11. TINJAUAN PUSTAKA Konse~ Dasar Linukunuan Permukiman Kota

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

APA ITU FOTO UDARA? Felix Yanuar Endro Wicaksono

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

JENIS CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Interpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

PANDUAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA

BAB II HAL TIDAK TERDUGA. akses menuju ke site yaitu dari jalan sukamulia, jalan imam bonjol dan jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

PENELITIAN GEOGRAFI I

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN)

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Bandung Utara (KBU) merupakan bagian dari dataran tinggi

Interpretasi Citra dan Foto Udara

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permukiman Kumuh

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT

BAB I PENDAHULUAN I.1.

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

ISTILAH DI NEGARA LAIN

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

Transkripsi:

11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konse~ Dasar Linukunuan Permukiman Kota Pengertian lingkungan, menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 4 tahun 1982 "kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnyaw. Lingkungan secara sederhana adalah sesuatu yang ada di sekitar kita, meliputi semua benda serta semua kondisi yang ada di dalam ruang yang kita tempati (Amsyari, 1977; Supardi, 1984). Lingkungan dikategorikan menjadi tiga kelompok : (1) lingkungan fisik yaitu sesuatu di sekitar kita, meliputi benda mati, seperti rumah, kendaraan, gunung, udara, air, dan lainnya, (2) lingkungan sosial ekonomi meliputi manusia dan aktivitasnya di sekitar kita, dan (3) lingkungan biologis yaitu sesuatu di sekitar kita yang berupa organisme hidup selain manusia. Hubungan timbal balik antara masyarakat benda hidup dan benda mati pada konsep lingkungan permukiman membentuk ekosistem permukiman. Permukiman menurut Sabari (1987), diartikan tempat tinggal atau yang berkaitan dengan tempat tinggal dan secara sempit berarti daerah tempat tinggal atau bangunan tempat tinggal. Pada perkembangannya permukiman kota lebih pesat kemajuannya dibandingkan permukiman pedesaan,

disebabkan semua fasilitas dan sarana terdapat di kota. Ditinjau secara fisik maka lingkungan permukiman kota terdiri atas beberapa pokok penunjang lingkungan hidup, misalnya air, tanah, udara, vegetasi, manusia, rumah tinggal dan fasilitas umum. Keadaan lingkungan permukiman kota secara umum berbeda dengan lingkungan permukiman pedesqan. 2.2. un a Pota denaan ~ualitas Linakunuan ~ermukiman Kualitas lingkungan permukiman merupakan suatu kemampuan lingkungan permukiman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kualitas lingkungan permukiman kota dipengaruhi oleh kondisi fisik dan non fisik. Kondisi fisik antara lain udara, air, tanah, rumah, jalan, kendaraan, dan kondisi non fisik terdiri atas faktor sosial, ekonomi budaya dan politik. Pada tingkat awal wilayah permukiman kota dengan jumlah penduduk yang sedikit, relatif memiliki kualitas lingkungan permukiman yang baik. Setelah berkembang dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan hidup, pemanfaatan sumberdaya meningkat dengan lahan terbatas menjadi salah satu sebab turunnya kualitas lingkungan permukimannya. Disisi lain kepadatan yang tinggi di daerah kota menjadi daya dorong penduduk berpindah ke pinggiran kota.

2.3. Teknik Penuinderaan Jauh Teknik penginderaan jauh merupakan salah satu teknik yang akhir-akhir ini berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang inventarisasi dan pemantauan sumberdaya alam, hasil kegiatan dalam bidang pertanian, areal transmigrasi atau pajak bumi dan bangunan. Terapan teknik penginderaan jauh dipergunakan sesuai tujuan penelitian, dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Luas wilayah yang diamati amat menentukan jenis citra yang akan dipergunakan serta skala yang dibutuhkan. Secara ringkas untuk mengenal teknik peng inderaan jauh perlu mengetahui dasarnya. Penginderaan jauh menurut Lillesand (1979) diartikan sebagai ilmu, seni, untuk memperoleh informasi tentang obyek atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek yang diamati. Sedangkan Wiradisastra (1989), menyatakan adanya unsur teknik dalam memperoleh informasi obyek. Sehingga apabila pendapat kedua ahli di gabung menjadi satu, maka penginderaan jauh merupakan ilmu, seni, dan teknik untuk memperoleh informasi tentang obyek dengan jalan menganalisis data tanpa kontak dengan obyek yang diamati. Alat yang dimaksud adalah sensor yang diletakkan pada wahana yang berupa pesawat terbang, satelit atau wahana lainnya. Karena sensor dipasang jauh dari obyeknya, maka dibutuhkan tenaga yang dipancarkan atau di pantulkan oleh obyek agar bisa direkam oleh sensor. Dengan demikian citra atau foto udara merupakan gambaran permukaan bumi yang terekam oleh

sensor. Rekaman sensor yang berupa gambar atau angka dijital disebut data penginderaan jauh. Dalam penelitian ini digunakan peta foto udara yang berasal dari foto udara pankromatik (0,4-0,7 pm). Ortofoto menurut Lillesand (1979) merupakan foto udara yang dibuat melalui proses rektifikasi diferensial, sehingga foto ini memiliki ukuran geometrik yang terkoreksi, dan jenis proyeksinya disebut proyeksi ortogonal. Ortofoto yang dilengkapi dengan keterangan orientasi, skala, simbol serta nama tempat disebut peta foto. Peta foto dipergunakan sebagai dasar penelitian, untuk menilai kualitas lingkungan. Bagi studi kota, peta foto yang memiliki ketelitian geometrik dan planimetrik akan membantu memperoleh data yang lebih baik di samping memperjelas perolehan informasi mengenai kualitas lingkungan permukiman. Prinsip pengenalan obyek pada citra menurut Sutanto (1982) didasarkan pada karakteristik atau atribut pada citra. Dalam interpretasi citra menurut Wiradisastra (1989) terbagi atas beberapa tahap, yakni : tahap pembacaan foto, analisis foto dan interpretasi, sedangkan Lueder (1959), menyatakan bahwa dalam interpretasi foto dimulai dengan mengevaluasi bentuk-bentuk permukaan seperti vegetasi, bentuk lahan, barulah diikuti detil lain. Menurut Lillesand (1979) interpretasi foto udara membantu dalam studi kualitas perumahan. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kualitas perumahan dapat dikenali

dari foto udara, sementara lainnya seperti kondisi interi- or bangunan tidak dapat langsung diinterpretasi. Faktor- faktor lingkungan yang dapat diinterpretasi dari foto udara termasuk di dalamnya ukuran rumah, jumlah rumah, kepadatan bangunan, halaman belakang dari bangunan, lebar jalan dan kondisi jalan, kondisi trotoir, ada tidaknya garasi dan jalan untuk mobil, vegetasi dan areal terbuka. 2.4. m 't'an Pernah Dilakukan Penilaian kualitas permukiman didasarkan pada pendekatan dari hubungan populasi penduduk dengan lahan pemukiman. Makin besar jumlah populasi manusia semakin banyak kebutuhan primer berupa sandang, pangan dan papan. Untuk mencapai kebutuhan masyarakat, manusia mengeksploitir sumberdaya yang ada, dengan mengorbankan lingkungan (Pawiro, 1979). Metivier et.al (1971) mengadakan penelitian di kota Lexington, mengenai kemiskinan dengan menggunakan kriteria kepadatan perumahan. Horton (1974) menggunakan teknik penginderaan jauh, menguji kualitas lingkungan perumahan dengan kriteria meliputi lebar jalan, tempat parkir, kelas jalan, dan bahaya lalu lintas. ~enelitian Horton (1974) dilakukan di kota Los Angeles Amerika. Howard et.al (1974) meneliti kualitas lingkungan perumahan kota Denver dengan menggunakan foto udara inframerah skala 1:6.000, dalam penilaian kualitas lingkungan menggunakan indikator

sebanyak 16 buah meliputi: kondisi rumput, kondisi pohon tepi jalan, perawatan jalan, lebar jalan, kondisi peruma- han gang, kondisi kotoran di sekitar gang, lebar gang, tipe tempat tinggal, ukuran dan bentuk persil, ukuran dan bentuk rumah. Camino (1969) meneliti lingkungan tempat tinggal di kota Boston dan empat kota lainnya di Amerika Latin, dengan mengambil kriteria iklim, topografi, penggu- naan lahan, kelompok pendapatan, bidang ekonomi dan demo- grafi. Pengamatan kualitas permukiman dari foto udara dapat mengamati keragaman perujudan permukiman kota, kondisi peubah bervariasi tergantung lokasi penelitian dan hanya bisa dipergunakan foto udara skala besar. Veiga (1986) meneliti kota Pattaya dan Chonburry Thailand menilai kualitas permukiman dengan menggunakan indikator (1) kepadatan rumah, (2) ukuran bangunan, (3) tipe rumah, (4) aksesibilitas, (5) kondisi medan, dan (6) kenampakan individu dari foto, Sati (1987) menilai kualitas permukiman di kota Kampur (India), memanfaatkan foto udara dengan indikator adalah (1) kepadatan, (2) ukuran rumah, (3) tata letak, (4) sub bagian, (5) sirkulasi, (6) lokasi, (7) kondisi sekitar, (8) aksesibilitas, dan (9) medan. Keupper (1987) menilai permukiman di kota Nairobi (Kenya) menggunakan foto udara, dengan indikator foto adalah (1) kepadatan, (2) aksesibilitas internal, (3) topografi, (4) ukuran bangunan, (5) jalur air dan listrik, (6) drainase, (7) pembuangan, dan (8) pusat ekonomi. Sebagaimana peneliti terdahulu yang memanfaatkan Agus

Djoko Santosa (1991) memanfaatkan peta foto udara untuk mengkaji kualitas lingkungan permukiman kota dengan 25 peubah yang terbagi 50% bisa diidentifikasi dari peta foto dan 50% yang lain dilacak di lapangan. Indikator kepadatan, ukuran rumah, pola rumah, dan panjang jalan diperlukan sebagai unit pemetaan. Penelitian lingkungan permukiman kota secara teristris pada saat ini belum bisa dilaksanakan dengan baik, terutama untuk kota Yogyakarta. Program Peningkatan Kampung (PPK) baru bisa terealisir sekitar 15% dari luas kampung yang ada di Yogyakarta (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1990), pada tahun 1993 meningkat menjadi 20%. Kriteria pemilihan kampung perintis ditetapkan dalam Program Peningkatan Kampung meliputi beberapa indikator : banjir, air minum, sanitasi, kesehatan, pemakaian tanah berencana, jalan masuk, umur kampung, sikap penduduk, kepadatan penduduk, pendapatan, lokasi, keadaan umum bangunan, sekolah dan akibat pengaruh perbaikan (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1979). Setelah diamati secara teliti ternyata pengujian kualitas lingkungan permukiman secara teristris maupun dengan foto udara belum pernah menterapkan "unit pemetaanw. K,U, P, dan J (kepadatan rumah, ukuran rumah, pola rumah, dan panjang jalan dalam tipe permukiman). Sebenarnya telah banyak ahli Amdal mencoba rnembuat kriteria mengenai dugaan dampak lingkungan seperti Leopold, Sorensen, Moore, Fisher dan Davis (Soeratmo, 1990),

tetapi tidak ada patokan pasti untuk setiap proyek yang dihadapi. Menurut Soeratno (1990) untuk menyusun indikator dibatasi oleh kaidah-kaidah sebagai berikut : 1) haruslah mempunyai kegunaan bagi pendugaan dampak, 2) haruslah berguna bagi pemrakarsa, dan 3) haruslah berguna bagi pengambil keputusan, Berdasar atas tiga patokan tersebut, dalarn penelitian ini, dibuat peubah yang sekiranya bisa untuk menilai pendugaan dampak lingkungan permukiman kota berdasar atas beberapa sumber dari Direktorat Jenderal Cipta Karya (1979), Howard et-a1 (1974), dan Balai Teknik dan Kesehatan Lingkungan (1987). Hal baru yang diterapkan dalam penelitian adalah pemanfaatan peta foto udara 1 : 2.000. Dari peta foto ditentukan unit pemetaan berdasarkan kenampakan fisik (kepadatan rumah, ukuran rumah, polah rumah dan panjang jalan) hasilnya berupa peta unit pemetaan Kt U, P dan J. Selanjutnya pada setiap Itunit pernetaanl1 dilakukan uji lapang untuk mendata peubah kualitas lingkungan permukiman (fisik, sosial dan ekonomi). 2.5. pukiman d n Pe an Pertani n Pertumbuhan jumlah penduduk di daerah perkotaan yang cepat, akan mempengaruhi perubahan wilayah kota. Kebutuhan penduduk akan lahan permukiman di daerah perkotaan yang tinggi atau'tidak diimbangi oleh tersedianya lahan, mengakibatkan terjadinya perpindahan penduduk ke daerah pinggiran kota dan pedesaan di sekitar kota. ~erpindahan

penduduk ke wilayah pinggiran kota dan pedesaan berakibat berubahnya penggunaan lahan pertanian. Perubahan penggunaan lahan baik di daerah kota maupun pinggiran kota, disebabkan oleh adanya gerakan perpindahan penduduk dari dalam kota ke luar kota dan gerakan perpindahan penduduk dari luar kota ke dalam kota. Gejala ini disebut dengan "kekuatan dinamis". Gerakan penduduk dari luar kota ke dalam kota, menjadi salah satu penyebab munculnya permukiman yang tidak terencana, fasilitasfasilitas pendukung permukiman yang kurang, implikasinya banyak permukiman berkualitas lingkungan tidak baik. Perpindahan penduduk ke daerah pinggiran kota, menjadi salah satu sebab terjadinya perubahan fungsi penggunaan lahan pertanian menjadi lahan permukiman. Ditinjau dari aspek ekonomi sebenarnya perubahan penggunaan lahan pertanian pada dasarnya merugikan. Produksi hasil pertanian akan menurun, kerugian akan ditanggung oleh Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk di wilayahnya.