PERFORMANS PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT (The Performance of Crosssbred Ongole (PO) Calf on Low External Input Based Feeding) HARTATI dan DICKY MUHAMMAD DIKMAN Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Palawan No. 2, Grati, Pasuruan, 67184 ABSTRACT PO cattle is a local breed which has high adaptability and is able to produce under minimum management condition. PO cattle (resulted from screening) as breeding stock were raised at Beef Cattle Research Station, Grati, under low external input concept. This research was done to study PO calf performance under feed of low external input condition. Thirty heads of PO calf from 30 head of PO cow were used in this research, raised from birth until yearling. The feed of calf during pre weaning depended on cows ability to produce milk whereas the feed of cows refer to low external input concept by making use of agriculture waste product such as tumpi and rice straw. Tumpi was given 2,5% body weight, rice straw was given ad libitum (± 5 kg/head/day) and elephant grass as source of Vit A was given 3 kg/head/day. Concentrate was given during rearing period. The variabels measured were calf body weight at partus, body weight before weaning, body weight at weaning, body weight after weaning, daily gain and body linier measurement. The result showed that the performance of body weight and body linier were relatively homogeneous. Average daily gain until 6 months at female and male calf each 0.35 kg and 0.33 kg; but during rearing period, fluctuation of daily gain occured. Key Word: Performance, PO Calf, Low External Input ABSTRAK Sapi PO merupakan salah satu sapi lokal yang memiliki adaptasi yang tinggi dan masih bisa berproduksi walaupun pada kondisi pakan terbatas. Saat ini sudah dilakukan evaluasi terhadap sapi PO hasil screening di peternakan rakyat yang dipelihara di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong, dengan mengacu pada konsep low external input. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans pedet sapi PO pada kondisi pakan low external input. Materi yang digunakan adalah 30 ekor pedet PO dari 30 ekor sapi PO induk, mulai dari lahir sampai dengan umur 1 tahun. Pakan utama pedet prasapih tergantung pada kemampuan induk dalam menyediakan air susu, sedangkan pakan induk mengacu pada konsep low external input, yaitu dengan memanfaatkan limbah-limbah pertanian berupa tumpi jagung dan jerami padi. Tumpi diberikan sebanyak 2,5% dari bobot hidup, sedangkan jerami padi diberikan secara ad libitum atau sekitar 5 kg/ekor/hari, disamping itu juga diberikan rumput gajah sebagai sumber vitamin A sebanyak 3 kg/ekor/hari. Pada periode pascasapih dilakukan pembesaran pedet (rearing) dengan pemberian konsentrat sebanyak 1% dari bobot hidup, yang terdiri dari campuran tumpi, kulit kopi dan konsentrat komersil. Variabel yang diamati adalah bobot lahir, bobot prasapih, bobot sapih, bobot pascasapih dan laju pertumbuhan serta ukuran linier tubuh (panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan dalam dada). Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans bobot hidup dan ukuran linier tubuh pedet sapi PO di foundation stock pada kondisi low external input memiliki keragaman yang kecil dan relatif seragam. Rataan PBHH pedet sampai dengan umur 6 bulan pada betina dan jantan masing-masing sebesar 0,35 kg dan 0,33 kg. Pada periode pascasapih, pembesaran (rearing) memberikan PBHH yang lebih berfluktuatif dibanding periode prasapih. Kata Kunci: Performans, Pedet Sapi PO, Low External Input PENDAHULUAN Usaha pembibitan sapi potong lokal kurang diminati karena secara ekonomi cow-calf operation kurang menguntungkan (HUSODO, 2000). Tujuan pemeliharaan sapi potong selain untuk pembibitan (reproduksi) juga sebagai pemasok sapi bakalan untuk usaha 137
penggemukan. Kondisi sapi potong lokal sekarang ini telah mengalami degradasi produksi dan banyak didapatkan performans sapi yang kecil akibat seleksi negatif dan pemotongan betina produktif. Bila kondisi ini dibiarkan, maka tidak tertutup kemungkinan sapi PO akan mengalami kepunahan, oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas sapi PO melalui program pemuliaan dan pembibitan baik cross breeding maupun pure breeding. Selama ini usaha pembibitan sapi PO masih didominasi oleh peternakan rakyat yang sebagian besar berskala kecil (DJAYANEGARA dan DIWYANTO, 2001 disitasi oleh DIWYANTO, 2003). Upaya pembibitan sapi potong lokal di masa mendatang dapat dilakukan dengan memajukan usaha pembibitan rakyat melalui peningkatan kualitas dan kuantitas bibit penghasil bakalan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan usaha cow-calf operation. Populasi sapi PO di Indonesia cukup besar dan mempunyai daya adaptasi dan perkembangan yang cukup baik pada kondisi pemeliharaan rakyat. Saat ini sudah dilakukan evaluasi terhadap sapi PO pada foundation stock, yang merupakan hasil penjaringan di pembibitan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans pedet sapi PO yang dipelihara pada kondisi pakan Low External Input. pedet prasapih tergantung pada kemampuan induk dalam menyediakan air susu, sedangkan pakan yang digunakan untuk induk mengacu pada konsep low external input, yaitu dengan memanfaatkan limbah-limbah pertanian berupa tumpi jagung dan jerami padi. Tumpi diberikan sebanyak 2,5% dari bobot hidup (BH) sedangkan jerami padi diberikan secara adlibitum atau sekitar 5 kg/ekor/hari, disamping itu juga diberikan rumput gajah sebagai sumber vitamin A sebanyak 3 kg/ekor/hari. Pada periode pascasapih dilakukan pembesaran pedet (rearing) dengan pemberian konsentrat sebanyak 1% dari bobot hidup, yang terdiri dari campuran tumpi, kulit kopi dan konsentrat komersil. Kandungan nutrien bahan pakan induk dan pakan pedet rearing disajikan pada Tabel 1. Pakan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Tumpi diberikan pada pagi hari sedangkan jerami dan hijauan diberikan pada sore hari. Variabel yang diamati adalah bobot lahir, bobot prasapih, bobot sapih, bobot pascasapih dan laju pertumbuhan serta ukuran linier tubuh diantaranya panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan dalam dada. Ukuran tubuh pedet mulai diukur pada bulan pertama (1 bulan) sampai dengan bulan keenam (umur 6 bulan). Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan uji beda t-student. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan (foundation stock) Loka Penelitian Sapi Potong dari Januari 2003 sampai Januari 2005. Materi yang digunakan adalah 30 ekor pedet PO dari 30 ekor sapi PO induk, mulai dari lahir sampai dengan umur 1 tahun, yang merupakan hasil kawin alam antara induk PO dengan pejantan PO terpilih. Pakan utama HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot lahir dan laju pertumbuhan prasapih Hasil pengamatan terhadap bobot lahir pedet disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot hidup pedet betina tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan pedet jantan. Tabel 1. Kandungan zat nutrisi bahan pakan penyusun ransum (%) Nutrien Tumpi Konsentrat Komersial Kulit kopi Jerami padi Rumput Gajah Bahan kering 77,30 90,47 91,77 92,35 20,30 PK 8,04 10,67 11,18 4,27 6,30 SK 11,69 15, 21,74 34,60 33,60 TDN 51, 60,73 57,20 41,43 52,20 Hasil analisis Laboratorium Pakan Loka Penelitian Sapi Potong 138
Rataan bobot lahir pedet sapi PO di foundation stock adalah 23,19 ± 2,93 kg. Rataan bobot lahir ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian SIREGAR et al. (1999), bahwa bobot lahir sapi PO di peternakan rakyat Sumatera Barat hanya 19,8 kg. KEMP et al. (1988) melaporkan bahwa bobot lahir berkorelasi positif dengan pertumbuhan, oleh karena itu parameter ini penting untuk diketahui dan merupakan titik awal untuk memprediksi pertumbuhan ternak selanjutnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bobot lahir antara lain adalah bangsa pejantan dan jenis kelamin (AZZAM dan NEILSEN, 1987). DJAGRA et al. (1979) menambahkan bahwa bobot lahir dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur induk dan masa kelahiran. Induk yang pertama kali melahirkan akan menghasilkan pedet lebih kecil bila dibandingkan dengan pedet yang lahir kemudian. Hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan pedet sapi PO di foundation stock disajikan pada Gambar 1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pedet betina dan pedet jantan pada periode prasapih tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P > 0,05). Secara biologis laju pertumbuhan pedet prasapih pada kondisi pakan low external input tidak terlalu buruk bila dibanding dengan hasil yang dicapai ZULBARDI et al. (1994), yang menyatakan bahwa pertambahan bobot hidup harian pada sapi potong hanya mencapai kurang dari 0,35 kg/ekor/hari. Pertambahan bobot hidup pada pedet sapi PO pada bulan pertama mencapai 0,37 kg, pada bulan ke-dua mencapai 0,40 kg/ekor/hari, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya hampir sama (bulan 3 5) sebesar 0,37 kg. Dan akan mengalami penurunan pada bulan ke-7 dan 8 menjadi 0,20 kg, hal ini disebabkan karena pada umur 7 bulan pedet memasuki umur lepas sapih. BARKER et al. (1979) menyatakan bahwa bobot lahir, rata-rata pertambahan bobot hidup prasapih dan bobot sapih dipengaruhi oleh faktor genetik dengan nilai heritabilitas secara berurutan sebesar 0,40; 0,30 dan 0,30. Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain induk terhadap kemampuan produksi susu, iklim (musim) dan tata laksana pemeliharaan yaitu masing-masing sebesar 0,60; 0,70 dan 0,70. Selama periode menyusui, pakan utama pedet adalah susu induk. Rendahnya PBHH pedet periode prasapih menunjukkan bahwa pakan tambahan tumpi yang diberikan secara tunggal kurang cocok untuk menunjang produksi susu induk laktasi. Selama laktasi, sapi induk perlu mendapatkan pakan tambahan selain tumpi (WIJONO et al., 2004). Tabel 2. Pertumbuhan pedet sapi PO sampai umur 1 tahun Umur pedet Lahir 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan 6 bulan (disapih) 7 bulan 8 bulan 9 bulan 10 bulan 11 bulan 12 bulan Bobot hidup (kg) Jantan n (ekor) Betina n (ekor) 23,94 ± 3,62 22,32 ± 1,59 35,19 ± 4,13 33,36 ± 3,87 45,38 ± 6,40 47,05 ± 5,91 55,62 ± 9,03 58,23 ± 9,99 64,27 ± 13,24 70,27 ± 13,09 75,72 ±,80 80,79 ±,94 83,42 ±,18 86,18 ± 17,33 90,46 ± 19,85 91,75 ± 15,24 91,87 ± 20,66 92,86 ± 15,04 94,83 ± 23,02 99,10 ± 17,44 103, ± 24,42 105,76 ± 19,71 106,60 ± 25,68 107,53 ± 22,54 110,96 ± 26,78 111,05 ± 20,36 1,01 ± 29,33 117,27 ± 24,57 139
Bobot hidup (kg) 0,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 Pascasapih Sapih Prasapih 0,50 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 PBHH (kg) 0,00 0,00 0 1 2 3 4 5 6 205 7 8 9 10 11 12 Umur (bulan) BH pedet betina BH pedet jantan PBHH pedet betina PBHH pedet jantan Gambar 1. Laju pertumbuhan pedet sapi PO di foundation stock Bobot sapih 205 hari dan laju pertumbuhan sapih Laju pertumbuhan pedet betina dan jantan pada periode sapih disajikan pada Gambar 1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pedet betina tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan laju pertumbuhan pedet jantan. Rataan bobot sapih (205 hari) pedet betina dan jantan masing-masing adalah 91,22 kg dan 90,46 kg dengan PBHH sebesar 0,22 kg dan 0,28 kg. Bobot sapih ini lebih rendah dibanding dengan hasil penelitian Thalib dkk., (1999) yang mendapatkan bobot hidup 205 hari sapi PO di peternakan rakyat sebesar 130,8 ± 10,9 kg. Sedangkan ARYOGI (2005) mendapatkan bobot sapih sapi PO sekitar 125,67 129,78 kg. Bobot hidup pedet dan laju pertumbuhannya Bobot hidup pedet pascasapih dan laju pertumbuhan disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot hidup pedet betina tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan pedet jantan. Rataan bobot pedet betina dan jantan adalah 117,27 dan 1,01 kg dengan PBHH masing-masing sebesar 0,21 dan 0,17 kg. Bobot ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian ARYOGI (2005) yang mendapatkan bobot pedet umur 365 hari sebesar 0,22 189,28 kg dengan PBHH sampai lepas sapih berkisar 0,22 0,49 kg. Rendahnya PBHH pasca sapih pada penelitian ini diduga karena proses penyapihan merupakan masa peralihan bentuk pakan dari bentuk halus (susu induk) menjadi bentuk kasar (tumpi dan jerami padi). Selama periode tersebut terjadi perubahan fungsi rumen dari kondisi pre-ruminan menjadi ruminansia sejati yang ditandai oleh meningkatnya volume dan pertumbuhan papilla rumen. Dengan demikian untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen pada pedet lepas sapih diperlukan pemberian pakan yang tepat dan berkualitas baik. Bobot sapih berkorelasi positif dengan bobot hidup 365 hari dan memberikan dampak positif terhadap laju pertumbuhan selanjutnya (WIJONO et al., 2006). DONAHUE et al., (1985) menyatakan bahwa umur saat terjadinya transisi dari periode pre-ruminan menjadi ruminansia sejati bervariasi cukup luas tergantung pada pola pakan untuk merangsang perkembangan mikroba rumen dan perkembangan volume rumen telah sempurna pada umur 3 bulan. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak, ternyata masih mampu memenuhi kebutuhan minimal pedet pascasapih. Hal ini sesuai dengan pendapat LASLEY (1982) bahwa sapi potong lokal mempunyai keragaman PBHH sekitar 0,2 0,5 kg. 0
Tabel 3. Ukuran tubuh pedet sapi PO Umur (bulan) Ukuran tubuh Tinggi badan Panjang badan Lingkar dada Dalam dada Jantan (n = ) 1 73,90 ± 5,51 63,70 ±,53 75,50 ± 4,51 27,70 ± 8,58 2 82,50 ± 6,00 68,74 ± 3,72 86,07 ± 8,87 32, ± 2,45 3 85,95 ± 8,58 76,88 ± 8,12 98,74 ± 12,75 36,61 ± 5,03 4 91,71 ± 6,70 87,58 ± 10,72 101,68 ± 8,67 37,52 ± 3,77 5 95,81 ± 6,44 87,90 ± 10,90 102,20 ± 9,67 39,01 ± 2,61 6 97,97 ± 4,32 89,05 ± 11,07 108,50 ± 7,06 41,13 ± 3, Betina (n = ) 1 71,00 ± 6,32 62,6 ± 3,23 74,30 ± 7,83 25,90 ± 3,89 2 79,23 ± 5,95 65,74 ± 5,93 79,40 ± 7,13 29,74 ± 2,69 3 85,92 ± 8,89 74,88 ± 13,73 95,46 ± 8,35 35,20 ± 4,00 4 89,58 ± 11,3 85,29 ± 6,83 96,85 ± 9,65 36,11 ± 2,97 5 92,56 ± 8,86 85,20 ± 13,13 99,80 ± 8,58 38,20 ± 3,78 6 95,39 ± 18,65 88,79 ± 10,79 112,50 ± 15,31 40,89 ± 3,88 Ukuran linier tubuh Ukuran linier tubuh pedet sapi PO pada umur 1 bulan sampai umur 6 bulan disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ukuran linier tubuh (panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan dalam dada) pada pedet betina dan pedet jantan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P > 0,05). HARDJOSUBROTO (1994) menyatakan bahwa beberapa ukuran tubuh seperti tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan dapat merupakan indikator bagi bobot hidup sapi. Oleh karena itu, ukuran tubuh dapat dijadikan alat untuk menduga bobot hidup apabila tidak dilakukan penimbangan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa performans bobot hidup dan ukuran linier tubuh pedet sapi PO pada kondisi low external input memiliki keragaman yang kecil dan relatif seragam. Rataan PBHH pedet sampai dengan umur 6 bulan cukup baik; pada betina dan jantan masing-masing sebesar 0,35 kg dan 0,33 kg. Laju pertumbuhan pedet prasapih sangat tergantung pada kondisi induk selama periode laktasi, sehingga perlu perbaikan pakan induk untuk mendapatkan pedet dengan bobot sapih yang optimal. Pada periode pascasapih, pembesaran (rearing) dengan penambahan konsentrat sebanyak 1% BH memberikan PBHH yang lebih berfluktuatif dibanding periode prasapih. DAFTAR PUSTAKA AZZAM, S.M. and M.K. NIELSEN. 1987. Genetic parameter for gastation length, birth date and firstbreeding date in beef cattle. J. Anim. Sci. 64: 338. BARKER, J.S.P., D.J. BRETT, D.F. FREDERICK and L.J. LAMBOURN. 1975. A Course Manual In Tropical Beff Cattle Production. A.A.U.S.S. DIWYANTO, K. 2003. Pengelolaan plasma nutfah untuk mendukung industri sapi potong berdaya saing. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang. DJAGRA, I.B.K., LANA dan SULANDRA. 1979. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap bobot lahir dan bobot sapih sapi Bali. Pros. Seminar Keahlian di Bidang Peternakan. Thema Sapi Bali. Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. 1
HASTONO, I W.MATHIUS, E. HANDIWIRAWAN, I.G. PUTU dan P. SITUMORANG. 2000. Penampilan anak sapi keturunan Brang-Bal di NTB. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 19 September 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 80 84. HUSODO, S.Y. 2000. Upaya HKTI dalam mendukung program ketahanan pangan nasional dan agribisnis peternakan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 19 September 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 3. KEMP, R.A., J.W. WILTON and L.R. SCAEFFER. 1988. Phenotypic and genetic parameter estimates for gestation length. Calving ease and birth weight in Simental cattle. Can. J. Anim. Sci. 68: 291. SIREGAR, A.R., J. BESTARI, R.H. MATONDANG, Y. SANI dan H. PANJAITAN. 1999. Penentuan sistem breeding sapi potong program IB di Propinsi Sumatera Barat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. WIJONO, D.B., K. DIWYANTO, B. SETIADI, MARIYONO, D.E. WAHYONO, P. W. PRIHANDINI dan HARTATI. 2004. Seleksi Sapi Potong Terpilih dan Turunannya. Laporan Akhir Hasil Kegiatan Penelitian TA 2002. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati. ZULBARDI, M., M. SUTRISNO, U. UMIYASIH, A.A. KARTO, S.B. SIREGAR dan T.D. CHANIAGO. 1994. Penggemukan sapi potong dan dampak ekonominya di kawasan industri Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. 25 26 Januari 1994. DISKUSI Pertanyaan: 1. Judul harap diperbaiki, sebelum menggunakan istilah asing lebih baik di tulis dulu bahasa Indonesia-nya. 2. Parameter pertumbuhan seharusnya sudah ada standarnya, dapat dicari literatur. 3. Pada kesimpulan ada poin 0,32 kg ini sudah cukup baik? Seharusnya ada standar lokal. Jawaban: Semua saran akan dipertimbangkan. Untuk pertumbuhan di dalam makalah lengkap sudah ada literaturnya. 2