BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah umum yang biasa ditemui dalam peggunaan hasil protein

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang perlu mendapat perhatian, karena kekurangan. (prevalensi xeropthalmia <0,5%) (Hernawati, 2009).

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

BAB I LATAR BELAKANG

PEMANFAATAN WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH SERTA ANALISA MUTU FISIK DAN MUTU GIZINYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Sejak dulu, tanaman aren atau enau merupakan tanaman penghasil bahanbahan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB I PENDAHULUAN. asupan zat gizi makro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi vitamin A

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan kue tradisional, salah satu jenis kue tradisional di

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada waluh. Secara umum waluh kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Makanan tradisional merupakan wujud budaya yang berciri kedaerahan,

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan

PEMBUATAN ANEKA JAJANAN PASAR DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL UNTUK ANAK BADUTA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kekurangan gizi yang sering terjadi di Indonesia salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di negara berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

I. PENDAHULUAN. kenyataan menunjukkan bahwa terigu lebih bersifat adaptif dibandingkan pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. biakan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Rasa asam

BAB I PENDAHULUAN. iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2004). pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

7 Manfaat Daun Singkong

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika. Dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa strategi termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi pemberian ASI, asupan makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan mitra-mitranya, yang diperkirakan 1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara karena kekurangan vitamin A telah dihindari (Anonim, 2011). Meskipun sejak tahun 1992 Indonesia dinyatakan bebas dari xeropthalmia, akan tetapi masih dijumpai 50% dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi balita dengan serum retinol <20 mcg/100 ml ini menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit infeksi (Azwar, 2004). Saat ini masalah gizimikro yang dihadapi oleh indonesia adalah kurang vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB), dan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Secara internasional, masalah gizimikro yang mendapat perhatian lebih besar adalah KVA, anemia, kurang iodium, dan kurang seng (Zn). Urutan pentingnya

masalah dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada prevalensi, kemajuan penanggulangan, dan hasil penelitian baru. Kekurangan vitamin A (KVA) dikenal sebagai buta senja atau xerophtalmia (mata kering) yang dapat berlanjut pada kebutaan. Sejak tahun 1980-an, diketahui terjadi peningkatan angka kematian balita yang kurang vitamin A, bahkan sebelum terlihat tanda-tanda xerophtalmia. Kurang vitamin A dapat menyebabkan balita menjadi balita rentan terhadap penyakit infeksi (Baliwati dkk, 2010). Selain itu, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan peradangan pada kulit (dermatitis) dan meningkatkan kemungkinan terkena infeksi. Beberapa penderita mengalami anemia. Pada kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai kurang dari 15 mikrogram/100ml (kadar normal 20-50 mikrogram/100ml). Masalah tersebut diatas disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai pokok masalah di masyarakat yang merupakan penyebab terjadinya masalah adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan serta tingkat pendapatan masyarakat (Azwar, 2004). Selain itu, konsumsi dan kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, pekerjaan dan faktor-faktor lain menentukan kebutuhan masing-masing orang akan zat gizi. Terlebih lagi pada masa kanak-kanak, merupakan masa pertumbuhan. Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa pada usia tersebut kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu (food jag). Orang tua tidak

perlu gusar, asal makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Sementara itu, orang tua (pengasuh anak) tidak boleh jera menawarkan kembali jenis makanan lain setiap kali makan (Arisman, 2007). Oleh sebab itu, orang tua dianjurkan untuk memberikan makanan tambahan diluar waktu makan seperti memberikan jajanan yang sehat dan kaya akan nutrisi, yang terutama berasal dari karbohidrat dan lemak seperti biscuit. Biscuit kaya akan energi dan Kandungan energi dalam 100 gram biskuit kurang lebih 400-500 kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi mereka yang sibuk beraktivitas dan memerlukan banyak energi. Dengan teknologi fortifikasi (penambahan zat gizi tertentu), biskuit tidak lagi sekadar makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan berbagai vitamin, mineral, serat pangan, prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan kemajuan teknologi, biskuit dapat disulap menjadi makanan yang enak, bergizi, berpenampilan menarik, serta bermanfaat bagi kesehatan (Astawan, 2008). Sayuran dan buah-buahan yang berwarna jingga kaya akan beta karoten sebagai antioksidan yang bisa mencegah penyakit jantung, kanker kulit dan penuaan dini. Wortel dikenal memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Wortel memiliki unsur lain seperti kalori, protein, hidrat arang, kalsium, dan besi. Wortel adalah tumbuhan yang ditanam sepanjang tahun dan dapat tumbuh pada semua musim, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab.

Wortel merupakan sayuran yang mudah didapatkan dan manfaatnya sangat banyak bagi kesehatan tubuh (Apriliaw, 2011). Melihat potensinya sebagai sumber vitamin A dan untuk mengatasi masalah penurunan kualitas setelah pemanenan maka perlu dilakukan penanganan wortel lebih lanjut menjadi dalam bentuk diversifikasi produk wortel. Salah satu alternatif untuk mengoptimumkan pemanfaatan wortel adalah dengan mengolahnya menjadi tepung wortel atau menjadi bahan tambahan untuk pembuatan biskuit (Rosida, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Rochimiwati (2011) pada pembuatan kue bole, kue talam, kue lapis, dan kue pukis dengan penambahan tepung wortel dengan perbandingan 10% dan 25% terhadap total tepung, disebutkan pembuatan tepung dari 1 kg wortel segar menjadi tepung wortel sebanyak 50 gram, sedangkan untuk penilaian organoleptik tepung wortel adalah warnanya orange sampai orange agak tua, teksturnya ada butiran halus seperti tepung beras dan aromanya khas wortel. Dan untuk uji daya terima kue/jajanan terhadap populasi/panelis menghabiskan lebih dari 75% kue/jajanan yang disajikan. Pada penelitian diatas telah dibuat empat jenis kue jajanan pasar dengan menggunakan resep yang sudah dikenal dan biasa dipakai oleh ibu rumah tangga atau masyarakat. Dan dengan konsentrasi penambahan tepung wortel 10% dan 25% tidak memberikan peningkatan nilai protein dan karbohidrat, hal ini disebabkan kandungan nilai karbohidrat dan energi yang rendah pada tepung wortel dibanding nilai energy dan karbohidrat tepung terigu. Oleh sebab itu, produk ini dianjurkan untuk orang atau pasien yang memerlukan diet rendah kalori dan tinggi serat (Rochimiwati, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti sebuah penelitian yang berjudul Pengaruh Penambahan tepung Wortel Terhadap Daya Terima dan Kadar Vitamin A Pada Biskuit. 1.2. Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar Vitamin A dalam pembuatan biskuit? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kadar vitamin A pada biskuit dengan penambahan tepung wortel 2. Mengetahui daya terima biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25% berdasarkan uji organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai alternatif makanan yang tinggi kadar vitamin A sehingga mengurangi ketergantungan terhadap kapsul vitamin A. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari wortel yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran. 3. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit