BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan dalam suatu wilayah mempunyai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Pembangunan tidak hanya berfokus pada sumber daya manusia dan ekonomi saja, namun juga perlu diiringi dengan perencanaan pembangunan fisik yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat suatu daerah. Perencanaan pembangunan ini dimaksudkan untuk melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah sehingga terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan yang lainnya. Perencanaan pembangunan juga memperhatikan interaksi antar ruang untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien, nyaman dan bermanfaat. Pembangunan kota memiliki peranan penting dalam mempengaruhi pembangunan skala nasional. Perencanaan pembangunan kota yang optimal yaitu bila melihat potensi kota agar kota dapat tumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan masyarakatnya serta dapat mengurangi dampak buruk yang mengganggu. Dampak buruk tersebut dapat berupa meningkatnya polusi udara, pencemaran air, kebisingan, sampah dan dampak sosial lingkungan lainnya. Selain itu pembangunan kota akan cepat berkembang bila didukung infrastruktur dan sistem jaringan yang memadai di wilayah tersebut. Dengan adanya otonomi daerah, setiap wilayah diberikan wewenang untuk mengembangkan daerahnya dan menggali potensi yang ada. Penataan ruang menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, memanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang tersebut perlu didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan alam demi kelestarian lingkungan hidup di masa yang akan datang. Berdasarkan potensi dan peluang kota, Pemerintah Daerah mentargetkan Kota Cirebon menjadi Kota Perdagangan dan Jasa. Rumusan tersebut dijelaskan dalam Visi dan Misi Kota Cirebon sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor I 1
2 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis Kota Cirebon 2004-2008 yang salah satu misinya yaitu melestarikan dan mengembangkan pariwisata yang bertumpu pada nilai-nilai tradisi dan budaya Cirebon. Namun pada kenyataannya tidak demikian, tata ruang Kota Cirebon saat ini belum sesuai dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencangkup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Hal tersebut terlihat pada berdirinya sebuah pasar di lingkungan keraton. Keraton yang merupakan benda cagar budaya seharusnya dilindungi oleh Pemerintah daerah dan dijadikan sebagai potensi dan identitas Kota Cirebon. Namun pada kenyataannya, benda cagar budaya itu keberadaannya terganggu oleh adanya kegiatan pasar. Terganggunya salah satunya potensi budaya itu menjadikan sebuah permasalahan dalam penataan ruang Kota Cirebon terutama di Kecamatan Lemahwungkuk. Keraton merasa terganggu karena hampir sebagian lahan alun-alun keraton terpakai oleh pasar untuk melakukan kegiatannya, alun-alun keraton yang pada tahun 1932 luasnya mencapai 15.600m 2 saat ini hanya tinggal 7.200m 2 sedangkan 8.400m 2 dipakai untuk kegiatan pasar. Kegiatan jual beli barang-barang kebutuhan primer itu berlangsung dari jam 02.00 17.00 WIB dan bahkan apabila sedang diadakan acara-acara khusus terkadang pasar itu tidak pernah tutup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:833) pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual-beli barang dan jasa dan terjadi proses tawar-menawar. Bangunan pasar biasanya terdiri atas kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Pasar tradisional kebanyakan menjual kebutuhan seharihari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian, barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar-pasar yang seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Berbeda dengan pasar tradisional lainnya, Pasar Kanoman ini letaknya tidak hanya berada di dekat dengan permukiman tetapi juga berada di lingkungan sebuah keraton. Keraton
3 tersebut adalah Keraton Kanoman yang merupakan salah satu dari empat keraton yang ada di Kota Cirebon yang terletak di Kecamatan Lemahwungkuk. Tidak hanya bagi pembeli, pasar Kanoman juga sangat bermanfaat bagi pedagang. Pedagangnya pun semakin bertambah, ini dikarenakan Pasar Kanoman memiliki daya tarik tersendiri dengan berada pada lingkungan keraton. Pedagang Pasar Kanoman mencari keuntungan dari adanya keraton, walaupun secara tidak sadar pedagang telah merusak atau mengotori tempat yang merupakan benda cagar budaya. Keadaan pasar yang terus berkembang tersebut mengakibatkan keraton menjadi tertutup keberadaannya oleh pasar. Belum lagi dengan dampak yang dihasilkan oleh Pasar Kanoman yang mengakibatkan Keraton Kanoman terlihat kumuh. Ini terjadi karena polusi yang dihasilkan dari sampah-sampah serta sisasisa dari barang yang dijual pedagang itu mengganggu, tidak hanya mengganggu pemandangan tetapi juga menimbulkan bau yang tidak sedap, belum lagi masalah sampah yang tidak bersihkan, jalanan yang becek dan saluran-saluran drainase yang tertutup oleh sampah. Ada ±20 jongko yang terdapat di sepanjang jalan menuju keraton juga menjadi alasan ketergangguan tersebut, jongko-jongko itu hampir sebagian besar menjual makanan dan minuman serta kadang tidak jarang pula terlihat ada jongko yang menjual kebutuhan sandang. Jongko-jongko tersebut pula terlihat kumuh karena keseragaman dari tiap jongko yang berbeda, seperti memakai warna tenda yang berbeda atau bahkan ada pula jongko yang memakai spanduk-spanduk bekas untuk menutupi atap jongkonya. Hal-hal tersebut menjadikan lingkungan Keraton Kanoman tidak terlihat keindahan serta kemegahan sebagai benda cagar budayanya. Pemerintah Kota Cirebon selama ini belum mendukung keberadaan Keraton Kanoman yang terletak di Kecamatan Lemahwungkuk yang merupakan salah satu cikal bakal berdirinya Cirebon serta terabaikannya sejumlah pelayan publik. Emirudin yang merupakan Sultan Keraton Kanoman berpendapat selama ini Pemerintah Kota Cirebon memposisikan Keraton Kanoman tidak lebih dari sekedar benda cagar budaya yang dipandang sebelah mata padahal peran Keraton Kanoman merupakan representasi dari rangkaian puncak kebudayaan dan peradaban yang telah mengilhami eksistensi masyarakat Cirebon. Emirudin
4 mengharapkan Pemerintah Kota Cirebon bersikap tegas dalam memutuskan kebijakan secara keseluruhan terhadap esksistensi Keraton Kanoman Cirebon baik dari sisi kesultanan, sultan maupun hal-hal yang berkaitan dengan undang-undang RI tentang keberadaan benda cagar budayanya (www.antara.com). Melihat pada kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul DAMPAK KEBERADAAN PASAR TRADISIONAL TERHADAP LINGKUNGAN KERATON KANOMAN KECAMATAN LEMAHWUNGKUK KOTA CIREBON. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kepedulian pedagang pasar terhadap kebersihan lingkungan Keraton Kanoman? 2. Bagaimanakah daya tarik Pasar Kanoman menurut para konsumen? 3. Apakah keberadaan lokasi Pasar Kanoman saat ini dapat mendukung eksistensi Keraton Kanoman? C. Tujuan Dalam sebuah penelitian harus memiliki tujuan yang jelas, untuk apa penelitian ini dilaksanakan. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kepedulian pedagang pasar terhadap lingkungan Keraton Kanoman. 2. Mengidentifikasi daya tarik Pasar Kanoman menurut para konsumen. 3. Menganalisis keberadaan lokasi Pasar Kanoman saat ini dapat mendukung eksistensi Keraton Kanoman. D. Manfaat Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari adanya penelitian ini adalah : 1. Diperolehnya data yang dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan Keraton Kanoman dan Pasar Kanoman. 2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah setempat mengenai tata ruang dan perencanaan pembangunan suatu wilayah yang memiliki potensi kebudayaan.
5 3. Sebagai bahan pengayaan dan pendalaman pada kajian geografi, khususnya pokok bahasan pelajaran yang terkait.