BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

METODE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bagaimana bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Menurut Trianto. dalam kelas atau pembelajaran dalam tutorial.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

BAB II KAJIAN TEORI. emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. baik secara fisik maupun secara mental aktif.

TINJAUAN PUSTAKA. kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA KELAS V SDN PATI WETAN 01 PATI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Rasa Tanggung Jawab

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang ada dalam pendidikan kita yaitu rendahnya mutu

I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

mengembangkan berbagai macam tingkat dan jenis sekolah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Rata-rata UN SMP/Sederajat

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

I. PENDAHULUAN. yang menggunakan segala sumber daya sesuai dengan perencanaan yang telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam memecahkan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

Akhlakul Karimah dan Irni Cahyani STKIP PGRI Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. motivasi belajar. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan. bahwa :

TINJAUAN PUSTAKA. yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan. untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

PENGGUNAAN COOPERATIVE LEARNING

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN METODE THINK-PAIR-SHARE DAN METODE EKSPOSITORI

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

I. PENDAHULUAN. karena kemajuan suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya (Trianto, 2011). Hakekat IPA

BAB II KAJIAN TEORI. menyerupai hasil belajar kognitif. Keterampilan adalah kemampuan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pesat. Manusia dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis, sistematis,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. belajar (pengajaran) maupun penilaian pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, dan

BAB V PEMBAHASAN. yang diharapkan. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share (tps)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar pada hakikatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, dimana yang diutamakan adalah kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. (Depdiknas, 2004:1). Menurut Wina 2011:242 Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Menurut Roger, dkk 1992 (dalam Huda 2011:29) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang ada di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Menurut Roger dan David Johnson (dalamtaniredja Tukirin dkk, 2011) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Pembelajaran kooperatif, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran kooperatif yaitu: 6

7 1. Saling ketergantungan positif. Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. 2. Tanggung jawab perseorangan. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. 3. Tatap muka. Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. 4. Komunikasi antar anggota. Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya

8 pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. 5. Evaluasi proses kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase menurut Suprijono (2009:65) yaitu: Langkah 1: Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar. Langkah 2: Menyajikan informasi. Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal. Langkah 3: Mengorganisasikan peserta didik ke dalam tim-tim belajar. Guru memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. Langkah 4: Membantu kerja tim dan belajar. Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya. Langkah 5: Mengevaluasi. Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

9 Langkah 6: Memberikan pengakuan atau penghargaan. Guru mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok. 2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) 2.1.2.1 Pengertian Think Pair Share Dalam Nurhadi (2005:120), Frank Lyman (1981) think pair share merupakan metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh siswa selama proses pembelajaran dan memberikan kesempatan untuk bekeja sama antar siswa yang mempunyai kemampuan heterogen. Dikemukakan oleh Lie (2002:56) bahwa, think pair share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Think pair share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain (Ibrahim, 2007:10) dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model think pair share siswa dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat menjembatani dan mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang sangat bermanfaat bagi siswa. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model ini adalah siswa dapat berkomunikasi secara langsung oleh individu lain yang dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu layak untuk dipertahankan.

10 Pembelajaran think pair share dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkan ide-idenya dengan orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah model pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh kelas karena siswa diberi kesempatan bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil sehingga membantu siswa untuk lebih respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan yang ada dan siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Pengertian (think pair share) menurut peneliti adalah model pembelajaran yang menuntut siswa agar dapat berpikir kritis dan berpikir sendiri serta bekerja sama dengan siswa yang lain dalam kelompok kecil dalam mengembangkan kemampuan sehingga diperlukan interaksi yang baik dalam membagi informasi untuk menyelseaikan permasalahan. 2.1.2.2 Langkah-langkah Pembelajaran TPS Dalam Nurhadi (2005:120), Lyman dan kawan-kawan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah I: Thinking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.

11 Langkah II: Pairing (berpasangan) Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Langkah III: Sharing (berbagi) Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan secara kelas secara keseluruhan mengenai yang telah mereka bicarakan, langkah ini akan efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Sedangkan menurut Huda (2011:136), prosedur pembelajaran think pair share adalah sebagai berikut: 1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota/siswa. 2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok. 3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu. 4. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya. 5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masingmasing untuk mebagikan hasil diskusinya. Dari langkah-langkah pembelajaran think pair share yang dikemukakan oleh kedua ahli, belum dicantumkan sintaks pembelajaran kooperatif secarakeseluruhan. Langkah-langkah dalam pembelajaranpun menggunakan kegiatan awal, inti dan akhir. Oleh karena itu, peneliti

12 menggunakan langkah-langkah pembelajaran think pair share dengan menggabungkannya dengan sintaks pembelajaran kooperatif yakni sebagai berikut: A. Kegiatan Awal 1. Membuka Pelajaran: memeriksa kesiapan peserta didik. 2. guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. 3. Guru memberikan informasi dan menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan dan direncanakan. 4. Guru membentuk kelompok B. Kegiatan Inti Tahap think: 5. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok. 6. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu. Tahap pair : 7. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya. 8. Guru mengontrol kerja siswa dalam berdiskusi dan membantu siswa mengarahkan jika masih terdapat hal-hal yang belum dipahami. Tahap share : 9. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masingmasing untuk menshare hasil diskusinya. 10. Guru memimpin jalannya diskusi kelas. C. Kegiatan Penutup 11. Guru memberi penguatan/penghargaan terhadap hasil diskusi. 12. Guru mengadakan evaluasi.

13 2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS Menurut Huda (2011:171) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut: 1. Mudah dipecah menjadi berpasangan. 2. Lebih banyak muncul ide. 3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan. 4. Guru mudah memonitor. Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut: 1. Butuh banyak waktu. 2. Butuh sosialisasi yang lebih baik. 3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara. 4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada kelompoknya. 5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan.perhatian anggota sangat kurang. 2.1.3 IPA 2.1.3.1 Hakikat IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan

14 melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. IPA disiplin ilmu memiliki ciri-ciri sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri khusus/karakteristik. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini. 1. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya. 2. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. 3. IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. 4. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan. Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006). IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau

15 penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. 2.1.3.2 Tujuan IPA Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (Bernal, 1998:3). 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan- Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.3.3 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitanya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan

16 pembelajaran IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Oleh sebab itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Prinsip pembelajaran IPA di SD sebagai berikut: 1. Empat Pilar Pendidikan Global, yang meliputi learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together. Learning to know, artinya dengan meningkatkan interaksi siswa dengan lingkungan fisik dan sosialnya diharapkan siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuan tentang alam sekitarnya. Learning to do, artinya pembelajaran IPA tidak hanya menjadikan siswa sebagai pendengar melainkan siswa diberdayakan agar mau dan mampu untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Learning to be, artinya dari hasil interaksi dengan lingkungan siswa diharapkan dapat membangun rasa percaya diri yang pada akhirnya membentuk jati dirinya. Learning to live together, artinya dengan adanya kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu akan membangun pemahaman sikap positif dan toleransi terhadap kemajemukan dalam kehidupan bersama. 2. Prinsip Inkuiri, prinsip ini perlu diterapkan dalam pembelajaran IPA karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, sedang alam sekitar penuh dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang siswa ingin tahu lebih banyak. 3. Prinsip Konstruktivisme. Dalam pembelajaran IPA sebaiknya guru dalam mengajar tidak memindahkan pengetahuan kepada siswa. Melainkan perlu dibangun oleh siswa dengan cara mengkaitkan pengetahuan awal yang mereka miliki dengan struktur kognitifnya. 4. Prinsip Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, masyarakat). IPA memiliki prinsip-prinsip yang dibutuhkan untuk pengembangan

17 teknologi. Sedang perkembangan teknologi akan memacu penemuan prinsip-prinsip IPA yang baru. 5. Prinsip pemecahan masalah. Pembelajaran IPA perlu menerapkan prinsip ini agar siswa terlatih untuk menyelesaikan suatu masalah. 6. Prinsip pembelajaran bermuatan nilai. Pembelajaran IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan atau kontradiksi dengan nilai-nilai yang diperjuangkan masyarakat sekitar. 7. Prinsip Pakem (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Prinsip ini pada dasarnya merupakan prinsip pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif untuk melakukan kegiatan baik aktif berfikir maupun kegiatan yang bersifat motorik. Ketujuh prinsip itu perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPA yang kontekstual di SD. Hal ini bertujuan agar pembelajaran IPA lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa maksimal. 2.4.1 Pengertian Hasil Belajar 2.4.1.1 Belajar Menurut Winkel (1987:36) menyebutkan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuanpemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstant dan berbekas. Menurut Dalyono (dalam Cahyadi, 2010:5) belajar dapat didefinisikan sebagai salah satu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan. Ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

18 Berdasarkan beberapa pendapat yang dijelaskan sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas atau usaha yang menyebabkan perubahan dalam diri seseorang, misalnya dalam hal sikap, tingkah laku, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan lainlain sebagai akibat dari adanya interaksi dengan lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu. 2.4.1.2 Hasil Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lunandar, 2006:7), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Menurut Winkel (1987:36), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan pendapat lain disampaikan Arif Gunarso (dalam Lunandar, 2010: 5), yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Jadi hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dari belajar yang telah dilakukannya. Pendapat berbeda juga disampaikan Nana sudjana (dalam Lunandar, 2010:8) menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang dipeoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh mengenai hasil belajar, penulis mengambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah bukti dari keberhasilan seseorang dalam belajar. Hasil belajar ini biasanya diwujudkan dalam bentuk angka, nilai, maupun huruf. Semakin tinggi hasil belajar yang dipeoleh siswa, maka berhasillah tujuan belajar yang dilakukan siswa

19 tersebut. Dalam penelitian ini penulis memberikan pembatasan hasil belajar pada aspek kognitif saja, hasil belajar tersebut dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka. 2.4.1.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hai ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapat pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2010:54-71) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor internal antara lain: (1) faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh); (2) faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan kematangan); dan (3) faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani). Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Yang termasuk dalam faktor eksternal adalah: (1) faktor keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan); (2) faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah); (3) faktor masyarakat (keadaan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Sedangkan untuk faktor eksternal, terdiri dari: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

20 Kedua faktor yang telah dijelaskan diatas memberikan pengaruh yang banyak bagi siswa. Untuk dapat memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan siswa harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas agar terwujud kebiasaan belajar yang baik. 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Indama Maria Ulfa (2010) tentang pengaruh penggunaan metode pembelajaran kooperatif (think pair share) terhadap hasil belajar IPS terpadu siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Lawang. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa secara simultan metode pembelajaran kooperatif (think pair share) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata nilai kelas eksperimen sebelum diberi perlakuan pada saat pretest yaitu 46,77 sedangkan rata-rata kelas kontrol sebelum diberi perlakuan pada saat pretest yaitu 46,65. Pembelajaran hasil belajar siswa yang diajar dengan metode kooperatif (think pair share) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan antara siswa kelas eksperimen yang diajar dengan think pair share dan siswa kelas kontrol yang diajar dengan metode konvensional. Dari hasil pengamatan dikelas yang diajar metode kooperatif think pair share dapat memberdayakan kemampuan berpikir siswa, melibatkan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Karimah, Inayatul. 2008. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X-G MAN Lamongan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 7,32%. Hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan rerata sebesar 8,51 dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal mengalami peningkatan sebesar 26,83%. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan

21 pembelajaran kooperatif model TPS dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar Biologi siswa kelas X-G MAN Lamongan, sehingga dapat disarankan kepada guru untuk menggunakan pembelajaran kooperatif model TPS pada pokok bahasan yang lain (selain ekosistem dan pencemaran lingkungan). Guru dapat menciptakan suatu variasi pembelajaran seperti menggabungkan pembelajaran kooperatif model TPS atau pembelajaran kooperatif yang lain dengan kegiatan praktikum untuk menghindari perasaan bosan pada siswa. Guru disarankan lebih banyak memberikan reinforcement sehingga siswa akan lebih termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan para peneliti di atas maka dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan analisis tersebut maka peneliti melakukan penelitian PTK dan menguji penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 2.3 Kerangka Pikir Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dengan model pembelajaran diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubung dengan kegiatan mengajar guru, dengan kata lain terciptalah interaksi antara guru dengan siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi pemahaman siswa terhadap pelajaran IPA salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.

22 Untuk itu guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model pembelajaran. Menurut Ibrahim (2007:10) Thinkpairshare memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberikan siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dalam TPS (Think Pair Share) guru hanya sebagai fasilitator dan pendamping siswa serta membantu siswa yang kurang paham. Langkahlangkah dalam pembelajaran menggunakan TPS (Think Pair Share) yakni dimulai dengan memberikan soal kemudian siswa diminta secara mandiri menjawab soal dan tidak terlepas dari arahan dan bimbingan dari guru selanjutnya siswa diminta untuk berpasangan dengan teman yang memiifliki soal yang sama. Kemudian dari hasil perpaduan jawaban yang ditemukan, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil dari diskusi yang telah dilakukan didepan kelas. Tahap akhir, setelah melakukan presentasi siswa diberikan lembar evaluasi. Dengan pembelajaran TPS (Think Pair Share) siswa aktif dalam pembelajaran baik secara individu maupun kelompok hal inilah yang mempengaruhi hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar siswa merupakan tingkat penguasaan terhadap suatu nilai yang berbeda-beda yakni ada yang memperoleh nilai yang tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan uraian diatas diduga dengan menerapkan model pembelajaran Tipe TPS (Think Pair Share) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa teori mengenai penerapan Model Pembelajaran Tipe TPS (Think Pair Share) maka terdapat suatu gagasan atau pendapat dari penulis. Gagasan tersebut bila disajikan akan tampak seperti pada bagan 2.1

23 Kondisi awal Tindakan GURU : Masih menggunakan metode ceramah belum menggunakan model Tipe TPS (Think Pair Share) dalam pembelajaran Menerapkan model Tipe TPS (Think Pair Share ) dalam pembelajaran SISWA : Hasil belajar siswa rendah SIKLUS I : Menerapkan model Tipe TPS (Think Pair Share) dalam pembelajaran SIKLUS II : Menerapkan model Tipe TPS (Think Pair Share) dalam pembelajaran Kondisi akhir Melalui penerapan model pembelajaran Tipe TPS (Think Pair Share) hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pokok bahasan batuan kelas 5 SD Negeri Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang meningkat. Bagan 2.1. Kerangka Pikir Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka diduga bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan penerapan model Tipe TPS (Think Pair Share) dalam pembelajaran.

24 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian dalam landasan teori dan kerangka pikir di atas, penulis mengambil hipotesis sebagai berikut, dengan penggunaan model pembelajaran Tipe TPS (Think Pair Share), maka hasil belajar siswa kelas 5 mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 di SD Negeri Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang, pada pokok bahasan Batuan akan meningkat.