BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

Sumber Hk.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

Bagian 2: Mandat Komisi

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang berskala besar bagi pihak-pihak yang berperang merupakan perwujudan

PENJAHAT PERANG DITINJAU MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRAK SKRIPSI. OLEH RUSTYATTITO TRIST{O DJATMIKO 1{RP xtrm

ETIKA PERANG. Oleh Dewi Triwahyuni

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

bersenjata. Selain direkrut sebagai kombatan, anak-anak seringkali juga menjadi target

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN

LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter?

Merah/Bulan Sabit Merah Internasional

STATUS DAN PERKEMBANGAN PERAN ICRC SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL S K R I P S I SHADRINANINGRUM S. Bagian Hukum Internasional

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA OLEH ISRAEL TERHADAP WARGA SIPIL PALESTINA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB IV KESIMPULAN. Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab. sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC)

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

PALANG MERAH INDONESIA. BUDI PURWANTO, SSi, MSi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

PENERAPAN YURISDIKSI UNIVERSAL MELALUI MEKANISME EKSTRADISI ATAS KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN (CRIMES AGAINTS HUMANITY)

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERAN ICRC DALAM PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DI ERA GLOBAL

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan maka penulis dapat menarik kesimpulan berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Akibat hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata (kombatan) melawan pihak IS, yaitu pemerintahan yang sah, pemberontak, maupun yang berhak ikut serta secara langsung dalam suatu pertempuran atau medan perang harus mematuhi peraturanperaturan yang mengatur mengenai tindakan yang dapat dan tidak dilakukan oleh HHI. Terkait dengan rumusan masalah yang pertama para pihak yang bersengketa diwajibkan untuk dapat membedakan objek yang dapat diserang secara militer dan objek yang tidak boleh diserang. Konvensi Jenewa Tahun 1949 maupun Protokol Tambahan I dan II Tahun 1977 dapat diberlakukan dengan mekanisme berdasarkan kebiasaan hukum internasioanl (customary law) dan prinsip fundamental (fundamentakl principles) yang membentuk HHI itu sendiri; 116

2. ICRC memiliki peran dalam konflik bersenjata yang terjadi di Irak dan Suriah sebagai subjek hukum internasional yang diakui oleh masyakarat internasional pada bidang humaniter dan memiliki struktur yang terorganisasi dengan jelas. Menurut Pasal 4 ayat 1 mengenai peran ICRC yang terdapat pada statuta ICRC, yaitu: a. Sebagai badan yang netral untuk menengahi atau penghubung antara korban perang dan pemerintah Negara dimana korban perang itu berasal untuk menengahi persengketaan di wilayah konflik dimana pihak ICRC harus berupaya untuk menjamin korban-korban, baik sipil kombatan maupun non-kombatan untuk mendapatkan perlindungan dan pertolongan tanpa pengaruh dari pihak manapun; b. Pihak ICRC diberikan hak untuk berprakarsa dalam hal kemanusiaan sesuai dengan peranan sebagai badan yang netral dan mandiri, yaitu ICRC ini juga membuktikan adanya pengakuan masyarakat internasional terhadap peran penting ICRC sebagai organisasi yang dapat menjadi penengah antara pihak-pihak yang bersengketa; c. Merupakan pelindung dari asas-asas Palang Merah dan juga memberikan penghargaan pada Perhimpunan Palang Merah skala nasional yang secara resmi menjadi bagian dari Palang Merah Internasional; 117

d. Sebagai pihak khusus yang diberikan kewajiban sebagai pelaksana Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol-protokol Tambahannya tahun 1977. Dimana konsekuensi dari hal tersebut adalah pihak ICRC bertanggungjawab secara aktif mensponsori perumusan mengenai pengaturan atas pengembangan hukum humaniter, dalam hal pemahaman, penyebarluasan, mengamalkan tugas-tugas yang diatur dalam Konvensi Jenewa, dan mengamati pelaksanaannya. 3. Perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak ICRC diatur oleh hukum humaniter internasional sesuai dalam Konvensi Jenewa 1949 dan protokol I dan II. Dimana apabila terjadi pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa tersebut maka kejahatan itu termasuk pidana internasional dan akan dibuktikan dan diadili di mahkamah pidana internasional (ICC) melalui resolusi PBB sesuai statuta roma 1998. B. Saran Berdasarkan dari kesimpulan yang dijelaskan diatas, penulis dapat mengemukakan beberapa saran, yaitu: 1. Sebagai upaya pemberlakuan Konvensi Jenewa Tahun 1949 maupun Protokol Tambahan I dan II Tahun 1977 untuk pertanggungjawaban dari seluruh dampak yang ditimbulkan IS, pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam konflik bersenjata, yaitu pemerintah yang sah, pemberontak, maupun yang berhak ikut serta secara langsung dalam 118

suatu pertempuran atau medan perang harus mematuhi peraturanperaturan yang mengatur mengenai tindakan yang dapat dan tidak dilakukan sesuai deengan HHI. Dalam hal terkait dengan pihak-pihak yang bersengketa, PBB sebagai badan yang berhak mengajukan kepada yurisdiksi ICC diharapkan secepatnya mengeluarkan resolusi untuk mengadili para pihak yang terindikasi melakukan pelanggaran kepada HHI dan juga penulis mengharapkan adanya kajian-kajian lebih lanjut mengenai perketatan dalam hal pengakuan subjek hukum yang diakui dalam konflik bersenjata, dikarenakan munculnya teori-teori konspirasi yang berkembang pada masyarakat internasional mengenai intervensiintervensi oleh pihak asing yang memiliki motif tidak berdasarkan kemanusiaan melainkan motif-motif non-kemanusiaan, seperti ekonomi, politik, ideologi, dan sebagainya; 2. ICRC dalam melaksanakan misi kemanusiaannya dalam wilayah konflik bersenjata diharapkan mendapat persetujuan dari pihak-pihak yang bersengketa, dalam hal ini adalah pihak pemerintah berdaulat, lalu pihak pemberontak, serta pihak IS agar terjalin kerjasama yang teroganisasi dengan baik untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan di wilayah konflik. Dalam hal upaya yang mendesak dan dibutuhkan penanganan yang cepat dibutuhkan pengaturan lebih lanjut terkait dari sifat netral yang dimiliki oleh ICRC yang bertujuan untuk membantu dan melindungi korban perang, ICRC seharusnya diberikan kebebasan bergerak setiap waktu tanpa menunggu persetujuan dari pihak-pihak yang 119

bersangkutan sepanjang kegiatan-kegiatan ICRC tidak menyimpang dari prinsip dasar atau asas Palang Merah Internasional; 3. Dalam hal perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak ICRC sudah merupakan suatukewajiban masyarakat internasional termasuk dengan subjek-subjek hukum Internasional di dalamnya untuk mengawal ICRC untuk melaksanakan misinya sesuai dengan yang dimandatkan pada Konvensi Jenewa 1949 dan protokol I dan II untuk menyeret para pihak yang melakukan kejahatan kemanusiaan dengan dibuktikan dan diadili di mahkamah pidana internasional sesuai Statuta Roma 1998. Harus ada pembatasan yang tegas dan jelas untuk subjek hukum internasional untuk ikut campur di wilayah konflik bersenjata, bukan dengan cara intervensi-intervensi maupun pendekatan yang sifatnya kekerasan dalam penyelesaian konflik di wilayah Suriah dan Irak, karena kekerasan yang dilandasi dan mengatasnamakan kemanusiaan hanyalah motif pembenaran untuk pihak asing dalam menjalankan kepentingan pribadinya, sehingga hanya akan menambah konflik baru dan dengan pihak yang baru pula. 120