkan oleh berbagai pihak, diantaranya para pengrajin bambu. Hal ini karena pemesanan bambu laminasi yang dapat dibentuk dengan berbagai jenis kerajinan banyak dipesan. Baik pemesanan berskala nasional maupun pemesanan berskala internasional. Ekspor produk-produk laminasi saat ini lagi dikembangkan. Namun seiring dengan perkembangan produk ini, oleh negara-negara maju sudah disortir. Ini karena perekat pada bambu laminasi banyak menggunakan bahan kimia yang bisa membahayakan kesehatan manusia. Bahan perekat yang dipakai pada bambu laminasi biasanya menggunakan bahan seperti Urea formaldehyde (UF), Phenol formaldehyde (PF), Resolsinol formaldehyde (RF), dan Melamin formaldehyde (MF). Bahan ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu lewat penelitian ini, peneliti menggunakan pati sagu sebagai bahan perekat dengan tujuan untuk meminimalisir penggunaan bahan kimia yang berlebihan. Disamping itu, penggunaan pati sagu, mudah didapat dan bersifat naturalis atau ramah lingkungan. Lestari (2012) pernah meneliti mengenai pengujian perilaku mekanik balok bambu laminasi dengan perekat pati. Hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut diketahui bahwa pada pengujian balok laminasi semuanya mengalami kegagalan garis perekat. Gagal tersebut terjadi karena nilai kuat geser (perekat) masih lebih
3 kecil daripada nilai kuat geser lamina bambu. Untuk bisa menghindari kegagalan garis perekat pada balok laminasi, salah satu alternatifnya yaitu dengan pemasangan pasak pada balok tersebut. Oleh karena itu peneliti ingin mendalami hal itu dengan meneliti bagaimana pengaruh penambahan pasak terhadap sifat mekanik balok bambu laminasi dengan perekat pati. 1.2. Rumusan Masalah Suatu balok laminasi bisa mengalami kegagalan atau keruntuhan bila menerima beban. Penerimaan beban yang berlebihan akan mengakibatkan kegagalan atau keruntuhan pada struktur, baik itu kegagalan atau keruntuhan geser maupun keruntuhan lentur. Keruntuhan geser akan terjadi apabila tegangan yang timbul akibat pembebanan lentur melampaui kuat geser maksimum struktur. Sedangkan keruntuhan lentur akan terjadi jika tegangan geser yang timbul akibat pembebanan lentur masih berada di bawah kuat geser maksimum struktur dan tegangan lentur yang terjadi melampaui kuat lentur maksimum struktur. Dalam penelitian ini, akan ditinjau pengaruh penggunaan pasak terhadap kuat tekan, kuat geser, dan kuat lentur mekanik balok laminasi dari bambu petung bambu laminasi dengan perekat pati sagu. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui sifat fisik dan mekanik bambu petung dengan uji kadar air, kerapatan, uji kuat tekan, kuat geser dan kuat lentur. 2. Mengetahui pengaruh penggunaan pasak terhadap perilaku lentur balok laminasi perekat sagu dengan kemiringan pasak 45 0 dan 90 0. 3. Mengetahui perilaku mekanik kuat geser sejajar garis perekat, kuat tarik belah, kuat tekan sejajar serat dan kuat tekan tegak lurus arah serat pada balok laminasi dengan perekat sagu.
4 4. Mengetahui pola kerusakan balok laminasi bambu petung dengan perekat pati terhadap beban lentur. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memberikan pengetahuan baru tentang pengaruh penambahan pasak pada balok laminasi dari bambu petung. 2. Menambah nilai dan pemanfaatan bahan bambu sebagai pengganti kayu. 3. Menjadi dasar pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Batasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan yang mungkin terjadi pada penelitian balok laminasi ini agar lebih terfokus maka diberikan beberapa batasan masalah antara lain sebagai berikut: 1. Bambu yang digunakan adalah bambu Petung (Dendrocalamus sp). 2. Skala geometri model pada benda uji adalah skala penuh (full scale). 3. Parameter yang akan diteliti (uji sampel) adalah perilaku mekanik balok laminasi, antara lain: uji tekan sejajar dan tegak lurus serat, uji geser sejajar serat, uji tarik sejajar serat serta uji lentur. 4. Pembuatan balok laminasi menggunakan perekat pati (sagu) dan penambahan pasak dengan variasi kemiringan 45 0 dan 90 0. Serta balok laminasi dengan perakat pati (sagu) tanpa menggunakan pasak sebagai pembandingnya. 5. Pasak yang digunakan adalah pasak dari bambu petung dengan diameter 10 mm. 6. Bambu diawetkan terlebih dahulu sebelum dijadikan balok laminasi, untuk menghindari kegagalan bambu akibat serangan hama bubuk. 7. Pengaruh serangan hama bubuk dan hama perusak bambu lainnya tidak dibahas.
5 1.6. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian lain yang dilakukan mengenai laminasi bambu yang sudah dilakukan sebelumnya antara lain: 1. Nasriadi (2004) meneliti tentang pengaruh susunan laminasi bambu terhadap kuat geser balok laminasi geser bambu petung. 2. Haniza (2005) meneliti tentang perilaku mekanik papan laminasi bambu petung terhadap beban lateral 3. Agussalim (2006) meneliti tentang pengaruh dimensi bilah, jenis perekat dan tekanan kempa terhadap keruntuhan lentur balok laminasi bambu petung. 4. Budi (2006) Meneliti tentang pengaruh dimensi bilah, jenis perekat dan tekanan kempa terhadap keruntuhan lentur balok laminasi bambu peting. 5. Tho (2008) Meneliti tentang perilaku mekanik papan lami nasi bambu petung dari kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap beban lateral dengan variasi susunan bilah (dengan tidak mempertahankan kulit luar bambu pada lapisan atas dan bawah ataupun dengan mempertahankan kulit luar bambu). 6. Sulistyowati (2008) meneliti tentang pengaruh pengawetan terhadap kekuatan dan keawetan produk laminasi bambu. 7. Sunarsih (2008) Meneliti tetang perilaku mekanik papan laminasi bambu bilah/galar terhadap keruntuhan lentur geser. 8. Moy (2011) Meneliti tentang perilaku mekan ik papan galar laminasi dengan variasi perekat (termasuk perekat dari pati). 9. Lestari (2012) Meneliti tentang Perilaku mekanik balok bambu laminasi dengan perekat pati sagu. Penelitian ini meninjau tentang pengaruh penambahan pasak balok laminasi bambu dengan perekat pati sagu, dengan pembanding balok laminasi dengan perekat pati sagu tanpa pasak. Dari berbagai sumber literatur dan laporan hasil penelitian yang pernah dibaca, penelitian ini belum pernah dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian yang akan dilakukan ini bersifat asli.