TUGAS AKHIR. FAKTOR PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI di ZONA INDUSTRI PALUR KABUPATEN KARANGANYAR

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR

KELANGSUNGAN USAHA INDUSTRI MEUBEL DAN FAKTOR- BERPENGARUH DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN METODE WARD DAN AVERAGE LINKAGE SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MODUL 3 ANALISIS FAKTOR

HALAMAN PENGESAHAN...

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

TUGAS AKHIR. Oleh : FANDY HARIS MAHENDRA I Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada KPP Pratama Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

TUGAS AKHIR POLA PERJALANAN PENDUDUK PINGGIRAN MENUJU KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI ASPEK ASPASIAL DAN ASPEK SPASIAL

Pengaruh Faktor Bermukim Masyarakat Terhadap Pola Persebaran Permukiman di Kawasan Rawan Bencana Longsor Kabupaten Magetan

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu penelitian 4.2. Data dan Metode Pengambilan Sampel

Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Akhmad Susanto NIM : E

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB II KETENTUAN UMUM

DAFTAR ISI. Abstrak... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... viii Daftar Gambar... xii

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP NASABAH DALAM MEMILIH JASA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS BANK MANDIRI SYARIAH SURABAYA) SKRIPSI

ANALISIS KETERPADUAN ANGKUTAN UMUM TERHADAP KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGANNYA DI KOTA SURAKARTA TAHUN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SERAP BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN MENGGAMBAR BANGUNAN GEDUNG DI SMK N 1 SEYEGAN SKRIPSI

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB II KAJIAN TEORI...

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

PENGARUH KEPUASAN KARYAWAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA PT. DAYA MUDA AGUNG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR EVALUASI BEBAN KERJA MENTAL DAN FISIK DALAM SHIFT YANG BERBEDA DI DIVISI FINISHING PRINTING PT. DANLIRIS

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG SKRIPSI

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang

EVALUASI GEOGRAFI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KLATEN TAHUN

ANALISIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI PADA ERA OTONOMI

ARAHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN BERAS KABUPATEN JOMBANG

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SAWAH DI KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN TAHUN 2004 DAN 2012

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Evaluasi terhadap Program Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) Studi Kasus: Kabupaten Malang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANG BANGUN APLIKASI PENGGAJIAN KARYAWAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SRAGEN

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB IBU RUMAH TANGGA DI DESA PONCOWATI BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK PT GREAT GIANT PINEAPPLE

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii

III. BAHAN DAN METODE

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KEBERADAAN TRANSPORTASI UMUM ANGKUTAN DESA TERHADAP PERGERAKAN PENDUDUK DI KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Rekomendasi Keterbatasan Studi DAFTAR PUSTAKA... xv

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas

SKRIPSI ANALISIS PERAN PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN

PERANCANGAN APLIKASI PENGELOLAAN LAPORAN KEPOLISIAN STUDI KASUS POLSEK GATAK

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PANTAI DI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

POTENSI PENERIMAAN PAJAK REKLAME KELAS JALAN A DI KOTA MALANG REVENUE POTENTIAL OF BILLBOARD ADVERTISEMENT TAX ON ROAD CLASS A IN MALANG CITY SKRIPSI

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI PELAYANAN TERMINAL ANGKUTAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id TUGAS AKHIR FAKTOR PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI di ZONA INDUSTRI PALUR KABUPATEN KARANGANYAR Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota Oleh: ISNAENI MURTI NUR WENI NIM. I0606027 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

digilib.uns.ac.id TUGAS AKHIR FAKTOR PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI di ZONA INDUSTRI PALUR KABUPATEN KARANGANYAR Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota Oleh: ISNAENI MURTI NUR WENI NIM. I0606027 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i

digilib.uns.ac.id PENGESAHAN FAKTOR PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI di ZONA INDUSTRI PALUR KABUPATEN KARANGANYAR Disusun Oleh: ISNAENI MURTI NUR WENI I0606027 Menyetujui, Surakarta, Juli 2010 Dosen Pembimbing Tugas Akhir Pembimbing 1 Pembimbing 2 Ir. Soedwiwahjono, MT NIP. 19620306 199003 1 001 Ir. Sumardi SM NIP. 19450805 198410 1 001 Mengesahkan, Ketua Jurusan Arsitektur Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Ir. Hardiyati, MT Ir. Galing Yudana, MT NIP. 19561209 198601 2 001 NIP. 19620129 198703 1 002 Pembantu Dekan I Ir. Nugroho Djarwanti, MT 19561112 198403 2 007 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2010 to user ii

digilib.uns.ac.id ABSTRAK Pertambahan penduduk suatu kota akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan. Karena semua aktivitas dilakukan di atas lahan, maka akan terjadi persaingan penggunaan lahan. Kecenderungan dari persaingan ini menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, terutama di daerah hinterland di mana lahan persawahan masih tersedia cukup luas. Di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar dimana zona industri Palur berada di dalamnya adalah salah satu daerah hinterland dan menjadi limpahan dari pergeseran penggunaan lahan tersebut. Studi ini mencoba menangkap fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi industri yang terdapat di zona industri Palur, dilihat dari sisi permintaan dan penawaran lahan. Sasaran dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan luas lahan pertanian dan industri, mengidentifikasi proses perubahan penggguna lahan yang terjadi, dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor serta bobot penyebab perubahan tersebut. Metode yang digunakan untuk analisis perubahan luas adalah metode overlay peta dengan membandingkan peta lama (peta rencana tata guna lahan) dengan sumber data lama dan baru. Metode analisis kualitatif deskriptif dengan mengkaji aspek manajemen lahan yang merupakan paduan dari tiga sistem, yaitu sistem aktifitas, pengembangan dan lingkungan digunakan untuk mengidentifikasi proses perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Sedangkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan bobot faktor penyebab perubahan penggunaan lahan yang terjadi menggunakan metode analisis faktor. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa luas lahan pertanian di zona industri Palur berkurang 126,596 Ha, dan luas lahan industri bertambah 54,6 Ha. Selain terjadi penyimpangan luas, ternyata juga terdapat penyimpangan lokasi industri dari yang sudah ditetapkan. Adapun dalam proses perubahannya, terjadi pertemuan antara demand dan supply di mana dari sisi demand, preferensi pengusaha dalam berlokasi industri memerlukan lahan untuk membangun pabrik dan dari sisi supply, preferensi pemilik lahan pertanian dalam penjualan lahannya mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri. Berdasarkan perhitungan analisis faktor, diperoleh enam faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Dari sisi permintaan diperoleh faktor input proses produksi dengan bobot 0,917 (yang berarti bahwa faktor input proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 91,7%), faktor penunjang proses produksi dengan bobot 0,812 (yang berarti bahwa faktor penunjang proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 81,2%), dan faktor eksternal proses produksi dengan bobot 0,717 (yang berarti bahwa faktor eksternal proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 71,7%). Sedangkan dari sisi penawaran, diperoleh faktor internal pemilik lahan dengan bobot 0,783 (yang berarti bahwa faktor internal pemilik lahan pertanian mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 78,3%), faktor pertimbangan ekonomis dengan bobot 0,703 (yang berarti bahwa faktor pertimbangan ekonomis mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 70,3%), dan faktor intervensi pemerintah commit to dengan user bobot 0,921 (yang berarti bahwa iii

digilib.uns.ac.id faktor intervensi pemerintah mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 92,1%). Berdasarkan temuan hasil studi ini dapat diberikan suatu rekomendasi bahwa RTRK Palur tahun 1991-2001 perlu dievaluasi. RTRK yang telah disusun dapat dipertahankan namun perlu dievaluasi agar mampu mengarahkan mekanisme pasar (kondisi permintaan dan penawaran lahan) yang terjadi, sehingga pada praktiknya mampu mengarahkan pertumbuhan aktivitas-aktivitas lain yang muncul sebagai akibat dari pertumbuhan aktivitas industri. Selanjutnya perlu dibuatkan RTRK Palur yang baru untuk memperbaharui RTRK yang lama. Di dalam penyusunan RTRK yang baru diharapkan dapat mengevaluasi gejala perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kondisi eksisting, sehingga apabila terjadi perubahan yang cenderung menyimpang akan segera diantisipasi. Kata kunci : faktor pengaruh, perubahan penggunaan lahan, pertanian, industri iv

digilib.uns.ac.id M O T T O Perjalanan yang paling jauh adalah perjalanan menuju rasa puas. Perjalanan yang paling dekat adalah perjalanan menuju mati dan putus asa. (Usman Gumanti) Setiap manusia itu seperti bulan. Di samping kecemerlangannya, selalu ada sisi gelapnya. (Mark Twain) Teruntuk yang tersayang : Ibu yang selalu mendorong dan mendoakan untuk selesainya tugas akhir ini Adik yang turut memberi dorongan dan semangat Semua sahabat karib yang juga selalu menyemangati v

digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan ridlo-nya penulis telah dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini, yang berjudul Faktor Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur Kabupaten Karanganyar. Dengan tersusunnya laporan tugas akhir ini, penulis secara khusus ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1. Ibu Ir. Hardiyati, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.. 3. Ibu Ir. Ana Hardiana, MT selaku ketua tim panitia tugas akhir. 4. Bapak Ir. Soedwiwahjono, MT selaku pembimbing pertama serta Bapak Ir. Sumardi SM selaku pembimbing kedua yang telah membimbing penulis dalam proses penyusunan laporan tugas akhir ini. 5. Bapak Ir. Marsudi, MT dan Ibu Isti Andini, ST, MT selaku dosen penguji. 6. Bapak Ir. Fx. Soewandi, MT selaku Pembimbing Akademik. 7. Ibu Suwarni, ibuku yang selalu mendoakanku, mendukung setiap langkahku dan memberi motivasi dalam hidupku. 8. Wisma Yoga Nugraha, adikku yang turut memberi dorongan dan semangat. 9. Seluruh staf Bappeda dan dinas terkait atas dukungan data-datanya. 10. Para dosen dan staf karyawan Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 11. Teman-teman yang selalu memberikan dorongan dan bantuan dalam proses penyusunan laporan tugas akhir ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan tugas akhir ini masih banyak terdapat commit kekurangan to user dan kelemahan. Dengan tidak vi

digilib.uns.ac.id menutup mata terhadap kesalahan dan kekeliruan yang mungkin terdapat dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis memohon maaf dan kiranya laporan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya. Surakarta, Oktober 2010 Isnaeni Murti Nur Weni vii

digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN ABSTRAK... MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii v vi vii x xii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan dan Sasaran Studi... 4 1.4 Ruang Lingkup dan Pembatasan... 5 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi... 5 1.4.2 Ruang Lingkup Materi... 5 1.4.3 Pembatasan... 6 1.5 Kerangka Pemikiran... 9 1.6 Pendekatan dan Metode Studi... 11 1.6.1 Pendekatan dan Metode Studi... 11 1.6.1.1 Analisis Perubahan Luas Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri... 13 1.6.1.2 Analisis Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri... 13 1.6.1.3 Analisis Faktor Permintaan dan Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri... 14 1.6.2 Kebutuhan Data... 16 1.6.2.1 Data Primer commit... to user 16 viii

digilib.uns.ac.id 1.6.2.2 Data Sekunder... 17 1.6.3 Pengumpulan Data... 18 1.6.4 Teknik Sampling... 19 1.7 Sistematika Penulisan... 20 BAB 2 KONSEP-KONSEP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI... 23 2.1 Tinjauan Umum Industri... 23 2.1.1 Aktifitas Industri... 23 2.1.2 Kebijakan Pengaturan Lokasi Industri... 24 2.1.3 Teori Lokasi... 25 2.1.3.1 Teori Alfred Weber... 25 2.1.3.2 Teori Lokasi Pasar Losch... 26 2.2 Tinjauan Terhadap Lahan... 28 2.2.1 Pengertian Lahan... 28 2.2.2 Hubungan Lahan dan Aktifitas Pertanian... 28 2.2.3 Hubungan Lahan dan Aktifitas Industri... 29 2.2.4 Harga Lahan... 31 2.2.5 Teori Permintaan dan penawaran Lahan... 31 2.2.6 Teori Permintaan Lahan... 32 2.2.7 Teori Penawaran Lahan... 33 2.3 Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian... 34 2.3.1 Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian... 34 2.3.2 Faktor Penentu Perubahan Pengunaan Lahan Ditinjau dari Sisi Pengusaha Industri... 35 2.3.3 Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Ditinjau dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian... 36 BAB 3 TEMUAN LAPANGAN... 41 3.1 Tinjauan Regional Wilayah Perkotaan Surakarta... 41 3.1.1 Perkembangan Wilayah commit Perkotaan to user Surakarta... 41 ix

digilib.uns.ac.id 3.1.2 Hubungan Perkembangan Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar terhadap Perkembangan Zona Industri Palur 42 3.1.3 Arahan Pengembangan Kabupaten Karanganyar dan Zona Industri Palur... 43 3.1.4 Kebijakan Pengembangan Aktivitas Industri di Zona Industri Palur... 44 3.2 Kondisi Umum Zona industri Palur... 48 3.2.1 Letak Geografis... 48 3.2.2 Kondisi Fisik Lahan dan Iklim... 48 3.2.3 Struktur Kota dan Penggunaan Lahan... 49 3.2.4 Karakteristik Kependudukan... 53 3.2.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk... 53 3.2.4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin... 54 3.2.4.3 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan 55 3.2.4.4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian 55 3.2.5 Kondisi Struktur Ekonomi... 56 3.2.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana Pendukung Aktivitas Industri... 58 3.2.6.1 Sarana dan Prasarana Transportasi... 58 3.2.6.2 Sarana Kesehatan... 61 3.2.6.3 Sarana Perdagangan... 61 3.2.6.4 Jaringan Listrik... 62 3.2.6.5 Saluran Air Bersih... 62 3.2.6.6 Jaringan Telekomunikasi... 62 3.2.7 Karakteristik Harga Lahan dan Pasar Lahan... 62 3.2.8 Karakteristik Perkembangan Kegiatan Industri... 65 3.2.9 Karakteristik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri... 68 3.2.10 Karakteristik Permintaan Aktivitas Industri... 68 3.2.11 Karakteristik Penawaran commit Lahan to user Industri... 69 x

digilib.uns.ac.id 3.2.11.1 Penawaran Internal... 69 3.2.11.2 Penawaran Eksternal... 69 BAB 4 PEMBAHASAN... 72 4.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 72 4.1.1 Analisis Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 73 4.1.2 Analisis Sebaran Keruangan Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 76 4.2 Analisis Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 78 4.3 Analisis Faktor Permintaan dan Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 80 4.3.1 Analisis Faktor Permintaan yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 81 4.3.1.1 Analisis Input Proses Produksi... 81 4.3.1.2 Analisis Faktor Penunjang Proses Produksi... 84 4.3.1.3 Analisis Faktor Eksternal Produksi... 87 4.3.2 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Permintaan yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 90 4.3.2.1 Keterkaitan Faktor Input Proses Produksi... 91 4.3.2.2 Keterkaitan Faktor Penunjang Proses Produksi.. 94 4.3.2.3 Keterkaitan Faktor Eksternal Produksi... 98 4.3.3 Analisis Faktor Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 99 xi

digilib.uns.ac.id 4.3.4 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 103 4.3.4.1 Keterkaitan Faktor Internal Pemilik Lahan Pertanian... 104 4.3.4.2 Keterkaitan Faktor Pertimbangan Ekonomis... 106 4.3.4.3 Keterkaitan Faktor Intervensi Pemerintah... 107 4.3 Faktor-Faktor Penentu yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 108 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 112 5.1 Kesimpulan... 112 5.2 Kelemahan Studi... 116 5.3 Rekomendasi... 117 5.3.1 Rekomendasi Bagi Rencana Penggunaan Lahan... 117 5.3.2 Rekomendasi Bagi Studi Lanjutan... 118 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Kebutuhan Data... 17 Tabel 2.1 Kriteria Lokasi Industri... 27 Tabel 2.2 Faktor-Faktor Lokasi Industri... 38 Tabel 2.3 Faktor-Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Ditinjau dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian... 39 Tabel 3.1 Pemanfaatan Lahan Eksisting Tahun 2009 dan Rencana Tahun 1991-2001 di Zona Industri Palur (Ha)... 50 Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Tahun 2009 (Jiwa)... 53 Tabel 3.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa)... 54 Tabel 3.4 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa)... 55 Tabel 3.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa)... 56 Tabel 3.6 Upah Minimum Regional Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Karanganyar (Rupiah/bulan)... 56 Tabel 3.7 Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Pembentukan PDRB di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008 (Persen)57 Tabel 3.8 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008 (2000=100) 58 Tabel 3.9 Sarana Perdagangan di Zona Industri Palur Tahun 2009.. 61 Tabel 3.10 Tingkat Harga Lahan di Zona Industri Palur Tahun 1991-2010 (Rp/m 2 )... 63 Tabel 3.11 Jumlah dan Jenis Industri di Zona Industri Palur... 65 Tabel 4.1 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur Tahun 1991-2009 (Ha)73 Tabel 4.2 Variabel Input Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur commit dari Sisi to user Pengusaha (Permintaan).. 81 xiii

digilib.uns.ac.id Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Pembagian Komponen Variabel Input Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor... 83 Pembagian Komponen Variabel Input Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor... 83 Variabel Faktor Penunjang Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur dari Sisi Pengusaha (Permintaan)... 84 Pembagian Komponen Variabel Penunjang Proses Produksi... terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor 86 Pembagian Komponen Variabel Penunjang Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor 87 Variabel Faktor Eksternal Proses Produksi yang Berpengaruh Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona industri Palur dari Sisi Pengusaha (Permintaan)... 88 Pembagian Komponen Variabel Eksternal Proses Produksi Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor... 89 Pembagian Komponen Variabel Eksternal Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor 90 Variabel Penawaran yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Industri di Zona Industri Palur dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian (Penawaran)... 100 xiv

digilib.uns.ac.id Table 4.12 Tabel 4.13 Pembagian Komponen Variabel Penawaran yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Penawaran pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor... 101 Pembagian Komponen Variabel Penawaran yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Penawaran pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor... 102 xv

digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Peta Orientasi Wilayah Studi... 8 Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran... 10 Gambar 1.3 Proses Perubahan Penggunaan Lahan... 12 Gambar 1.4 Kerangka Studi... 22 Gambar 2.1 Sistem Proses Produksi... 24 Gambar 2.2 Bagan Proses Pengaturan Lokasi Industri... 25 Gambar 2.3 Penentu Harga Lahan... 32 Gambar 2.4 Pengaruh Permintaan Terhadap Harga Lahan Kota... 33 Gambar 2.5 Pengaruh Penawaran Terhadap Harga Lahan Kota... 34 Gambar 2.6 Kerangka Teori... 40 Gambar 3.1 Peta Hirarki Pusat Kota Wilayah Perkotaan Surakarta... 46 Gambar 3.2 Peta Lokasi Industri Yang Diizinkan... 47 Gambar 3.3 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Zona Industri Palur Tahun 2009... 51 Gambar 3.4 Peta Rencana Penggunaan Lahan Zona Industri Palur Tahun 1991-2001... 52 Gambar 3.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Tahun 2008-2009 (Jiwa)... 53 Gambar 3.6 Jalan Lokal Yang Rusak... 59 Gambar 3.7 Jalan Arteri Primer Palur-Sragen... 59 Gambar 3.8 Peta Kondisi Aksesibilitas... 60 Gambar 3.9 Peta Pasar Harga Lahan... 64 Gambar 3.10 Prosentase Jenis Industri di Zona Industri Palur... 65 Gambar 4.1 Peta Analisis Luas Perubahan Lahan... 75 Gambar 4.2 Peta Sebaran Keruangan Industri... 76 Gambar 4.3 Diagram Alir Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur. 79 Gambar 4.4 Keterkaitan Faktor-Faktor Permintaan yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi xvi

digilib.uns.ac.id Lahan Industri di Zona Industri Palur... 91 Gambar 4.5 Keterkaitan Faktor Input Proses Produksi... 92 Gambar 4.6 Perolehan Sumber Bahan Baku... 93 Gambar 4.7 Daerah Asal Tenaga Kerja... 94 Gambar 4.8 Katerkaitan Faktor Penunjang Proses Produksi... 95 Gambar 4.9 Sarana dan Prasarana Pendukung yang Dikehendaki di Sekitar Lokasi Industri... 96 Gambar 4.10 Perolehan Sumber Energi Listrik untuk Aktivitas Industri di Zona Industri Palur... 97 Gambar 4.11 Sumber Perolehan Air untuk Aktivitas Industri di Zona Industri Palur... 97 Gambar 4.12 Keterkaitan Faktor Internal Pemilik Lahan Pertanian... 104 Gambar 4.13 Tingkat Usia Responden Pemilik Lahan Pertanian di Zona Industri Palur... 105 Gambar 4.14 Luas Lahan Pertanian Responden Sebelum Dijual Kepada Pengusaha... 106 Gambar 4.15 Pengaruh Biaya Produksi terhadap Pertimbangan Penjualan Lahan Pertanian... 106 Gambar 4.16Pengaruh Penawaran Pengusaha terhadap Motivasi Penjualan Lahan Pertanian... 106 Gambar 4.17 Katerkaitan Faktor Pertimbanagn Ekonomis... 106 Gambar 4.18Pengaruh Pajak Lahan terhadap Motivasi Penjualan Lahan Pertanian... 108 Gambar 4.19 Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur... 111 Gambar 5.1 Diagram Alir Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur... 114 xvii

digilib.uns.ac.id LAMPIRAN Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D Form Kuisioner Rekapitulasi Kuisioner Hasil Output Analisis Berdasarkan Perhitungan SPSS Interpretasi Analisis Faktor Berdasarkan Perhitungan SPSS xviii

digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN 1.8 Latar Belakang Pertambahan penduduk kota yang sangat pesat akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan ruang untuk mewadahi kegiatannya dan salah satunya dimanifestasikan dalam bentuk lahan. Di atas lahan inilah kemudian penduduk melakukan berbagai kegiatan, baik secara individual maupun secara kelompok. Padahal untuk memenuhi kebutuhan lahan tersebut terdapat keterbatasanketerbatasan yang dimiliki suatu kota, baik secara fisik dan geografis, maupun kemampuan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dan pelayanan kota. Pertambahan penduduk yang pesat tersebut juga akan mengakibatkan peningkatan tuntutan pemenuhan kebutuhan lapangan pekerjaan, dan salah satu penyedianya adalah sektor industri. Pertumbuhan lapangan pekerjaan di sektor industri menjadi sangat pesat setelah masa orde baru. Dari tahun ke tahun, pangsa sektor industri dalam total lapangan pekerjaan mengalami peningkatan. Sektor industri memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap tenaga kerja, menyebarkan kegiatan pembangunan di daerah serta mempunyai kekuatan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Mengingat secara administrasi luas suatu kota adalah tetap dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan baik untuk kegiatan industri maupun dalam penyediaan fasilitas, maka akan terjadi kelangkaan lahan di suatu kota yang selanjutnya menyebabkan harga lahan mahal dan sulit didapat. Tidak dapat dipungkiri jika industrialisasi tersebut kemudian juga akan menimbulkan gejala alih fungsi lahan di daerah pinggiran (Hall, 1996:241-242). Fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri secara teoritis dapat dijelaskan dalam konteks ekonomi lahan yang menempatkan sumberdaya lahan sebagai faktor produksi. Karena karakteristiknya, maka secara alamiah akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk aktifitas pertanian dan aktifitas industri. Gejala alih fungsi lahan dari penggunaan persawahan menjadi non persawahan semakin meningkat, commit khususnya to user bagi suatu kota yang berpenduduk 1

digilib.uns.ac.id 2 lebih dari satu juta jiwa. Gejala ini cenderung terjadi di desa-desa di daerah hinterland dimana lahan persawahan masih tersedia cukup luas (Bachriadi, 1997:2). Salah satu kabupaten yang mempunyai potensi industri yang cukup tinggi adalah Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam Wilayah Perkotaan Surakarta, dan Kota Surakarta itu sendiri merupakan pusat pertumbuhan bagi Wilayah Pembangunan IV Jawa Tengah. Wilayah terbangunnya secara fisik telah tumbuh dan berkembang melebihi batas administrasinya (Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Karanganyar, 2006). Perkembangan ini masih terjadi hingga saat ini terutama di wilayah administrasi kabupaten tetangga yang berbatasan dengan Kota Surakarta. Sehingga daerah-daerah ini telah menjadi satu kesatuan dalam perkembangan Kota Surakarta, atau masuk ke dalam Wilayah Perkotaan Surakarta. Salah satu daerah yang termasuk dalam Wilayah Perkotaan Surakarta adalah Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar dimana zona industri Palur berada di dalamnya. Seperti yang disebutkan dalam Permenpera Nomor 16/PERMEN/M/2006, yang dimaksud dengan zona industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Kecamatan Jaten ini meliputi 8 (delapan) desa. Namun dari delapan desa tersebut, keberadaan industri di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar hanya tersebar di lima desa yaitu Desa Ngringo, Sroyo, Dagen, Jetis,dan Brujul (RTRK Palur, 1991-2001). Lokasi zona industri ini sangat strategis karena berada pada lokasi yang menghubungkan antara Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen. Zona industri Palur adalah salah satu zona industri yang perkembangannya sangat pesat. Sektor industri yang terdapat di zona industri Palur mempunyai kontribusi yang cukup tinggi terhadap perekonomian Kabupaten Karanganyar. Selama kurun waktu lima tahun terakhir sektor industri masih merupakan sektor yang memberikan sumbangan commit terbesar to user terhadap pembentukan PDRB di

digilib.uns.ac.id 3 Kabupaten Karanganyar, yaitu sebesar 52,08% (PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008). Dari pembentukan PDRB, sektor industri didominasi oleh kelompok industri besar dengan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang dan kelompok industri sedang dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang (BPS dalam PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008). Perkembangan industri di zona industri Palur sesungguhnya secara hukum telah dibatasi dengan dikeluarkannya SK Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/6865/1980. Berdasarkan peraturan tersebut, sejak tanggal 5 Juni 1980 izin pendirian industri baru tidak dikeluarkan. Pengembangan zona industri Palur hanya diperbolehkan pada lahan sela yang dibatasi antara jalan arteri primer Solo- Sragen dan jalur kereta api Solo-Surabaya. Lahan yang terletak di sebelah barat jalan arteri primer Palur-Sragen tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan industri kecuali yang sudah ada dan mempunyai izin serta tidak mengganggu sawah irigasi teknis. Namun pada kenyataannya, masih terdapat pembangunan industri baru setelah peraturan tersebut dikeluarkan (RTRK Palur, 1991-2001). Keberadaan industri di zona industri Palur yang pertumbuhannya meningkat pesat itu tentunya menimbulkan perubahan-perubahan segi fisik. Salah satu perubahan yang terjadi adalah penyusutan luas lahan pertanian produktif. Masih terdapatnya pembangunan industri baru setelah dikeluarkannya SK Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/6865/1980 dan RTRK Palur Tahun 1991-2001 mengenai peraturan pembatasan pembangunan industri, menimbulkan ketidaksesuaian atau penyimpangan dengan peraturan yang ada. Studi ini mencoba menangkap fenomena perubahan penggunaan lahan yang terjadi di wilayah studi dilihat dari sisi permintaan lahan oleh pengusaha industri dan penawaran lahan oleh pemilik lahan pertanian, yang kemudian akan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini. 1.9 Perumusan Masalah Pertumbuhan perkotaan yang pesat menyebabkan peningkatan intensitas penggunaan lahan di dalam kota sehingga menyebabkan pertumbuhan ekstensif

digilib.uns.ac.id 4 penggunaan lahan di daerah hinterland, baik di dalam maupun ke luar batas wilayah administrasi kota. Zona industri Palur berpotensi dalam penyediaan lahan pertanian yang luas dan memiliki lokasi strategis sebagai daerah penghubung antar kota-kota di sekitar Kota Surakarta. Akibat potensi lokasi yang cukup strategis serta ketersediaan lahan yang masih luas, zona industri Palur semakin tumbuh pesat dan banyak diminati oleh para investor sebagai salah satu lokasi yang strategis untuk pengembangan usaha dan bisnis. Pertumbuhan dan perkembangan industri di Palur yang cukup pesat disisi lain menyebabkan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang dalam hal ini menjadi lahan industri. Fenomena perubahan penggunaan lahan tersebut berkaitan dengan adanya persaingan kebutuhan lahan yaitu permintaan lahan untuk aktifitas industri dan penawaran dari pemilik lahan pertanian. Masalah utama yang terjadi di zona industri Palur adalah adanya faktor-faktor permintaan dan penawaran terhadap lahan yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri yang cenderung tidak sesuai dengan Rencana Palur. Dalam penelitian ini, secara lebih jelas akan menjawab beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: Seberapa luas telah terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri yang terjadi di zona industri Palur? Bagaimana proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur? Apa saja faktor-faktor serta berapa bobot faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri dilihat dari sisi demand dan supply di zona industri Palur? 1.10 Tujuan dan Sasaran Studi Tujuan dari penyusunan studi ini adalah untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri dilihat dari sisi permintaan dan penawaran lahan di zona industri Palur.

digilib.uns.ac.id 5 Sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam studi ini adalah: Mengidentifikasi perubahan luas lahan pertanian dan lahan industri di zona industri Palur. Mengidentifikasi proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur. Mengidentifikasi faktor-faktor dan besaran/bobot faktor-faktor demand (preferensi pengusaha dalam berlokasi industri) yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur. Mengidentifikasi faktor-faktor dan besaran/bobot faktor-faktor supply (preferensi pemilik lahan pertanian dalam penjualan lahannya) yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur. 1.11 Ruang Lingkup dan Pembatasan Ruang lingkup penelitian meliputi ruang lingkup wilayah studi dan ruang lingkup materi. Penjelasan masing-masing ruang lingkup dan pembatasan tersebut adalah sebagai berikut. 1.11.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi Ruang lingkup wilayah studi ini adalah zona industri Palur yang merupakan bagian dari Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar, meliputi lima desa yaitu Desa Ngringo, Sroyo, Brujul, Jetis dan Dagen. Analisis dilakukan dengan unit spasial kelima desa di zona industri Palur. Peta orientasi wilayah studi dapat dilihat pada gambar 1.1. 1.11.2 Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi ini mencakup lingkup penjabaran aspek-aspek sasaran studi. Adapun aspek-aspek bahasan tersebut adalah: Identifikasi perubahan luas lahan pertanian dan lahan industri di zona industri Palur dengan perbandingan peta rencana penggunaan lahan dengan peta penggunaan lahan eksisting.

digilib.uns.ac.id 6 Identifikasi proses perubahan penggunaan lahan di zona industri Palur dengan mengaitkan sistem aktifitas, sistem pengembangan dan sistem lingkungan dengan kompetisi lahan di zona industri Palur. Sintesa kajian literatur dan kondisi eksisting dalam mengidentifikasi faktor-faktor dari sisi permintaan (preferensi pengusaha terhadap lokasi industri) dan dari sisi penawaran (preferensi pemilik lahan dalam penjualan lahan), yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur. 1.11.3 Pembatasan Ruang lingkup wilayah studi dalam penelitian ini dibatasi pada lingkup zona, yaitu zona industri Palur. Hal ini dikarenakan lokasi persebaran industri berada di bagian wilayah administrasi Kabupaten Karanganyar. Dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 16/PERMEN/M/2006, yang dimaksud dengan zona industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Dalam sebuah zona masih dimungkinkan adanya kegiatan/aktivitas selain industri, seperti perumahan, perdagangan, pendidikan dll. Sedangkan pengertian kawasan dalam Permenpera tersebut adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Dalam hal ini jika dalam sebuah areal dikatakan sebagai kawasan industri, maka hanya terdapat fungsi kegiatan/aktivitas industri saja. Seperti cantoh kawasan industri Jawa Tengah di Cilacap, dalam areal aktivitas/kegiatan industri tersebut tidak dimungkinkan terdapat aktivitas/kegiatan pendukung seperti perumahan dan perdagangan di dalam kawasan industri tersebut. Adapun kegiatan pendukung tersebut berada di luar kawasan industri. Sedangkan wilayah dalam UU RI Nomor 26 Tahun 2007 mempunyai pengertian yaitu ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif

digilib.uns.ac.id 7 dan/atau aspek fungsional. Dalam hal ini lingkup wilayah lebih general dan lebih luas, sehingga istilah wilayah dirasa kurang lazim jika digunakan untuk menyebut Palur. Sehingga dalam studi ini, istilah zona dirasa lebih sesuai untuk obyek penelitian karena di Palur tidak hanya terdapat kegiatan/aktivitas industri saja yang umum disebut kawasan industri, tetapi juga masih dimungkinkan terdapat peruntukan perumahan, perdagangan, pendidikan dan kesehatan serta fasilitasfasilitas yang lain sebagai pendukung aktivitas/kegiatan industri.

Gambar 1.1 Peta Orientasi Wilayah Studi 8

digilib.uns.ac.id 9 1.12 Kerangka Pemikiran Pertambahan penduduk perkotaan yang meningkat menyebabkan kebutuhan lahan untuk aktifitas juga meningkat. Namum di sisi lain demand/permintaan lahan dengan supply/ketersediaan lahan yang tidak seimbang mengakibatkan terjadinya perkembangan pusat kota ke daerah hinterland sehingga muncul restrukturisasi keruangan daerah hinterland. Perkembangan sektor industri di Provinsi Jawa Tengah yang pesat memerlukan adanya penempatan lokasi industri di beberapa kabupaten atau kota di Jawa Tengah untuk mendukung keberadaannya. Salah satu alternatif lokasi yang cukup diminati oleh para investor atau pengusaha di Kabupaten Karanganyar adalah zona industri Palur. Preferensi pengusaha dalam memilih lokasi industri menjadi elemen demand yang mempengaruhi menjamurnya industri di Palur. Di sisi lain, penawaran (preferensi pemilik lahan dalam penjualan lahan) menjadi faktor supply yang ikut menentukan perubahan penggunaan lahan yang terjadi di zona industri Palur. Terkait dengan perluasan secara fisik yang dalam hal ini adalah penggunaan lahan kota, maka diperlukan suatu instrumen pengendali penggunaan lahan kota dan rencana penggunaan lahan yang terhimpun dalam Rencana Tata Ruang Wilayah/Kawasan. Adapun tujuan dari bentuk instrumen tersebut adalah membatasi penggunaan lahan yang diizinkan, menjamin ketersediaan lahan untuk seluruh aktifitas pada lokasi yang strategis, dan menghindari penggunaan lahan yang tidak harmonis (Napitupulu, 1999:3). Kebijakan dan peraturan yang disusun oleh pemerintah sangat menentukan proses perubahan yang terjadi. Jika arahan kebijakan mampu mengendalikan proses perubahan tersebut, maka perubahan yang terjadi tidak akan menimbulkan permasalahan baru. Melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi evaluasi dan arahan rencana penggunan lahan industri di Kabupaten Karanganyar selanjutnya.

digilib.uns.ac.id 10 Pertambahan penduduk kota Perkembangan aktifitas kota Peningkatan kebutuhan lahan Restrukturisasi daerah pinggiran Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Kajian teori Analisis perubahan luas lahan pertanian dan lahan industri Analisis proses perubahan guna lahan pertanian menjadi lahan industri faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri SK Gubernur RTRK Palur RTRW Kab RUTRK- RDTRK IKK Jaten Undangundang dan peraturan terkait Faktor demand penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Faktor supply penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Perubahan luas lahan pertanian dan lahan industri Tahapan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Faktor-faktor penentu yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Temuan studi dan rekomendasi Sumber : Analisis, 2010 Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran

digilib.uns.ac.id 11 1.13 Pendekatan dan Metode Studi 1.13.1 Pendekatan dan Metode Studi Studi ini didasari oleh pemikiran bahwa perubahan lahan yang terjadi disebabkan oleh kuatnya pengaruh permintaan pasar industri terhadap penawaran lahan dalam kompetisi lahan. Berdasarkan pemikiran ini, maka tahap awal yang dilakukan adalah meneliti kondisi pasar lahan di zona industri Palur yang menentukan preferensi lokasi industri dan karakteristik kebutuhan lahan untuk industri. Pendekatan studi ini didasarkan pada pengertian tentang preferensi pengaruh demand/permintaan lahan untuk aktifitas industri yang dibandingkan dengan supply/ketersediaan lahan. Dasar pendekatan studi dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Chapin (1979), dimana pertumbuhan lahan dipengaruhi oleh keterkaitan atau interaksi antara tiga sistem, yaitu sistem aktifitas, pengembangan dan lingkungan. Sistem aktifitas diasumsikan sistem permintaan lahan sebagai pembentuk faktor demand dan sistem pengembangan serta lingkungan mewakili pembentuk faktor supply. Dengan adanya pasar, kedua aktifitas tersebut bertemu dan harga lahan ditetapkan sebagai standar nilai lahan. Setiap aktifitas kota memiliki nilai harga lahan yang berbeda-beda, tergantung dari potensi yang dimiliki lahan tersebut terhadap permintaan aktifitas dan kemampuan membayar suatu lokasi. Nilai lahan yang tertinggi akan mengalahkan penawaran dalam kompetisi nilai lahan dan akan mendapatkan lokasi lahan. Harga lahan akan dipertimbangkan dengan kebijakan arahan penggunaan lahan kota. Proses pasar menyesuaikan arah rencana penggunaan lahan sepanjang bisa mengakomodasi permintaan pasar. Pada kenyataannya, rencana penggunaan lahan tidak mempertimbangkan kecenderungan pasar dan kekuatan pasar cukup kuat mempertahankan penggunaan lahan eksisting sehingga rencana tersebut diabaikan. Di sisi supply, harga lahan mencerminkan keuntungan komparatif antar lokasi-lokasi yang ada. Elemen-elemen keuntungan komparatif terdiri dari karakteristik penawaran suatu lahan. Elemen utama keuntungan komparatif dalam penelitian ini adalah aksesibilitas dan tingkat pelayanan. Keduanya dibentuk oleh sistem pengembangan yang membangun sarana dan prasarana. Idealnya,

digilib.uns.ac.id 12 pengembangan tersebut disesuaikan dengan arahan rencana penggunaan lahan agar pembangunannya dapat efektif dan dapat mempermudah arahan pengembangan sistem pertumbuhan aktifitas. Untuk lebih jelas dalam mengetahui keterkaitan antar tiga sistem aktifitas tersebut dapat diilihat pada bagan berikut. Perkembangan kota Pertumbuhan ekonomi Pertambahan penduduk DEMAND SIDE Meningkatnya aktifitas kota Produksi konsumsi Kebutuhan akan ruang dan lokasi Pembentuk penggunaan lahan kota Komersial Perumahan Industri dll Kemampuan daya beli lokasi Sistem Pengembangan Kebutuhan untuk industri Aksesibilitas dan aspek lokasi Fasosum Ekonomi/nilai lahan Kebijakan pemerintah Proses kompetisi penggunaan lahan (penyebab perubahan fungsi lahan) SUPPLY SIDE Pengembangan Sarana prasarana Kebijakan pengembangan Peruntukan lahan peraturan Karakteristik penawaran suatu lahan Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Perubahan harga lahan Sistem lingkungan Kondisi fisik Lokasi lahan Sumber : Wijaya, 1999 dan hasil modifikasi commit Gambar to user 1.3 Proses Perubahan Penggunaan Lahan

digilib.uns.ac.id 13 Dalam penelitian ini ada beberapa analisis yang akan diulas berkaitan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Di bawah ini akan diuraikan beberapa analisis yang akan dilakukan beserta metode pendekatan studi yang dilakukan. 1.13.1.1 Analisis Perubahan Luas Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri Analisis ini merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui luasan lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan industri. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode analisis peta/overlay peta. Menurut Sutanto (1986) dalam Maulana (1999:17), terdapat empat cara untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan analisis peta, yaitu dengan membandingkan: 1. Sumber data lama dengan data baru 2. Peta lama dengan sumber data baru 3. Peta lama dengan sumber data lama dan sumber data baru 4. Peta lama dengan peta baru Pendeteksian perubahan penggunaan lahan suatu daerah, kawasan atau wilayah dapat dilakukan dengan menerapkan salah satu metode di atas atau gabungan dari beberapa metode (Sutanto, 1986 dalam Maulana, 1999:17). Pada penelitian ini digunakan metode yang ketiga yaitu membandingkan peta lama dengan sumber data lama dan sumber data baru. Hal ini disebabkan karena belum dibuatnya peta baru tetapi data-data lama dan baru telah tersedia. 1.13.1.2 Analisis Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri Analisis ini merupakan analisis yang menjelaskan bagaimana proses/tahapan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri bisa terjadi. Dalam analisis ini akan mengkaji aspek manajemen lahan yang merupakan paduan dari tiga sistem, yaitu sistem aktifitas, pengembangan dan lingkungan. Sistem aktifitas dikategorikan sebagai sistem permintaan lahan dan kedua sistem lainnya mewakili sistem penawaran lahan. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode analisis commit kualitatif to user deskriptif.

digilib.uns.ac.id 14 1.13.1.3 Analisis Faktor Permintaan dan Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri Analisis ini merupakan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di zona industri Palur yang dilihat dari sisi permintaan dan penawaran. Metode yang digunakan dalam analisis ini yaitu metode Analisis Faktor. Analisis faktor adalah teknik statistika yang berguna untuk mengelompokkan kriteria-kriteria atau variabel-variabel menjadi beberapa faktor (Davies, 1984 dalam Teknik Kuantitatif untuk Arsitektur dan Perancangan Kota Disetai Contoh-contoh). Dasar bagi pengelompokkan itu adalah korelasi antar variabel. Variabel-variabel yang saling berkorelasi cukup kuat akan dikelompokkan ke dalam sebuah faktor. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor. Metode Analisis Faktor digunakan untuk mendukung analisis faktor-faktor perubahan penggunaan lahan dari sisi permintaan (pengusaha) dan dari sisi penawaran (pemilik lahan). Proses pengolahan dengan menggunakan metode Analisis Faktor dalam studi ini dilakukan secara terpisah antara sisi pengusaha dan sisi pemilik lahan. Hal ini disebabkan karena adanya jumlah sampel/data, sehingga analisis yang dilakukan juga dipisahkan. Namun pada akhirnya akan dikaitkan pada sub bab terakhir yang merupakan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan secara keseluruhan. Alat uji yang digunakan pada tahap ini adalah Kaiser Meyer Oitkin Measure of Sampling Adequacy (MSA) dan Bartlett s Test of Sphericity (BTS). Kaiser Meyer Oitkin measures of sampling adequacy (MSA) yaitu ukuran tingkat korelasi antar dua variabel yang dapat diwakili oleh variabel-variabel lainnya. kriteria tingkat korelasi sehingga model cukup baik adalah KMO MSA 0,5. Jika angka MSA yang dihasilkan di atas 0,5 maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut sebagai variabel terpilih. Sedangkan dari angka-angka MSA di bawah 0,5 pada tahap selanjutnya harus dilakukan proses reduksi (proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan commit dan to abstraksi user data yang diperoleh). Dalam

digilib.uns.ac.id 15 tahap tersebut, nilai terkecil akan dikeluarkan dari pemilihan variabel. Tahap ini dilakukan secara terus menerus hingga tidak ada lagi variabel yang memiliki angka MSA di bawah 0,5. Bartlet st Test of Sphercity (BTS) yaitu test statistik terhadap matriks korelasi dari data apakah merupakan matrik identitas atau bukan. Sedangkan kriteria uji statistiknya adalah membandingkan nilai BTS dengan nilai signifikasinya. Apabila nilai BTS > nilai signifikasinya maka matriks korelasinya disebut matriks identitas. Setelah menguji variabel dengan mencari nilai/angka MSA dan nilai BTS untuk mencari variabel terpilih, tahapan selanjutnya adalah ekstraksi faktor utama. Pada tahap ekstraksi faktor ini mencakup hasil perhitungan yang terdiri dari nilai komunal (communalities), nilai total variansi (total variance explained), matrik komponen (component matrix), dan grafik scree plot. Nilai komunal menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan terbentuk. Semakin kecil nilai komunal, maka hubungannya semakin lemah. Hubungan variabel tersebut dapat dijelaskan dengan besaran persentase ekstraksi variabel. Perhitungan nilai total variansi menunjukkan jumlah faktor yang terbentuk, yang dapat dilihat dari nilai eigenvalues. Nilai eigenvalues itu sendiri menunjukkan kepentingan relatif masing-masing varians. Nilai eigenvalues di atas 1 dapat digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Sedangkan nilai eigenvalues di bawah 1 tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Jumlah faktor yang terbentuk ini dapat juga dilihat pada grafik scree plot. Pada perhitungan matrik komponen, diperoleh nilai/angka faktor loading yang menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor yang terbentuk. Jika nilai faktor loading/nilai korelasinya besar, maka variabel termasuk dalam komponen faktor yang terbentuk tanpa memperhatikan tanda positif dan negatif. Nilai faktor loading tersebut harus di atas 0,55. Jika nilai faktor loading di bawah 0,55 maka variabel tersebut tidak secara nyata masuk ke dalam faktor dan perlu dilakukan commit rotasi faktor. to user

digilib.uns.ac.id 16 Rotasi faktor dimaksudkan agar dapat diperoleh faktor-faktor yang tidak saling berkorelasi. Proses ini dilakukan untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain. Proses rotasi ini merupakan kelanjutan dari ekstraksi faktor yang dilakukan sebelumnya, di mana faktor loading tiap variabel pada masing-masing faktor yang semula kecil semakin diperkecil, dan faktor yang besar akan semakin diperbesar. Rotasi akan terus dilakukan jika masih terdapat variabel yang berada di bawah angka pembatas yang ditetapkan yaitu 0,55. Tahapan yang selanjutnya adalah penamaan faktor. Tidak ada ketentuan secara khusus dalam memberikan nama faktor-faktor yang telah dihasilkan. Penamaan faktor biasanya disesuaikan dengan kesamaan karakteristik dari masing-masing komponen variabel yang membentuknya. Pada dasarnya tahap penamaan faktor tidak terlalu diutamakan. Hal yang ditekankan adalah bagaimana cara mendekati esensi/intisari dari variabel-variabel yang terpisah dan mengidentifikasi abstraksi yang lebih mendalam untuk menghasilkan jalan cerita yang lebih komplit untuk melukiskan subyek yang diteliti, dan mungkin jalan cerita tersebut memberi pengembangan hipotesis lain yang dapat diteliti dalam lingkup penelitian yang serupa (Kachigan, 1986:393-394). 1.13.2 Kebutuhan Data Kebutuhan data berisi uraian data yang akan diperlukan dalam analisis. Kebutuhan data tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini. 1.13.2.1 Data Primer Data primer ini diperolah dari pengamatan langsung di lapangan, angket/kuisioner dan wawancara dengan informan terkait. Sasaran data primer adalah pengusaha dan pemilik lahan pertanian. Sasaran pengumpulan data primer melalui kuisioner bagi para pengusaha ditujukan untuk mengetahui latar belakang para pengusaha dalam pemilihan lokasi industri di zona industri Palur. Sedangkan bagi pemilik lahan pertanian, data primer diperoleh melalui pembagian kuisioner yang berkaitan dengan kepemilikan lahan pertanian.

digilib.uns.ac.id 17 1.13.2.2 Data Sekunder Jenis data ini diperoleh melalui studi literatur atau studi pustaka yang berkaitan dengan kecenderungan perkembangan wilayah studi untuk memperoleh gambaran awal mengenai lokasi industri di wilayah studi dan untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas selanjutnya. Data sekunder ini misalnya dokumen Rencana Tata Ruang Kawasan Palur, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar, Monografi Kecamatan Jaten, data-data tentang perindustrian dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Koperasi Kabupaten Karanganyar, peraturan-peraturan terkait sektor industri, peta-peta pendukung dan sumber ilmiah mengenai zona industri Palur. Tabel 1.1 Kebutuhan Data Jenis Analisis Analisis luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Analisis proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri Sumber : Analisis, 2010 Metode Analisis Analisis peta/ overlay peta Analisis kualitatif diskriptif Analisis faktor Kebutuhan Data Peta rencana penggunaan lahan Peta penggunaan lahan eksisting Persebaran dan lokasi industri Karakteristik fisik dan harga lahan Sarana dan prasarana Karakteristik aktifitas sosial ekonomi yang berkembang Pengaturan bentuk penanganan perkembangan industri Arahan pengembangan zona industri Palur Karakteristik segmen pasar yang berkembang Varibel-variabel penentu perubahan penggunaan lahan dari sisi permintaan terkait pertimbangan industri memilih lokasi industri Varibel-variabel penentu perubahan penggunaan lahan dari sisi penawaran terkait karakteristik sosial ekonomi masyarakat petani yang menjual lahan (pendapatan, pendidikan, pekerjaan) Sumber Bappeda Bappeda, digitasi dan plot kondisi eksisting Disperindagkop BPN Monografi Kecamatan Bappeda Kuisioner kepada pengusaha dan pemilik lahan

digilib.uns.ac.id 18 1.13.3 Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data terdiri dari inventarisasi kebutuhan data, baik data sekunder (data berbentuk peta, laporan atau dokumen yang tersedia di beberapa instansi atau perpustakaan), maupun data primer (diperoleh langsung dari beberapa pengusaha/instansi yang terkait dan masyarakat). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara merupakan suatu teknik mendekati sumber informasi dengan jalan tanya jawab kepada narasumber/informan yang tinggal di zona industri Palur. Wawancara juga dilakukan terhadap pimpinan dan staf Bappeda, Disperindagkop, BPN, kantor Kecamatan Jaten, kantor Kelurahan Ngringo, Kelurahan Sroyo, Kelurahan Brujul, Kelurahan Jetis dan Kelurahan Dagen, serta lembaga terkait lainnya. 2. Observasi Langsung Observasi merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh informasi tambahan tentang apa yang dilihat, didengar dan diperhatikan pada saat di lapangan yaitu di zona industri Palur yang terdiri dari lima desa, termasuk dalam teknik ini adalah pengambilan gambar. 3. Dokumentasi Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data-data dari sumber buku literatur (buku referensi), laporan/penelitian terkait sebelumnya (seperti skripsi atau jurnal) dan data-data instansional yang diperoleh dari lembaga pemerintahan (seperti dokumen RTRW Kabupaten Karanganyar, RTRK Palur, RTRK-RDTRK IKK Jaten, Monografi Kelurahan, UU dan peraturan-peraturan terkait). 4. Kuisioner Kuisioner adalah daftar pertanyaan yang disusun oleh peneliti yang akan ditujukan untuk dijawab oleh narasumber/responden. Dalam penelitian ini, yang akan menjadi responden/narasumber adalah perusahaan untuk menggali faktor demand dan pemilik tanah untuk menggali faktor supply, serta masyarakat di zona industri commit Palur. to user

digilib.uns.ac.id 19 1.13.4 Teknik Sampling Sampel adalah sebagian dari populasi yang diamati dalam penelitian, atau dengan kata lain, sampel adalah individu yang diselidiki dalam penelitian. Sampel diperlukan untik mengefisiensikan waktu, tenaga dan biaya. Dalam studi ini, sampel dibutuhkan untuk penyebaran kuesioner kepada responden (pengusaha dan petani). Hasil penyebaran kuisioner kepada responden melalui sampel dapat dianggap mewakili kondisi seluruh populasi di wilayah studi. Teknik sampling yang digunakan adalah Sampel Quota. Dalam pemilihan subyek-subyek sampelnya, diambil anggota-anggota sampel sedemikian rupa sehingga sampel tersebut benar-benar mencerminkan ciri-ciri dari populasi yang sudah dikenal sebelumnya. Sampel ini selalu melandaskan diri pada informasiinformasi dan pengetahuan yang telah diperoleh dan dicek mengenai ciri-ciri khusus satu populasi. Informasi tadi sudah bersifat tetap, jelas dan tidak diragukan. Subyek-subyek yang dipilih menjadi anggota sampel itu mempunyai sifat-sifat yang dimiliki oleh populasi tempat sampel untuk ditarik (Kartono, 1996:148). Dalam penentuan jumlah sampel, yang diambil pada prinsipnya tidak ada peraturan-peraturan yang ketat untuk secara mutlak menentukan berapa persen sampel tersebut harus diambil dari populasi. Dalam studi ini, populasi sampel pengusaha dan sampel pemilik lahan pertanian diasumsikan bersifat relatif homogen. Setelah diketahui homogen atau tidaknya populasi, kemudian dihitung besarnya populasi dengan menentukan perbandingann dan perimbangan riil dari jumlah masing-masing kategori faktor-faktor tadi (Kartono, 1996:135). 1. Untuk Industri Sampel yang diambil untuk industri adalah sebanyak 41 perusahaan. Sampel ini diambil berdasarkan perhitungan proporsi dari jumlah keseluruhan industri yang ada di zona industri Palur. Jumlah sampel responden pengusaha tidak dibedakan berdasarkan jenis industrinya (dianggap homogen) dan sampel yang diambil tidak berdasarkan unit per desa mengingat sebaran industri commit per to desa user tidak sama.

digilib.uns.ac.id 20 f= 0 : (Singarimbun, 1989:22) n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = derajat kecermatan (0,1) = = ú + 1 70 70.0,1 + 1 = 41 responden 2. Untuk pemilik lahan pertanian Sampel yang diambil untuk masyarakat pemilik lahan pertanian sebanyak 30, sedangkan kuisioner yang disebarkan untuk mayarakat dibagi secara merata untuk lima desa, sehingga masing-masing desa ada 6 sampel. Sampel sebanyak 30 tersebut berdasarkan pertimbangan minimal sampel distribusi normal yaitu 30 (Sudjana, 1992:32). Hal ini mengingat terbatasnya data mengenai pemilik lahan pertanian yang menjual lahannya untuk kepentingan industri. Ciri-ciri dari populasi dianggap homogen yaitu responden merupakan pemilik lahan pertanian yang bertempat tinggal dan yang pernah menjual lahan pertaniannya untuk kepentingan industri, di lokasi pengambilan sampel. 1.14 Sistematika Penulisan Secara garis besar sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab pembahasan yaitu: BAB I PENDAHULUAN Berisi paparan latar belakang studi, perumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, ruang lingkup dan pembatasan, kerangka pemikiran, pendekatan dan metode commit studi, serta to user sistematika penyusunan laporan.

digilib.uns.ac.id 21 BAB II KONSEP-KONSEP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI Berisi teori-teori yang mendukung pembahasan permasalahan seperti teori-teori tentang industri, lahan dan alih fungsi/perubahan penggunaan lahan, serta kebijakan-kebijakan terkait. BAB III TEMUAN LAPANGAN Berisi paparan kondisi umum Wilayah Perkotaan Surakarta dan zona industri Palur, seperti arahan kebijakan pembangunan, kondisi fisik dan geografis, ekonomi dan kependudukan, karakteristik perkembangan industri, karakteristik perubahan penggunaan lahan dan karakteristik permintaan industri. BAB IV PEMBAHASAN Berisi hasil analisis luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri, analisis proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri dari sisi permintaan oleh dan sisi penawaran. BAB V PENUTUP Berisi kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan, kelemahan studi, dan rekomendasi untuk kemungkinan studi lanjutan.

22 Tema : Alih fungsi lahan Judul : Faktor pengaruh perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur Kabupaten Karanganyar Latar belakang : Pertambahan penduduk Peningkatan kebutuhan infrastruktur, pelayanan serta lapangan pekerjaan Peningkatan kebutuhan lahan, namun luas administrasi tetap Persaingan penggunaan lahan Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di daerah pinggiran/hinterland salah satunya adalah zona industri Palur Permasalahan : Seberapa luas telah terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri yang terjadi di zona industri Palur? Bagaiman proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri yang terjadi di zona industri Palur? Apa saja faktor-faktot serta bobot faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur dilihat dari sisi demand/permintaan dan supply/penawaran lahan? Analisis : Analisis perubahan luas lahan pertanian dan lahan industri, menggunakan metode overlay peta Analisis proses perubahan guna lahan pertanian menjadi lahan industri, menggunakan metode kualitatif diskriptif Analisis faktor permintaan dan penawaran yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri, menggunakan metode analisis faktor Output : Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pengguna lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur Kabupaten Karanganyar dilihat dari sisi demand dan sisi supply Sumber: Analisis, 2010 Tinjauan Teori : Tinjauan terhadap industri Tinjauan terhadap lahan Tinjauan terhadap alih fungsi lahan pertanian Data : Peta rencana penggunaan lahan Peta penggunaan lahan eksisting Persebaran dan lokasi industri Karakteristik fisik dan harga lahan Sarana dan prasarana Arahan pengembangan zona industri Palur Karakteristik aktifitas sosial ekonomi yang berkembang Karakteristik segmen pasar yang berkembang Varibel-variabel penentu perubahan guna lahan dari sisi permintaan dan penawaran Gambar 1.4 Kerangka Studi Tujuan : mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur dilihat dari sisi permintaan dan penawaran terhadap lahan Sasaran : Mengidentifikasi perubahan luas lahan pertanian dan lahan industri di zona industri Palur. Mengidentifikasi proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur Mengidentifikasi faktor-faktor demand yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur Mengidentifikasi faktor-faktor supply yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur

digilib.uns.ac.id BAB 2 KONSEP-KONSEP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI 2.4 Tinjauan Umum Industri Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Djoko santoso, 2003:11 membagi industri menjadi empat, yaitu: 1. Industri Rumah Tangga Seperti industri batik tulis, kerajinan tenun, kerajinan logam, kerajinan anyaman, kerajinan ukir-ukiran, dan kerajinan tanah liat. 2. Industri Ringan Seperti industri jenang dodol, industri batik cap, dan industri sepatu. 3. Industri sedang Seperti industri pakaian jadi dan industri percetakan. 4. Industri Besar Seperti industri dasar (mesin, besi baja, pemintalan, dan kimia dasar) Dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 16/Permen/M/2006, yang dimaksud dengan zona industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 2.4.1 Aktifitas Industri Aktifitas industri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang berkaitan satu sama lain sebagai suatu sistem produksi. Sistem produksi adalah gabungan dari beberapa unit/elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan (Djojodipuro, 1990:7). 23

digilib.uns.ac.id 24 Secara garis besar sistem produksi industri terbagi menjadi tiga bagian yaitu input, proses produksi dan output industri. Input sistem produksi terdiri dari bahan baku, tenaga kerja dan dana. Sedangkan proses produksi meliputi fasilitas, mesin dan peralatan, serta lingkungan kerja dan output sistem yang berupa produk yang dihasilkan (Djojodipuro, 1990:7-8). Dalam faktor yang termasuk input, proses dan output, masih terdapat faktor lain yaitu berupa permintaan pasar, manajemen perusahaan, lingkungan eksternal yang meliputi pemerintah, teknologi, perekonomian dan kondisi sosial politik (David&Russel, 1994:11). Selain itu, Smith (1981:84) menambahkan bahwa masih terdapat faktor transportasi dan pasar dalam proses produksi industri. Input : Bahan baku Tenaga kerja Modal Proses produksi Output/ produk Pasar Transportasi Sumber : Smith, 1981:24 Gambar 2.1 Sistem Proses Produksi 2.4.2 Kebijakan Pengaturan Lokasi Industri Penanganan masalah pendirian di suatu daerah melibatkan berbagai instansi dalam proses perizinannya. Secara umum penanganan dilakukan oleh dua instansi yang berbeda untuk jenis yang berbeda pula, yakni BKPM/BKPMD (Badan Koordinasi Penanaman Modal/Daerah) serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Dalam hal pengaturan lokasi industri, proses terjadi pada tingkatan Daerah Tingkat II. Instansi Pusat dan Dati I, tidak memiliki kebijaksanaan pengalokasian khusus karena hanya mengeluarkan Persetujuan Prinsip Usaha dan Izin Usaha Tetap (IUT). Mengenai persetujuan lokasi industri, instansi ini berpedoman pada rekomendasi yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengacu

digilib.uns.ac.id 25 pada Rencana Tata Ruang yang telah ada. Adapun jenis dan proses pengaturan lokasi dapat dilihat dari gambar berikut. Mengajukan usulan usaha dan fasilitas yang diinginkan Izin Usaha Tetap Izin tenaga kerja asing Kanwil perindustrian Investor Mengajukan usulan lokasi usaha Izin lokasi oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kodya sesuai RTR Permohonan HGB Izin lokasi oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kodya sesuai RTR Perusahaan di luar kawasan/ kawasan berikat Perusahaan di dalam kawasan industri Sumber : Keppres No.41 tahun 1996 Izin UUG oleh sekwilda dati II a.n. Bupati/ Walikota Gambar 2.2 Bagan Proses Pengaturan Lokasi Industri Bagan tersebut menunjukkan bahwa lokasi industri sangat bergantung dari kualitas rencana tata ruang yang ada, dan pemerataan pertumbuhan industri akan sulit terjadi. Bila perencana dan pemda salah menetapkan rencana pengalokasian kegiatan industri, maka dampak apapun akan terjadi. Padahal posisi pemerintah pusat dalam mempengaruhi lokasi kegiatan ekonomi sangat penting. 2.4.3 Teori Lokasi 2.4.3.1 Teori Alfred Weber Pemilihan lokasi industri menurut Weber didasarkan pada prinsip meminimalisasi biaya. Weber mengatakan commit to bahwa user lokasi setiap industri tergantung

digilib.uns.ac.id 26 pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan transportasi dan bahan baku, Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau Locational Triangle untuk memperoleh lokasi optimum (Tarigan, 2005:140). 2.4.3.2 Teori Lokasi Pasar Losch Teori ini didasarkan pada permintaan (demand). Dalam teori ini diasumsikan bahwa lokasi optimum dari suatu pabrik atau industri adalah apabila dapat menguasai wilayah pemasaran yang luas sehingga dapat dihasilkan pendapatan yang besar. Untuk membangun teori ini, Losch juga berasumsi bahwa pada suatu tempat yang topografinya datar atau homogen, jika disuplai dari pusat (industri), volume penjualan akan membentuk kerucut. Semakin jauh dari pusat industri, semakin berkurang volume penjualan barang karena harganya semakin tinggi akibat dari naiknya biaya transportasi. Berdasarkan teori ini setiap tahun pabrik akan mencari lokasi yang dapat menguasai wilayah pasar seluas-luasnya. Di samping itu, teori ini tidak menghendaki pendirian pabrik-pabrik secara merata dan saling bersambung sehingga berbentuk heksagonal karena hal ini akan menyebabkan harga semakin turun/murah. Terhadap pandangan Losch ini, perlu dicatat bahwa saat ini banyak pemerintah yang melarang industri berada di dalam kota. Dengan demikian lokasi produksi/industri harus bergeser ke pinggir kota atau bahkan ke luar kota dengan membuka kantor pemasaran di dalam kota. Artinya dalam industri tersebut walaupun proses produksi berada di luar kota tetap merupakan bagian dari kegiatan kota dalam arti kata memanfaatkan range atau wilayah dari kota tersebut (Tarigan, 2005:145).

27 Lokasi Standar Teknis Jarak terhadap pusat kota Jarak terhadap permukiman Jaringan jalan Fasilitas dan prasarana Kualitas air sungai Peruntukan lahan Komplek Industri Estet Industri Tabel 2.1 Kriteria Lokasi Industri Lahan Peruntukan Industri Di luar kota Maksimum 15 km Daerah pinggiran kota Terpisah dari permukiman Di sekitar jalan regional Minimal tersedia sumber air Terlayani sungai golongan C, D, E Budidaya pertanian Kawasan Berikat/ Bonded Zone Daerah pinggiran kota dengan aksesibilitas tinggi ke pelabuhan/ airport Minimal 2 km Minimal 3 km Terpisah dari permukiman Di sekitar jalan regional Dalam radius pelayanan listrik, air bersih, telekomunikasi, sistem transportasi dan perbankkan Terlayani sungai golongan C, D, E Budidaya pertanian Di sekitar jalan regional Dalam radius pelayanan listrik, air bersih, dan telekomunikasi Terlayani sungai golongan C, D, E Budidaya pertanian Di sekitar jalan regional Dalam radius pelayanan listrik, air bersih, telekomunikasi, sistem transportasi terutama pelabuhan/ airport dan kargo terminal Terlayani sungai golongan C, D, E Budidaya pertanian Pemukiman Industri kecil Sentra Industri Kecil Sarana Usaha Industri Kecil Tak tertentu Tak tertentu Di dalam estet industri Relatif berbaur dengan permukiman Di sekitar jalan lokal Minimal terlayani listrik dan sumber air Terlayani sungai golongan C, D, E Dapat berbaur antara lain dengan permukiman dan pertanian Relatif berbaur dengan permukiman Di sekitar jalan lokal Minimal tersedia sumber air Terlayani sungai golongan C, D, E Dapat berbaur antara lain dengan perdagangan, pertanian dan permukiman Di dalam estet industri Di dalam estet industri Di dalam estet industri Di dalam estet industri Di dalam estet industri Keterangan : Sungai Golongan A : air yang digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu Sungai Golongan A : air baku yang baik untuk air minum dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, selain keperluan A Sungai Golongan A : air baku yang baik untuk air minum dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, selain keperluan A dan B Sungai Golongan A : air yang baik untuk pertanian, usaha perkotaan, industri, listrik tenaga air, lintasan air dan keperluan lain, selain keperluan A, B, C Sungai Golongan A : air yang tidak sesuai untuk keperluan dalam golongan A, B, C dan D Sumber : Kriteria Lokasi Industri dan Standar Teknis Industri, Departemen Perindustrian 1988 dalam RTRK Palur 1991-2001

digilib.uns.ac.id 28 2.5 Tinjauan Terhadap Lahan 2.5.1 Pengertian Lahan Tata guna lahan (landuse) adalah komponen keseluruhan dari suatu bentang alam yang mencakup tutupan vegetasi, tanah, kemiringan, permukaan geomeorfologis, sistem hidrologis dan kehidupan binatang di dalamnya (Nurlambang, 2002:2). Terkadang istilah lahan sering disalahartikan dengan istilah lain sehingga tidak jarang lahan diartikan semata-mata oleh tanah, atau bahkan disamaartikan dengan ruang (space). Namun sesungguhnya ketiganya memiliki definisi dan pengertian yang berbeda-beda. Yang dimaksud dengan tanah (soil) adalah bagian dari lahan yang merupakan kerak atau lapisan teratas bumi yang mampu menunjang kehidupan tanaman secara permanen dan mengatur tata air pada lapisan tersebut. Pengertian lahan dapat ditinjau dari dua segi (Lichfield dan Drabkin, 1980:5), yaitu: Ditinjau dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah hunian tercipta dan mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya. Ditinjau dari segi ekonomi, lahan adalah suatu sumberdaya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi. 2.5.2 Hubungan Lahan dan Aktifitas Pertanian Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk usaha produksi bahan makanan utama seperti beras, palawija (jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian), dan tanaman holtikultura seperti sayur-sayuran (Orleanti, 2000:35). Beberapa masalah pembangunan ekonomi khususnya di dunia ketiga, orang tidak akan lepas dari masalah pertanian. Sedangkan berbicara masalah pertanian, kita tidak bisa terlepas dari lahan. Meskipun mulai saat ini dirintis pertanian tanpa lahan dengan teknologi dan sejenisnya namun tidak sampai beberapa dekade, lahan untuk pertanian masih dibutuhkan mengingat mahalnya teknologi tersebut. Pertanian tangguh yang mampu berfungsi seperti tersebut diatas menjadi harapan untuk mempercepat proses pembangunan negara-negara berkembang.

digilib.uns.ac.id 29 Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah perbaikan masalahmasalah yang menyangkut pemilikan lahan bahkan kalau dipandang perlu bisa dilakukan land reform (Reksohadiprojo, 1998:64-65). 2.5.3 Hubungan Lahan dan Aktifitas Industri Lokasi merupakan tinjauan lahan dari aspek ruang (space). Jika kekayaan alam dapat dipindah ke tempat lain, maka tidak demikian dengan aspek ruang. Dengan tidak bisa dipindahkannya aspek ruang ini maka terdapat perhitungan untung rugi bagi suatu lokasi. Bagi lokasi tertentu cukup menguntungkan sedangkan lokasi lain mungkin kurang menguntungkan. Pentingnya lokasi sebenarnya dapat ditinjau dari tiga hal, yaitu alokasi ekonomi, penggunaan lahan dan status hukum. Konsep lokasi ekonomi berdasar anggapan bahwa suatu tempat dapat menikmati keuntungan lokasi di bidang tempat lainnya berupa antara lain berkurangnya biaya dan waktu tranportasi ke pusat pasar, adanya produksi yang lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah pada tempat tertentu (Reksohadiprojo, 1998:58). Upaya yang dilakukan dalam mewujudkan tujuan tersebut diantaranya dengan memperkecil biaya yang dikeluarkan. Penempatan pabrik yang baik dengan sendirinya adalah pada lokasi yang dapat menyumbangkan keuntungan terhadap penghematan biaya transportasi, produksi dan distribusi. Kesalahan pemilihan lokasi akibat kurangnya perencanaan akan mengakibatkan pemborosan dalam jangka waktu yang panjang. Lokasi diisyaratkan dapat membawa keuntungan dari masa pra produksi melalui biaya transportasi bahan baku, alat produksi, tenaga dan sebagainya sampai masa produksi dan biaya pascaproduksi. Pengaruh kehadiran industri terhadap perkembangan dan tata ruang wilayah atau kota sudah dirasakan sejak awal revolusi industri yang dimulai dengan penemuan teknologi mesin uap pada tahun 1769. Pembangunan industri kota-kota Eropa pada awalnya di pusat kota, bersamaan dengan itu pusat kota menjadi tempat yang kotor, kumuh dan penuh kesemrawutan sebagai konsekuensi logis peningkatan aktifitas kota (Catanese, 1989:14). Hal ini mengakibatkan struktur kota berubah dan timbul pula teori-teori keruangan yang membicarakan

digilib.uns.ac.id 30 pola guna lahan menyangkut lokasi konsentrasi industri seperti teori Alfred Weber, Edgar Hoover, Losch, Von Thunnen, dan lainnya. Di Indonesia, penyebaran industri memiliki kecenderungan bergerak dari daerah kota ke arah daerah pinggiran kota atau daerah yang disebut Sub Urban Area (Desa Kota), dikarenakan peningkatan pembangunan transportasi. Pergeseran ini terjadi pada masa 80-an sampai 90-an yang didukung pula oleh kebijaksanaan paemerintah daerah yang pada umumnya mengarahkan pertumbuhan industrinya ke daerah pinggiran (Koestoer dalam Iskandar, 1997:3) Pergeseran penyebaran ini disebabkan pula oleh beberapa pertimbangan (Koestoer dalam Iskandar, 1997:3-4) antara lain karena: Adanya kompetisi penggunaan lahan/ruang yang sangat ketat di daerah kota sehingga berdampak pada tingginya nilai lahan. Daerah pinggiran pada awalnya relatif lapang, sehingga penempatan industri diasumsikan dapat aman dan tidak mengganggu kelancaran dan ketertiban lalulintas. Disisi lain dengan kelancaran lalulintas akan meningkatkan akses ke perusahaan industri. Hal ini yang menyebabkan persebaran terpola di sekitar jalan raya. Pertimbangan kedekatan dengan sumber air. Terlepas dari batasan fisik yang masuk dalam wilayah ini adalah daerah ambang antara kota dan desa yang terjadi karena perluasan kota terutama daerah metropolitan. Kecenderungan ini disebabkan oleh banyak hal diantaranya yang telah dikemukakan di atas. Perkembangan pada awal abad dua puluh satu lahir suatu masa yang disebut era globalisasi, di mana tersebarnya hubungan-hubungan aktifitas dari batasan geografis maupun masyarakat. Era ini dimulai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dapat dipastikan akan terjadi perubahan dan perkembangan dalam pembangunan industri terutama menyangkut lokasi industri, atas roda sejarah yang telah berputar yang menunjukkan adanya korelasi sangat positif antara pertumbuhan industri dan teknologi (Smith, 1981:14).

digilib.uns.ac.id 31 Para perencana kota dan wilayah harus dapat membaca trend yang muncul dalam masa globalisasi agar dapat mengantisipasi atau dapat meminimalisir dampak negatif yang mungkin akan muncul. Ketidaksiapan para perencana tata ruang dalam menghadapi perubahan hanya akan melahirkan kerugian dan kesemrawutan. Hal ini terjadi pada setiap masa perkembangan industri. Perencana selalu bersikap reaktif, dimana melakukan perencanaan setelah timbul permasalahan yang besar. Pada masa revolusi industri lahir konsep Garden City, muncul setelah lingkungan kota rusak (Catanese, 1989:17). 2.5.4 Harga Lahan Lahan adalah komoditi yang dapat diperjualbelikan dan memiliki harga/ nilai tergantung dari berbagai permintaan. Harga lahan berbeda secara keruangan, mencerminkan ketersediaan kualitas baik di pusat kota daripada lahan berkualitas rendah di lokasi periphery dan biasanya memiliki harga tinggi di pinggiran kota dimana kompetisi lahan antara aktifitas pertanian, industri, komersial dan perumahan sering terjadi. Dalam situasi ini, pertanian biasanya beralih fungsi meskipun petani dapat lebih berusaha untuk mendapatkan keuntungan dengan menggunakan teknologi dan sejenisnya. Penukaran lahan semula dengan lahan yang lebih murah di lokasi lain biasanya sering terjadi (Healey dan Ilbery, 1990:47). Faktor terbesar yang menyebabkan harga lahan meningkat yaitu adanya perlakuan spekulasi pembeli dalam pasar kepemilikan lahan. Lahan adalah input yang penting bagi proses produksi dan sejumlah lembaga keuangan, bergantung pada ketersediaan lahan. Industri menggunakan skala besar dan banyak perusahaan ingin memiliki lahan di mana mereka beroperasi (Healey dan Ilbery, 1990:51). 2.5.5 Teori Permintaan dan Penawaran Lahan Pada dasarnya, pembentuk harga lahan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu adanya fungsi permintaan (demand function) dan fungsi penawaran lahan (supply function). Kedua fungsi tersebut akan membentuk harga lahan yang terdapat pada gambar di bawah ini.

digilib.uns.ac.id 32 Pola permintaan dan penawaran lahan juga berlaku unuk lahan industri. Semakin banyak permintaan produksi industri maka kebutuhan akan lahan industri juga akan semakin tinggi. Tersedianya lahan pertanian yang produktifitasnya rendah maka akan dikonversi untuk memenuhi permintaan yang ada. Dari permintaan dan penawaran tersebut harga lahan industri akan tercapai. Rent of land for A particular use R S D. Sumber : Harvey, 1992:173 2.5.5.1 Teori Permintaan Lahan 0 M Land demand and suppy For a particular use Gambar 2.3 Penentu Harga Lahan Permintaan lahan adalah refleksi dari keuntungan atau kebutuhan yang muncul dari penggunaan tertentu oleh masyarakat sebagai pengguna potensial. Makin besar keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan lahan di lokasi tersebut untuk berbagai tujuan, maka makin tinggi harga lahan atau sewa lahan, tidak menghambat keinginan pengguna untuk membayarnya (Harjanti, 2001:134). Permintaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor keuntungan lokasi. Keuntungan lokasi tersebut sangat dipengaruhi oleh : Jarak dari pusat kota Aksesibilitas Jumlah pesaing (pemasaran produk) Efek-efek eksternal untuk meminimalisasi biaya Fungsi permintaan sebagai salah satu faktor pembentuk harga lahan, juga berpengaruh pada fluktuasi harganya. commit Makin to user tinggi permintaan lahan maka harga

digilib.uns.ac.id 33 lahan akan semakin tinggi pula, dengan catatan lahan yang yang ditawarkan adalah tetap. Fungsi lahan dapat diasumsikan sebagai fungsi permintaan. Harga lahan Permintaan Jumlah lahan yang ditawarkan Sumber : Chinloy dalam Harjanti, 2001:134 Gambar 2.4 Pengaruh Permintaan terhadap Harga Lahan Kota 2.5.5.2 Teori Penawaran Lahan Penawaran total terhadap tanah pada setiap negara dipengaruhi oleh keuntungan teritorial dan keterbatasan jumlah lahan. Tetapi penawaran lahan untuk penggunaan tertentu dapat ditingkatkan atau diturunkan, dengan kata lain perubahan dalam penawaran terkait dengan waktu, dimana penggunaan lahan pada suatu tempat dapat berubah seiring dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Sebagai contoh adalah perubahan lahan dari penggunaan lahan perkebunan/hutan menjadi penggunaan lahan lain, dari pertanian menjadi perkotaan, begitu pula dari permukimam menjadi perkantoran atau komersial, termasuk perubahan lahan pribadi menjadi ruang publik (Balchin dan Piere dalam Harjanti, 2001:135). Peningkatan perubahan lahan cenderung berkembang lebih lambat menyebabkan permintaan akan lahan yang memegang kendali. Dengan meningkatnya permintaan yang tidak diikuti dengan penawaran yang mencukupi harga lahan, dimungkinkan untuk meningkat tidak terkendali. Meningkatnya permintaan lahan tersebut adalah akibat dari inflasi, kemudahan mendapatkan kredit, pertumbuhan penduduk, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Berikut ini adalah grafik pengaruh penawaran terhadap harga lahan perkotaan.

digilib.uns.ac.id 34 Harga lahan Penawaran Lahan yang ditawarkan Sumber : Chinloy dalam Harjanti, 2001:135 Gambar 2.5 Pengaruh Penawaran terhadap Harga Lahan Kota 2.6 Tinjauan terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian 2.6.1 Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai perubahan suatu jenis penggunaan lahan ke penggunaan lahan lainnya. Konversi lahan merupakan suatu tindak lanjut penyesuaian penggunaan lahan dalam fungsinya sebagai ruang kota, terhadap peningkatan kebutuhan ruang untuk aktifitas sosial dan ekonomi kota berikut sarana dan prasarana penunjangnya, serta penduduk kota (Wijaya dalam Orleani, 2000:46). Konversi lahan atau alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan dapat juga bersifat sementara. Jika lahan pertanian beririgasi teknis berubah menjadi perumahan atau industri, maka alih fungsi lahan ini bersifat permanen. Penggunaan lahan dipengaruhi oleh tiga sistem yang merupakan keterkaitan antara bagian dalam struktur ruang kota (Chapin, 1979:28-31), yaitu : Sistem aktifitas kota, berhubungan dengan manusia dan lembaganya, seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintahan, dan lembaga-lembaga lainnya dalam mengorganisasikan hubungan keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dalam waktu dan ruang. Sistem pengembangan lahan, berhubungan dengan proses konversi atau rekonversi lahan (ruang) dan penyesuaiannya bagi kegunaan manusia dalam mendukung sistem aktifitas yang telah ada sebelumnya. Sistem lingkungan, berhubungan dengan unsur-unsur biotik dan abiotik yang hasilnya dari proses commit alam yang to user terkait dengan air, udara dan zat-zat

digilib.uns.ac.id 35 yang lain. Sistem ini berfungsi untuk menyediakan tempat bagi kehidupan manusia dan habitat serta sumberdaya untuk mendukung kelangsungan hidup mereka. Pada dasarnya ketiga sistem tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dan akan membentuk suatu pola penggunaan lahan yang akan terus berkembang sesuai perkembangan kota. 2.6.2 Faktor Penentu Perubahan Pengunaan Lahan Ditinjau dari Sisi Pengusaha Industri Pengaruh faktor utama dan turunannya dalam proses pemilihan lokasi industri berbeda-beda menurut fase pemilihan. Proses didasarkan pada pemahaman atas konsep lokasi tiga fase, yaitu fase pemilihan daerah, lingkungan dan tapak. Pelaksanaan pemilihan melalui tiga fase ini akan menyempitkan pilihan dari faktor yang besar, sehingga pemilihan tapak akan lebih terarah (Apple dalam Iskandar, 1997:24). Namun pemilihan lokasi pabrik seringkali tidak mempertimbangkan faktor-faktor lokasi secara merata, hal ini dilakukan baik kesengajaan maupun karena kekurangtelitian perencana. Adapun yang dimaksud kesengajaan adanya pengaruh satu dua faktor yang terlalu besar, yang menyebabkan perhitungan secara ekonomis tidak perlu dilakukan dengan cermat karena kepentingan tertentu. Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah (Harding dalam Iskandar, 1997:2004) : Bahan baku/sumberdaya alam meterial mencakup jenis bahan baku, jarak dari lokasi sumber, harga, dan kualitas serta ketersediaan bahan dalam jangka waktu yang panjang serta biaya angkut yang murah. Pasar (market), meliputi kuantitas pembeli serta karakteristiknya dan persaingan. Tenaga kerja (labour), meliputi biaya atau Upah Minimal Regional (UMR), sikap pekerja, kualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan jumlah penduduk yang terdidik. Pembangkit tenaga (power), terdiri kapasitas ketersesiaan dari tenaga listrik, gas alam, air dan bahan bakar.

digilib.uns.ac.id 36 Fasilitas perkotaan, diantaranya perumahan bagi karyawan, pusat perbelanjaan, kesehatan dan pengolahan limbah. Akses transportasi, terhadap sistem lalulintas dan jalan, tingkat pencapaian fasilitas (pelabuhan, bandar udara, kereta api, dsb), biaya angkut, laju muatan dan kapasitas. Iklim, mencakup arah angin, ketinggian, pengaruh cuaca, suhu udara dan termasuk bahaya banjir. Kebijaksanaan pemerintah, meliputi peraturan mengenai pengendalian limbah, perpajakan, birokrasi, insentif dari pemerintah, perbankan, dsb. Untuk melihat faktor-faktor pertimbangan lokasi industri menurut beberapa pakar dapat dilihat dari tabel 2.2. 2.6.3 Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Ditinjau dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian Studi mengenai penentuan keputusan dari segi pertanian telah memperjelas kekurangan pendekatan neoklasik terhadap lokasi pertanian, dengan menggunakan pengetahuan yang komplit dan rasionalitas ekonomi. Mather, 1986 dalam Healey dan Ilbery, 1990:191 telah menggambarkan secara skematis beberapa faktor baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penentuan keputusan penggunaan lahan. Faktor-faktor ini terdiri dari faktor intenal dan eksternal alami, meliputi usia, kemampuan, dan kepribadian pemilik lahan pertanian serta luasan lahan. Proses-proses yang digambarkan dalam bagan, sama dengan matriks perilaku yang dikemukakan oleh Pred (1967), dengan jangkauan keputusan mulai dari tingkat kesadaran, pemikiran rasional sampai perilaku non rasional (Healey dan Ilbery, 1990:191). Bukti nyata yang telah terbentuk dalam kaitannya dengan tujuan pembuatan keputusan pertanian yaitu berdasarkan asumsi bahwa tujuan satusatunya dari mengolah lahan pertanian adalah pemaksimalan keuntungan dan mewujudkan tuujuan serta nilai-nilai. Utilitas dapat didefinisikan sebagai kepemilikan diharapkan dapat menghasilkan keuntungan, kesenangan dan kebaikan bagi suatu kelompok (Mather, 1986 dalam Healey dan Ilbery, 1990:192). Keuntungan non material dan elemen personal yang tergabung dalam

digilib.uns.ac.id 37 konsep tidak sama untuk setiap orang. Tujuan dan nilai-nilai berkaitan dengan motivasi para pemilik lahan dimana lebih ditekankan pada pembuatan jalannya keputusan. Gasson 1973 dalam dalam Healey dan Ilbery, 1990:92 mengklasifikasikan nilai-nilai yang kemungkinan besar terhadap pada situasi dan suasana pertanian ke dalam empat kelompok besar, yaitu : Instrumental, dimana bertani digambarkan sebagai media memperoleh pendapatan dan rasa aman dalam kondisi kerja yang menyenangkan Sosial, dimana dengan bertani akan dapat menjalin hubungan antar individu dalam bekerja Ekspresif, dimana dengan bertani dapat mengekspresikan diri dan memenuhi kepuasan pribadi Instrinsik, dimana bertani dinilai sebagai aktifitas yang merupakan hak individu Keempat kelompok tersebut relatif satu sama lain dalam mempengaruhi keputusan pemilik lahan pertanian dalam suatu situasi. Menurut Gasson, pentingnya motif non ekonomi, yaitu konsep pemuasan dalam mengolah lahan pertanian lebih ditekankan (Gasson, 1973 dalam Healey dan Ilbery, 1990:92). Untuk melihat pendapat beberapa para ahli mengenai faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan dari sisi pemilik lahan pertanian dapat dilihat pada tabel 2.3.

38 Pemilihan daerah 1. Bahan baku 2. Pasaran 3. Transportasi 4. Hk. Negara 5. Pajak Iklim pemilihan kota 1. Buruh 2. Jumlah penduduk 3. Pajak setempat 4. Fas. Pelayanan 5. Utilitas 6. Trasnportasi 7. Pajak 8. Peraturan perwilayahan 9. Peraturan kota 10. Biaya hidup 11. Sikap lingkungan (masyarakat pemerintah) Tabel 2.2 Faktor-Faktor Lokasi Industri (a) Apple (b) Harding (c) Smith (d) Sofyan Assauri (e) Kartasapoetra Dalam studi ini Faktor-faktor lokasi 1. Bahan baku dan Faktor-faktor utama 1. Bahan mentah makro energi 1. Letak bahan dari baku - Kemudahan 1. Jarak dari bahan baku 2. Pasar dan harga 2. Letak dari pasar didapat 2. Posisi terhadap pasar 3. Tenaga kerja 3. Tenaga kerja - Persediaan 3. Tenaga kerja yang 4. Transportasi 4. Power stasion/ listrik - Harga layak banyak 5. Kebijakan 5. Fasilitas - Kualitas 4. Akses dengan pemerintah pengangkutan - Biaya angkut transportasi 6. Kondisi lahan 2. Tenaga kerja 5. Iklim setempat 7. Aglomerasi 3. Energi penggerak 6. Persetujuan 8. Keuangan dan 4. Iklim pemerintah perlengkapan 5. Keamanan/ 7. Subsidi investasi 9. Bentuk dan skala stabilitas 8. Biaya hidup operasi usaha 6. Adat budaya penduduk Faktor spesifik lokasi detail 1. Kualitas tenaga kerja 2. Sumber energi lain 3. Posisi dari fasilitas kota 4. Pengetahuan limbah 5. Akses transportasi 6. Perda tentang lingkungan dan jalan 7. Tanah dan iklim 8. Lahan untuk luasan 9. Jenis industri lain di sekeliling Sumber : Adaptasi dari Iskandar, 1998 dan modifikasi Faktor sekunder 1. Water supply 2. Fasilitas service 3. Fasilitas pembelanjaan 4. Perumahan yang ada dan fasilitas lainnya 5. Ikliim 6. Pajak dan UU buruh 7. Lingkungan masyarakat 8. Tanah 9. Biaya tanah dan gedung 10. Rencana masa depan 11. Rencana perluasan 1. Lokasi bahan baku (a,b, d, e) 2. Harga bahan baku (a, e) 3. Pasar/ konsumen (a, b, c, d e) 4. Jumlah tenaga kerja (a, b, c, d, e) 5. Tingkat Pendidikan tenaga kerja (a, b, c, d, e) 6. Sumber energi (b, d, e) 7. Ketersediaan air (d) 8. Fasilitas perkotaan (a, b, d) 9. Transportasi (a, b, c) 10. Iklim (a, b, d, e) 11. Intervensi pemerintah (a, b, c) 12. Sikap pemerintahmasyarakat (a, d, e) 13. Stabilitas keamanan (a, d, e) 14. Kondisi fisik lahan (b, c) 15. Investasi/ modal (b) 16. Harga lahan (d) 17. Kedekatan dengan CBD (b, d)

digilib.uns.ac.id 39 Tabel 2.3 Faktor-Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Ditinjau dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian Sumber Faktor-faktor penentu Dalam studi ini Mather, 1986 Internal (intrinsik) - Pendidikan - Usia - Kemampuan - Kepribadian Eksternal (ekstrinsik) - Luas lahan - Unit informasi - Budaya Internal - Pendidikan - Usia - Pekerjaan - Penghasilan - Pola pemikiran masyarakat yang semakin berkembang tentang pekerjaan Eksternal - Luas lahan - Biaya produksi - Pajak tanah - Penawaran yang tinggi dari pihak perusahaan Gasson, Intrinsik 1973 - Keleluasaan - Melakukan pekerjaan yang disukai - Kehidupan yang menyehatkan di luar ruangan Ekspresif - Banyak tantangan - Mendorong kreatifitas - Kebanggaan dalam memiliki lahan pertanian - Melatih kemampuan khusus yang dimiliki Instrumental - Membuat pendapatan yang maksimum - Mendapat pendapatan yang memuaskan - Pendapatan yang membuat rasa aman di kemudian hari - Memperluas usaha - Dapat menyusun waktu kerja Sosial - Masuk ke dalam suatu komunitas sendiri - Kebanggaan sebagai seorang petani - Melanjutkan tradisi keluarga - Pekerjaan yang dekat dengan rumah dan keluarga Sumber : Gason, 1973 dalam Healey dan Ilbery, 1990 : 190-192 dan hasil modifikasi

40 Penggunaan lahan pertanian Penggunaan lahan industri Permintaan lahan Faktor eksternal Kedekatan dengan CBD Intervensi pemerintah Sikap penerimaan masyarakat Stabilitas keamanan Sosialisasi RTRK Jangkauan pasar Faktor penunjang faktor produksi Fisik lahan Ketersediaan air Sarana dan prasarana Aksesibilitas Harga lahan Iklim Sumber energi Faktor input proses produksi Modal Lokasi bahan baku Harga bahan baku Jumlah tenaga kerja Tk. Pendidikan tenaga kerja faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri Faktor demand penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri Faktor supply penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri Kebijakan pemerintah RTRK Palur RTRW Kabupaten Karanganyar RUTRK-RDTRK IKK Jaten SK Gubernur JawaTengah Undang-undang dan peraturan terkait Penawaran lahan Harga, lokasi, luas, dan pajak lahan Biaya produksi lahan pertanian Pendidikan, pekerjaan, penghasilan, usia, dan pola pikir pemilik lahan pertanian Sumber : Analisis Gambar 2.6 Kerangka Teori

digilib.uns.ac.id BAB 3 TEMUAN LAPANGAN 3.3 Tinjauan Regional Wilayah Perkotaan Surakarta 3.3.1 Perkembangan Wilayah Perkotaan Surakarta Menurut RTRW Jawa Tengah, terdapat delapan kawasan strategis yang mendapatkan prioritas pengembangan daerah dan wilayah. Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar termasuk dalam kawasan strategis SuBoSuKa (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar). Kota Surakarta merupakan pusat pertumbuhan bagi Wilayah Pembangunan IV Jawa Tengah. Wilayah terbangunnya secara fisik telah tumbuh dan berkembang melebihi batas administratifnya (over bounded). Perkembangan ini masih akan terjadi terutama di wilayah administrasi kabupaten tetangga yang berbatasan dengan Kota Surakarta. Palur merupakan suatu daerah di pinggiran Kabupaten Karanganyar yang berbatasan dengan Kota Surakarta. Letak geografis Kabupaten Karanganyar yang berdekatan dengan Kota Surakarta menjadikan perkembangan Kota Surakarta merambat kuat ke wilayah Kabupaten Karanganyar. Sehingga daerah-daerah ini telah menjadi satu kesatuan dalam perkembangan Kota Surakarta. Dengan demikian wilayah terbangun ini dapat disebut sebagai Wilayah Perkotaan Surakarta. Daerah-daerah ini direncanakan sebagai simpul-simpul perkembangan bagi Wilayah Perkotaan Surakarta. Simpulsimpul tersebut antara lain adalah: Kota Surakarta sebagai pusat utama Sebagai pusat orde utama mempunyai fungsi sebagai pusat pemerintahan dan perkantoran, perdagangan-jasa, industri, rekreasi, olahraga, pendidikan dan budaya. Kartasura, Grogol dan Jaten sebagai pusat orde kedua o Kecamatan Kartasura diarahkan, arahan pengembangan untuk perdagangan-jasa, perbengkelan, perumahan dan pendidikan perguruan tinggi. 41

digilib.uns.ac.id 42 o Kecamatan Grogol, arahan pengembangan untuk perumahan dan fasilitas. o Kecamatan Jaten, arahan pengembangan untuk perumahan, perdagangan dan industri. Colomadu, Baki, Gondangrejo dan Gatak sebagai pusat orde ketiga. o Kecamatan Colomadu, arahan pengembangan untuk perumahan dan perdagangan. o Kecamatan Baki, arahan pengembangan untuk perumahan, industri batik dan pertanian. o Kecamatan Gatak, arahan pengembangan untuk perumahan dan pertanian o Kecamatan Gondangrejo, arahan perkembangan untuk perumahan, industri dan pertanian. Untuk mengetahui lebih jelas keberadaan zona industri Palur dalam hirarki pusat wilayah perkotaan Surakarta dapat dilihat pada gambar 3.1. 3.3.2 Hubungan Perkembangan Kota Surakarta dan Kota Karanganyar terhadap Perkembangan Zona Industri Palur Dalam RUTRK-RDTRK IKK Jaten disebutkan bahwa tumbuh dan berkembangnya zona Palur selain dipengaruhi oleh tata letak dan aksesibilitas serta potensi wilayah pendukungnya, juga sangat dipengaruhi oleh sistem perkotaan secara internal (kecamatan) dan sistem hubungan dengan kota-kota disekitarnya secara eksternal (kabupaten/provinsi). Kota Karanganyar sebagai kota sedang merupakan ibukota Kabupaten Dati II Karanganyar. Dengan semakin berkembangnya Kota Karanganyar, maka membawa konsekuensi-konsekuensi, yaitu: Semakin meningkatnya kebutuhan hidup Bertambah padatnya kegiatan sepanjang jalan Jaten-Surakarta-Sragen Terjadi limpahan investasi yang meluas keluar Kota Karanganyar maupun Kota Surakarta

digilib.uns.ac.id 43 Dengan demikian, alternatif pengembangan fungsi zona Palur bagi Kota Karanganyar adalah: Sebagai salah satu area pengumpul dan penyangga bagi pelayanan ekonomi atau hasil bumi bagi Kota Karanganyar Sebagai salah satu kota transit bagi arus regional Kota Surakarta menuju Kota Karanganyar 3.3.3 Arahan Pengembangan Kabupaten Karanganyar dan Zona Industri Palur Meskipun termasuk sebagai salah satu daerah imbas perluasan perkembangan Kota Surakarta, zona Palur masih berada dalam batasan administrasi Kabupaten Karanganyar. Sehingga arahan pengembangan daerah Palur masih tetap masuk dalam pola perwilayahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karanganyar. Menurut pola perwilayahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar, wilayah Kabupaten Karanganyar dibagi atas tujuh Sub Wilayah Pembangunan (SWP) dengan spesifikasi pengembangan wilayah sebagai berikut: Sub Wilayah Pembangunan I SWP I memiliki pusat di Kota Karanganyar dengan wilayah pembangunan meliputi Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Tasikmadu dan Kecamatan Mojogedang. Sektor pemerintahan dan pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah pendidikan, perumahan, kesehatan, perhubungan, perdagangan dan pertanian. Sub Wilayah Pembangunan II SWP II dengan pusat di Kecamatan Jaten meliputi Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat. Sektor pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan meliputi sektor perdagangan, perhubungan, pertanian dan industri. Sub Wilayah Pembangunan III SWP III berpusat di Kota Karangpandan dengan wilayah pembangunann meliputi Kecamatan Karangpandan, Kecamatan Kerjo dan Kecamatan Matesih. Sektor pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk

digilib.uns.ac.id 44 dikembangkan meliputi sektor perkebunan, perdagangan, perhubungan, pariwisata dan perikanan. Sub Wilayah Pembangunan IV SWP IV dengan pusat di Kecamatan Tawangmangu, meliputi Kecamatan Tawangmangu, Kecamatan Ngargoyoso dan Kecamatan Jenawi. Sektor pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan meliputi sektor pariwisata, perhubungan, perkebunan, pertanian holtikultura dan perdagangan. Sub Wilayah Pembangunan V SWP V dengan pusat di Kecamatan Jumapolo meliputi wilayah pembangunan Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Jumantono, Kecamatan Jatiyoso dan kecamatan Jatipuro. Sektor pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan meliputi sektor pertanian, peternakan, pengairan dan perdagangan. Sub Wilayah Pembangunan VI SWP VI memiliki wilayah pembangunan Kecamatan Colomadu. Adapun Sektor pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan meliputi perumahan, pendidikan, perhubungan dan perdagangan. Sub Wilayah Pembangunan VII SWP VII dengan pusatnya di Kecamatan Gondangrejo. Sektor pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor industri, perhubungan, perumahan dan perdagangan. 3.3.4 Kebijakan Pengembangan Aktivitas Industri di Zona Industri Palur Perkembangan kegiatan industri di zona industri Palur secara hukum telah dihentikan sejak tanggal 5 Juni 1980, dengan keluarnya SK Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/6865 Tahun 1980. Dengan demikian, sejak saat itu tidak lagi dikeluarkan izin untuk industri baru. Pembatasan pemberian izin tersebut diperkuat melalui SK Gubernur tanggal 4 Juli 1988 No. 593.8/13862 dan Surat Ketua BKPMD tanggal 17 April 1990 No. 593.8/779/1990/II perihal Kawasan Industri Kabupaten Daerah tingkat II Karanganyar. Berdasarkan hasil kesepakatan antara Menteri Negara KLH dengan Gubernur Provinsi Jawa Tengah,

digilib.uns.ac.id 45 pengembangan kegiatan industri di Zona industri Palur terbatas hanya pada lahan sela antara jalan arteri primer Palur-Sragen dengan rel KA dengan luas 109,506 Ha. Lahan yang terletak di sebelah barat jalan arteri primer Palur-Sragen tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan industri kecuali yang telah dan mempunyai izin serta tidak menggunakan lahan irigasi teknis. Demikian pula dengan lahan di sepanjang jalan kolektor primer Palur-Karanganyar, kegiatan industri sama sekali dihentikan kecuali yang telah ada dan mempunyai ijin serta tidak menggunakan lahan irigasi teknis. Dengan demikian maka pemanfaatan ruang industri sampai akhir tahun perencanaan hanya terdapat di Desa Dagen, Desa Jetis dan Desa Brujul yang berada di lahan yang telah ditetapkan, yaitu antara jalan arteri Palur-Sragen dengan rel KA, sedangkan kegiatan industri yang berada di luar yang telah ditetapkan dapat dikembangkan sepanjang untuk perluasan dan tidak menggunakan lahan irigasi teknis serta tidak mengganggu lingkungan. Untuk menampung kegiatan industri di masa mendatang di arahkan ke kawasan industri di Gondangrejo yang sebagian besar berupa tegalan dan persawahan tadah hujan. Penunjukan lokasi ini dituangkan ke dalam Surat Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/24547 tanggal 18 Desember 1980 yang ditujukan kepada Bupati Karanganyar. Penunjukan lokasi Gondangrejo ini terakhir ditegaskan kembali oleh Gubernur Jawa Tengah melalui suratnya kepada menteri KLH pada tanggal 4 Maret 1985. Lokasi industri Gondangrejo ini terletak kurang lebih 9 km di sebelah utara Kota Surakarta. Lokasi ini telah direncanakan menjadi lokasi pengganti kawasan industri sesuai dengan SK Gubernur Jawa Tengah No. 008/087968 seluas kurang lebih 700 ha. Kawasan industri Gondangrejo meliputi Desa Tuban, Bulurejo, Wonorejo dan Selokaton. Implementasi rencana tersebut diawali dengan pembebasan lahan tahap I seluas 10 Ha yang terdapat di Desa Bulurejo dan Desa Tuban pada bulan agustus 1986. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahun perencanaannya kawasan pengganti di Kecamatan Gondangrejo masih belum siap untuk menarik minat investor karena sarana prasarana pendukung kegiatan industri belum tersedia. Untuk melihat lebih jelas areal yang masih diperbolehkan dalam pembangunan industri dapat dilihat commit pada gambar to user 3.2.

Gambar 3.1 Peta Hirarki Pusat Kota Wilayah Perkotaan Surakarta 46

Gambar 3.2 Peta Lokasi Industri yang Diizinkan 47

digilib.uns.ac.id 48 3.4 Kondisi Umum Zona industri Palur 3.4.1 Letak Geografis Zona industri Palur merupakan areal yang mencakup beberapa wilayah dan diperuntukkan untuk pengembangan kegiatan industri. Lokasi zona industri Palur berada dalam lingkup wilayah administrasi Kecamatan jaten, Kabupaten Karanganyar. Dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Palur disebutkan bahwa zona industri ini mencakup lima desa, yaitu Desa Dagen, Desa Ngringo, Desa Jetis, Desa Sroyo, Desa Brujul, dengan luas total 1.709,289 Ha. Hal ini disebabkan keberadaan industri di Jaten tersebar di lima desa tersebut. Secara geografis, letak zona industri Palur adalah berada pada garis 110 o 45 35 BT - 110 o 45 49 BT dan 7 o 47 LS - 7 o 56 LS. Sedangkan batas-batas zona industri Palur yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kebakkramat, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tasikmadu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan dengan Kota Surakarta. Lokasi zona industri Palur ini sangat strategis mengingat berada pada lokasi yang menghubungkan antara Kota Surakarta, Kota Sragen dan Kota Karanganyar. Zona Palur ini juga bisa dikatakan sebagai transit antar ketiga kota tersebut. Zona ini berkembang akibat pengaruh keberadaan jalan utama yaitu jalan arteri primer Palur-Sragen, jalan arteri primer Palur-Surakarta, dan jalan kolektor primer Palur-Karanganyar. Kondisi ini sangat mendorong pertumbuhan aktivitasaktivitas yang menggunakan sarana dan prasarana transportasi sebagai media utama, antara lain aktivitas industri dan perdagangan. 3.4.2 Kondisi Fisik Lahan dan Iklim Karakteristik tanah di zona industri Palur merupakan susunan jenis tanah dengan spesifikasi jenis tanah grumosol kelabu. Jenis tanah ini memiliki struktur keras di bagian atas, bergumpal di bagian bawah dan memiliki kandungan bahan organik di lapisan atas yang umumnya rendah antara 1-1,5%. Jenis tanah seperti ini bisa digunakan untuk tegalan dan persawahan. Hal ini sesuai dengan penggunaan lahan pertanian yang banyak ditemui di zona industri Palur.

digilib.uns.ac.id 49 Ketinggian tanah rata-rata di zona industri Palur adalah 100 dpl. Kondisi kemiringan tanah di zona ini tergolong datar, namun di lokasi yang berdekatan dengan Sungai Bengawan Solo, sedikit curam dengan tingkat erosi yang cukup tinggi. Iklim yang terjadi di zona industri Palur tidak jauh berbeda dengan iklim yang mempengaruhi Kabupaten Karanganyar, yaitu iklim tropis, dengan musim hujan dan musim kemarau silih berganti sepanjang tahun. Temperatur rata-rata sepanjang tahun berkisar antara 21 o -31 o C. Kondisi iklim tersebut tidak begitu berpengaruh terhadap pertanian yang ada di zona Palur karena telah diterapkan pola sawah irigasi teknis sehingga pertanian tidak terlalu bergantung pada kondisi iklim. Begitu pula dengan industri, karena industri-industri di zona industri Palur umumnya tidak memiliki masalah dengan keadaan iklim dan cuaca. Ketersediaan lahan pertanian dan lahan pekarangan yang luas di kawasan Palur menyebabkan banyak investor atau pengusaha yang melirik lahan tersebut untuk digunakan sebagai lahan industri. Lokasi potensial yang dimiliki zona tersebut mendorong pertumbuhan industri semakin pesat, dan memicu pula terjadinya perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan untuk untuk aktivitas lainnya, misal perumahan dan komersial. 3.4.3 Struktur Kota dan Penggunaan Lahan Secara umum, pola penggunaan lahan mengikuti kombinasi arahan kebijakan pemerintah dan mengikuti perkembangan aktivitas masyarakat pada masa sebelumnya. Penggunaan lahan secara intensif sebenarnya berada di Desa Jaten yang merupakan ibukota Kecamatan Jaten. Sedangkan penggunaan lahan industri sendiri cenderung tersebar mengikuti arah jalan-jalan, terutama jalan arteri primer Palur-Sragen. Akibat perkembangan industri yang pesat, kemudian mulai berkembang aktivitas-aktivitas yang bersifat komersial di zona tersebut. Pusat komersial yang ada di zona tersebut awalnya terpusat di pertigaan jalan Palur, kemudian berkembang ke arah jalan utama. Pusat komersial yang ada berupa pasar, pertokoan dan perkantoran. Aktivitas di zona Palur semakin berkembang lagi setelah dibangunnya sebuah sub terminal di samping pasar Palur.

digilib.uns.ac.id 50 Selain aktivitas industri dan ekonomi, di zona industri Palur juga mulai dikembangkan untuk zona perumahan. Berdasarkan informasi, minat para pengembang terhadap lokasi perumahan di zona ini cukup tinggi. Beberapa komplek perumahan bahkan telah ditempati masyarakat yang umumnya dari golongan menengah. Komplek-komplek perumahan tersebut antara lain adalah Perumahan Ngringo Indah, Dagen Permai, Sroyo Indah, dan Gunungsari Permai. Lokasi-lokasi aktivitas tersebut mengikuti sumbu jalan utama, dari pertigaan Palur ke arah utara, mengikuti jalan arteri primer Palur-Sragen, ke arah timur mengikuti jalan kolektor primer Palur-Karanganyar, dan ke arah barat mengikuti jalan arteri primer Palur-Surakarta. Pemanfaatan lahan di zona industri Palur didominasi oleh tanah pertanian sebesar 51%, pekarangan/bangunan sebesar 43%, dan lainnya sebesar 6%. Lahan sawah yang ada di zona industri Palur merupakan lahan yang produktif dengan didukung saluran irigasi sehingga masa panen minimal bisa dua kali dalam setiap tahunnya. Untuk melihat penggunaan lahan eksisting zona industri Palur tahun 2009 dan rencana penggunaan lahan zona industri Palur tahun 1991-2001, dapat dilihat pada gambar 3.3 dan gambar 3.4. tabel berikut ini. Distribusi pemanfaatan lahan di zona industri Palur dapat dilihat pada Tabel 3.1 Pemanfaatan Lahan Eksisting Tahun 2009 dan Rencana Tahun 1991-2001 di Zona Industri Palur (Ha) Pemanfaatan Eksisting Rencana Industri 82,25 80,39 Perumahan 673,772 390,43 Pertanian 741,788 1.176,58 Fasosum 46,57 12,99 Jalan dan saluran 81,63 15,38 Jalur hijau 14,55 13,50 perdagangan 68,71 20,00 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009dan diolah

Gambar 3.3 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Zona Industri Palur Tahun 2009 51

Gambar 3.4 Peta Rencana Penggunaan Lahan Zona Industri Palur Tahun 1991-2001 52

digilib.uns.ac.id 53 3.4.4 Karakteristik Kependudukan 3.4.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan data tahun 2009, Kecamatan Jaten memiliki jumlah penduduk sebesar 70.957 jiwa. Jumlah penduduk dalam zona industri Palur 46.546 jiwa, atau 65 % dari keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Jaten. Perbandingan proporsi yang hampir sama antara lakilaki dan perempuan (50% : 50%) membuat Kecamatan Jaten memiliki profil penduduk yang seimbang. Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Tahun 2009 (Jiwa) No Kelurahan Proporsi Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Sroyo 4.096 4.031 8.126 2 Brujul 2.537 2.535 5.072 3 Ngringo 11.678 11.792 23.470 4 Dagen 2.476 2.425 4.901 5 Jetis 2.441 2.536 4.977 6 Jati 3.104 3.047 6.151 7 Jaten 6.881 6.732 13.613 8 Suruh Kalang 2.324 2.323 4.647 Jumlah 35.537 35.421 70.957 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 25,000 23,386 23,470 20,000 15,000 10,000 5,000 8,126 8,042 5,072 5,021 13,526 13,613 6,151 4,901 4,977 6,119 4,843 4,943 4,607 4,647 2008 2009 0 Sroyo Brujul Ngringo Dagen Jetis Jati Jaten Suruh Kalang Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 Gambar 3.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Tahun 2008-2009 (Jiwa)

digilib.uns.ac.id 54 Jumlah penduduk Kecamatan Jaten dari tahun 2008 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 1,8% per tahun. Dari data di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk di zona industri Palur bervariasi, dan jumlah penduduk tertinggi berada di Desa Ngringo yaitu sebesar 23.470 jiwa. 3.4.4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Tabel 3.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa) Belum Produktif Produktif Tidak Produktif (0-14 Tahun) (15-59 Tahun) (60 Tahun ke Atas) No Desa Laki- Laki- Laki- Perempuan Perempuan Perempuan Laki Laki Laki 1 Sroyo 1142 890 2653 2976 301 165 2 Brujul 743 758 1705 1683 89 94 3 Ngringo 2279 2262 7454 7488 1945 2042 4 Dagen 500 534 1917 1815 59 76 5 Jetis 746 793 1637 1645 58 98 jumlah 5410 5237 15366 15607 2452 2475 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 Dari total penduduk di zona industri Palur sebanyak 46.546 jiwa, 23.228 jiwa diantaranya berjenis kelamin laki-laki, dan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 23.319 jiwa. Dari perbandingan komposisi di atas, terlihat bahwa di zona industri Palur didominasi oleh penduduk yang termasuk ke dalam kelompok usia produktif (angkatan kerja), sehingga berpeluang besar untuk mengembangkan potensi yang tersedia dengan dukungan sumber daya manusia yang memadai. DR = l6 JϜiȖwǴa) Ŗmbr l6 Jbr l6 J3 l6 JƼ.Ǵa ŖȖw l6 JϜi : Hem ebr l6 J3. l6 JϜiȖwǴa) Ŗmbr l6 Jbr l6 J3 Ƽ.Ǵa ebr l6 J3. x100% = 11 % 100% = 50,28% Berdasarkan angka perhitungan menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif di Kecamatan Jaten harus menanggung sebanyak 51

digilib.uns.ac.id 55 jiwa penduduk yang belum dan tidak produktif. Meningkatnya jumlah penduduk usia produktif dan usia beban ketergantungan di masa yang akan datang, harus dapat diimbangi dengan meningkatnya kebutuhan lapangan kerja melalui program dan strategi tertentu. 3.4.4.3 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Penduduk di zona industri Palur paling banyak adalah tamatan SLTA sederajat sebesar 10.343 jiwa, disusul dengan tamatan SLTP sederajat sebesar 8.468 jiwa dan tamatan SD sebebesar 7.915. Sedangkan Jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan pasca sarjana, sarjana dan diploma adalah sebesar 5.504 jiwa. Tabel 3.4 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa) Tingkat Pendidikan No Desa SD/ SLTP/ SLTA/ TK MI MTS MA D1-D3 S1 S2/ S3 1. Sroyo 313 2.921 1.626 1.318 139 127 12 2. Brujul 173 2.119 692 421 57 48 13 3. Ngringo 615 1.533 3.427 5.328 1.952 2.675 26 4. Dagen 309 479 1311 1.460 62 191 12 5. Jetis 158 863 1.412 1.816 103 86 1 Jumlah 1568 7915 8468 10343 2313 3127 64 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 3.4.4.4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Komposisi penduduk menurut mata pencaharian sangat berguna untuk memberikan gambaran mengenai jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada berbagai lapangan pekerjaan. Jenis mata pencaharian penduduk di zona industri Palur didominasi sebagai buruh industri sebesar 45,73%, buruh tani sebesar 21,71%, buruh bangunan sebesar 12,68%, pedagang 16,18% dan angkutan 2,74%. Sedangkan distribusi mata pencaharian penduduk di zona industri Palur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

digilib.uns.ac.id 56 Tabel 3.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa) Mata Pecaharian Sroyo Brujul Ngringo Dagen Jetis Jumlah Pegawai Negeri Sipil 195 96 2.014 119 89 501.014 Buruh industri 1.139 269 763 2.046 2.519 1037.704 Buruh Tani 193 109 563 431 159 1455 Petani 266 239 145 149 176 975 Wiraswasta/ perdagangan 293 167 313 73 320 1166 Pertukangan 92 36 275 35 68 506 Pensiunan 93 62 892 47 29 1123 Angkutan 23 15 46 38 18 140 Jasa 48 16 137 23 0 224 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 3.4.5 Kondisi Struktur Ekonomi Sebagian besar penduduk di zona industri Palur berpekerjaan sebagai buruh industri. Itu berarti pendapatan yang mereka dapatkan umumnya mengikuti Upah Minimum Kabupaten Karanganyar. Berikut ini adalah Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Karanganyar dari tahun 1995-2010. Tabel 3.6 Upah Minimum Regional Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Karanganyar (Rupiah/bulan) No Tahun Upah Minimum Nilai 1 1995 UMR Jawa Tengah Rp. 90.000,00 2 1996 UMR Jawa Tengah Rp. 102.000,00 3 1997 UMR Jawa Tengah Rp. 113.000,00 4 1998 UMR Jawa Tengah Rp. 130.000,00 5 1999 UMR Jawa Tengah Rp. 153.000,00 6 2000 UMK Karanganyar Rp. 185.000,00 7 2001 UMK Karanganyar Rp. 245.000,00 8 2002 UMK Karanganyar Rp. 328.000,00 9 2003 UMK Karanganyar Rp. 375.000,00 10 2004 UMK Karanganyar Rp. 400.000,00 11 2005 UMK Karanganyar Rp. 420.000,00 12 2006 UMK Karanganyar Rp. 500.000,00 13 2007 UMK Karanganyar Rp. 580.000,00 14 2008 UMK Karanganyar Rp. 650.000,00 15 2009 UMK Karanganyar Rp. 719.000,00 16 2010 UMK Karanganyar Rp. 761.000,00 Sumber : Dinsotrakernas, 2009

digilib.uns.ac.id 57 Jika dilihat dari mata pencaharian penduduk di Zona industri Palur, sepertinya penduduk berpendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Untuk mengetahui struktur perekonomian secara detail termasuk struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di zona industri Palur saja terdapat keterbatasan data. Adapun struktur perekonomian di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik menurut harga konstan maupun berlaku. Selama lima tahun terakhir sektor industri masih merupakan sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar 52,08% (PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008). Dari pembentukan sektor industri didominasi oleh kelompok industri besar dengan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang dan sedang dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang (BPS dalam PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008). Tabel 3.7 Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Pembentukan PDRB di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008 (Persen) No Sektor Ekonomi Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 1 Pertanian 19,68 19,68 19,50 19,47 20,08 2 Pertambangan dan penggalian 0,87 0,86 0,85 0,83 0,80 3 Industri pengolahan 51,02 51,55 52,72 52,88 52,08 4 Listrik, gas dan air minum 1,37 1,38 1,40 1,38 1,36 5 Bangunan 2,44 2,43 2,41 2,40 2,37 6 Perdagangan, hotel dan restoran 10,50 10,33 10,25 10,09 10,29 7 Pengangkutan dan komunikasi 2,94 2,89 2,66 2,80 2,75 8 Keuangan dan persewaan 2,13 2,14 2,15 2,12 2,09 9 Jasa-jasa 8,05 7,74 7,87 8,03 8,19 jumlah 100 100 100 100 100 Sumber : PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008 Tabel 3.8 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten commit Karanganyar to user Tahun 2008 (2000=100)

digilib.uns.ac.id 58 No Lapangan Usaha PDRB Harga Berlaku Harga Konstan 1 Pertanian 1.701.539,07 988.203,76 2 Pertambangan dan penggalian 80.483,00 39.547,95 3 Industri pengolahan 3.578.431.04 2.563.118,36 4 Listrik, gas dan air minum 124.816,13 66.863,21 5 Bangunan 228.249,70 116.419,59 6 Perdagangan 890.413,99 506.353,94 7 Angkutan dan komunikasi 256.509,36 135.392,91 8 Keuangan dan persewaan 207.807,07 102.673,80 9 Jasa-jasa 611.425,99 402.881,12 Sumber : PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008 Dalam PDRB sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan ini banyak berkembang di zona industri Palur. Dari data di atas terlihat bahwa sektor industri mempunyai kontribusi yang cukup tinggi terhadap perekonomian di Kabupaten Karanganyar. Sedangkan dalam sektor pertanian, berdasarkan Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 jenis tanaman pertanian yang paling banyak dihasilkan di zona industri Palur adalah tanaman padi sebesar 735,5 ha. Hasil panenan padi selama tahun 2009 tercatat sebesar 11.179,144 ton dengan masa panenan selama dua kali dalam setahun. 3.4.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana Pendukung Aktivitas Industri 3.4.6.1 Sarana dan Prasarana Transportasi Wilayah Kabupaten Karanganyar dilalui oleh jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Zona industri, lahan pengembangan pertanian dan kawasan pariwisata keseluruhannya dihubungkan dengan sarana jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal dalam kondisi yang memadai. Bahkan jalan arteri primer dan kolektor primer berkualitas hotmixed dengan lebar empat jalur. Jalan lokal mayoritas sudah beraspal dan kondisinya cukup baik. Tetapi terdapat beberapa ruas jalan lokal yang kondisinya buruk, terutama jalan lokal yang sering dilalui truk-truk pengangkut material dari industri.

digilib.uns.ac.id 59 Gambar 3.6 Jalan Lokal Yang Rusak Gambar 3.7 Jalan Arteri Primer Palur-Sragen Jalan yang ada di zona industri Palur terdiri dari jalan arteri primer Palur- Surakarta, jalan arteri primer Palur-Sragen, jalan kolektor primer Palur- Karanganyar, dan jalan-jalan lokal. Jalan arteri ini merupakan jalan propinsi yang menghubungkan kota-kota di Jawa Tengah dan kota-kota di Jawa Timur. Sedangkan jalan kolektor merupakan jalan regional antara Surakarta- Karanganyar-Tawangmangu. Tingkat kemacetan di jalan ini cukup tinggi, terutama di pertigaan jalan Palur, karena arus kendaraan di pertigaan ini mengalami penumpukan arus dari arus jalan Palur-Sragen, jalan Palur-Surakarta dan jalan Palur-Karanganyar. Ketiga ruas jalan tersebut merupakan jalan dua arah sehingga sangat padat. Kondisi kemacetan semakin parah lagi ketika terjadi pemberhentian arus kendaraan di jalur lintasan kereta api dan arus keluar masuk angkutan umum dan bus dari sub terminal Palur. Titik kemacetan biasanya terjadi pada jam-jam karyawan pabrik berangkat dan pulang kerja, yaitu pada pukul 07.00 WIB, dan pukul 18.00 WIB. Kondisi aksesibilitas yang terjadi di zona industri Palur dapat dilihat pada gambar 3.8. Sarana transportasi umumnya berupa angkutan lokal, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Di Palur juga terdapat stasiun kereta api yang biasanya sebagai tempat tujuan pengiriman barang-barang seperti semen, pupuk dan lainlain. Jumlah sarana transportasi di zona industri Palur cukup memadai bagi kebutuhan transportasi masyarakat. Banyaknya pengguna kendaraan pribadi dan angkutan umum ini juga menjadi salah satu faktor tingginya tingkat mobilitas yang dilakukan masyarakat.

Gambar 3.8 Peta Kondisi Aksesibilitas 60

digilib.uns.ac.id 61 3.4.6.2 Sarana Kesehatan lain: Fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia di zona industri Palur antara Rumah sakit umum swasta Puskesmas Puskesmas pembantu Posyandu Rumah bersalin Apotik PKD 3.4.6.3 Sarana Perdagangan : 1 unit : 2 unit : 6 unit : 43 unit : 4 unit : 6 unit : 3 unit Perkembangan di zona industri Palur tidak luput dari pengaruh perkembangan pusat kota. Kedekatan kawasan ini dengan Kota Surakarta sebagai salah satu pusat perdagangan dan bisnis di kawasan strategis pertumbuhan SuBoSuKa semakin menarik para investor dan pengusaha untuk mengembangkan usahanya dengan mendirikan industri di Palur. Hal demikian kemudian berlanjut pada perkembangan sektor-sektor lainnya seperti perdagangan dan perumahan. Tabel 3.9 Sarana Perdagangan di Zona Industri Palur Tahun 2009 Desa Pasar Umum (Desa/Kota) Pasar Hewan Toko/kios/warung Bank Dagen - - 197 4 Ngringo 1-480 11 Jetis 1-56 - Sroyo - - 175 - Brujul - - 50 Total 2-908 15 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 Sebagai konsekuesi dari perkembangan daerah yang cepat ditambah dengan peningkatan kebutuhan masyarakat yang bertambah pula, maka di zona industri Palur mulai dipenuhi dengan berbagai penyedia fasilitas, yang salah satunya adalah sarana perdagangan yang memadai. Grosir dan pusat perdagangan (mall luwes) berdiri di Kota Palur. Renovasi pasar dan sub terminal juga dilaksanakan di daerah tersebut commit guna mengimbangi to user bertambahnya permukiman

digilib.uns.ac.id 62 dan mobilitas penduduk. Fasilitas umum perdagangan yang tersedia di zona industri Palur meliputi pasar umum, pasar hewan, toko/ warung/ kios dan jasa perbankan. 3.4.6.4 Jaringan Listrik Fasilitas listrik di Kabupaten Karanganyar telah menjangkau seluruh desa, termasuk di desa-desa yang ada di zona industri Palur (100%). Keseluruhan daya yang terpasang sebesar 257.904.192 KWH. Kebutuhan listrik untuk penggunaan industri di zona industri Palur menjadi sangat penting karena hampir 100% pengoperasian mesin dan peralatan menggunakan tenaga listrik (hasil survey, 2010). 3.4.6.5 Saluran Air Bersih Potensi air bersih cukup besar, baik dari sumber permukaan di lereng Gunung Lawu, Air Bawah Tanah (ABT), maupun gabungan dari keduanya. Air bersih dikelola oleh PDAM Karanganyar dan telah menjangkau seluruh zona industri Palur. 3.4.6.6 Jaringan Telekomunikasi Fasilitas telekomunikasi terus diperluas jangkauan dan kualitasnya. Hampir seluruh wilayah di zona industri Palur telah terlayani fasilitas telekomunikasinya. Disamping fasilitas yang telah disediakan oleh PT Telkom, saat ini telah terdapat berbagai fasilitas telepon selulair yang dikelola oleh pihak swasta. 3.4.7 Karakteristik Harga Lahan dan Pasar Lahan Harga lahan digunakan untuk mengindikasi kapasitas keuangan dari setiap aktivitas perkotaan terhadap lahan kota, karena lahan kota merupakan salah satu barang ekonomi yang terus dibutuhkan. Sehingga untuk itulah harga lahan dikonpensasi dengan nilai uang (Wijaya, 1999:36). Secara umum, harga lahan sesuai dengan distribusi keruangan dari tiap lokasi aktivitas kota. Harga lebih tinggi di pusat kota dan semakin menurun jika jaraknya menjauh dari pusat kota. Harga lahan juga menjadi lebih tinggi jika berdekatan dengan ruas jalan raya.

digilib.uns.ac.id 63 Di zona industri Palur, harga lahan pasaran bervariasi antara Rp 400.000 /m 2 sampai Rp 550.000 /m 2. Variasi harga lahan ini berdasarkan kedekatan lokasi dengan ruas jalan utama Palur. Dari tahun ke tahun harga lahan berubah dan semakin lama semakin tinggi. Variasi harga lahan ini dapat dilihat perbedaannya pada tabel berikut: Tabel 3.10 Tingkat Harga Lahan di Zona Industri Palur Tahun 1991-2010 (Rp/m 2 ) Tahun Harga lahan (Rp/m 2 ) 1991-1995 a. 275.000-325.000 b. 225.000-250.000 1996-2000 a. 350.000-400.000 b. 275.000-350.000 2001-2005 a. 400.000-450.000 b. 350.000-400.000 2006-2010 a. 475.000-550.000 b. 400.000-450.000 Sumber : NJOP Kantor pajak Kabupaten Karanganyar, 2010 Keterangan : a. Lokasi lahan di pinggir ruas jalan utama b. Lokasi lahan radius 100 m di sekitar ruas jalan utama Harga lahan cenderung tinggi di zona industri Palur ini tidak terlepas dari pengaruh banyaknya permintaan lahan untuk aktivitas industri dan komersial. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi lahan yang dikemukakan oleh Harvey, dimana penawaran lahan bersifat tetap dan harga lahan bergantung dari pengaruh permintaan. Lahan akan beralih fungsi menjadi penggunaan lahan lain sesuai dengan permintaan antar jenis penggunaan yang menyebabkan bervariasinya tingkat harga bagi aktivitas tertentu. Misalnya, peningkatan permintaan untuk aktivitas industri di zona industri Palur akan meningkatkan permintaan lahan untuk aktivitas tersebut, yang diikuti dengan peningkatan harga penawaran. Untuk mengetahui harga lahan di zona industri Palur dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Peta Pasar Harga Lahan 64

digilib.uns.ac.id 65 3.4.8 Karakteristik Perkembangan Kegiatan Industri Berdasarkan RTRK industri Palur tahun 1991-2001, peruntukan untuk industri dibatasi hanya pada lahan sela antara jalan arteri primer Palur-Sragen dan rel KA. Sebelum awal tahun penetapannya (1990), perkembangan zona industri Palur sangat cepat, terutama aktivitas industri dan komersial yang terletak di sepanjang koridor jalan arteri primer Palur-Sragen. Perkembangan itu terus berlanjut, terutama untuk aktivitas industri hingga ke daerah belakang jalan raya. 4 6 Tekstil dan Produk Tekstil Plastik 14 5 8 33 Percetakan dan Penerbitan Makanan dan Minuman Mebel dan Pengolahan Kayu Logam Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 Gambar 3.10 Prosentase Jenis Industri di Zona Industri Palur Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa jenis industri yang paling dominan dan berkembang pesat adalah industri tekstil yaitu sebesar 29%. Industri tekstil di zona industri Palur merupakan industri terbesar di Wilayah Perkotaan Surakarta, dimana komoditi tekstil yang dihasilkan cukup berkualitas dan mampu bersaing dengan komoditi daerah lain.

digilib.uns.ac.id 66 Tabel 3.11 Jumlah dan Jenis Industri di Zona Industri Palur No Nama Perusahaan Desa Jenis Usaha Jumlah Karyawan Kapasitas Produksi (per th) Investasi (juta Rp) Keterangan 1 PT. Tunggak Waru Jetis Sodium 75 810 ton 450 Melanggar lokasi Semi syclamate 2 PT. Lombok Jaten Kecap, 312 5.690.800 1.126 Melanggar lokasi Gandaria saostomat, sirup botol 3 PT. Sapi Gunung Dagen Kain tenun 171 3.250.000 m 331 Tidak melanggar 4 CV.New Suburtex Jetis Kain tenun 400 9.450.000 m 700 Melanggar lokasi 5 PT. Dunia Setia Sandang Asli Tekstil Dagen Kain finish, Kain celup 556 12.000.000 m 1.000.0 00 Tidak melanggar 6 PT. Wati Sucipto HS 7 PT. Agra Kencana Gita Cemerlang Jetis Ngringo Kain printing Kain printing, sprey 36 330.000 m 250 Melanggar lokasi 168 1.575.000 yard 250 Melanggar lokasi 8 PT. Konveksi hero Ngringo Pakaian jadi 71 15.000 dezon 415 Melanggar lokasi 9 PT. New Aiditex Dagen Kain tenun 143 3.500.000 m 495 Melanggar lokasi 10 PT. Krido Rejosari Jetis Kain 100 240.000 m 234 Kusuma Santoso printing 11 PT. Alfa Jaya Surya Dagen Pakaian jadi 218 1.5000.000 3507 Tidak melanggar Mukti potong 12 PT. Jaya Asri Sroyo Pakaian jadi 200 500 dosin 200 Melanggar lokasi Garmindo 13 PT. Indatex Ngringo Kain tenun 420 6.000.000 m 4.500 Melanggar lokasi 14 PT. Michael Jetis Pakaian jadi 320 500.000 kodi 1.500 Melanggar lokasi Komala 15 PT. Indo Caly Plast Brujul Kantong plastik, waring dari plastik 838 11.666.666 kg 3.254 Melanggar lokasi 16 PT. Ladewindo Garment Manufacture 17 PT. Agung Sejahtera Sidoarjotex Dagen Pakaian jadi 870 9.000.000 packs 5.000 Melanggar lokasi Jetis Kain tenun 1.005 15.000 Ball 34.706 Tidak melanggar 18 PT. New Adhiatex Dagen Kain finish 741 5.000.000 m 250 Melanggar lokasi 19 CV. Ledok Sari Dagen Alat tulis 32 11.283.750 700 20 CV. Adi Nugraha Ngringo Buku LKS 15 600 eks 500 Melanggar lokasi 21 PT. Sinar Agung Selalu Sukses Brujul Spare part mobil dan motor 60 300.000 buah 900 Melanggar lokasi 22 PT. Putri Salju Jetis Es balok 43 32.000 ton 500 Tidak melanggar 23 PT. Tomoko Daya jetis Kertas 129 1.000 ton 2.952 Tidak melanggar Perkasa berlapis 24 PT. Kusuma Jetis Minyak 28 4.500 ton 180 Melanggar lokasi Remaja goreng 25 PT. Adi Warna Pelangi Brujul 50 10.000.000 buah 349 Tidak melanggar Barangbarang cetakan, buku tulis 26 PT. Rukun Jadi Ngringo Es balok 64 45.000 ton 416 Melanggar lokasi Santosa 27 PT. Suba Prima Ngringo Makanan 25 40 ton 240 Melanggar lokasi

digilib.uns.ac.id 67 Utama Feed Riil ternak 28 PT. Plastik Santoso Jetis Kantong 350 400.000 ton 109 Tidak melanggar plastik 29 PT. Lumbung Ngringo Tikar plastik 33 125.000 112 Melanggar lokasi Rejeki lembar 30 PT. Inti Indah Dunia Dagen Kantong 270 108 ton 4.557 Melanggar lokasi Plastindo plastik 31 PT. Haryanto Jetis Makanan 150 3 ton 780 Melanggar lokasi Prasetyo kecil 32 PT. Plastpack Prima Dagen Kantong 585 25.000 ton 15 Melanggar lokasi Industri plastik 33 PT. Wijawa Kwarta Dagen Kain finish, 135 3.600.000 m 400 Melanggar lokasi Penta kain celup 34 PT. Tsunami Dagen Pakaian jadi 240 1.300.000 300 Melanggar lokasi Santoso potong 35 PT. Harum sari Dagen Tembakau 153 8.000 ton 650 Tidak melanggar Kencana rajangan 36 CV. Nova Furniture Dagen Kursi, meja, 40 14.000 buah 1000 Melanggar lokasi almari 37 PT. Sumber Jaya Brujul Kain tenun 181 5.500 dosin 1.700 Tidak melanggar Garment 38 PT. Bengawantex Jetis Kain tenun 776 6.700.000 m 4.348 Tidak melanggar 39 PT. Sumber Alam Sroyo Meja, kursi 115 3.400 buah 1.000 Melanggar lokasi Jati Makmur 40 PT. Sinar Agung Jetis Wheel 30 1.500.000 pcs 350 Melanggar lokasi Prasa Dikindo silinder 41 CV. Beta Foam Ngringo Mebel metal, 23 113.500 buah 750 Melanggar lokasi kasur busa, payung 43 PT. Sekar Jetis Kain tenun 567 1.200.000 m 6.561 Tidak melanggar Bengawan 44 PT. Sekar Lima Jetis Kain 404 20.000.000 m 4.975 Tidak melanggar printing, kain finish 45 PT. Kharisma Ngringo Kain tenun 53 1.300.000 m 232 Melanggar lokasi Parwitex 48 PT. Agungtex Sroyo Kain tenun 493 2.200.000 m 10.988 Tidak melanggar 51 CV. Afantex Brujul Kain tenun, 489 3.250.000 m 577 Tidak melanggar Kain finish, Kain celup 52 PT. Surakarta Jetis Benang 404 14.680 Ball 22.594 Tidak melanggar Santoso Sejahtera tenun 53 PT. Sawah Karunia Dagen Kain finish 661 12.260.000 m 1.965 Melanggar lokasi Agungtex 54 PT. Lawu Busana Jetis Kain tenun 597 16.800.000 m 7.500 Melanggar lokasi Tamatex 55 PT. Senang Jetis Kain tenun 750 1.650.000 m 840 Melanggar lokasi Kharismatex 56 PT. Aladintex Brujul Kain tenun, 1580 21.500.000 m 11.822 Melanggar lokasi Abadi Kain finish 57 PT. Air Mancur Dagen Jamu 1.200 53 juta 750 Tidak melanggar bungkus 58 PT. Sridadi Jetis Bahan 80 800 m 420 Melanggar lokasi bangunan 59 PT. Sekar Nusa Sroyo Tekstil 800 14.000.000 m 4.000 Melanggar lokasi Kreasi Indonesia 60 PT. Tiga Pilar Sakti Dagen Makanan 360 2.750 ton 400 Melanggar lokasi 61 PT. Agung Jetis Tekstil 850 2.200.000 m 357 Melanggar lokasi Winyawan Santosa Tekstil

digilib.uns.ac.id 68 62 PT. Restugas Aji Jetis Gas elpiji 100 5.000 m 4.130 Melanggar lokasi 63 PT. Top Asli Jetis Makanan 80 800.000 240 Melanggar lokasi bungkus 64 PT. Yosidotama Jetis Makanan 70 500.000 300 Melanggar lokasi Cemerlang bungkus 65 PT. Sarana Brujul Makanan 120 280 juta 400 Melanggar lokasi Indoboga Pratama bungkus 66 PT. Daya Delta Ngringo Bijih Plastik 50 180 ton 740 Melanggar lokasi Intertama 67 PT. Sari Warna Brujul Tekstil 750 30 juta m 5.250 Melanggar lokasi Tekstil 68 PT. Plastik Matahari Jetis Kantong 200 1000 ton 1.200 Melanggar lokasi Plastik 69 PT.Sumber Sroyo Karung 260 30 juta lembar 2.500 Melanggar lokasi Bengawan Plasindo 70 PT. Javabeg Brujul Tas 80 288.000 buah 900 Melanggar lokasi Sumber : Disperindagkop Kabupaten Karanganyar, 2009 3.4.9 Karakteristik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri Saat ini apabila dilihat dari proporsinya, lahan pertanian memang masih cukup besar, namun jika dilihat dari perkembangannya, kecenderungan terjadinya perubahan fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi (lihat tabel 3.1). Hal ini dapat dilihat bahwa penggunaan lahan untuk industri cenderung bertambah karena ada beberapa bangunan baru yang menunjukkan bangunan industri yang belum beroperasi dan lahan-lahan kosong yang sudah diberi papan panandaan hak milik perusahaan. 3.4.10 Karakteristik Permintaan Aktivitas Industri Dalam mencari penyebab perubahan fungsi lahan melalui pendekatan pengguna, perlu dideskripsikan mengenai permintaan para pengguna yang terkait dengan wilayah studi khusunya aktivitas industri. Untuk mengetahui kemampuan aktivitas industri dalam berlokasi, akan dilihat dari karakteristik modal/ investasi yang mewakili karakterisik kemampuan aktivitas industri. Sedangkan untuk mengidentifikasi kebutuhan ruang tiap aktivitas yang terkait, akan dilakukan secara menyeluruh berdasarkan teori dan data empiris, karena tidak ada yang baku mengenai keinginan atau permintaan aktivitas industri untuk berlokasi. Dalam menilai kemampuan aktivitas industri untuk berkompetisi memperebutkan lahan terhadap aktivitas pertanian, salah satunya dapat dilihat dari produktivitas yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut. Keuntungan yang didapat

digilib.uns.ac.id 69 melalui pembangunan industri menjadi salah satu faktor berkembangnya industri. Industri lebih fleksibel dalam metode, kompetisi dan output yang diihasilkannya daripada pertanian. Selain itu penilaian kemampuan juga dapat dilihat dari besarnya modal atau investasi yang dikeluarkan untuk membeli lahan atau menyewa bangunan (lihat tabel 3.11). Hal lain yang menjadi pertimbangan aktivitas industri untuk memilih lokasi adalah segmen pasar. Dalam proses produksi, hasil akhir yang ingin dicapai adalah bagaimana hasil produksi tersebut dapat memperoleh keuntungan maksimum. 3.4.11 Karakteristik Penawaran Lahan Industri Dalam penawaran lahan, sistem-sistem yang terkait yaitu sistem pengembangan lahan dan sistem lingkungan. Sehingga untuk mengetahui karakteristik penawaran lahan industri ini dapat dilihat melalui dua sisi, yaitu penawaran internal dan penawaran eksternal. 3.4.11.1 Penawaran Internal Penawaran internal ini dapat dilihat dari karakteristik fisik dan karakteristik lokasional. Karakteristik fisik Kondisi fisik di Zona industri Palur memang tergolong sesuai dengan kebutuhan industri. Berdasarkan standar teknis untuk kawasan industri, lahan yang datar dan bebas banjir menjadi salah satu pilihan yang sesuai dengan kebutuhan industri (lihat sub bab 3.2.2). Karakteristik lokasional Lokasi Zona industri Palur ini sangat strategis, merupakan daerah pinggiran kota yang juga merupakan simpul transportasi, dilalui jalan arteri dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan dekat dengan pusat Kota Surakarta (lihat sub bab 3.2.1) 3.4.11.2 Penawaran Eksternal Penawaran eksternal ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana, faktor ekonomis lahan, dan faktor kebijakan pemerintah. Ketersediaan sarana dan prasarana

digilib.uns.ac.id 70 Kedekatan Zona industri Palur dengan pusat Kota Surakarta memberikan keuntungan yaitu ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dan menunjang keberadaan industri. Keberadaan sarana dan prasarana ini juga sangat diperhatikan pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar, yang bisa dilihat dari peningkatan penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung aktivitas industri, misalnya pembuatan dan perbaikan jalan tanah menjadi jalan aspal, bekerjasama dengan pihak swasta membangun pom bensin, renovasi dan penertiban pasar Palur, serta pembangunan sub terminal Palur. Akses menuju Zona industri Palur ini sangat mudah, terlebih lagi setelah pemerintah Kota Surakarta yang membuat jalan lingkar Surakarta-Karanganyar sehingga arus kendaraan antar kota tidak menumpuk di pertigaan Palur yang rawan kemacetan. Jalan lingkar tersebut berujung di Zona industri Palur sehingga arus kendaraan tetap melewati Zona industri Palur (lihat sub bab 3.2.6). Faktor ekonomis lahan Pola pikir masyarakat pemilik lahan dalam menjual lahan ikut menjadi salah satu pendorong berkembangnya industri di Zona industri Palur. Para pemilik lahan tidak memiliki kontrol terhadap kekuatan alam dari lingkungan fisik yang mereka kelola. Tanaman lebih tergantung pada kondisi alam, dan usaha-usaha untuk tidak bergantung pada alam seperti pembuatan saluran irigasi, pemberian pupuk, dan proses pengolahan dan pemeliharaan tanaman memerlukan biaya dan tenaga yang cukup besar. Ditambah lagi, pajak lahan yang harus mereka keluarkan tidaklah sedikit, mengingat lahan berada di kawasan industri Palur dan berada di pinggir jalan arteri sehingga pajak yang dikeluarkan juga berbeda dengan lahan di daerah lain lihat sub bab 3.2.7). Faktor kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah yang memberlakukan pembatasan industri adalah sejak dikeluarkannya surat keputusan dari gubernur pada tahun 1980. Sebelum keluarnya surat tersebut, dalam RTRK 1980-1990 daerah palur telah ditetapkan sebagai kawasan industri. Sehingga sebelum tahun 1990

digilib.uns.ac.id 71 sebenarnya cukup banyak industri-industri yang berkembang di Zona industri Palur. Namun pada kenyataannya setelah dibuatkan RTRK Palur 1991-2001 dan telah ada peraturan yang membatasi kegiatan industri di Zona industri Palur, masih ada banyak industri yang diijinkan berlokasi di luar batas yang telah ditetapkan (lihat sub bab 3.1.4). Data-data terkait preferensi dari sisi pengusaha dan pemilik lahan pertanian yang dianalisis sebagai input data analisis faktor dapat dilihat pada lampiran B.

digilib.uns.ac.id BAB 4 PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur yang meliputi luas serta sebaran, dan proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri dengan mengaitkan sistem-sistem yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan perkotaan. Selain itu juga akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yang terjadi yang merupakan hasil dari analisis dengan menggunakan metode analisis faktor. Dengan demikian akan diketahui faktor-faktor apa saja yang paling berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur. 4.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur Lahan merupakan salah satu unsur dari lingkungan hidup dan merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada lahanlah manusia bergantung untuk segala macam aktivitas masyarakat di daerah bersangkutan. Permasalahan utamanya adalah keberadaan lahan yang terbatas, sedangkan kebutuhan manusia akan lahan tidak ada batasnya selama kehidupan manusia masih berjalan. Perubahan penggunaan lahan yang penting adalah perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Bila hal ini berlangsung secara terus menerus, akan berakibat buruk bagi pengembangan sektor pertanian karena dengan semakin besarnya penyusutan lahan pertanian akan berakibat pada menurunnya produksi pangan/pertanian. Padahal sudah bukan rahasia lagi bahwa ciri utama masyarakat Indonesia adalah masyarakat agraris yang berarti masih banyak orang yang menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian. 72

digilib.uns.ac.id 73 4.1.1 Analisis Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur Luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur terlihat signifikan dimana lahan yang digunakan untuk kebutuhan industri kebanyakan berasal dari lahan pertanian sawah, tegalan dan tanah pekarangan. Tabel 4.1 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur Tahun 1991-2009 (Ha) Desa Luas Lahan Pertanian Luas Lahan Industri Total Perubahan 1991 2001 2009 1991 2001 2009 pertanian Industri Dagen 145,795 142,695 141,145 4,13 6,2 9,76-4,65 +5,63 Ngringo 108,084 84,051 72,035 3,54 9,77 17,32-36,049 +13,78 Jetis 147,829 107,779 87,754 4,84 13,27 20,46-60,075 +15,62 Sroyo 263,822 247,822 239,822 4,68 5,27 11,88-24 +7,2 Brujul 202,854 201,942 201,032 10,46 19,21 22,83-1,822 +12,37 Total 868,384 784,289 741,788 27,65 53,56 82,25-126,596 +54,6 Sumber : Hasil Perhitungan Rekapitulasi Ijin Lokasi Kabupaten Karanganyar 1991-2008 BPN Kabupaten Karanganyar Pada tabel 4.1 terlihat bahwa luas lahan pertanian selama hampir 20 tahun di zona industri Palur mengalami penurunan sebesar 126,596 Ha, dan disisi lain luas lahan industri mengalami peningkatan sebesar 54,6 Ha. Perubahan luas lahan pertanian menjadi lahan industri ini memang relative lebih kecil, yaitu hanya sekitar 40%. Penyusutan luas lahan pertanian ini selain beralih fungsi menjadi industri, lahan pertanian juga beralih fungsi menjadi permukiman, perdagangan, jasa, dll. Seperti yang terlihat di Desa Jetis, Desa Ngringo, dan Desa Sroyo dimana perubahan luas lahan pertanian cukup mencolok diantara dua desa lainnya. sedangkan pertambahan luas lahan industri paling rendah terdapat di Desa Dagen. Di Desa Ngringo, Desa Sroyo, dan Desa Jetis memang banyak dikembangkan perumahan-perumahan baru seperti Perum Ngringo Indah, Perum Griya Adi, Perum Gunungsari permai, Perum Sroyo Indah, sehingga luas lahan pertanian di ketiga Desa ini lebih banyak dialihfungsikan untuk lahan perumahan. Meskipun demikian, alih fungsi lahan dari penggunaan pertanian menjadi industri tetap

digilib.uns.ac.id 74 menjadi fokus penelitian karena ada indikasi penyimpangan dari peraturan yang telah ditetapkan. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri palur ini terjadi karena industri/pabrik menginginkan lokasi industri yang sesuai, yaitu dengan maksud mencari keuntungan maksimum. Menurut Weber, Keuntungan maksimum akan diperoleh jika biaya yang harus dikeluarkan (diantaranya transportasi dan tenaga kerja) minimum. Lokasi zona industri Palur ini sangat strategis karena berada pada lokasi yang menghubungkan antara Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Sragen. Sumber bahan baku tergolong mudah diperoleh karena sebagian besar bahan baku diperoleh dari dalam kota dan luar kota dalam provinsi, dengan tingkat aksesibilitas yang cukup lancar. Zona industri palur juga memiliki potensi ketersediaan tenaga kerja yang cukup, dimana menurut data sebagaian besar daerah asal tenaga kerjanya beasal dari sekitar zona industri. Jika mengacu pada teori Losch dan Weber, lokasi industri di zona industri Palur dirasa oleh industri dapat memberikan keuntungan karena lokasinya yang strategis. Lokasi strategis ini selain karena berada di sekitar jalan regional juga karena berada di pinggiran Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar. Tersedianya pelayanan listrik, air dan telekomunikasi juga turut memicu berkembang pesatnya industri di zona industri palur. Sehingga tidaklah mengherankan jika banyak industri yang menginginkan berlokasi di zona industri Palur. Karena di zona industri Palur sebagai daerah pinggiran masih terdapat cukup luas lahan non terbangun (persawahan), maka alih fungsi lahan dari pertanian menjadi industri untuk mendukung permintaan yang ada tidak dapat dihindarkan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan Koestoer dalam Iskandar (1997:3-4), hall (1996:241-242, dan Bachriadi (1997:2).

Gambar 4.1 Peta Analisis Luas Perubahan Lahan 75

digilib.uns.ac.id 76 4.1.2 Analisis Sebaran Keruangan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur Berdasarkan arahan dalam RTRK Palur 1991-2001, disebutkan bahwa perkembangan aktivitas industri di zona industri Palur dibatasi hanya pada lahan sela antara jalan arteri primer Solo-Sragen dan jalur rel KA Solo-Surabaya. Namun pada kenyataannya masih terdapat pembangunan industri baru yang berlokasi di luar areal yang telah ditetapkan. Gambaran distribusi keruangan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur dapat diketahui dengan membandingkan peta rencana penggunaan lahan tahun 1991-2001 dengan kumpulan data eksisting tahun 2009. Lahan-lahan industri baru lebih banyak menyebar disisi kiri-kanan jalan dan sebagian kecil berada diantara permukiman penduduk, mengingat lahan yang sebelum beralihfungsi adalah sawah dan pekarangan. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri ini terlihat sangat tergantung pada keberadaan jaringan jalan. Hal ini tidak bisa dielakkan dari kebutuhan transportasi untuk memperlancar proses produksi dan distribusi. Berdasarkan hasil wawancara kepada pihak BPN Kabupaten Karanganyar, industri-industri baru di zona industri Palur yang tidak sesuai dengan rencana guna lahan adalah sebanyak 32 industri. Industri-industri tersebut berlokasi diluar areal yang telah ditetapkan. Berdasarkan keterangan tersebut, terbukti bahwa masih ada izin yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan pendirian industri, meskipun telah ada peraturan pembatasan lokasi industri dan pembuatan Rencana Tata Ruang Zona Palur. Berdasarkan keterangan, perubahan luas lahan industri tersebut bervariasi dan kebanyakan adalah industri tekstil. Pihak BPN mengatakan bahwa total luas lahan industri yang tidak sesuai dengan peraturan pembatasan lokasi industri dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Zona Palur yaitu sebesar 259,196 m 2 atau sekitar 25,91 Ha. Sedangkan industri-industri yang telah berdiri sebelum peraturan pembatasan lokasi industri dan penyusunan RTRK masih tetap diizinkan beroperasi sepanjang tidak melakukan perluasan di luar areal yang ditetapkan dan tidak menggangu lingkungan sekitarnya.

Gambar 4.2 Peta Sebaran Keruangan Industri 77

digilib.uns.ac.id 78 4.4 Analisis Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur Proses terjadinya perubahan penggunaan lahan terkait dengan konsep yang dikemukakan oleh Chapin (1979), dimana pertumbuhan lahan dipengaruhi oleh keterkaitan atau interaksi antara tiga sistem, yaitu sistem aktivitas kota, sistem pengembangan lahan, dan sistem lingkungan. Sistem aktivitas kota mewakili sisi permintaan, dan kedua sistem lainnya mewakili sistem penawaran. Hubungan ketiga sistem seperti yang diungkapkan oleh Chapin apabila dikaitkan dalam kasus di zona industri Palur secara ringkas adalah seperti pada gambar 4.3. Dalam kolom input pada tabel menunjukkan keterkaitan variabel sisi demand yang tergabung ke dalam tiga faktor. Ketiga faktor tersebut adalah elemen faktor utama proses produksi dalam setiap aktivitas industri, yaitu faktor input proses produksi, faktor penunjang proses produksi, dan faktor eksternal. Sisi demand tersebut mencerminkan preferensi pengusaha dalam berlokasi industri. Dipihak lainnya, terdapat sisi supply yang merupakan preferensi pemilik lahan pertanian dalam menjual lahan.

digilib.uns.ac.id 79 INPUT PROSES OUTPUT DEMAND SISI DEMAND Faktor input proses produksi Modal Lokasi bahan baku Harga bahan baku Jumlah tenaga kerja Tk. Pendidikan tenaga kerja Faktor penunjang faktor produksi Fisik lahan Ketersediaan air Sarana dan prasarana Aksesibilitas Harga lahan Iklim Sumber energi Perkembangan aktivitas industri : Penduduk yang bekerja di sektor industri 6736 orang Penduduk yang bekerja di sektor pertanian 2430 orang PDRB dari sektor industri (ADHB) 52,08 % PDRB dari sektor pertanian (ADHB) 20,08% Faktor eksternal Kedekatan dengan CBD Intervensi pemerintah Sikap penerimaan masyarakat Stabilitas keamanan Sosialisasi RTRK Jangkauan pasar Kebijakan pemerintah : RTRK Palur, RTRW Kabupaten Karanganyar, RUTRK-RDTRK IKK Jaten, SK Gubernur SUPPLY Penghasilan Luas lahan Usia Pendidikan Pekerjaan Pajaklahan Pola pemikiran pemilik lahan Biaya produksi Penawaran tinggi daripengusaha Kebutuhan lahan untuk pembangunan industri Motivasi penjual lahan pertanian untuk mendukung aktivitas industri Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri : Luas lahan industri bertambah 54,6 ha Luas lahan pertanian menurun 126,596 ha Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.3 Diagram Alir Proses Perubahan commit Penggunaan to user Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur

digilib.uns.ac.id 80 Dalam prosesnya, terjadi pertemuan antara demand dan supply dimana dari sisi demand, preferensi pengusaha dalam berlokasi industri memerlukan lahan untuk membangun pabrik dan dari sisi supply, preferensi pemilik lahan pertanian dalam penjualan lahannya mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri. Pengaruh perkembangan industri yang pesat dapat dilihat dari bergesernya mata pencaharian penduduk zona Palur dari sektor pertanian (petani/ buruh tani) ke sektor industri (karyawan pabrik) dan besarnya PDRB yang didapatkan dari sektor industri lebih besar dari sektor pertanian. Sesuai dengan arahan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam RTRK, sebelum tahun 1990 masuknya investasi industri di zona Palur justru ditingkatkan dan menjadi salah satu program yang diharapkan mampu meningkatkan pemasukan yang lebih besar bagi pemerintah Kabupaten Karanganyar. Namun ternyata seiring waktu berjalan, perkembangan industri itu ternyata memberi dampak atau menyebabkan pada menyempitnya lahan pertanian produktif. Dengan dikeluarkannya peraturan baru yang tertuang dalam RTRK tahun 1991-2001 dan diperkuat dengan peraturan-peraturan baru, maka pemberian izin lokasi industri di zona industri Palur dibatasi. Terkait dengan konsep yang dikemukakan oleh Chapin tentang keterkaitan sistem yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, dapat diterangkan bahwa sistem aktivitas kota diwakili oleh sisi demand, sistem lingkungan dan pengembangan lahan diwakili oleh sisi supply. 4.5 Analisis Faktor Permintaan dan Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur Analisis ini digunakan untuk melihat pengaruh pertimbangan pengusaha dalam pemilihan lokasi industri dan pertimbangan pemilik lahan pertanian dalam penjualan lahannya terhadap penggunaan lahan industri di zona industri Palur. Analisis ini menggunakan analisis faktor untuk melihat faktor-faktor apa saja

digilib.uns.ac.id 81 yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri di zona industri Palur. 4.3.1 Analisis Faktor Permintaan yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur Pertimbangan lokasi merupakan pertimbangan yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan bagi suatu perusahaan. Dalam usahanya meminimumkan biaya, maka suatu perusahaan salah satunya berusaha untuk memilih lokasi yang tepat. 4.3.1.1 Analisis Input Proses Produksi Variabel awal yang dimasukkan dalam analisis input proses produksi berjumlah 5 variabel. Nilai angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) atau Bartlett s Test (ukuran kecukupan dari sampling yang diambil berada di atas 0,5), maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Berdasarkan output analisis faktor, nilai MSA untuk semua variabel yang dimasukkan berada di atas 0,5 sehingga tidak perlu melalui proses reduksi (proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data yang diperoleh. Tabel 4.2 Variabel Input Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur dari Sisi Pengusaha (Permintaan) No Variabel MSA 1 Modal 0,678 2 Lokasi bahan baku 0, 641 3 Harga bahan baku 0,645 4 Jumlah tenaga kerja 0,908 5 Tingkat pendidikan tenaga kerja 0,709 Sumber : Analisis, 2010 Tahap selanjutnya, setelah sejumlah variabel telah terpilih adalah melakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Perhitungan pada tahap selanjutnya mencakup tabel perhitungan nilai komunal (communalities), nilai total variansi commit (total to variance user explained), matriks komponen

digilib.uns.ac.id 82 (component matrix), dan grafik scree plot. Perhitungan nilai komunal pada tabel hanya menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan terbentuk, semakin kecil nilai komunal sebuah variabel, maka semakin lemah hubungannya dengan faktor yang akan tebentuk. Pada analisis tersebut, dapat dilihat bahwa nilai komunal terbesar didapatkan pada variabel lokasi bahan baku dan harga bahan baku, yaitu sebesar 0,942 (lampiran D tabel D.2). Hal ini menunjukkan sekitar 94,2% varians dari variabel-variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan variabel dengan nilai komunal terendah adalah variabel tenaga kerja, yaitu sebesar 0,776 yang berarti bahwa 77,6% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Hasil perhitungan nilai total variansi (lampiran C) yang dijelaskan dalam analisis ini menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat terbentuk. Dua faktor tersebut digunakan karena nilai eigenvalues yang dihasilkan berada di atas 1, namun untuk tiga faktor nilai eigenvalues berada dibawah 1. Untuk memperjelas hasil ekstraksi variabel terpilih menjadi dua faktor ini dapat dilihat melalui grafik scree plot pada lampiran (lampiran D gambar D.1). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari satu sampai dua faktor (garis sumbu component number 1 ke 2), berada di atas angka 1 dari sumbu y (eigenvalues). Berdasarkan gambar tersebut, maka terdapat dua faktor dan paling baik meringkas lima variabel yang ada. Setelah diketahui dua faktor adalah yang paling optimal, maka matrik komponen menunjukkan distribusi kelima variabel tersebut pada dua faktor yang ada. Angka yang terdapat pada faktor ini adalah factor loading, atau besar korelasi antara satu variabel dengan faktor 1 dan faktor 2. Untuk mengetahui suatu variabel masuk atau tidak pada suatu faktor dapat diketahui dari besarnya nilai korelasi variabel, nilai yang paling besar menentukan variabel yang dapat masuk ke suatu faktor dengan mengabaikan tanda positif atau negatif. Berdasarkan hasil perhitungan matrik komponen tersebut, maka variabelvariabel uji dapat dikelompokkan menjadi dua faktor seperti dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut yang juga mencakup commit nilai to factor user loading tiap variabel.

digilib.uns.ac.id 83 Tabel 4.3 Pembagian Komponen Variabel Input Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Modal - 0.896 Lokasi bahan baku 0,747 Harga bahan baku 0,754 Jumlah tenaga kerja -0,769 Tingkat pendidikan tenaga kerja 0,898 2 - - Sumber : Analisis, 2010 Factor loading yang dihasilkan oleh tiap variabel memiliki angka pembatas (out-off point). Angka pembatas factor loading adalah sebesar 0,55. Jika terdapat factor loading di bawah angka pembatas ini, maka variabel tersebut tidak dapat secara nyata dimasukkan ke dalam salah faktor sehingga perlu untuk dilakukan rotasi faktor. Nilai factor loading beberapa variabel (dengan mengabaikan tanda positif dan negatif) masih ada yang yang berada di bawah angka pembatas (dapat juga dilihat di lampiran D tabel D.3), sehingga selanjutnya perlu dilakukan proses rotasi faktor untuk menunjukkan suatu variabel termasuk ke dalam faktor mana dengan lebih nyata. Hasil perhitungan rotasi faktor didapatkan hasil akhir komponen-komponen yang termasuk dalam suatu faktor berdasarkan besaran faktor loading. Hal ini akan memperlihatkan distribusi variabel yang lebih nyata dan jelas. Tabel 4.4 Pembagian Komponen Variabel Input Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Modal 0,928 Tk. Pendidikan tenaga kerja -0,900 Jumlah tenaga kerja 0,872 2 Lokasi bahan baku 0,946 Harga bahan baku 0,943 Sumber : Analisis, 2010

digilib.uns.ac.id 84 Nilai variabel setelah proses rotasi seluruhnya berada di atas angka pembatas yang ditetapkan (0,55). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen variabel setelah rotasi lebih dapat dikelompokkan menjadi satu faktor akibat kesamaan ragam yang dimilikinya. Proses penamaan faktor pada bagian ini tidak begitu ditekankan mengingat sebelum proses pengolahan data atau saat pemasukan variabel data telah dikelompokkan kesamaan karakteristik variabel yang terbentuk yaitu faktor input proses produksi. 4.3.1.2 Analisis Faktor Penunjang Proses Produksi Variabel awal yang dimasukkan ke dalam analisis input proses produksi berjumlah 7 variabel. Nilai angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) atau Bartlett s Test (ukuran kecukupan dari sampling yang diambil berada di atas 0,5), maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Berdasarkan output analisis faktor, nilai MSA untuk semua variabel yang dimasukkan berada di atas 0,5 sehingga tidak perlu melalui proses reduksi. Tabel 4.5 Variabel Faktor Penunjang Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur dari Sisi Pengusaha (Permintaan) No Variabel MSA 1 Kondisi fisik lahan 0,798 2 Ketersediaan air 0,895 3 Kelengkapan sarana dan prasarana 0,783 4 Aksesibilitas 0.794 5 Harga lahan 0,790 6 Iklim 0,686 7 Sumber energi 0,728 Sumber : Analisis, 2010 Tahap selanjutnya, setelah sejumlah variabel telah terpilih adalah melakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Perhitungan pada tahap selanjutnya mencakup tabel perhitungan nilai komunal (communalities), nilai total variansi (total variance explained), matriks komponen (component matrix), dan grafik scree commit plot. to Perhitungan user nilai komunal pada tabel

digilib.uns.ac.id 85 hanya menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan terbentuk, semakin kecil nilai komunal sebuah variabel, maka semakin lemah hubungannya dengan faktor yang akan terbentuk. Pada analisis, dapat dilihat bahwa nilai komunal terbesar didapatkan pada variabel kondisi fisik lahan, yaitu sebesar 0,853 (lampiran D tabel D.6). Hal ini menunjukkan sekitar 85,3% varians dari variabel-variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan variabel dengan nilai komunal terendah adalah variabel ketersediaan air, yaitu sebesar 0,445 yang berarti bahwa 44,5% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Hasil perhitungan nilai total variansi (lampiran C) yang dijelaskan dalam analisis ini menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat terbentuk. Dua faktor tersebut digunakan karena nilai eigenvalues yang dihasilkan berada di atas 1, namun untuk lima faktor nilai eigenvalues berada dibawah 1. Untuk memperjelas hasil ekstraksi variabel terpilih menjadi dua faktor ini dapat dilihat melalui grafik scree plot pada lampiran (lampiran D gambar D.2). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari satu sampai dua faktor (garis sumbu component number 1 ke 2). Berada di atas angka 1 dari sumbu y (eigenvalues). Berdasarkan gambar tersebut, maka terdapat dua faktor dan paling baik meringkas tujuh variabel yang ada. Setelah diketahui dua faktor adalah yang paling optimal, maka matrik komponen menunjukkan distribusi ketujuh variabel tersebut pada dua faktor yang ada. Angka yang terdapat pada faktor ini adalah factor loading, atau besar korelasi antara satu variabel dengan faktor 1 dan faktor 2. Untuk mengatahui suatu variabel masuk atau tidak pada suatu faktor dapat diketahui dari besarnya nilai korelasi variabel, nilai yang paling besar menentukan variabel yang dapat masuk ke suatu faktor dengan mengabaikan tanda positif atau negatif. Bedasarkan hasil perhitungan matrik komponen tersebut, maka variabelvariabel uji dapat dikelompokkan menjadi dua faktor seperti dapat dilihat pada tabel 4.6 Berikut yang juga mencakup nilai factor loading tiap variabel.

digilib.uns.ac.id 86 Tabel 4.6 Pembagian Komponen Variabel Penunjang Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Kondisi fisik lahan 0,923 Ketersediaan air 0,583 Kelengkapan sarana dan prasarana 0,903 Aksesibilitas 0,859 Harga lahan 0,889 Sumber energi 0,631 2 Iklim 0,841 Sumber : Analisis, 2010 Factor loading yang dihasilkan oleh tiap variabel memiliki angka pembatas (out-off point). Angka pembatas factor loading adalah sebesar 0,55. Jika terdapat factor loading di bawah angka pembatas ini, maka variabel tersebut tidak dapat secara nyata dimasukkan ke dalam salah faktor sehingga perlu untuk dilakukan rotasi faktor. Nilai factor loading beberapa variabel (dengan mengabaikan tanda positif dan negatif) masih ada yang yang berada di bawah angka pembatas (dapat juga dilihat di lampiran D tabel D.7), sehingga selanjutnya perlu dilakukan proses rotasi faktor untuk menunjukkan suatu variabel termasuk ke dalam faktor mana dengan lebih nyata. Hasil perhitungan rotasi faktor didapatkan hasil akhir komponen-komponen yang termasuk dalam suatu faktor berdasarkan besaran factor loading. Hal ini akan memperlihatkan distribusi variabel yang lebih nyata dan jelas. Pembagian komponen variabel pada tiap faktor berdasarkan analisis rotasi faktor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

digilib.uns.ac.id 87 Tabel 4.7 Pembagian Komponen Variabel Penunjang Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Kelengkapan sarana dan prasarana 0,893 Aksesibilitas 0,885 Kondisi fisik lahan 0,867 Harga lahan 0,853 Ketersediaan air 0,655 2 Iklim 0,858 Sumber energi 0,676 Sumber : Analisis, 2010 Nilai variabel setelah proses rotasi seluruhnya berada di atas angka pembatas yang ditetapkan (0,55). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen variabel setelah rotasi lebih dapat dikelompokkan menjadi satu faktor akibat kesamaan ragam yang dimilikinya. Proses penamaan faktor pada bagian ini tidak begitu ditekankan mengingat sebelum proses pengolahan data atau saat pemasukan variabel data telah dikelompokkan kesamaan karakteristik variabel yang terbentuk yaitu faktor penunjang proses produksi. 4.3.1.3 Analisis Faktor Eksternal Produksi Variabel awal yang dimasukkan ke dalam analisis input proses produksi berjumlah 6 variabel. Nilai angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) atau Bartlett s Test (ukuran kecukupan dari sampling yanng diambil berada di atas 0,5), maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Berdasarkan output analisis faktor, nilai MSA untuk semua variabel yang dimasukkan berada di atas 0,5 sehingga tidak perlu melalui proses reduksi. Tabel 4.8 Variabel Faktor Eksternal Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur dari Sisi Pengusaha (Permintaan) No Variabel MSA 1 Kedekatan dengan CBD 0,888 2 Intervensi pemerintah 0,746

digilib.uns.ac.id 88 3 Sikap penerimaan masyarakat 0,783 4 Stabilitas keamanan 0,786 5 Sosialisasi RTRK 0,873 6 Jangkauan pasar 0,733 Sumber : Analisis, 2010 Tahap selanjutnya, setelah sejumlah variabel telah terpilih adalah melakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Perhitungan pada tahap selanjutnya mencakup tabel perhitungan nilai komunal (communalities), nilai total variansi (total variance explained), matriks komponen (component matrix), dan grafik scree plot. Perhitungan nilai komunal pada tabel hanya menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan terbentuk, semakin kecil nilai komunal sebuah variabel, maka semakin lemah hubungannya dengan faktor yang akan tebentuk. Pada analisis tersebut, dapat dilihat bahwa nilai komunal terbesar didapatkan pada variabel intervensi pemerintah, yaitu sebesar 0,908 (lampiran D tabel D.10). Hal ini menunjukkan sekitar 90,8% varians dari variabel-variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan variabel dengan nilai komunal terendah adalah variabel Kedekatan dengan CBD, yaitu sebesar 0,750 yang berarti bahwa 75% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Hasil perhitungan nilai total variansi (lampiran C) yang dijelaskan dalam analisis ini menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat terbentuk. Dua faktor tersebut digunakan karena nilai eigenvalues yang dihasilkan berada di atas 1, namun untuk empat faktor nilai eigenvalues berada dibawah 1. Untuk memperjelas hasil ekstraksi variabel terpilih menjadi dua faktor ini dapat dilihat melalui grafik scree plot pada lampiran (lampiran D gambar D.3). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari satu sampai dua faktor (garis sumbu component number 1 ke 2). Berada di atas angka 1 dari sumbu y (eigenvalues). Berdasarkan gambar tersebut, maka terdapat dua faktor dan paling baik meringkas enam variabel yang ada. Setelah diketahui dua faktor adalah yang paling optimal, maka matrik komponen menunjukkan distribusi kelima variabel tersebut pada dua faktor yang

digilib.uns.ac.id 89 ada. Angka yang terdapat pada faktor ini adalah factor loading, atau besar korelasi antara satu variabel dengan faktor 1 dan faktor 2. Untuk mengatahui suatu variabel masuk atau tidak pada suatu faktor dapat diketahui dari besarnya nilai korelasi variabel, nilai yang paling besar menentukan variabel yang dapat masuk ke suatu faktor dengan mengabaikan tanda positif atau negatif. Bedasarkan hasil perhitungan matrik komponen tersebut, maka variabelvariabel uji dapat dikelompokkan menjadi dua faktor seperti dapat dilihat pada tabel 4.9 Berikut yang juga mencakup nilai factor loading tiap variabel. Tabel 4.9 Pembagian Komponen Variabel Eksternal Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Kedekatan dengan CBD 0,747 Intervensi pemerintah 0,786 Sikap penerimaan masyarakat 0,912 Stabilitas keamanan 0,888 Sosialisasi RTRK -0,897 Jangkauan pasar -0,704 2 - - Sumber : Analisis, 2010 Factor loading yang dihasilkan oleh tiap variabel memiliki angka pembatas (out-off point). Angka pembatas factor loading adalah sebesar 0,55. Jika terdapat factor loading di bawah angka pembatas ini, maka variabel tersebut tidak dapat secara nyata dimasukkan ke dalam salah faktor sehingga perlu untuk dilakukan rotasi faktor. Nilai factor loading beberapa variabel (dengan mengabaikan tanda positif dan negatif) masih ada yang yang berada di bawah angka pembatas (dapat juga dilihat di lampiran D tabel D.11), sehingga selanjutnya perlu dilakukan proses rotasi faktor untuk menunjukkan suatu variabel termasuk ke dalam faktor mana dengan lebih nyata. Hasil perhitungan rotasi faktor didapatkan hasil akhir komponen-komponen yang termasuk dalam suatu faktor berdasarkan besaran factor loading. Hal ini akan memperlihatkan distribusi variabel yang lebih nyata

digilib.uns.ac.id 90 dan jelas. Pembagian komponen variabel pada tiap faktor berdasarkan analisis rotasi faktor dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.10 Pembagian Komponen Variabel Eksternal Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Stabilitas keamanan 0,916 Sikap penerimaan masyarakat 0,877 Kedekatan dengan CBD 0,860 Sosialisasi RTRK -0,721 2 Jangkauan pasar -0,930 Intervensi pemerintah 0,904 Sumber : Analisis, 2010 Nilai variabel setelah proses rotasi seluruhnya berada di atas angka pembatas yang ditetapkan (0,55). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen variabel setelah rotasi lebih dapat dikelompokkan menjadi satu faktor akibat kesamaan ragam yang dimilikinya. Proses penamaan faktor pada bagian ini tidak begitu ditekankan mengingat sebelum proses pengolahan data atau saat pemasukan variabel data telah dikelompokkan kesamaan karakteristik variabel yang terbentuk yaitu faktor eksternal proses produksi. 4.3.2 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Permintaan yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur Variabel-variabel terpilih untuk sisi permintaan (sisi preferensi pengusaha tentang lokasi industri) ini pada dasarnya merupakan elemen-elemen dari tiga bagian utama proses produksi yang pasti dilakukan dalam aktivitas industri. Tiga bagian utama tersebut yaitu input, proses, dan output.

digilib.uns.ac.id 91 Input Faktor input proses produksi Modal Lokasi bahan baku Harga bahan baku Jumlah tenaga kerja Tk. Pendidikan tenaga kerja proses Faktor penunjang faktor produksi Fisik lahan Ketersediaan air Sarana dan prasarana Aksesibilitas Harga lahan Iklim Sumber energi output Faktor eksternal Kedekatan dengan CBD Intervensi pemerintah Sikap penerimaan masyarakat Stabilitas keamanan Sosialisasi RTRK Jangkauan pasar Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.4 Keterkaitan Faktor-Faktor Permintaan yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur Setiap faktor terbentuk oleh variabel-variabel yang memiliki kesamaan karakteristik yang saling terkait satu sama lain. Keterkaitan antar variabel dapat dilihat dari tingkatan nilai factor loading dari rotasi faktor yang telah dilakukan sebelumnya. Berikut ini akan dijelaskan keterkaitan variabel untuk setiap faktor yang terbentuk. 4.3.2.1 Keterkaitan Faktor Input Proses Produksi Faktor input produksi meliputi modal, lokasi bahan baku, harga bahan baku, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pendidikan tenaga kerja. Dari tabel 4.4 terlihat bahwa modal, jumlah tenaga kerja, lokasi bahan baku, harga bahan baku, dan tingkat pendidikan tenaga kerja memiliki keterkaitan yang erat namun relatif independen dalam membentuk faktor commit input to user proses produksi. Modal dan tenaga

digilib.uns.ac.id 92 kerja berkorelasi positif dengan faktor input proses produksi yang berarti bahwa modal dan tenaga kerja dalam studi penelitian ini sebagai faktor dominan dalam preferensi lokasi pengusaha. Sebaliknya, lokasi bahan baku, harga bahan baku, dan tingkat pendidikan tenaga kerja berpengaruh secara negatif. Lokasi bahan baku Harga bahan baku Modal Jumlah tenaga kerja Tk. Pendidikan tenaga kerja Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.5 Keterkaitan Faktor Input Proses Produksi Bagi sebuah industri, modal akan dipergunakan untuk berbagai keperluan salah satunya adalah untuk membeli bahan baku. Dalam perolehan sumber bahan baku ini tentunya berkaitan juga dengan harga dan lokasi bahan baku. Semakin jauh lokasi bahan baku dari sebuah pabrik, maka akan mempengaruhi harga bahan baku yang pada selanjutnya akan menaikkan biaya opersional sebuah industri. Modal juga akan dipergunakan untuk membayar upah tenaga kerja. Berbicara mengenai tenaga kerja, tidak dapat dilepaskan dari tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkatan pendidikannya, maka mereka akan bekerja di tingkatan yang lebih tinggi pula (tidak hanya sebagai buruh biasa). Konsekuensi selanjutnya adalah mereka menuntut upah yang lebih tinggi pula. Sehingga dalam hal ini, semakin banyak jumlah tenaga kerja dan semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerjanya, maka akan menyebabkan modal yang akan dikeluarkan untuk pembayaran upah tenaga kerja juga akan tinggi, dan biaya operasional sebuah industri pun juga akan tinggi.

digilib.uns.ac.id 93 Sebagian besar industri yang terdapat di Palur memiliki modal di atas 20 juta (lihat tabel 3.10). Besarnya modal tersebut dapat digunakan untuk memperoleh lahan, mengorganisasi usaha, menyediakan bangunan yang diperlukan, membeli bahan baku, biaya pemeliharaan, pembayaran upah serta kebutuhan lainnya untuk kelanjutan usaha. Lokasi bahan baku dan harga bahan baku memiliki keterkaitan dimana berkat perkembangan teknologi, perolehan bahan baku dan harga bahan baku yang tinggi bukan menjadi salah satu kendala besar dalam aktivitas industri. 17% 17% 22% 44% Dalam kota Dalam kota dan luar kota dalam provinsi Dalam kota dan luar provinsi Luar pulau/ luar negeri Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.6 Perolehan Sumber Bahan Baku Dari diagram diatas terlihat bahwa jumlah industri yang mendapatkan bahan baku paling banyak berasal dari dalam kota dan luar kota dalam provinsi, yaitu sebanyak 44% dari seluruh jumlah industri yang terdapat di Palur. Lokasi bahan baku ini termasuk dekat jika dibandingkan dengan yang berasal dari luar provinsi, bahkan ada yang berasal dari luar jawa dan luar negeri. Kedekatan lokasi bahan baku ini tentunya menguntungkan pengusaha karena akan memperkecil biaya opresional sebuah industri. Jumlah tenaga kerja di zona industri Palur paling banyak berasal dari sekitar lokasi pabrik yang masih termasuk ke dalam zona industri Palur. Dari jumlah penduduk yang terdapat di Palur, sekitar 45,73% bekerja di sektor industri sebagai buruh industri (lihat tabel 3.5). Pekerja non ahli tetap, dengan tamatan SLTA (lihat tabel 3.4) dianggap penting terutama pada jenis industri padat karya

digilib.uns.ac.id 94 seperti tekstil, jamu dan pembuatan karung, dengan maksud agar sebuah industri mampu memperoleh keuntungan. luar provinsi 0 Luar kabupaten 11 Luar zona industri dalam kabupaten Sekitar lokasi pabrik dalam zona industri 13 17 Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.7 Daerah Asal Tenaga Kerja 4.3.2.2 Keterkaitan Faktor Penunjang Proses Produksi Faktor penunjang proses produksi meliputi kondisi fisik lahan, ketersediaan air, sarana dan prasarana pendukung, aksesibilitas, harga lahan, iklim dan sumber energi. Pada tabel 4.7, terlihat bahwa semua variabel memiliki keterkaitan yang erat namun relatif independen dalam membentuk faktor penunjang proses produksi. Semua variabel berkorelasi positif dengan faktor penunjang proses produksi yang berarti bahwa semua variabel dalam studi penelitian ini sebagai faktor yang penting dalam preferensi lokasi pengusaha. Kelengkapan sarana prasarana pendukung, aksesibilitas yang lancar, ketersediaan sumber energi dan air yang cukup, iklim dan kondisi fisik lahan yang baik menjadikan harga lahan dimana sebuah industri/ pabrik berdiri menjadi mahal/ tinggi. Kebutuhan terhadap lahan industri ini, masih tetap dapat dijangkau karena didukung oleh kemampuan industri dalam memperoleh lokasi lahan yang ditunjukkan dengan besarnya modal yang dimiliki, yaitu rata-rata lebih dari 20 juta rupiah. Meskipun iklim terkait dengan musim dan temperatur tidak begitu mempengaruhi aktivitas industri, namun kondisi iklim terkait dengan curah hujan akan mendukung ketersediaan air commit yang cukup. to user 0 5 10 15 20

digilib.uns.ac.id 95 Kondisi fisik lahan Iklim Sumber energi Harga lahan Ketersediaan air Sarana prasarana pendukung Aksesibilitas Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.8 Katerkaitan Faktor Penunjang Proses Produksi Kondisi fisik lingkungan yang umum sesuai dengan kriteria lokasi industri adalah lokasi yang bebas banjir, bebas longsor dan memiliki kemiringan tanah yang rendah. Namun dengan perkembangan teknologi, hambatan-hambatan dapat diminimalkan. Berdasarkan hasil survey, faktor fisik lingkungan yang sesuai dengan kriteria lokasi industri bagi para pengusaha di zona industri Palur adalah bebas banjir (85%), dan bebas longsor (15%). Terkait dengan kondisi fisik lingkungan, upaya untuk menjaga kondisi lingkungan sekarang ini perlu ditingkatkan mengingat lokasi industri yang berada di dekat lahan pertanian beririgasi teknis yang diharapkan produktif. Perkembangan industri yang begitu pesat dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan fisik alam akibat pencemaran yang dihasilkan industri. Bagi industri-industri yang berorientasi pada pasar, sarana dan prasarana pendukung sangatlah diperlukan. Misalnya bangunan pasar dan pertokoan, halte bagi karyawan, perumahan bagi karyawan, fasilitas kesehatan, fasilitas telekomunikasi, dan fasilitas pengolahan limbah. Kelengkapan sarana dan prasarana ikut menjadi daya tarik bagi pendirian industri. Salah satu upaya untuk meminimalkan biaya perusahaan adalah mengurangi biaya transportasi karyawan. Sehingga dengan tersedianya perumahan yang dekat dengan lokasi industri bagi karyawan terutama bagi penglaju diharapkan juga dapat meminimalkan biaya transportasi dan disisi lain memberikan kesejahteraan bagi para karyawan

digilib.uns.ac.id 96 sehingga meningkatan semangat karyawan dalam bekerja. Untuk fasilitas pengolahan limbah pada saat ini, masih bersifat terpadu, namun keberadaan fasilitas ini menjadi sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar lokasi industri. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 37 37 37 36 32 30 3 4 4 3 4 6 1 0 0 2 3 5 Sangat penting Penting Tidak penting Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.9 Sarana dan Prasarana Pendukung yang Dikehendaki di Sekitar Lokasi Industri Permintaan lahan industri di zona industri Palur merupakan salah satu refleksi pengaruh perkembangan aktivitas perkotaan. Keterbatasan lahan di pusat kota yang tidak seimbang dengan permintaan menyebabkan pencarian lahan ke luar/ ke daerah pinggiran kota yang sangat potensial, yaitu lahan yang masih luas. Aktivitas industri memerlukan ruang yang luas baik untuk gedung operasional, perkantoran, gudang dan tempat parkir. Lokasi pengembangan industri harus didukung oleh ketersediaan energi listrik berdaya besar. Sumber energi listrik merupakan penggerak utama peralatan industri. Sumber energi yang utama bagi industri-industri di zona industri Palur adalah energi listrik yang dipasok dari PLN. Namun ada beberapa industri yang memiliki cadangan sumber tenaga dari mesin diesel yang mereka usahakan sendiri dengan alasan bahwa listrik pasokan PLN terkadang tidak mencukupi untuk menggerakkan mesin-mesin yang umumnya beroperasi selama 24 jam, sehingga

digilib.uns.ac.id 97 membutuhkan tenaga/ energi listrik tambahan untuk mendukung kegiatan tersebut. 17% 32% 51% PLN Pembangkit sendiri/ diesel Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.10 Perolehan Sumber Energi Listrik untuk Aktivitas Industri di Zona Industri Palur Seperti juga listrik, air menjadi salah satu elemen yang sangat penting bagi kelangsungan proses produksi. Selain digunakan dalam proses pengolahan, air juga digunakan untuk media pembuangan limbah industri. Limbah industri yang merupakan sisa-sisa proses pengolahan mengandung zat-zat kimia yang lebih mudah dihilangkan dengan air, terutama untuk industri tekstil. 19% 37% 42% Air tanah/ permukaan Air PDAM Gabungan Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.11 Sumber Perolehan Air untuk Aktivitas Industri di Zona Industri Palur Aksesibilitas dalam hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi terutama dalam mengangkut bahan baku sampai mendistribusikan produk ke daerah-daerah lain. Semakin tinggi aksesibilitas berarti semakin mudah pencapaian ke daerah lain. Jangkauan pemasaran menjadi semakin tambah luas akibat perkembangan teknologi terhadap pengangkutan baik perkembangan

digilib.uns.ac.id 98 kendaraan angkutan (sarana angkutan) dan jaringan jalan (prasarana jalan), seperti perkapalan dan angkutan udara yang memudahkan lintas antar daerah. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan bagi industri dalam perolehan bahan baku yang sulit didapat di daerah sendiri dan akan memudahkan dalam transaksi eksporimpor dalam skala yang lebih besar. Pembangunan jalan raya memberi dampak terhadap daerah sekitarnya, semakin lebar dan keras jalan yang bersangkutan maka semakin besar dampaknya. Di daerah dampak ini akan tumbuh kegiatan ekonomi yang memanfaatkan jalan raya tersebut. Jalan raya tersebut akan merangsang timbulnya sarana angkutan baru yang mendorong kegiatan ekonomi. Berkaitan dengan kondisi aksesibilitas di zona industri Palur, keberadaan jalan provinsi (arteri primer Palur-Surakarta dan Palur-Sragen) serta jalan kolektor primer Palur-karanganyar yang melintasi zona Palur mengakibatkan perkembangan industri yang sangat pesat di sepanjang jalan raya. Hal tersebut juga memberi dampak pada terjadi perkembangan aktivitas perekonomian dan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri maupun kegiatan lain. 4.3.2.3 Keterkaitan Faktor Eksternal Produksi Faktor eksternal proses produksi meliputi kedekatan dengan CBD, intervensi pemerintah, sikap penerimaan masyarakat, stabilitas keamanan, sosialisasi RTRK, dan jangkauan pasar. Dari tabel 4.10 terlihat bahwa variabel kedekatan dengan CBD, intervensi pemerintah, sikap penerimaan masyarakat dan stabilitas keamanan memiliki keterkaitan yang erat dalam membentuk faktor penunjang proses produksi. Kedekatan dengan CBD dalam artian industri berlokasi dengan sasaran utama dekat dengan pusat kota sangat penting karena dengan berada dekat dengan CBD yang sarat dengan berbagai fasilitas pelayanan memudahkan interaksi dengan masyarakat untuk mendukung proses produksi. Kemudahan dalam pasar, tentu saja akan mempermudah distribusi pemasaran produk kepada konsumen. Selain itu, lokasi yang dekat dengan pasar akan meminimalkan biaya transportasi. Namun pada kenyataannya, industri-industri di zona industri Palur telah memiliki

digilib.uns.ac.id 99 pasar tersendiri. Dari keseluruhan industri yang berada di zona industri Palur, sebagian besar produknya dipasarkan di Wilayah Perkotaan Surakarta. Adapun yang juga dipasarkan ke luar pulau/ luar negeri hanya sebagian kecil. Bentuk intervensi pemerintah yang bertujuan untuk mengarahkan industri agar berlokasi disuatu tempat, misalnya untuk pemerataan pembangunan, dorongan maupun larangan tersusun dalam bentuk rencana penggunaan lahan yang berbeda di wilayah nasional, regional, dan lokal. Kebijaksanaan yang dapat menarik para investor adalah Peraturan Daerah yang jelas dan konsisten, serta jelasnya pajak dan dihapuskannya pungutan-pungutan. Sistem birokrasi yang mudah dan sederhana merupakan hal yang sangat diinginkan oleh industri. Bantuan secara finansial bagi para responden tidak begitu penting, maka yang diharapkan adalah kebijaksanaan dan pelaksanaan yang bersifat mendukung. Faktor yang juga dianggap sangat penting adalah sikap penerimaan masyarakat sekitar terhadap kehadiran industri dan stabilitas keamanan daerah yang terjamin. Kondisi lingkungan sosial kemasyarakatan berkaitan erat dengan kelangsungan industri dalam jangka waktu lama. Faktor ini merupakan salah satu faktor yang dibentuk melalui pendekatan-pendekatan dengan melibatkan peran berbagai pihak, baik dari pihak pengusaha, pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Sejauh ini, sikap penerimaan masyarakat di zona industri Palur terhadap keberadaan industri dipandang positif. Hal ini dapat dilihat dari sisi keuntungan yang sama-sama diperoleh kedua pihak. Sedangkan stabilitas keamanaan dirasa sangat penting terutama berkaitan dengan pengamanan aset perusahaan dan mempengaruhi suasana aktivitas kerja. 4.3.3 Analisis Faktor Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan dari sisi penawaran pemilik lahan pertanian memanfaatkan hasil dari analisis kualitatif terhadap kajian literatur. Selanjutnya, jawaban dari setiap kuisioner tersebut diolah dengan commit metode to user analisis faktor sehingga didapatkan

digilib.uns.ac.id 100 faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan dari sisi penawaran (pemilik lahan). Variabel awal yang dimasukkan adalah tahap ini berjumlah 9 variabel. Nilai angka MSA (Measure of Sampling Adequecy) atau Bartlett s Test dari sampling yang diambil berada diatas 0,5. Sehingga kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Tabel 4.11 Variabel Penawaran yang Berpengaruh Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian (Penawaran) No Variabel MSA 1 Penghasilan 0,842 2 Luas lahan 0,531 3 Usia 0,717 4 Pendidikan 0,796 5 Pekerjaan 0,719 6 Pajak lahan 0,524 7 Pola pemikiran pemilik lahan 0,901 8 Biaya produksi 0,726 9 Penawaran tinggi dari pengusaha 0,605 Sumber : Analisis, 2010 Tahap selanjutnya, setelah sejumlah variabel telah terpilih adalah melakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Perhitungan pada tahap selanjutnya mencakup tabel perhitungan nilai komunal (communalities), nilai total variansi yang dijelaskan (total variance explained), matriks komponen (component matrix), dan grafik scree plot. Perhitungan nilai komunal pada tabel hanya menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan terbentuk. Semakin kecil nilai komunal, maka semakin lemah hubungannya dengan faktor yang akan terbentuk. Pada analisis tersebut, dapat dilihat bahwa nilai komunal terbesar didapatkan pada variabel pekerjaan, yaitu sebesar 0,915 (lampiran D tabel D.14). Ini menunjukkan sekitar 91,5% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan variabel dengan nilai komunal terendah

digilib.uns.ac.id 101 adalah variabel biaya produksi, yaitu sebesar 0,477 yang berarti bahwa 47,7% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Hasil perhitungan nilai total variansi (lampiran C) yang dijelaskan dalam analisis ini menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat terbentuk. Tiga faktor tersebut digunakan karena nilai eigen (eigenvalues) yang dihasilkan di atas 1, namun untuk ke enam faktor atau lebih nilai eigen di bawah 1. Untuk memperjelas hasil ekstraksi variabel terpilih menjadi tiga faktor ini dapat dilihat melalui grafik scree plot pada lampiran (lampiran D gambar D.4). Dari gambar tersebur dapat dilihat bahwa dari satu sampai tiga faktor (garis sumbu komponen 1 ke 3) berada di atas angka 1 dari sumbu y (eigenvalues). Berdasarkan gambar tersebut, maka terdapat tiga faktor dan paling baik untuk meringkas sembilan variabel yang ada. Setelah diketahui tiga faktor adalah jumlah yang paling optimal, maka matrik komponen menunjukkan distribusi kesembilan variabel tersebut pada tiga faktor yang ada. angka yang terdapat pada faktor ini adalah factor loading, atau besar korelasi antara satu variabel dengan faktor 1, faktor 2, dan faktor 3. Untuk mengetahui suatu variabel masuk atau tidak pada suatu faktor dapat diketahui dari besarnya nilai korelasi variabel. Nilai yang paling besar menentukan variabel yang dapat masuk ke suatu faktor dengan mengabaikan tanda positif dan negatif. Berdasarkan hasil perhitungan matrik komponen tersebut, maka variabelvariabel uji dapat dikelompokkan mejadi tiga faktor seperti dapat dilihat pabel di bawah ini, yang juga mencakup nilai factor loading tiap variabel. Tabel 4.12 Pembagian Komponen Variabel Penawaran yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Penawaran pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Penghasilan 0,882 Usia 0,815 Pendidikan -0,776 Pekerjaan -0,871 Pola pemikiran pemilik commit lahan to user 0,786 Biaya produksi 0,600

digilib.uns.ac.id 102 2 Luas lahan 0,615 Penawaran tinggi dari pengusaha -0,562 3 Pajak lahan 0,687 Sumber : Analisis, 2010 Factor loading yang dihasilkan oleh tiap variabel memiliki angka pembatas (out-off point). Angka pembatas factor loading adalah sebesar 0,55. Jika terdapat factor loading di bawah angka pembatas ini, maka variabel tersebut tidak dapat secara nyata dimasukkan ke dalam salah satu faktor sehingga perlu untuk dilakukan rotasi faktor. Dari tabel di atas, nilai factor loading beberapa variabel (dengan mengabaikan tanda positif dan negatif) masih ada yang yang berada di bawah angka pembatas (dapat juga dilihat di lampiran D tabel D.15), sehingga selanjutnya perlu dilakukan proses rotasi faktor untuk menunjukkan suatu variabel termasuk ke dalam faktor mana dengan lebih nyata. Hasil perhitungan rotasi faktor didapatkan hasil akhir komponen-komponen yang termasuk dalam suatu faktor berdasarkan besaran factor loading. Hal ini akan memperlihatkan distribusi variabel yang lebih nyata dan jelas. Pembagian komponen variabel pada tiap faktor berdasarkan analisis rotasi faktor dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.13 Pembagian Komponen Variabel Penawaran yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Penawaran pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Pekerjaan -0,938 Usia 0,867 Pola pemikiran pemilik lahan 0,758 Pendidikan -0,707 Penghasilan 0,648 2 Luas lahan 0,883 Penawaran tinggi dari pengusaha -0,700 Biaya produksi 0,528 3 Pajak lahan 0,921 Sumber : Analisis, 2010

digilib.uns.ac.id 103 Nilai variabel setelah proses rotasi seluruhnya berada di atas angka pembatas yang ditetapkan (0,55). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen variabel setelah rotasi lebih dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor akibat kesamaan ragam yang dimilikinya. Proses selanjutnya adalah proses penamaan faktor berdasarkan variabel yang terbentuk, yaitu : Faktor 1, yang terdiri dari variabel pekerjaan, usia, pola pemikiran pemilik lahan, pendidikan, dan penghasilan dapat dinamakan faktor internal pemilik lahan pertanian Faktor 2, terdiri dari luas lahan, biaya produksi, dan penawaran yang tinggi dari para pengusaha, dapat dinamakan faktor pertimbangan ekonomis Faktor 3, terdiri dari pajak lahan dinamakan faktor intervensi pemerintah. Fator-faktor yang terbentuk ini berfungsi untuk melihat sejauh mana pertimbangan pemilik lahan pertanian (preferensi penjualan lahan pertanian) berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan industri di zona industri Palur dari sisi penawaran. 4.3.4 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur Faktor-faktor penawaran yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada dasarnya meliputi dua aspek, yaitu aspek internal dan aspek eksternal. Aspek internal ini meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan pola pemikiran masyarakat yang berkembang tentang pekerjaan. Sedangan aspek eksternal meliputi luas lahan, biaya produksi, pajak lahan, dan penawaran yang tinggi dari pengusaha. Berdasarkan hasil analisis faktor, variabel-variabel tersebut dikelompokkan menjadi tiga faktor. Faktor yang pertama yaitu faktor internal pemilik lahan pertanian yang meliputi pekerjaan, usia, pola pemikiran pemillik lahan pertanian, pendidikan dan penghasilan. Faktor kedua adalah faktor pertimbangan ekonomis yang meliputi luas lahan, biaya produksi, dan penawaran

digilib.uns.ac.id 104 yang tinggi dari pengusaha. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu faktor intervensi pemerintah yang meliputi pajak lahan. Seperti halnya pada faktor-faktor permintaan, setiap faktor terbentuk oleh variabel-variabel yang memiliki kesamaan karakteristik yang terkait satu sama lain. Keterkaitan antar variabel dapat dilihat dari tingkatan nilai factor loading hasil dari rotasi faktor yang telah dilakukan sebelumnya. Berikut ini akan dijelaskan keterkaitan variabel untuk setiap faktor yang terbentuk. 4.3.4.1 Keterkaitan Faktor Internal Pemilik Lahan Pertanian Dari tabel 4.13, terlihat bahwa pekerjaan, usia, pola pemikiran pemilik lahan, pendidikan, dan penghasilan memiliki katerkaitan yang erat dalam membentuk faktor internal pemilik lahan pertanian. Berbicara mengenai pekerjaan tidak bisa dilepaskan dari latarbelakang pendidikannya. Mereka yang berpendidikan tinggi umumnya berkeja pada posisi atau jabatan yang lebih tinggi pula. Konsekuensi selanjutnya adalah mereka menuntut penghasilan yang tinggi juga. Sehingga dalam hal ini, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan memang saling terkait. Mereka yang berpendidikan tinggi dan berusia muda umumnya lebih berfikir maju dan terbuka mengenai pekerjaan. Umumnya mereka yang berusia muda dengan tingkat pendidikan yang tinggi tidak mau bekerja sebagai petani dan berniat alih pekerjaan ke sektor industri. Ternyata dalam hal ini, usia dan pendidikan berkaitan dengan pembentukan pola pikir petani dalam menjual lahan pertanian mereka kepada pengusaha. Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Pola pikir Sumber : Analisis, 2010 Usia Gambar 4.12 Keterkaitan Faktor Internal Pemilik Lahan Pertanian

digilib.uns.ac.id 105 Usia dan pendidikan berkaitan erat dengan pembentukan pola pemikiran dalam pertimbangan keputusan penjualan lahan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari responden melalui tanya jawab, responden tersebut menjual lahan pertanian mereka pada saat usia mereka masih muda yaitu kisaran usia 30-40 tahun dan rata-rata tingkat pendidikan responden adalah tamatan SMP. Dalam hal ini, mereka yang berusia muda cenderung lebih berfikiran terbuka dan maju daripada usia tua yang cenderung konservatif. Pekerjaan sebagai petani umumnya mendapatkan penghasilan tergantung dari hasil panen. Padahal hasil panen juga tidak pasti karena faktor-faktor alam yang sering membuat hasil panen tidak tentu. Setelah pemilik lahan menjual tanahnya untuk kepentingan industri, mereka mendapatkan keuntungan dari penjualan tanah serta mendapatkan keuntungan lain yaitu mendapatkan kesempatan kerja sebagai buruh pabrik yang dapat memberikan penghasilan lebih besar daripada bertani. Dari hasil kuisioner yang diberikan kepada 30 responden, sekitar 70% menyatakan bahwa pendapatannya meningkat setelah menjual lahannya kepada pengusaha (dapat dilihat di rekapan hasil kuisioner). Beberapa dari responden memberikan keterangan bahwa sebagian dari hasil penjualan lahan mereka, mereka investasikan kembali ke dalam bentuk sawah/ lahan pertanian dengan cara membeli tanah/ sawah di tempat lain. Mereka yang dulunya berkesempatan bekerja sebagai buruh pabrik dan masih memiliki tanah sawah kembali lagi menggarap sawah setelah usia bertambah dan tenaga berkurang serta tidak lagi bekerja di pabrik. 15 10 5 0 11 8 9 2 31-40 41-50 51-60 >60 Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.13 Tingkat Usia Responden commit Pemilik to user Lahan Pertanian di Zona Industri Palur

digilib.uns.ac.id 106 4.3.4.2 Keterkaitan Faktor Pertimbangan Ekonomis Didalam faktor pertimbangan ekonomis terdapat keterkaitan luas lahan, biaya produksi, dan penawaran yang tinggi dari pengusaha. Bagi pemilik lahan pertanian yang memiliki lahan luas kemungkinan besar antara keuntungan yang didapatkan lebih besar daripada biaya produksi yang dikeluarkan. Namun berbeda sebaliknya dengan kondisi bagi pemilik lahan pertanian yang tidak luas. 30 26 20 10 0 3 100-1.000 m2 1.001-10.000 m2 >10.000 m2 1 Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.14 Luas Lahan Pertanian Responden Sebelum Dijual Kepada Pengusaha Dari gambar 4.14 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pemilik lahan pertanian yang memiliki lahan di atas satu hektar sangat sedikit dan yang paling banyak menjual lahan pertaniannya adalah meraka yang memiliki lahan di kurang dari satu kektar. Hal ini dapat diperjelas dari hasil rekapitulasi kuisioner bahwa biaya produksi ikut menjadi salah satu pertimbangan penjualan lahan pertanian. 30 25 20 10 0 ya Sumber : Analisis, 2010 5 tidak Gambar 4.15 Pengaruh Biaya Produksi terhadap Pertimbangan commit Penjualan to user Lahan Pertanian

digilib.uns.ac.id 107 Kondisi ini kemudian didukung dengan adanya penawaran yang tinggi dari penguasaha kepada pemilik lahan pertanian agar mereka berkenan menjual lahan pertanian mereka. Selain penawaran harga yang tinggi, kesempatan agar dapat bekerja di sektor pabrik juga ditawarkan oleh pengusaha kepada pemilik lahan pertanian. 30 27 20 10 0 ya 3 tidak Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.16 Pengaruh Penawaran Pengusaha terhadap Motivasi Penjualan Lahan Pertanian Luas lahan Biaya produksi Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.17 Katerkaitan Faktor Pertimbangan Ekonomis 4.3.4.3 Keterkaitan Faktor Intervensi Pemerintah Faktor intervensi pemerintah berkaitan dengan kepemilikan lahan adalah pajak lahan atau yang lebih kita kenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan. Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan ini berdasarkan kelas-kelas luas tanah yang telah ditetapkan dan bangunan dimana semakin luas tanahnya maka pajak yang dikenakan juga semakin tinggi. Penawaran yang tinggi dari Berdasarkan hasil kuisioner, motivasi responden dalam penjualan lahannya akibat pajak lahan yang commit dikenakan to user berkorelasi positif, yang berarti

digilib.uns.ac.id 108 dengan adanya pajak lahan bagi sebagian besar responden menjadi pemicu dalam penjualan lahannya kepada pengusaha. 30 27 20 10 0 ya Sumber : Analisis, 2010 3 tidak Gambar 4.18 Pengaruh Pajak Lahan terhadap Motivasi Penjualan Lahan Pertanian 4.4 Faktor-Faktor Penentu yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur Perkembangan aktivitas industri dan investasi wilayah perkotaan Surakarta ke zona industri Palur membutuhkan lahan untuk mewadahi aktivitasnya. Kebutuhan terhadap lahan industri tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan preferensi lokasi industri oleh pengusaha. Berdasarkan analisis-analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa faktor-faktor preferensi pengusaha itu antara lain faktor input proses produksi dengan bobot faktor 0,917 (yang berarti bahwa faktor input proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 91,7%), faktor penunjang proses produksi dengan bobot 0,812 (yang berarti bahwa faktor penunjang proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 81,2%), dan faktor eksternal proses produksi dengan bobot 0,717 (yang berarti bahwa faktor eksternal proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 71,7%). Adapun sejumlah variabel yang membentuk ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4, tabel 4.7, tabel 4.10. Variabel-variabel terpilih untuk sisi permintaan (sisi preferensi pengusaha tentang lokasi industri) ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Apple, Harding, Smith, Sofyan

digilib.uns.ac.id 109 Assauri dan Kartasapoetra yang diadaptasi dari Iskandar, 1998 yang dapat dilihat pada tabel 2.2 atau sub bab 2.3.2. Variabel-variabel terpilih tersebut pada dasarnya merupakan elemen-elemen dari tiga bagian utama sistem proses produksi yang pasti dilakukan dalam aktivitas industri, yaitu input, proses dan output. Pengolahan dengan analisis faktor dilakukan secara terpisah sesuai dengan hasil pengelompokan tersebut. Semua faktor memliki keterkaitan yang sangat erat karena ketiga faktor merupakan faktor-faktor utama proses kegiatan/ aktivitas industri yang sangat vital bagi eksistensi industri. Kebutuhan terhadap lahan industri ini didukung oleh kemampuan industri dalam memperoleh lokasi lahan yang ditunjukkan dengan besarnya modal yang dimiliki, yaitu rata-rata lebih dari 20 juta rupiah. Selain itu, penduduk di zona industri Palur yang bekerja sebagai buruh industri di zona industri tersebut sebesar 45,73% dari keseluruhan penduduk yang bekerja, sedangkan sumbangan PDRB yang diberikan oleh keberadaan industri sebesar 52,08%. Faktor preferensi lokasi industri ini mewakili faktor dari sisi demand dalam keterkaitan sistem yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur. Disisi lain pengaruh karakteristik penawaran yang meliputi keterkaitan antara sistem pengembangan dan sistem lingkungan menjadi pendorong berubahnya penggunaan lahan. Sistem pengembangan berupa arahan pengembangan industri yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Karanganyar, RTRK Palur, RUTRK-RDTRK IKK Jaten, dan SK Gubernur Jawa Tengah serta motivasi penjualan lahan oleh pemilik lahan pertanian. Faktor-faktor motivasi penjualan lahan oleh pemilik lahan pertanian ini meliputi faktor internal pemillik lahan pertanian dengan bobot faktor 0,783 (yang berarti bahwa faktor internal pemilik lahan pertanian mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 78,3%), faktor pertimbangan ekonomis dengan bobot 0,703 (yang berarti bahwa faktor pertimbangan ekonomis mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 70,3%), dan faktor intervensi pemerintah dengan bobot 0,921 (yang berarti bahwa faktor intervensi pemerintah mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 92,1%). commit Adapun to user sejumlah variabel yang membentuk

digilib.uns.ac.id 110 ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 4.13. Variabel-variabel terpilih untuk sisi penawaran (sisi preferensi pemilik lahan pertanian) sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mather,1986 dan Gasson,1973 dalam Healey dan Ilbery, 1990 : 190-192 yang dapat dilihat pada tabel 2.3 atau sub bab 2.3.3. Ketiga faktor ini mempengaruhi pola pemikiran pemilik lahan dalam menjual lahannya. Dengan tanpa mengelompokkan variabel terpilih terlebih dahulu, telah didapatkan hasil pengelompokan yang telah sesuai berdasarkan kesamaan karakteristik antara variabel terpilih. Perubahan penggunaan lahan muncul sebagai akibat dari interaksi antara permintaan dan penawaran lahan. Dengan mengetahui faktor-faktor permintaan dan penawaran lahan di zona industri Palur diharapkan dapat memberikan usulan pengembangan zona industri Palur khususnya pengembangan aktivitas industri. Untuk mengetahui lebih jelas proses beserta keterkaitan perubahan penggunaan lahan di zona industri Palur dapat dilihat pada gambar 4.19.

digilib.uns.ac.id 111 Sistem aktivitas industri Faktor input proses produksi Modal Lokasi bahan baku Harga bahan Jumlah tenaga kerja Tk. Pendidikan tenaga kerja Kemampuan industri Modal > 20 juta rupiah Menyerap tenaga kerja 45,73% dari keseluruhan penduduk yang bekerja Sumbangan PDRB dari sektor industri sebesar 52,08% Faktor penunjang faktor produksi Fisik lahan Ketersediaan air Sarana dan prasarana Aksesibilitas Harga lahan Iklim Sumber energi Faktor eksternal Kedekatan dengan CBD Intervensi pemerintah Sikap penerimaan masyarakat Stabilitas keamanan Sosialisasi RTRK Jangkauan pasar Penyebab perubahan penggunaan lahan Usulan pengembangan Sistem pengembangan RTRW Kabupaten Karanganyar (Review 2006) RTRK zona Palur 1991-2001 RUTRK-RDTRK IKK Jaten SK Gubernur Jawa Tengah Motivasi penjualan lahan oleh pemilik lahan pertanian Karakteristik penawaran lahan Perubahan penggunaan lahan, luas lahan pertanian menyusut 126,596 Ha dan luas lahan industri bertambah 54,6 Ha Harga lahan dari tahun 1991 sampai tahun 2010 terus meningkat (lihat tabel 3.8) Sumber : Analisis 2010 Gambar 4.19 Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi commit Lahan to Industri user di Zona Industri Palur

digilib.uns.ac.id BAB 5 PENUTUP 5.4 Kesimpulan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri yang telah dilakukan memberikan penjelasan bagaimana pengaruh permintaan aktivitas industri terhadap lahan dan penawaran lahan dari pemilik lahan pertanian. Beberapa temuan studi yang berkaitan dengan fenomena perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri yang terjadi di zona industri Palur adalah sebagai berikut: 1. Perkembangan aktivitas perkotaan Pertumbuhan kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan dalam kawasan strategis SuBoSuka mengakibatkan terjadinya perkembangan aktivitas kota ke daerah-daerah di sekitarnya, termasuk ke zona industri Palur, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar yang lokasinya berbatasan dengan kota Surakarta. Akibat selanjutnya adalah terjadi perubahan baik secara fisik maupun non-fisik. Perubahan secara fisik tersebut dapat terlihat dari perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non-pertanian yang salah satunya adalah untuk penggunaan lahan industri. Luas lahan pertanian selama kurang lebih dua puluh tahun mengalami penyusutan sebesar 126,596 Ha, dan disisi lain luas lahan industri mengalami peningkatan sebesar 54,6 Ha. Perubahan luas lahan pertanian di zona industri Palur memang tidak seluruhnya beralih fungsi menjadi lahan industri, namun juga beralih untuk guna lahan perumahan, perdagangan, dan jasa. Meskipun demikian, alih fungsi lahan dari penggunaan pertanian menjadi industri tetap menjadi fokus penelitian karena ada indikasi penyimpangan dari peraturan yang telah ditetapkan. Perubahan luas lahan ini menunjukkan bahwa permintaan aktivitas industri di zona industri Palur lebih tinggi dari permintaan aktivitas pertanian. Salah satu temuan studi dari analisis perubahan penggunaan lahan lahan adalah besarnya luas lahan untuk commit aktivitas to user industri yang tidak sesuai dengan 112

digilib.uns.ac.id 113 arahan, salah satunya adalah arahan dalam RTRK Palur. Dalam kasus ini telah terjadi peyimpangan luas dan lokasi industri dari yang telah ditetapkan dalam RTRK Palur. Jika mengacu pada teori Losch dan Weber, lokasi industri di zona industri Palur dirasa oleh industri dapat memberikan keuntungan karena lokasinya yang strategis. Sehingga tidaklah mengherankan jika banyak industri yang menginginkan berlokasi di zona industri Palur. Karena di zona industri Palur sebagai daerah pinggiran masih terdapat cukup luas lahan non terbangun (persawahan), maka alih fungsi lahan dari pertanian menjadi industri untuk mendukung permintaan yang ada tidak dapat dihindarkan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan Koestoer dalam Iskandar (1997:3-4), hall (1996:241-242, dan Bachriadi (1997:2). Sedangkan perubahan non-fisiknya terlihat dari lifestile/ gaya hidup dan karakteristik kegiatan masyarakat di zona industri Palur yang menjadi kekotaan, salah satunya terlihat dari mata pencaharian masyarakat di zona industri Palur yang bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri dan besarnya PDRB yang didapatkan dari sektor industri lebih besar dari sektor pertanian. Masyarakat yang bekerja di sektor industri adalah sebanyak 6736 jiwa, dan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 2430 jiwa. Sumbangan PDRB dari sektor industri (ADHB) adalah 52,08 %, sedangkan sumbangan PDRB dari sektor pertanian (ADHB) 20,08%. 2. Proses perkembangan aktivitas industri dan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri Adapun dalam proses perubahannya, terjadi pertemuan antara demand dan supply dimana dari sisi demand, preferensi pengusaha dalam berlokasi industri memerlukan lahan untuk membangun pabrik dan dari sisi supply, preferensi pemilik lahan pertanian dalam penjualan lahannya mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri. Terkait dengan konsep yang dikemukakan oleh Chapin, dapat diterangkan bahwa sistem aktivitas kota diwakili oleh sisi demand, sistem lingkungan dan pengembangan lahan diwakili commit oleh sisi to supply. user

digilib.uns.ac.id 114 DEMAND Faktor input proses produksi Modal Lokasi bahan baku Harga bahan baku Jumlah tenaga kerja Tk. Pendidikan tenaga kerja Faktor penunjang faktor produksi Fisik lahan Ketersediaan air Sarana dan prasarana Aksesibilitas Harga lahan Iklim Sumber energi Perkembangan aktivitas industri : Penduduk yang bekerja di sektor industri 6736 orang Penduduk yang bekerja di sektor pertanian 2430 orang PDRB dari sektor industri (ADHB) 52,08 % PDRB dari sektor pertanian (ADHB) 20,08% Faktor eksternal Kedekatan dengan CBD Intervensi pemerintah Sikap penerimaan masyarakat Stabilitas keamanan Sosialisasi RTRK Jangkauan pasar Kebijakan pemerintah : RTRK Palur, RTRW Kabupaten Karanganyar, RUTRK-RDTRK IKK Jaten, SK Gubernur SUPPLY Penghasilan Luas lahan Usia Pendidikan Pekerjaan Pajaklahan Pola pemikiran pemilik lahan Biaya produksi Penawaran tinggi daripengusaha Kebutuhan lahan untuk pembangunan industri Motivasi penjual lahan pertanian untuk mendukung aktivitas industri Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri : Luas lahan industri bertambah 54,6 ha Luas lahan pertanian menurun 126,596 ha

digilib.uns.ac.id 115 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri dari sisi permintaan, yaitu sebagai berikut: a. Faktor input proses produksi, dengan bobot 0,917 yang berarti bahwa faktor input proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 91,7%. b. Faktor penunjang proses produksi, dengan bobot 0,812 yang berarti bahwa faktor penunjang proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 81,2%. c. Faktor eksternal proses produksi, dengan bobot 0,717 yang berarti bahwa faktor eksternal proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 71,7%. Adapun sejumlah variabel yang membentuk ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4, tabel 4.7, tabel 4.10. Variabel-variabel terpilih untuk sisi permintaan (sisi preferensi pengusaha tentang lokasi industri) ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Apple, Harding, Smith, Sofyan Assauri dan Kartasapoetra yang diadaptasi dari Iskandar, 1998 yang dapat dilihat pada tabel 2.2 atau sub bab 2.3.2. Variabel-variabel terpilih tersebut pada dasarnya merupakan elemen-elemen dari tiga bagian utama sistem proses produksi yang pasti dilakukan dalam aktivitas industri, yaitu input, proses dan output. Pengolahan dengan analisis faktor dilakukan secara terpisah sesuai dengan hasil pengelompokan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri dari sisi penawaran, yaitu sebagai berikut: a. Faktor internal pemilik lahan, dengan bobot 0,783 yang berarti bahwa faktor internal pemilik lahan pertanian mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 78,3%. b. Faktor pertimbangan ekonomis, dengan bobot 0,703 yang berarti bahwa faktor pertimbangan ekonomis mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 70,3%.

digilib.uns.ac.id 116 c. Faktor intervensi pemerintah, dengan bobot 0,92 yang berarti bahwa faktor intervensi pemerintah mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 92,1%. Adapun sejumlah variabel yang membentuk ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 4.13. Variabel-variabel terpilih untuk sisi penawaran (sisi preferensi pemilik lahan pertanian) ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Mather,1986 dan Gasson,1973 dalam Healey dan Ilbery, 1990 : 190-192 yang dapat dilihat pada tabel 2.3 atau sub bab 2.3.3. Ketiga faktor ini mempengaruhi pola pemikiran pemilik lahan dalam menjual lahannya. Dengan tanpa mengelompokkan variabel terpilih terlebih dahulu, telah didapatkan hasil pengelompokan yang telah sesuai berdasarkan kesamaan karakteristik antara variabel terpilih. 5.5 Kelemahan Studi Studi yang telah dilakukan ini memiliki keterbatasan dan kelemahan, yaitu : 1. Jumlah sampel responden pengusaha tidak dibedakan berdasarkan jenis industrinya (dianggap homogen) dan sampel yang diambil tidak berdasarkan unit per desa mengingat sebaran industri per desa tidak sama. 2. Data mengenai pemilik lahan pertanian yang pernah menjual lahannya untuk kepentingan industri sangat terbatas, sehingga pengambilan sampel pemilik lahan pertanian dalam studi ini hanya terbatas pada standar minimal distribusi normal yaitu sebanyak 30 responden. Dalam studi ini ciri-ciri dari populasi dianggap homogen, yaitu responden pemilik lahan pertanian yang hanyamenjual lahnnya untuk kepentingan industri.

digilib.uns.ac.id 117 5.6 Rekomendasi 5.6.1 Rekomendasi Bagi Rencana Guna Lahan Dilihat dari faktor penyebab perubahan, terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur disebabkan pengaruh aktivitas industri yang berorientasi pada keuntungan ekonomi, yaitu mencari lokasi yang paling menguntungkan bagi usahanya. Permintaan yang tinggi terhadap lahan industri di zona industri Palur menunjukkan besarnya investasi industri ke zona tersebut. Besarnya investasi industri yang masuk ini hendaknya telah diantisipasi dengan penyediaan lahan yang sesuai dengan kriteria lokasi industri. Berkaitan dengan fenomena perubahan penggunaan lahan di zona industri Palur, berdasarkan temuan studi yang dihasilkan dari penelitian ini, maka dapat dirumuskan beberapa masukan atau rekomendasi untuk kesempurnaan produk rencana pengguna lahan dimasa mendatang, yaitu: 1. Pengendalian perubahan pengguna lahan Pada lokasi studi, dimungkinkan untuk tetap konsisten terhadap RTRK Palur 1991-2001. Untuk mempertahankan lahan pertanian produktif di zona industri Palur, perkembangan industri baru diarahkan ke kawasan industri Gondangrejo yang tentunya juga ditunjang dengan fasilitas berupa infrastruktur dan masterplan nya sehingga kawasan industri yang baru dapat mengakomodasi segala kepentingan industri. Industri yang telah ada dan telah dibatasi sesuai peraturan yang telah ditetapkan, perkembangannya harus berwawasan lingkungan. Selanjutnya diperlukan RTRK Palur yang baru untuk memperbaharui RTRK yang lama. Di dalam penyusunan RTRK yang baru diharapkan dapat mengevaluasi gejala perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kondisi eksisting, sehingga apabila terrjadi perubahan yang cenderung menyimpang akan segera diantisipasi. 2. Pengendalian penyebab perubahan penggunaan lahan Penyebab perubahan penggunaan lahan berdasarkan faktor-faktor yang telah dijelaskan sebelumnya memberi penjelasan bahwa permintaan yang besar terhadap lahan menunjukkan adanya commit potensi to user besar yang dimiliki zona industri

digilib.uns.ac.id 118 Palur, sehingga menjadi daya tarik bagi pengusaha industri untuk mendirikan pabriknya di lokasi tersebut. Permintaan lahan yang besar tersebut menyebabkan terjadinya penawaran lahan oleh pemilik lahan pertanian sehingga perubahan penggunaan lahan pun terjadi. Hal tersebut sulit dicegah, namun dapat diarahkan dengan melaksanakan sosialisasi terhadap peraturan, program, dan kebijakan dengan melibatkan pihak swasta dan pemilik lahan pertanian secara efektif. 3. Kewenangan Pemerintah Kabupaten Karanganyar untuk mengarahkan dan lebih jauh lagi menentukan penggunaan lahan harus diatur oleh suatu ketentuan dan standar yang jelas sehingga tidak dapat dioperasikan seenaknya berdasarkan keinginan/ kebutuhan sesaat, serta harus secara benar diarahkan pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. 4. Selain itu juga diperlukan kebijakan terkait sektor pertanian, dimana pemerintah perlu merangsang sektor pertanian agar dapat lebih maju, salah satunya dengan menstabilkan harga produk pertanian. 5.6.2 Rekomendasi Bagi Studi Lanjutan Dari penelitian yang telah dilaksanakan, dapat dilakukan studi-studi lanjutan berkenaan dengan materi studi. 1. Studi evaluasi RTRK Palur, studi ini bertujuan untuk mengetahui rencana arah perkembangan Palur yang disesuaikan dengan perkembangan zona industri Palur di lapangan. 2. Studi analisis perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri dengan lingkup wilayah studi yang lebih luas, misalnya Kabupaten Karanganyar atau wilayah perkotaan Surakarta. 3. Studi analisis perbandingan lokasi industri potensial di Kabupaten Karanganyar. 4. Studi dampak perkembangan industri di zona industri Palur terhadap perkembangan Kabupaten Karanganyar, baik dari segi fisik maupun non-fisik.

digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Buku Terbitan : Bachriadi, Dianto et al. 1997. Restorasi Agraria. Jakarta: Lembaga Penelitian FE UI. Catanese, Anthony. J, James C. Snyder. 1989. Pengantar Perencanaan Kota. Terjemahan Susongko. Jakarta: Erlangga. Chapin Jr. F Stuart and Edward J. Kaiser. 1979. Urban Land Use Planning. Third Edition. Chicago: University of Illinoise Press. Dirjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Kamus Tata Ruang. Jakarta: JAP Djojodipuro, Marsudi. 1990. Teori Lokasi. Jakarta: FE UI. Hall, Hill. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966: Sebuah Studi Krisis dan Komprehensif. Yogyakarta: Tiara Wacana. Harvey, Jack. 1992. Urban Land Economics. Third Edition. London: Macmillan. Kachigan, Sam Kash. 1986. Statistical Analysis. New York: Radius Press. Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Cv. Mandar Maju. Michael, J. Healey and Brian, W. Ilbery. 1990. Location and Change Perspectives on Economic Geography. New York: Oxford University press. Lichfield, Nathaniel; Darin-Drabkin, Haim. 1980. Land Policy in Planning. London: George Allen and Unwin. Reksohadiprojo, Pradono Sukanto. 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi. Yogyakarta: BPFE. Santoso, Djoko. 2003. Manajemen Industri. Surakarta: Lab BKK UNS Pendidikan Administrasi Perkantoran FKIP UNS. Singarimbun, Effendi. 1999. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Smith, David M. 1981. Industrial Location. New York. John Willey and Sons Ltd. Sudjana. 1992. Metode Statistika. commit Bandung: to user Tarsito.

digilib.uns.ac.id Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara Buku Data dan Laporan : Daftar Perusahaan Menengah dan Besar Di Kabupaten Karanganyar. Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Koperasi Kabupaten Karanganyar, 2009. Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 2008. BPS Kabupaten Karanganyar, 2009. Mantri Statistik Kecamatan Jaten. Monogarfi Kecamatan Jaten 2009. Kantor Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar, 2009. Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar 1996-2006. Bappeda Kabupaten Karanganyar, 2006. Rekapitulasi Ijin Lokasi Kabupaten Karanganyar 1990-2008. BPN Kabupaten Karanganyar, 2008. Rencana Tata Ruang Kawasan Palur 1991-2001. Bappeda Kabupaten karanganyar, 1991. Hasil penelitian : Harjanti, Astriana. 2001. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Menjadi Komersial di Kawasan Kemang. Kolokium. Program Studi Teknik Planologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta. Iskandar, Benny. 1997. Preferensi Industri manufaktur di Kota Semarang dan Surabaya Terhadap Kriteria Lokasi Industri. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Planologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta. Maulana, David Alvian. 1999. Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kotamadya Madiun tahun 1986 sampai dengan tahun 1996. Skripsi. Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Napitulu, Tetti. 1999. Pengaruh Pembangunan Kota Baru Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Jabotabek. Kolokium.

digilib.uns.ac.id Program Studi Teknik Planologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta. Nurlambang, Triarko. 2001. Pendekatan Tinjauan Sosial Ekonomi Dalam Kajian Kerusakan Lahan/Tanah. http: /www.bk.or.id/artikel.php?op=versi cetak&artid=4. Orleanti, Dwi. 2000. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi lahan Pertanian (Sawah) Menjadi Lahan Perkotaan (Studi Kasus Semarang). Kolokium. Program Studi Teknik Planologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta. Wijaya, Holi Bina. 1999. Improvement of Land Use Planning by Land Market Analysis on Land bid Rent Model. Tesis. Urban Management Centre, Rotterdam.

digilib.uns.ac.id DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama : ISNAENI MURTI NUR WENI 2. NIM : I0606027 3. Tempat/ Tanggal Lahir : Sukoharjo, 29 Agustus 1987 4. Alamat : Dukuh Rt. 04 Rw. 02 Dukuh Mojolaban Sukoharjo 5. Pendidikan : a. SD Negeri Dukuh 01 Mojolaban (Tahun 1994-200) b. SLTP Negeri 02 Mojolaban (Tahun 2000-2003) c. SMU WARGA Surakarta (Tahun 2003-2006) d. S1 pada Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta (Tahun 2006-2010) 6. Pengalaman Kegiatan: a. Peserta dalam Seminar Nasional Peran Sektor Transportasi dalam Pertumbuhan Ekonomi yang deselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret di Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 20 September 2006 b. Peserta dalam Seminar Nasional Solo Long-lived Heritage 77 tahun Pasar Gede in Memorian of Herman Thomas Karsten yang diselenggarakan oleh Solo Heritage Community Surakarta tanggal 13 Januari 2007 c. Peserta dalam Kegiatan Pelatihan Sistem Informasi Geografi Tingkat Dasar Angkatan VI yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 29 Januari s.d. 03 Februari 2007. d. Peserta pada Seminar Nasional Transit City Development yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Planologi Universitas Diponegoro di Universitas Diponegoro Semarang tanggal 17 Maret 2007.

digilib.uns.ac.id e. Peserta dalam Kuliah tamu Peran Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dalam Pambangunan Nasional dan Daerah yang diselenggarakan oleh Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta tanggal 2 Juni 2007. f. Peserta dalam Kegiatan Pelatihan Pendampingan Pengenalan Masalah dan Rencana Tindak Desa yang diselenggarakan oleh Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta di Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 13 Oktober 2008. g. Peserta dalam Kegiatan Stadium General Prospect of Engineering s World in The Future" yang diselenggarakan oleh Forum Eksekutif Mahasiswa Teknik Jateng-DIY bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 19 Desember 2008. h. Fasilitator dalam Kegiatan Pendampingan Pengenalan Masalah dan Rencana Tindak Desa yang diselenggarakan oleh Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta di Lingkungan Sentul Kelurahan Delingan Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar tanggal 24 Januari 2009. i. Peserta Praktik Profesi pada proyek Penyusunan Peraturan Zonasi Sebagian Kawasan (Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) di Sebagian Wilayah Perkotaan Yogyakarta Tahun 2010-2029 yang diselenggarakan oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU) di PT. Titimatratujutama Yogyakarta tanggal 27 Juli s.d. 27 Oktober 2009. j. Peserta dalam Studi Ekskursi/Kuliah Kerja Lapangan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sebelas Maret Surakarta ke Singapura tanggal 9-12 November 2009.

digilib.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Lembar kuisioner ini disusun dan dibuat untuk kepentingan penelitian Mata Kuliah Tugas Akhir mahasiswa S1 Reguler Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAGIAN I : IDENTITAS RESPONDEN 1.1. Nama pengisi data :... 1.2. Jabatan pengisi data :... 1.3. Nama Perusahaan :... 1.4. Alamat :... 1.5. Jumlah Tenaga kerja :... orang 1.6. Perusahaan/ pabrik di lokasi saat ini, berdiri tahun... dan berproduksi sejak tahun... 1.7. Produksi perusahaan industri ini: a. Produksi utama :... b. Produksi lain : (bila lebih dari satu jenis, tuliskan mulai dari produksi terbesar).......... BAGIAN II : FAKTOR-FAKTOR LOKASI INDUSTRI 2.1. Seberapa penting faktor-faktor dalam pertimbangan penentuan lokasi perusahaan/pabrik anda? (berilah tanda pada kolom SP apabila menurut anda sangat penting, P untuk pertimbangan penting, dan TP untuk pertimbangan tidak penting/tidak commit mempengaruhi) to user

digilib.uns.ac.id a. Faktor-Faktor Lokasi Secara Umum No Faktor Lokasi SP P TP 1 Kedekatan lokasi bahan baku dengan pabrik 2 Harga bahan baku yang murah 3 Kondisi fisik lingkungan terkait dengan jenis tanah, ketinggian tanah dan kemiringan tanah yang sesuai untuk lokasi pabrik Kenyataan lapangan di lokasi pabrik 4 Iklim terkait dengan musim, temperatur dan curah hujan yang sesuai untuk lokasi pabrik 5 Kedekatan pabrik dengan sarana pendukung : Perumahan Bank Fasilitas kesehatan Fasilitas pengolahan limbah Terminal Pangkalan truk 6 Aksesibilitas/kelancaran arus pergerakan untuk melakukan faktor produksi 7 Harga lahan tempat industri/pabrik yang murah 8 Tingkat pendidikan dan upah tenaga kerja yang rendah dan murah 9 Kedekatan lokasi industri/pabrik dengan pusat kota 10 Intervensi pemerintah dalam melakukan aktivitas

digilib.uns.ac.id industri/pabrik, misalnya dalam bentuk pembatasanpembatasan tertentu 11 Sikap penerimaan masyarakat setempat yang baik terhadap keberadaan dan aktivitas industri/pabrik 12 Stabilitas keamanan pabrik yang baik 13 Sosialisasi RTRK b. Faktor-Faktor Lokasi Terinci (lingkari jawaban anda) 1. Berapakah modal yang digunakan untuk memulai usaha ini? a. < 100 juta b. 100 500 juta c. > 500 juta 2. Darimanakah bahan baku diperoleh? a. Dalam kota b. Luar kota dalam provinsi c. Luar provinsi d. Luar pulau/luar negeri 3. Kemanakah produk/hasil produksi dipasarkan? a. Dalam kota b. Luar kota dalam provinsi c. Luar provinsi d. Luar pulau/ luar negeri 4. Berapakah jumlah tenaga kerja yang bekerja di perusahaan/pabrik anda? a. 5 19 orang b. 20 99 orang c. > 100 orang 5. Apakah rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerjanya? a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi 6. Dari daerah manakah sebagian besar tenaga kerja perusahaan anda berasal? a. Sekitar lokasi pabrik yang termasuk ke dalam kawasan industri, yaitu dari Desa Ngringo, Dagen, Sroyo, Jetis, Brujul. b. Luar kawasan industri commit namun to user masih dalam satu kota/kabupaten c. Luar kota/luar kabupaten

digilib.uns.ac.id d. Luar provinsi 7. Darimanakah sumber tenaga/sumber energi diperoleh? a. Pembangkit tenaga listrik (PLN) b. Pembangkit tenaga sendiri c. Gabungan 8. Apakah sejauh ini anda mengetahui adanya peraturan mengenai pembatasan lokasi dan aktivitas industri di kawasan industri Palur, misalnya SK Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/68651980 tanggal 5 Juni 1980 atau Rencana Tata Ruang Kawasan industri Palur? a. Ya b. tidak Terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan kepada kami, dan semoga kerjasama yang terjalin ini dapat berlangsung di masa mendatang. Untuk menjaga hubungan kerjasama dan komitmen kerahasiaan data yang kami janjikan, maka kami mohon untuk dapat diberikan gambaran mengenai bagaimana saja yang sekiranya tidak boleh kami sebarluaskan informasinya, yaitu bagian :............... Apabila dalam proses selanjutnya, dalam rangkaian studi ini kami memerlukan data tambahan, pihak yang dapat kami hubungi adalah : Bapak/ibu :... Bagian :... Telepon/fax/email :...

digilib.uns.ac.id PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Lembar kuisioner ini disusun dan dibuat untuk kepentingan penelitian Mata Kuliah Tugas Akhir mahasiswa S1 Reguler Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAGIAN I : IDENTITAS RESPONDEN Nama :... Usia :... Pekerjaan :... Pendidikan :... BAGIAN II 1. Tahun berapa anda membeli tanah? 2. Tahun berapa anda menjual tanah? 3. Berapa luas lahan yang anda miliki sebelum dijual? 4. Mengapa anda menjual lahan pertanian anda? (turunnya kebanggaan sebagai petani, alih profesi/memilih pekerjaan lain, alasan lain) * 5. Berapa penghasilan yang anda dapat dari hasil pengolahan lahan anda sebelum dijual? 6. Apakah penghasilan dari pengolahan lahan lebih besar daripada biaya produksi/biaya mengolah lahan? (ya/tidak)* 7. Apakah anda mempunyai pemikiran bahwa anak/ penerus anda hendaknya bekerja sebagai petani saja? (ya/tidak)*