BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. terjadi 5,6 juta kasus HIV baru dan 2,6 juta kematian karena AIDS serta

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. saat ini terlihat betapa rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIV/AIDS PADA ANAK JALANAN TERHADAP SIKAP TENTANG HIV/AIDS PADA ANAK JALANAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi, stabilitas dan keamanan pada negara-negara berkembang. HIV dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan terhadap penyakit lain. HIV-AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Hal ini dikarenakan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya meningkat secara signifikan. Kasus HIV-AIDS merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah yang dilaporkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang sebenarnya (KPA, 2010a). AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981. Saat ini masalah HIV-AIDS telah berkembang menjadi masalah kesehatan global. Kurang lebih 60 juta orang telah terinfeksi HIV dan 25 juta telah meninggal karena AIDS. Di Asia sekitar 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu diantaranya merupakan infeksi baru dan telah menyebabkan kematian pada 300 ribu orang di tahun 2007 (KPA, 2010b). Di Indonesia sampai dengan Juni 2012 kumulatif kasus AIDS yang telah terlaporkan ke Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebanyak 32.103 kasus tersebar di 33 Propinsi di Indonesia (Dinkes Bali, 2013). Kasus AIDS di Indonesia pertama kali dilaporkan tahun 1987 di Bali dan pada tahun 1993 pertama kali ditemukan penderita HIV positif di Yogyakarta. Jumlah kumulatif kasus HIV-AIDS di Yogyakarta sampai bulan Desember 2010 berjumlah 505 pasien kasus AIDS dengan jumlah kematian 108 pasien (Ditjen PPM & PL, Depkes RI, 2011). Berdasarkan data terakhir dari Dinas Kesehatan Yogyakarta tercatat pasien HIV-AIDS mulai tahun 1993-2013 yang dilaporkan sekitar 1.426 orang yang HIV positif dan 1.016 orang yang AIDS, dengan jumlah kasus yang sudah meninggal sebanyak 225 orang (Dinkes Yogyakarta, 2013). Salah satu faktor yang dapat memicu penularan HIV dan meningkatkan dampak negatif yaitu adanya stigma dan diskriminasi. Stigma terhadap HIV-AIDS sudah ada sejak dikenalnya AIDS itu sendiri. Sejak terjadi epidemi HIV-AIDS pada tahun 1981, penyakit ini telah disertai dengan wabah ketakutan, penolakan, serta 1

2 dipersepsikan sebagai penyakit mematikan yang ditransmisikan dari orang ke orang. Stigma HIV didefinisikan sebagai sikap devaluasi terhadap orang yang hidup dengan HIV-AIDS. Hal ini diwujudkan dalam prasangka, mendeskreditkan, diskriminasi (Steward et al., 2008). Stigma HIV-AIDS merupakan faktor negatif dalam rangka mengurangi prevalensi dan dampak pandemi HIV-AIDS. Sejak awal epidemi AIDS, telah muncul sikap dan perilaku untuk mengucilkan, diskriminasi, isolasi, dan penolakan terhadap orang yang terinfeksi HIV (Carr and Gramling, 2004). Kurangnya pengetahuan tentang HIV-AIDS, persepsi terhadap perilaku orang dengan HIV-AIDS (ODHA), pandangan bahwa AIDS merupakan penyakit yang mengancam merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stigma. Faktor penghambat yang paling utama dalam melakukan VCT adalah takut akan stigma dan mengetahui status HIV setelah melakukan tes (Meiberg et al., 2008). Stigma dan diskriminasi yang berkaitan dengan HIV merupakan masalah di seluruh dunia karena menciptakan hambatan utama dalam pencegahan infeksi dan pengobatan yang memadai. Stigmatisasi yang terkait dengan AIDS diperkuat oleh banyak faktor antara lain kurangnya pemahaman terhadap penyakit, kesalahpahaman tentang bagaimana HIV ditularkan, kurangnya akses terhadap pengobatan, media yang tidak bertanggung jawab dalam melaporkan epidemi, pemahaman tentang AIDS yang tidak dapat diobati, dan prasangka serta ketakutan berkaitan dengan sejumlah isu sensitif secara seksual termasuk seksualitas, penyakit dan kematian serta narkoba (UNAIDS, 2005). Salah satu bahaya stigmatisasi HIV adalah bahwa kekhawatiran yang terkait dapat memotivasi penolakan dan merahasiakan serta melanjutkan perilaku berisiko. Pada tatanan individu kekhawatiran stigmatisasi dapat menjadi hambatan untuk mencari pengobatan dan perawatan. Stigmatisasi harus dipahami dalam rangka untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Mengingat pentingnya implikasi status HIV pada perilaku pencarian pengobatan, mengurangi stigmatisasi terkait HIV dan IMS adalah prioritas kesehatan masyarakat yang mendesak (Lieber et al., 2006). Untuk menekan jumlah kematian dan menjaga kesehatan penderita maka didirikan klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) (Pearce, 2009). VCT

3 merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV. Proses konseling pra dan post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidensial dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. VCT dapat memberikan keuntungan bagi klien dengan hasil tes positif maupun negatif dengan fokus pemberian dukungan terapi Anti Retroviral (ARV). Selain itu, VCT dapat membantu mengurangi stigma pada individu karena adanya informasi yang lengkap mengenai HIV-AIDS dan dapat memudahkan akses ke berbagai layanan kesehatan maupun layanan psikososial yang dibutuhkan klien (Murtiastutik, 2008). Namun, pemanfaatan layanan VCT saat ini oleh masyarakat masih rendah khususnya oleh populasi rawan (KPA, 2010b). Penyebab meningkatnya prevalensi HIV-AIDS karena kurangnya kesadaran untuk memanfaatkan layanan VCT serta kurangnya pemahaman tentang HIV-AIDS dan VCT terutama bagi orang risiko tinggi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi orang risiko tinggi untuk memanfaatkan VCT. Abebe and Mitikie (2009) melaporkan bahwa responden yang memiliki persepsi kerentanan yang tinggi menyatakan niatnya untuk melakukan VCT daripada mereka yang memiliki persepsi yang rendah. Responden dengan persepsi yang tinggi terhadap keparahan HIV-AIDS menyatakan niatnya untuk VCT. Sedangkan responden yang memiliki persepsi hambatan yang tinggi menyatakan kurang kesediaannya untuk melakukan VCT daripada mereka yang memiliki persepsi yang rendah, dan responden yang merasakan adanya manfaat dalam melakukan VCT akan menyatakan kesediaannya untuk VCT daripada mereka dengan persepsi yang rendah. Penggunaan pelayanan VCT menurut Green and Kreuter (2000) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor prediposisi (umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi), faktor penguat (sikap dan perilaku kesehatan pribadi, dukungan keluarga, stigma dan diskriminasi ODHA), dan faktor pemungkin (ketersediaan sumberdaya, aksesibilitas, peraturan dan hukum yang berlaku dan mutu pelayanan). Pada tahun 2013 telah terdapat 744 layanan klinik VCT yang tesebar di seluruh provinsi di Indonesia Klinik VCT hingga Juni 2013, telah dimanfaatkan oleh masyarakat dengan jumlah kunjungan yaitu 101.209 kunjungan, namun hanya

4 91,45% yang menyelesaikan pemeriksaan HIV tersebut dan 5,48% diantaranya dinyatakan HIV positif (Dirjen PP & PL Kemenkes, 2013). Di Yogyakarta terdapat 18 klinik VCT dan yang menjadi rujukan utama untuk pelayanan HIV-AIDS di Yogyakarta adalah RSUP Dr. Sardjito (Dinkes Yogyakarta, 2013). Alemie and Balcha (2012) menyatakan bahwa pemanfaatan pelayanan klinik VCT sangat penting karena merupakan entry point yang diakui secara internasional sebagai strategi yang efektif untuk pencegahan dan perawatan HIV dan AIDS. Status HIV yang diketahui lebih dini memungkinkan pemanfaatan layanan-layanan terkait dengan pencegahan perawatan, dukungan, dan pengobatan. Hal tersebutlah yang menjadikan pentingnya pemanfaatan klinik VCT. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan pengaruh dari persepsi stigma HIV-AIDS terhadap pemanfaatan klinik VCT oleh ODHA di Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka telah dirumuskan sebuah masalah penelitian yaitu Apakah terdapat hubungan antara persepsi stigma HIV-AIDS dengan pemanfaatan klinik VCT pada ODHA di Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi stigma HIV-AIDS dan pemanfaatan klinik VCT pada penderita HIV-AIDS di Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi skor stigma HIV-AIDS pada masing-masing domain. b. Mengetahui distribusi skor pemanfaatan klinik VCT oleh ODHA pada masing-masing domain. c. Mengetahui pola kekuatan hubungan antara stigma dengan pemanfaatan klinik VCT oleh ODHA. d. Mengetahui hubungan dan perbedaan kemaknaan antara faktor luar terhadap pemanfaatan klinik VCT pada ODHA.

5 e. Mengetahui faktor pendukung pemanfaatan klinik VCT di Yogyakarta. f. Mengetahui faktor penghambat pemanfaatan klinik VCT di Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi kesehatan rumah sakit khususnya Klinik HIV-AIDS dalam rangka meningkatkan pelayanan sebagai dalam upaya pencegahan dan penularan HIV-AIDS. 2. Menjadi informasi tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan pemanfaatan klinik VCT oleh ODHA sebagai masukan untuk penyusunan kebijakan serta perbaikan perencanaan program bagi klinik VCT, dan dinas kesehatan maupun lembaga swadaya masyarakat. 3. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan keilmuan khususnya yang berhubungan dengan HIV-AIDS. 4. Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang stigma HIV-AIDS di Indonesia telah pernah dilakukan sebelumnya. Sebagian besar meneliti mengenai hubungan stigma dengan tingkat pengetahuan dan faktor sosiodemografi. Namun, untuk penelitian mengenai hubungan stigma dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan masih jarang dilakukan. Sehingga penelitian ingin lebih fokus pada variabel tersebut untuk diteliti terutama pada pemanfataan layanan VCT. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di Indonesia adalah pada populasi beresiko yang kebanyakan hanya pada kelompok pekerja seks komersial (PSK). Untuk penelitian ini menggunakan responden ODHA dari semua kelompok beresiko dan memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Adapun penelitian yang berkaitan dan telah dilakukan sebelumnya adalah: 1. Indrawati (2013) dengan penelitian mengenai Hubungan stigma HIV-AIDS dengan pemanfaatan klinik VCT pada wanita pekerja seksual (WPS). Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

6 hubungam yang signifikan antara stigma HIV-AIDS dengan pemanfataan klinik VCT pada WPS setelah dikontrol dengan variabel pengetahuan tentang HIV- AIDS. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada subjek penelitian yaitu kelompok beresiko para WPS, analisis data, dan lokasi penelitian yaitu di Kabupaten Semarang. 2. Pitpitan et al. (2012) dengan penelitian yang berjudul AIDS-related stigma, hiv testing, and transmission risk among patrons of informal drinking places in Capetown, South Afrika. Penelitian ini melakukan survei kepada 2.572 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stigma berhubungan negatif dengan perilaku skrining terhadap HIV dan juga berhubungan dengan peningkatan resiko penularan HIV. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian yaitu resiko transmisi HIV, populasi penelitian yaitu peminum alkohol, dan lokasi penelitian yaitu di tempat minum di Capetown, Afrika Selatan. 3. Bock (2009) dengan penelitian yang berjudul Factors influencing the uptake of HIV Voluntary Counseling and Testing in Namibia. Penelitian ini dilakukan pada orang dewasa usia di atas 19 tahun yang melakukan testing di klinik VCT. Hasil penelitian ini menunjukkan banyak faktor yang mempengaruhi pemanfaatan klinik VCT dari sisi pelayanan kesehatan mengenai kualitas dan akses pelayanan dan dari sisi individualnya mengenai sosial ekonomi, demografi dan stigma sosial. Perbedaan penelitian ini adalah variabel penelitian yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan VCT, metode penelitian yaitu survei dan analisis data dan lokasi penelitian yaitu di Namibia, Afrika Selatan.