Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi... (B. I. Widyastini, 2014) 1

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RSKD DADI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

PENGARUH MENGHARDIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HALUSINASI DENGAR PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD DR. AMINOGONDOHUTOMO SEMARANG

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN KONSEP DIRI PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROV.

BAB I PENDAHULUAN. emosi, pikiran, perilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN KLIEN PERILAKU KEKERASAN DI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang. Dosen Program Studi Keperawatan Universitas Sultan Agung Semarang

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

NASKAH PUBLIKASI. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr. W DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH TERAPI KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJD DR.AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITAS SESI I-III TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA KLIEN HALUSINASI DI RSJD Dr.

NASKAH PUBLIKASI GUSRINI RUBIYANTI NIM I PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

PENGARUH PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN. Abstrak

Rakhma Nora Ika Susiana *) Abstrak

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

HUBU GA DUKU GA KELUARGA DE GA KEPATUHA KO TROL BEROBAT PADA KLIE SKIZOFRE IA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMI O GO DOHUTOMO SEMARA G

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

EFFECT OF ACTIVITY GROUP THERAPY: THE SOCIALIZATION OF THE CLIENT S VERBAL COMMUNICATION SKILL WITH SOCIAL ISOLATION IN THE PSBL PHALA MARTHA

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

PENGARUH TERAPI OKUPASI TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI PADA PASIEN ISOLASI SOSIALDI RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

Kadek Furi Adi Putri *) Ns. Arief Nugroho, S.Kep **), Ns. Rodhi Hartono, S. Kep, M. Kes ***)

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA PASIEN HALUSINASI DI RSJD

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Kadek Furi Adi Putri *) Ns. Arief Nugroho, S.Kep **), Ns. Rodhi Hartono, S. Kep, M. Kes ***)

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

Pengaruh Terapi Religius Zikir terhadap Peningkatan (W.C.Hidayati, 2014) 1

GAMBARAN KEMAMPUAN PASIEN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN DI RUANG NYIUR RSKD PROVINSI SULAWESI SELATAN KOTA MAKASSAR ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nur Gutanto 1, Sri Hendarsih 2, Christin Wiyani 3 INTISARI

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan meningkatnya penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

PENGARUH AKTIVITAS TERJADWAL TERHADAP TERJADINYA HALUSINASI DI RSJ DR AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005). Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *)

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

PENGARUH TERAPI PSIKORELIGI TERHADAP PENURUNAN PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

Promotif, Vol.4 No.2, April 2015 Hal 86-94

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

HUBU GA DUKU GA KELUARGA DE GA DURASI KEKAMBUHA PASIE SKIZOFRE IA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMI O GO DOHUTOMO SEMARA G

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SUMBADRA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK

Dea Yuhanda W*), Ns. Hj. Dwi Heppy Rochmawati., M.Kep, Sp.Kep.J**), S. Eko Purnomo, S.Kp.,M.Kes***)

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Aristina Halawa ABSTRAK

ISSN Vol 5, ed 2, Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPDA PASIEN DI RS AISYIYAH BOJONEGORO. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

PENGARUH TERAPI MUSIK POPULER TERHADAP TINGKAT DEPRESI PASIEN ISOLASI SOSIAL DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat...

GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN PADA PASIEN PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

Transkripsi:

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok : Stimulasi Persepsi Sesi I V Terhadap Kemampuan Mengontrol dan Mengekspresikan Marah Pada Pasien Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang Benita Irma Widyastini *), Dwi Heppy Rochmawati **). Purnomo ***) *) Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Kperawatan STIKES Telogorejo Semarang **) Dosen Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Sultan Agung Semarang ***) Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang ABSTRAK Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh TAK stimulasi sesi I-V terhadap kemampuan mengontrol dan mengekspresikan marah pada pasien risiko perilaku kekerasan di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang. Sampel penelitian sebesar 31 responden yang ditentukan dengan total sampling. Pada karakteristik responden, jenis kelamin laki-laki yang paling banyak yaitu sebanyak 20 responden (64,5%). Usia yang paling banyak adalah 26-30 tahun yaitu sebanyak 19 responden (61,3%). Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara TAK stimulasi persepsi sesi I-V terhadap kemampuan mengontrol dan mengekspresikan marah. Hasil penelitian variabel mengontrol marah sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan p-value 0,000 dan kemampuan mengekspresikan marah sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan p-value 0,000. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan pemberian TAK stimulasi yang efektif, didukung lingkungan tempat terapi diberikan, dan kemauan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Maka pasien dapat merubah pengertian, sikap dan perilakunya. Kata Kunci : Resiko perilaku kekerasan, TAK stimulasi, mengontrol dan mengekspresikan Daftar Pustaka : 17 (2003-2013) ABSTRACT Violent behavior (PK) is a situation where someone perform actions that may harm physically, either on her own or someone else 's, accompanied by rowdy and restless running amok uncontrollable. This research aims to know the influence of TAK stimulation session I-V of the ability to control and express anger at the patient's risk of violent behavior in RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. The research sample of 31 respondents who specified with the total sampling. On the characteristics of the respondents, the male gender is the most that is as much as 20 respondents (64.5 percent). The most common age is 26-30 years of as much as 19 respondents (61,3%) is. The results showed there was significant influence between TAK stimulation of i v session perception of the ability to control and express anger. Results of the study variables controlling anger before and after intervention with the given p-value 0.000 and ability to express anger before and after intervention with the given p- value 0.000. Conclusion of this research is by administering an effective stimulation, not supported environment where therapy is given, and the patient's willingness to participate in the activity. Then the patient may transmute understanding, attitude and behavior. Key Words : Risk of violent behavior, stimulation TAK, controlling, express Bibliography : 17 (2003-2013) Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi... (B. I. Widyastini, 2014) 1

PENDAHULUAN Era globalisasi yang sedang berjalan ini menuntut seseorang untuk tetap eksis di jalan yang di tempuh melalui penguatan motivasi dan pengembangan diri menjadi manusia utuh dan bermartabat. Emosi yang terkontrol menjadi dasar seseorang bertindak dalam memenuhi tuntutannya sebagai manusia, dimana dalam memenuhi kebutuhan dasar seseorang dituntut untuk bersaing dan mengembangkan kreativitas agar mampu bertahan dalam hidup (Nasir & Muhith, 2011, hlm.vii). Menurut WHO (World Healt Organization), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia mencapai 450 juta jiwa di tahun 2001. Jumlah itu kini sudah meningkat pesat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2009, dalam Fazia, 2013, 2). Seseorang dikatakan sehat jiwa apabila mampu mengendalikan diri dalam menghadapi stresor di lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan emosional. Dengan kondisi tersebut seseorang mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungannya. Sikap positif mengarahkan seseorang untuk mengendalikan emosi dengan berpegang teguh pada ideal diri yang realistis. Hal ini berarti, dalam merespon stimulus yang ada di masyarakat seseorang harus menggunakan standar yang berlaku, dengan harapan manusia mampu mengukur kemampuannya dalam merespon berbagai problematika yang ada di masyarakat. Hal ini agar tidak menjadi beban psikologis yang berdampak pada menurunnya semangat atau motivasi seseorang dalam menyelesaikan masalahnya (Nasir & Muhith, 2011, hlm.1). Orang dianggap sehat jika mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat dan perilaku mereka pantas dan adaptif. Sebaliknya, seseorang dianggap sakit jika gagal memainkan peran dan memikul tanggung jawab atau perilakunya tidak pantas. Kebudayaan setiap masyarakat tersebut sehingga hal ini memengaruhi definisi sehat dan sakit. Perilaku yang dapat diterima dan pantas dalam suatu masyarakat dapat dianggap maladaptif atau tidak pantas pada masyarakat lain (Videbeck, 2008, hlm.3). Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya titik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat. Hal ini dipicu oleh adanya keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam mempertahankan hidup sehingga seseorang dihadapkan untuk berpikir, berkeinginan untuk mencapai cita-cita yang mengharuskan seseorang berhubungan dengan orang lain (Nasir & Muhith, 2011, hlm.9). Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidak wajaran dalam bertingkah laku salah satu contohnya adalah munculnya perilaku kekerasan (Nasir & muhith, 2011.hlm.8). Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Hartono & Kusumawati, 2010, Hlm.78). 2 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian berupa pengrusakan, pemukulan, serangan fisik baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Melihat kerugian yang ditimbulkan, penanganan pasien perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga kesehatan profesional. Salah satu cara untuk penanganan pasien perilaku kekerasan adalah terapi modalitas (Keliat & Akemat, 2009, hlm.126). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok di gunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Keliat & Akemat, 2004, hlm.1). Berdasarkan data dari RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang pada tahun 2011 didapatkan data bahwa jumlah pasien gangguan jiwa yang dirawat sebanyak 5.297 pasien, tahun 2012 sebanyak 8.454 pasien dan tahun 2013 sebanyak 7.346 pasien. Untuk jumlah pasien perilaku kekerasan sendiri mengalami peningkatan dalam 2 bulan terakhir pada tahun 2013, yaitu pada bulan November sebanyak 351 pasien, bulan Desember sebanyak 356 pasien dan pada bulan Januari 2014 mengalami peningkatan sebanyak 371 pasien. Kemampuan Mengontrol dan Mengekspresikan Marah pada Pasien Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian quasy exsperimental menggunakan one group pre-post test design yaitu menggunakan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2008, hlm.85). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mempunyai resiko perilaku kekerasan di RSJD Dr. Aminogondohutomo Semarang sebanyak 34 pasien pada 11 ruang rawat inap. Dengan menggunakan teknik sampling, kriteria inklusi dan ekslusi, dan rumus Slovin maka didapatkan sampel 31 responden yang dapat mewakili sejumlah populasi yang ada. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa instrumen penelitian kuesioner. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan dari literatur yang ada, baik dari buku maupun jurnal keperawatan. Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan meliputi kuesioner identitas responden, dan kuesioner mengontrol dan mengekspresikan marah. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena alat penelitian sudah baku. Berdasarkan fenomena diatas peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sesi I-V terhadap Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi... (B. I. Widyastini, 2014) 3

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin Tabel.1 Distribusi Frekuensi Responden Resiko Perilaku Kekerasan Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin di RSUD Dr. Amino Gondohutomo Semarang Variabel Frekuensi Presentase Usia 15 20 Tahun 6 19,4 % 21 25 Tahun 6 19,4 % 26 30 Tahun 19 61,3 % Jenis Kelamin Laki laki 20 64,5 % Perempuan 11 35,5 % Berdasarkan Tabel.1 menunjukkan bahwa responden dengan rentang usia 15-20 tahun memiliki hasil yang sama dengan usia 21-25 tahun yaitu sebanyak 6 orang (19,4%), sedangkan responden dengan rentang usia 26-30 tahun memiliki presentasi yang lebih banyak sebesar 19 orang (61,3%). Adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidak percayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan (Yosep, 2009, Hlm.245). Pada penelitian ini didapatkan hasil responden terbanyak adalah usia 26-30 tahun dengan sebesar 19 orang (61,3%). Rentang umur tersebut termasuk dalam usia dewasa, pada masa tersebut individu mempunyai tugas dan tahap perkembanganya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian wibowo (2011) di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang yaitu responden usia 21-30 dengan presentasi terbanyak adalah 45%. Berdasarkan Tabel.1 juga menunjukkan bahwa dari 31 responden jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 20 orang (64,5%) sedangkan pada perempuan sebanyak 11 orang (35,5%). Dalam masyarakat seorang laki-laki diwajibkan menjadi individu yang tegas dan bertanggung jawab. Seorang laki-laki harus dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun pada saat ini seorang laki-laki lebih sering memendam masalahnya sendiri agar terlihat kuat. Jika hal itu dilakukan terus menerus individu akan stress. Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian berupa pengerusakan, pemukulan, serangan fisik baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat & Akemat, 2009, hlm.126). Berdasarkan penelitian ini didapatkan jumlah responden laki-laki lebih besar dari perempuan dengan presentase 64,5%. Hal ini terjadi karena pengambilan responden dilakukan di 3 bangsal yang terdiri dari 2 bangsal laki - laki dan 1 bangsal perempuan. Faktor lain yang diduga berkaitan dengan banyaknya responden laki-laki adalah adanya konflik peran gender pada lakilaki. 4 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)

2. Kemampuan responden mengontrol dan mengekspresikan marah sebelum diberikan intervensi Tabel.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Responden Mengontrol dan Mengekspresikan Marah Sebelum Diberikan TAK Stimulasi Persepsi di RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang Berdasarkan Tabel.2 diatas menunjukkan bahwa pada tahap sebelum diberikan intervensi, hanya 3 orang (9,7%) yang mampu mengontrol marah. Sisanya sebesar 28 orang (90,3%) responden tidak mampu mengontrol marah. Selain itu sebanyak 18 responden (58,1%) tidak pernah mengekspresikan marah dan 13 responden (41,9%) jarang mengekspresikan marah. 3. Kemampuan responden mengontrol dan mengekspresikan marah setelah diberikan intervensi Tabel.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Responden Mengontrol dan Mengekspresikan Marah Setelah Diberikan TAK Stimulasi Persepsi di RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang Variabel Frekusnsi Presentase Kemampuan Mengontrol Marah Mampu 29 93,5 % Tidak Mampu 2 6,5 % Kmampuan Mengekspresikan Marah. Variabel Frekusnsi Presentase Kemampuan Mengontrol Marah Mampu 3 9,7 % Tidak Mampu 28 90,3 % Kmampuan Mengekspresikan Marah Selalu 0 0 % Jarang 13 41,9 % Tidak Pernah 18 58,1 % Selalu 28 90,3 % Jarang 1 3,2 % Tidak Pernah 2 6,5 % Berdasarkan Tabel.3 diatas menunjukkan bahwa Pada tahap ini diberikan intervensi, sebanyak 29 responden (93,5%) mampu mengontrol marah. Frekuensi meningkat sebanyak 26 yang sebelumnya hanya 3 menjadi 29 dapat mengontrol marah setelah diberikan TAK stimulasi persepsi. Sisanya 2 responden (6,5%) tidak mampu mengontrol marah. Selain itu sebanyak 28 responden (90,3%) selalu mengekspresikan marah atau frekuensi meningkat sebanyak 28 yang sebelumnya 0 menjadi 28 selalu mengekspresikan marah setelah diberikan TAK stimulasi persepsi. Sisanya sebanyak 2 responden (6,5%) tidak pernah mengekspresikan marah dan 1 responden (3,2%) jarang mengekspresikan marah. 4. Perubahan kemampuan mengontrol dan mengekspresikan marah sebelum dan setalah diberikan intervensi Tabel.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perubahan Kemampuan Mengontrol dan Mengekspresikan Marah Sebelum dan Setelah Diberikan TAK Stimulasi Persepsi I V di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang Variabel Mean Median S.D Min - Max Kemampuan Mengontrol Marah Pre Test 1,09 1,00 0,30 1,00 2,00 Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi... (B. I. Widyastini, 2014) 5

Post Test 1,93 2,00 0,24 1,00 2,00 Kemampuan Mengekspresikan Marah Pre Test 1,41 1,00 0,50 1,00 2,00 Post Test 2,83 3,00 0,52 1,00 3,00 Berdasarkan Tabel.4 diatas menunjukkan bahwa responden dengan kriteria kemampuan mengontrol marah yang berjumlah 31 orang, rata-rata nilai pre test adalah 1,09 sedangkan rata-rata nilai post test adalah 1,93. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan mengontrol marah sebelum diberi intervensi dan sesudah diberi intervensi. Rata-rata selisih antara kemampuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi sebesar 0,84 dengan p-value 0,000 dengan menggunakan a 0,05. Analisis tersebut menunjukkan bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengontrol marah pada pasien resiko perilkaku kekerasan. Berdasarkan Tabel.4 diatas juga menunjukkan bahwa responden dengan kriteria kemampuan mengekspresikan marah yang berjumlah 31 orang, rata-rata pre test adalah 1,41 sedangkan rata-rata post test adalah 2,83. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan mengekspresikan marah sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Rat-rata selisih antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi sebesar 1,42 dengan p-value 0,000 dengan menggunakan a 0,05. Analisis tersebut menunjukkan bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengekspresikan marah pada pasien resiko perilaku kekerasan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan mengontrol marah sebelum dan setelah diberikan intervensi TAK stimulasi persepsi sesi I-V, dengan p- value 0,000, dan perbedaan kemampuan mengekspresikan marah sebelum dan sesudah TAK stimulasi persepsi sesi I- V, dengan p-value 0,000. Sebelum diberikan TAK stimulasi persepsi sesi I- V kemampuan mengontrol marah responden adalah 28 orang tidak mampu mengontrol marah dan 3 orang mampu mengontrol marah. Tetapi setelah diberikan TAK stimulasi persepsi sesi I- V, kemampuan responden meningkat sebanyak 29 responden mampu mengontrol marah dan 2 responden tidak mampu mengontrol marah. Sedangkan pada kemampuan mengekspresikan marah sebelum diberikan TAK stimulasi persepsi sesi I-V, sebanyak 18 responden tidak pernah mengekspresikan marah dan 13 responden jarang mengekspresikan marah. Tetapi setelah diberikan TAK stimulasi persepsi sesi I- V kemampuan responden meningkat sebanyak 28 responden selalu mengekspresikan marah, sedangkan sisanya sebanyak 1 responden jarang mengekspresikan marah dan 2 responden tidak pernah mengekspresikan marah. Upaya pencegahan dan rehabilitasi pasien dengan perilaku kekerasan yaitu dengan pemberian terapi aktivitas kelompok dan tindakan pengobatan (medis) sangat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien, terapi aktivitas kelompok bertujuan membantu pasien berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif (keliat & akemat, 2004, hlm.4). Dengan pemberian TAK 6 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)

stimulasi yang efektif, didukung lingkungan tempat terapi diberikan, dan kemauan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Maka pasien diajarkan cara mengontrol dan mengekspresikan marah, sehingga pasien dapat merubah pengertian, sikap dan perilakunya. Penelitian ini didukung oleh peneliti wibowo (2011) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok sesi I-III terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan pada pasien perilaku kekerasan dengan hasil penelitian variabel mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan (p-value 0,000 dan p- value 0,000). Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa hipotesa alternatif diterima, bahwa ada pengaruh TAK stimulasi persepsi sesi I-V terhadap kemampuan mengontrol dan mengekspresikan marah pada pasien resiko perilaku kekerasan. Alasan mengapa 2 responden tidak mampu mengontrol marah, 2 responden tidak pernah mengekspresikan marah dan 1 responden jarang mengekspresikan marah setelah diberi TAK stimulasi persepsi sesi I-V adalah responden tidak dapat menjawab pertanyaan sesuai topik yang dibahas. SIMPULAN Responden berjenis kelamin laki-laki paling banyak yaitu 20 orang (64,5%) dengan usia terbanyak adalah pada usia 26-30 tahun yaitu 19 orang (61,3%). Terdapat peningkatan kemampuan mengontrol marah setelah diberikan TAK stimulasi persepsi sesi I-V. Terdapat peningkatan kemampuan mengekspresikan marah setelah diberikan TAK stimulasi persepsi sesi I-V. Terdapat pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sesi I-V terhadap kemampuan mengontrol dan mengekspresikan marah pada pasien resiko perilaku kekerasan di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang. SARAN 1. Bagi RSJD Amino Gondohutomo Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan resiko perilaku kekerasan. Bahwa pemberian terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi yang dilakukan secara intensif dan efektif dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam mengontrol dan mengekspresikan marah. 2. Bagi Keperawatan Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Jika dilakukan secara intensif akan sangat membantu pasien dalam mengontrol dan mengekspresikan marah. 3. Bagi Pasien Diharapkan dapat melakukan latihan secara fisik, sosial dan spiritual untuk mengontrol dan mengekspresikan marah secara teratur. 4. Bagi Keluarga Diharapkan keluarga dapat memantau kondisi pasien saat dirumah dan membantu dalam proses penyembuhan pasien. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi... (B. I. Widyastini, 2014) 7

DAFTAR PUSTAKA Budiharto, (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Ketut, R.S., & Widji, L. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV.Trans Info Media Danim, S. (2003). Riset Keperawatan: Sejarah Dan Metodologi. Jakarta: EGC Fazia. (2013). Islam dan Pencegahan Gangguan Jiwa. http://aceh.tribunnews.com/2013/11/ 08/islam-dan-pencegahan-gangguanjiwa diperoleh 5 deseber 2013 Gomma, A.B., (2006). Melejitkan Kepribadian Diri (Bagaimana Merubah Pribadi Rapuh Menjadi Pribadi Ampuh). Sukoharjo: Samudera Hartono, Y., & Kusumawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika Keliat&Akemat. (2004). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC Videbeck. S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasardasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo, soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Perwiranti, D.G. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sesi 2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Emosi Pada Klien Perilaku Kekerasan Di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Purba. J. M. & Pujiastuti. S. E. (2009). Dilema etik & Pengambilan Keputusan etis. Jakarta: EGC Sugiyono. (2013). Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung: Alfabeta Tomb, D.A. (2004).Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama 8 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)