2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUA N A.

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode yang ditujukan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan objek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMAN 02 BATU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY (LOI)

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR PROSES SAINS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS TERPADU DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI SMAN 2 PROBOLINGGO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

2014 IDENTIFIKASI KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH YANG MUNCUL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA MATERI NUTRISI KELAS XI

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Gusliana, 2014

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, ketrampilan dan. sekolah diajarkan berbagai mata pelajaran, salah satunya adalah mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar ISSN Vol. 8. No.2 Juli 2016 Hal

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pribadi semata melainkan guna sebagai akar dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rachmi Fitria Mustari, 2014

Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 **

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LEVELS OF INQUIRY MODEL DAN KEMAMPUAN INKUIRI. guru dengan siswa dalam berinteraksi. Misalnya dalam model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH LEVELS OF INQUIRY-INTERACTIVE DEMONSTRATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan MA (Madrasah Aliyah) diantaranya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evi Khabibah Lestari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia. Lebih lanjut matematika dapat memberi bekal kepada siswa. matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry melalui tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang kemajuan dari suatu bangsa karena bangsa yang maju dapat dilihat dari pendidikannya yang maju pula begitu pun sebaliknya. Dalam hal ini sekolah sebagai lembaga pendidikan bertujuan untuk dapat mengembangkan segala potensi siswa agar dapat mencapai tujuan pendidikan nasional. Namun dalam praktiknya sering dijumpai masalahmasalah yang berkaitan dengan pendidikan yang nantinya akan berdampak terhadap penguasaan konsep siswa. Dewasa ini penguasaan konsep siswa merupakan salah satu indikator ketercapaian dari proses belajar mengajar yang dilakukan suatu lembaga pendidikan. Bukan hanya itu, penguasaan konsep juga menjadi syarat untuk peserta didik untuk dapat melangkah ke jenjang berikutnya yang lebih tinggi. Oleh karena itu penguasaan konsep menjadi hal yang penting dicapai oleh peserta didik untuk dapat melangkah ke jenjang berikutnya. Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh suatu lembaga survey internasional yang bernama TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), penguasaan konsep sains siswa Indonesia masih berada pada tingkatan rendah. TIMSS in merupakan suatu lembaga survey internasional yang mengukur prestasi belajar siswa kelas 4 SD, 8 SMP dan 12 SMA yang meliputi dimensi konten dan dimensi kognitif (knowing, applying, dan reasoning) dalam bidang matematika dan sains yang diselenggarakan empat tahun sekali (Mullis,I.V.S & Martin,M.O, 2013). Berdasarkan hasil survey lembaga tersebut, pada tahun 1999 prestasi sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-32 dari 38 negara peserta, tahun 2003 berada pada peringkat ke-37 dari 46 negara peserta, tahun 2007 menduduki peringkat ke-35 dari 49 negara peserta dan tahun 2011 berada pada peringkat ke-40 dari 42 negara peserta (Balitbang Kemendikbud, 2011; Kompas, 2012). Hasil tersebut menunjukkan bahwa penguasaan konsep sains siswa Indonesia ini selalu berada pada peringkat sepuluh terbawah kecuali pada tahun 2007. Dengan demikian prestasi belajar sains siswa Indonesia dapat

2 digolongkan menjadi tingkat yang rendah (Low International Benchmark) yaitu siswa hanya mampu mengenali sejumlah fakta dasar namun belum mampu untuk mengkomunikasikannya dan mengaitkan fakta tersebut dengan berbagai topik sains, apalagi dapat menerapkan konsep yang kompleks dan abstrak (Mullis,I.V.S & Martin,M.O, 2011). Fenomena yang terjadi di atas merupakan sesuatu yang perlu dibenahi bersama agar penguasaan konsep siswa Indonesia dapat meningkat dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Salah satu faktor penyebab rendahnya penguasaan konsep siswa ini adalah proses belajar sekolah yang masih belum dapat meninggalkan metode tradisional berupa metode ceramah dan sejenisnya sehingga kurang menfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan knowing (kemampuan menyatakan suatu fakta maupun mendeskripsikannya), kemampuan applying (kemampuan mengaplikasikan pengetahuan pada situasi yang berbeda) dan kemampuan reasoning (kemampuan menganalisis masalah ilmiah ataupun merancang suatu penyelidikan ilmiah). Menurut Costenson & Lawson, McDermott, dan NRC (dalam Wenning, 2005) menyatakan bahwa cara mengajar secara konvensional atau teaching by telling sangat tidak efektif untuk mengembangkan pengetahuan (content knowledge) dan keterampilan proses (process skills). Berdasarkan temuan-temuan yang sudah dipaparkan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa terdapat permasalahan pada proses pembelajaran sains di sekolah yang belum terlaksana dengan optimal untuk dapat menfasilitasi siswa dalam memahami materi secara komprehensif dan terintegrasi. Permasalahan ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, mengingat pentingnya pemahaman yang komprehensif dan terintegrasi tersebut sehingga permasalahan tersebut harus segera cepat ditemukan solusinya agar pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih bermakna dan berorientasi kepada siswa yang aktif belajar membangun pengetahuannya sendiri, sehingga diharapkan penguasaan konsep siswa Indonesia tentang sains meningkat dan dapat mengaplikasi pengetahuan yang mereka dapat tersebut dalam kehidupan kesehariannya sehingga dapat bermanfaat bagi khalayak umum.

3 Adapun salah satu metode pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa agar belajar bermakna sehingga diharapkan dapat mencapai penguasaan konsep yang baik adalah dengan pembelajaran inkuiri. Pembelajaran dengan tipe ini telah banyak dicoba oleh banyak guru didalam sebuah Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) khususnya dalam materi biologi. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa di lapangan guru-guru tersebut hanya sekedar menggunakan tipe pembelajaran ini tanpa disertai dengan pemahaman yang komprehensif mengenai penggunaan dan sintaks yang harus dilalui agar siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri (Wenning, 2010). Akibatnya adalah pembelajaran berbasis inkuiri yang diterapkan oleh guru tersebut menjadi terputus-putus dan prosesnya tidak sistematis dan kerap kali gagal dalam melatihkan kemampuan skills yang berguna untuk mengembangkan kemampuan siswa (Wenning, 2010). Menurut Wenning dalam jurnalnya yang berjudul The Levels of Inquiry Model of Science Teaching menyatakan bahwa perlu diterapkan suatu pendekatan pembelajaran inkuiri yang bersifat sistematis agar siswa dapat membangun konsep penting secara induktif berdasarkan kemampuannya sendiri. Oleh karena itu ia memperkenalkan sebuah model pembelajaran baru yang bersifat sistematis, komprehensif dan tidak terputus-putus yaitu model pembelajaran Levels of Inquiry. Model pembelajaran Levels of Inquiry ini menyajikan hierarki pembelajaran berorientasi inkuiri menjadi enam tahapan yaitu Discovery learning, Interactive Demonstration, Inquiry Lesson, Inquiry Labs, Real World Application dan Hypothetical Inquiry. Keenam tahapan ini diurutkan berdasarkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, dengan kata lain semakin tinggi tahapannya maka akan semakin tinggi pula kemampuan intelektul siswa yang dibutuhkan. Selain itu keenam tahapan ini juga diurutkan berdasarkan kontrol guru dalam pembelajaran, semakin tinggi tahapan yang dilakukan oleh guru maka kontrol guru dalam pembelajaran pun menjadi lebih rendah. Pada tiap-tiap tahapan yang disebutkan diatas terdapat sintaks-sintaks yang harus dilakukan yaitu Observation, Manipulation, Generalization, Verification dan Application (Wenning, 2010). Pada penelitian ini akan diteliti salah satu yang tahapan paling mendasar dari Levels of Inquiry yaitu tahap discovery learning. Pembelajaran dengan

4 menggunakan discovery learning pun sudah banyak dilakukan oleh guru saat ini. Pada tahapan pembelajaran discovery learning ini berpusat pada penemuan konsep berdasarkan pada pengalaman yang didapat siswa ketika pembelajaran. (Wenning, 2005). Meskipun discovery learning ini merupakan tahapan paling mendasar dari Levels of Inquiry tapi menurut Wenning seperti yang telah disebutkan diatas terdapat sintaks yang harus dilalui yaitu observation, manipulation, generalization, verification dan application. Pada penelitian ini akan diteliti pengaruh pembelajaran discovery learning pada sekolah yang belum terbiasa untuk melakukan praktikum. Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pembelajaran berbasis discovery learning ini pada sekolah yang terbiasa melakukan pembelajaran konvensional berapa metode ceramah dalam kesehariannya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di sebuah Madrasah Aliyah Negeri di Kabupaten Bandung. Madrasah Aliyah Negeri ini merupakan jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementrian Agama (KEMENAG). Dalam pelaksanaanya, kurikulum Madrasah Aliyah sama dengan kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA), hanya saja pada Madrasah Aliyah terdapat porsi lebih banyak mengenai pendidikan agama islam sehingga beban kognitif siswa tidak hanya terfokus pada pelajaran umum saja tetapi juga terfokus pada pelajaran agama. Saat ini, terkadang untuk pelajaran umum siswa hanya diberi metode ceramah dalam penyampaiannya karena lebih cepat serta efisien dan yang terpenting materi tersebut telah disampaikan. Namun pembelajaran dengan metode ini berdampak pada kurang terangsangnya siswa dalam berkreativitas, tidak membuat siswa aktif dalam mengemukakan pendapat dan siswa tidak dibiasakan dalam mencari dan mengolah informasi (Rustaman, 2003). Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan terkait penerapan discovery learning ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitria Dahlia (2009) tentang Pengaruh Pembelajaran Discovery Learning terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains dan Sikap Ilmiah Siswa SMP pada Materi Ekosistem. Fitri Dahlia melakukan penelitian dengan menggunakan design Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design dan pada penelitiannya

5 menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen mengalami peningkatan 10% sedangkan kelas kontrol hanya mengalami peningkatan 5%. Akan tetapi masih sedikit penelitian yang menerapkan proses pembelajaran discovery learning dengan tahapantahapan sesuai Wenning (2005) untuk meningkatkan penguasaan konsep sains siswa. Penguasaan konsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah penguasaan konsep siswa dalam pokok bahasan enzim. Pokok bahasan enzim ini dipilih karena (1) berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dida Hamidah (2012) dengan salah satu guru biologi ditemukan bahwa materi metabolisme merupakan salah satu materi tersulit yang dihadapi siswa dan pokok bahasan enzim termasuk kedalam materi metabolisme, (2) karakteristik materi enzim cocok untuk diajarkan dengan pembelajaran discovery learning karena konten pada materi enzim banyak yang dapat dijelaskan melalui penyelidikan ilmiah dan (3) cukup banyaknya peran dari enzim dalam kehidupan kita terutama dalam mempercepat proses-proses yang terjadi didalam tubuh manusia. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dilakukan penelitian mengenai discovery learning ini pada materi enzim karena itu penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pembelajaran Discovery Learning terhadap Penguasaan Konsep Siswa pada Pokok Bahasan Enzim. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan enzim? untuk mempermudah penelitian ini, permasalahan diatas dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah keterlaksanaan model pembelajaran discovery learning pada materi Enzim?

6 2. Bagaimanakah peningkatan penguasaan konsep siswa sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran discovery learning pada materi enzim? 3. Bagaimanakah perbedaan peningkatan penguasaan konsep siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen pada materi enzim? C. Batasan Masalah Mengingat keterbatasan dalam berbagai hal untuk menghindari meluasnya masalah maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut : 1. Penelitian dilakukan di salah satu sekolah negeri yaitu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kab. Bandung. 2. Dicovery learning yang dimaksud adalah salah satu tahapan dari model pembelajaran Levels of Inquiry yang meliputi sintaks observation, manipulation, generalization, verification dan application D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tentang pengaruh model pembelajaran discovery learning terhadap penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan enzim yang terdiri dari: 1. Pencapaian tujuan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran discovery learning 2. Kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran E. Asumsi Penelitian Berikut adalah asumsi penelitian yang melandasi penelitian ini: 1. Penerapan pembelajaran Levels of Inquiry yang didalamnya terdapat enam tahapan yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry labs, real world application dan hypothetical explanation dapat mengembangkan kemampuan intelektual siswa dan Kemampuan Proses Sains (KPS) siswa (Wenning, 2010)

7 2. Menurut Bruner (dalam Dahar, 2006) pembelajaran discovery learning ini dapat membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk belajar terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Pendekatan ini dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa melibatkan orang lain dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima informasi saja. F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut : Terdapat perbedaan penguasaan konsep siswa pada kelas dengan pembelajaran discovery learning dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. G. Manfaat Penelitian Setelah mengetahui pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan enzim, diharapkan kegiatan pembelajaran yang menggunakan pembelajaran discovery learning ini dapat memiliki manfaat untuk : 1. Guru : a. Memberikan pembelajaran tentang enzim dengan cara yang lebih konkret b. Sebagai alternatif metode pembelajaran guna mengembangkan penguasaan konsep siswa c. Mengenalkan metode discovery learning menurut Wenning dalam membelajarkan konsep enzim d. Sebagai dasar dalam mengembangkan proses inkuiri siswa dalam pembelajaran biologi terutama bagi sekolah-sekolah yang belum mapan dalam penyediaan waktu dan alat praktikum 2. Siswa a. Meningkatkan pengetahuan konsep siswa dengan memberikan pembelajaran yang lebih bermakna karena siswa difasilitasi untuk dapat membangun konsep penting berdasarkan pengalamannya sendiri

8 b. Hasil penelitian dapat menjadi tolak ukur evaluasi dalam pembelajaran H. Struktur Organisasi Sistematika dalam penyusunan skripsi ini meliputi lima bab, yaitu: BAB I : Pendahuluan. Dalam bab I diuraikan mengenai latar belakang penelitian berdasarkan kenyataan di lapangan dan teori berdasarkan penelitian sebelumnya, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi penyusunan skripsi. BAB II : Kajian pustaka. Dalam bab II diuraikan mengenai konsepkonsep, teori-teori yang relevan serta hipotesis dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan fokus penelitian. Konsep, teori dan hipotesis tersebut diantaranya mengenai pembelajaran Levels of Inquiry, discovery learning dan pokok bahasan enzim BAB III : Metode penelitian. Dalam bab III penulis menjelaskan metodologi yang digunakan dalam penelitian, yaitu pendekatan kuantitatif dengan studi eksperimen. Sedangkan teknik pengumpulan data penelitian dengan soal tentang pokok bahasan enzim dan rubrik keterlaksanaan pembelajaran discovery learning yang diadopsi sesuai dengan Wenning (2005). BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini diuraikan data hasil temuan dan diuraikan hasil analisis data berupa persentase lembar keterlaksanaan pembelajaran discovery learning dan capaian skor yang didapatkan oleh siswa yang kemudian dihubungkan dengan dasar teoritik dan metodologi penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya. BAB V : Simpulan dan saran. Dalam bab ini penulis memberikan simpulan dan saran sebagai penutup dari hasil penelitian dan permasalahan yang telah diidentifikasi dan dipaparkan melalui pembahasan pada bab sebelumnya.