BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (bahasa Inggris: sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim, 2013). Tanaman tebu mempunyai banyak manfaat mulai dari daunnya dan batangnya (masih ada airnya maupun sudah menjadi ampas). Daunnya cocok untuk pakan ternak, sedangkan batangnya dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi langsung atau dibuat tebu dan vetsin. Setelah menjadi ampas pun batang tebu masih bermanfaat bagi manusia, diantaranya sebagai pakan ternak. Hal ini sangat memungkinkan karena tebu memiliki serat kasar dengan kandungan lignin yang tinggi yaitu 19,7 % (Anonim, 2013). Air tebu mempunyai banyak manfaat yaitu: 1. Oleh karena mudah dikonsumsi, air tebu memberikan energi pada tubuh dalam waktu yang singkat. 2. Air tebu juga bermanfaat mencegah dan mengobati sakit tenggorokan, batuk, dan flu. 3. Air tebu mengandung beberapa nutrisi esensial, seperti kalsium, kalium, besi, magnesium, dan fosfor, dimana nutrisi tersebut sangat penting dalam tubuh (McCaffrey, 2011).
Menurut Anonim (2013), klasifikasi ilmiah tebu, yaitu : Kerajaan: Plantae Divisi: Kelas: Ordo: Famili: Magnoliophyta Liliopsida Poales Poaceae Genus: Saccharum L. Spesies: Sacharum officinarum Tebu diklasifikasikan ke dalam genus Saccharum, dimana dalam genus Saccharum tersebut, terbagi menjadi tiga spesies tanaman tebu yang dibudidayakan yaitu S. officinarum L., S. barberi Jesw., dan S. sinense Roxb.) dan dua spesies tanaman tebu liar yaitu S. robustum Brandes, dan S. spontaneum L (Sleper dan Poehlman, 2006). Spesies Sacharum officinarum termasuk ke dalam golongan tanaman tropis, dan dibudidayakan sehingga tidak ditemukan tumbuh secara liar. Tanaman tebu dikarakterisasikan mempunyai akar yang kuat, kandungan serat yang rendah, serta kandungan sukrosa murni yang tinggi (Sleper dan Poehlman, 2006). 2.2 Mineral 2.2.1 Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak teradapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari
jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi (Almatsier, 2001). Menurut Almatsier (2001), kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh, yaitu: 1. Pembentukan tulang dan gigi 2. Mengatur pembekuan darah 3. Kontraksi otot 4. Katalisator reaksi-reaksi biologik 2.2.2 Kalium Kalium bersama dengan natrium, memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Bersama Kalsium, kalium berperan dalam transmmisi saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel (Almatsier, 2001). 2.2.3 Magnesium Magnesium adalah salah satu mineral terbanyak di dalam tubuh. Sekitar 50% dari magnesium total yang terdapat dalam tubuh berada dalam tulang. Sisanya terdapat dalam sel-sel jaringan dan organ. Hanya 1% magnesium tubuh yang berada dalam darah. Tubuh kita selalu bekerja keras untuk mempertahankan kadar magnesium yang konstan (Almatsier, 2001).
Kebanyakan pangan, terutama pangan nabati seperti kentang, padi-padian, dan buah-buahan, mengandung magnesium. Magnesium juga esensial dalam metabolisme terutama reaksi yang melibatkan ATP (Montgomery dkk, 1983). 2.3 Penentuan Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium Penentuan kadar kalsium, kalium, dan magnesium dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri serapan atom. Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada prinsip absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya (Rohman, 2007). Penentuan kadar kalsium, kalium, dan magnesium dapat juga dilakukan dengan metode titrasi kompleksometri menggunakan reaksi zat-zat pengkompleks organik dengan ion logam. Titrasi ini berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara logam dengan zat pengkompleks (Rohman, 2007). 2.4 Spektrofotometri Benda-benda bercahaya seperti matahari atau bola lampu listrik memancarkan suatu spektrum luas terdiri dari banyak panjang gelombang. Panjang gelombang itu berhubungan dengan cahaya tampak yang dapat mempengaruhi retina mata manusia dan karenanya dapat menyebabkan kesankesan subjektif pada penglihatan, tetapi banyak dari radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda panas terletak di luar daerah dimana mata peka, dan kita menyebutnya daerah-daerah ultraungu dari inframerah yang terletak di kedua sisi spektrum sinar tampak (Day dan Underwood, 1986).
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zaat kimia (Ditjen POM, 1995). 2.5 Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom lebih cenderung digunakan untuk pengujian kuantitatif dibandingkan kualitatif. Panjang gelombang dibaca melalui rentang yang diinginkan dan spektrum yang tercatat. Panjang gelombang yang absortif dibandingkan dengan nilai panjang gelombang yang diketahui untuk elemen elemen yang diperkirakan (Braun, 1987). Prinsip dasar spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990). Teknik ini digunakan untuk menetapkan kadar ion logam dan mineral tertentu dengan jalan mengukur intensitas emisi atau serapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang ditimbulkan dari bahan, misalnya dengan mengalirkan larutan zat ke dalam api (Ditjen POM, 1995). Menurut Vogel (1991), pembentukan atom atom logam dan mineral dalam nyala dapat terjadi bila suatu larutan sampel yang mengandung logam dan mineral dimasukkan ke dalam nyala. Peristiwa yang terjadi secara singkat setelah sampel dimasukkan ke dalam nyala adalah: 1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu
2. Penguapan zat padat dengan dissosiasi menjadi atom atom penyusunnya, yang mula mula akan berada dalam keadaan dasar. 3. Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi panas nyala ke tingkatantingkatan energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dimana atomatom tersebut akan memancarkan energi, Adapun instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: a. Sumber Radiasi Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu (Rohman, 2007). b. Tempat Sampel Sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu: 1. Dengan Nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen udara suhunya sebesar 2200 C (Rohman, 2007). 2. Tanpa Nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µl), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohman, 2007). c. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda (Rohman, 2007). d. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Rohman, 2007). e. Amplifier Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca sebagai alat pencatat hasil (Readout) (Rohman, 2007). f. Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau
berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007). Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom 2.5.1 Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotometri Serapan Atom Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan spektrofotometri serapan atom, maka sampel harus dalam bentuk larutan. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisis haruslah sangat encer. Menurut Rohman (2007), ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu: 1. Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai 2. Sampel dilarutkan dengan suatu asam 3. Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
2.6 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya (Harmita, 2004). 2.6.1 Kecermatan (accuracy) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Perolehan kembali dapat ditentukan dengan metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisa dengan metode tersebut (Harmita, 2004). 2.6.2 Keseksamaan / Ketelitian (precision) Ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata rata jika prosedur ditetapkan secara berulang-ulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Ketelitian diukur sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah
ketelitian metode jika dilakukan berulang kali oleh analisis yag sama pada kondisi yang sama dan dalam waktu interval yang pendek (Harmita, 2004). 2.6.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisa renik dan diartikan sebagai kuantitasi terkecil analit dalam sampel yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).