BAB IV HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
JOB SAFETY ANALYSIS. Who is responsible? Risk control measures

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag

BAB VII METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BELT TRUSS. Belt truss merupakan salah satu alternative struktur bangunan bertingkat tinggi.

Lifting and moving equipment safety Session 07. Oleh: Ir. Erwin Ananta, Cert.IV, MM

Analisis Pelaksanaan Safety Permit Berdasarkan Prosedur Sistem Permit to Work di PT. PJB UBJ O&M Paiton

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan di sektor industri dewasa ini berlangsung dengan cepat

PROCEDURE No. Dok : PR-MEK-01 Revisi : 01 Tanggal : 28/08/15 Halaman : 1 dari 7 MEKANIK. Departement Name Signature. Manager PT.

LEMBAR PENGESAHAN DOKUMEN DIBUAT OLEH

BAB V PEMBAHASAN. Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah

Analisa dan Estimasi Penurunan Risiko dengan Job Safety Analysis pada Departemen Warehouse

BAB IV HASIL PENELITIAN. PT DHL Supply Chain Indonesia adalah salah satu perusahaan layanan jasa

PENGGUNAAN WEBBING SLING/SABUK PENGANGKAT PADA LIFTING

Modul 08- Program Penanganan Manual dan Mekanik

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

CONTRACTOR HSE MANAGEMENT SYSTEM. pertamina SELECTION. April Bangkitkan Energi Negeri

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PROSEDUR JOB SAFETY ANALYSIS

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

7.1.Project Control. Schedule kunjungan ke lapangan dan partisipasi audit. Meninjau ulang temuan audit dan pelaporan perbaikan

BAB V PEMBAHASAN. PT Adhi Karya Divisi Konstruksi I yang bergerak dibidang konstruksi

K3 KONSTRUKSI BANGUNAN. Latar Belakang Permasalahan

K3 Konstruksi Bangunan

Pembangunan nasional diarahkan menuju terwujudnya masyarakat yang maju, adil, makmur dan mandiri dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Overhoul Gearbox. Qualified Standard Operation Procedure. Rev. No. 01. Approval: Date: Date: Date: Date:

Lifting and moving equipment safety Session Oleh: Ir. Erwin Ananta, Cert.IV, MM

TRAINING SCHEDULE 2017

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NO. : PER.01/MEN/1989 TENTANG KWALIFIKASI DAN SYARAT-SYARAT OPERATOR KERAN ANGKAT

LAPORAN TUGAS AKHIR. Perencanaan Pengangkatan Peralatan Pemboran Rig PDSI 28.2/D1000-E PT. PDSI

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA

JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bekerja di area ruang terbatas (confined space) pekerja harus

BENTUK RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KONTRAK (RK3K) I. BENTUK RK3K USULAN PENAWARAN DAFTAR ISI

Menjamin keselamatan kerja operator & orang lain Menjamin penggunaan peralatan mekanik aman dioperasikan Menjamin proses produksi aman dan lancar

KESELAMATAN PESAWAT ANGKAT (CRANE & LIFTING SAFETY)

JSA AND RISK ASSESSMENT FORM Doc. No. IPAL-CLP-03/11-JSA-002 Rev. No. 1

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang

TENTANG PERUSAHAAN. Pembersihan dinding luar gedung kami lakukan dengan memperhatikan :

BAB III LANDASAN TEORI

dan berkesinambungan. Sebagai perusahaan jasa Keselamatan kesehatan Kerja (PJK3), PT. JAHERMOSA mengemban tugas

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN RESIKO DAN TINDAKAN PENGENDALIAN

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

No Uraian Kerja Hazard/Bahaya Risk/Resiko Risk Assessment Recommendation Action Result Act

BAB II BAHAN RUJUKAN

ABSTRAK PT. Terminal Petikemas Surabaya (PT. TPS) merupakan perusahaan multinasional dengan taraf internasional. Sebagai perusahaan bongkar muat petik

HEALTH, SAFETY, ENVIRONMENT ( HSE ) DEPARTMENT PT. GRAHAINDO JAYA GENERAL CONTRACTOR

PERENCANAAN DAN PEMANTAUAN PROYEK

CONTRACTOR HSE MANAGEMENT SYSTEM HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTAL MANAGEMENT PLAN REQUIREMENT AND STANDARD

BAB IV HASIL DAN ANALISA

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Trainer Agri Group Tier-2

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

BAB V PEMBAHASAN. telah melakukan upaya untuk mengendalikan energi melalui salah satu program

Kesehatan Keselamatan Kerja. Monitoring, Review, dan Audit. Dosen pengampu: Ita Juwitaningrum, S.Psi, M.Pd. Oleh: Luluatnul Jannah M

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

PENGGANTIAN FLARE TIP DENGAN METODA CRANELESS

PT MDM DASAR DASAR K3

JADWAL SERTIFIKASI. 08 Agust sd 03 Sept. 21 nov sd 17 Des

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i BAB I KONSEP PENILAIAN Bagaimana Instruktur Akan Menilai Tipe Penilaian... 1

TRAINING SCHEDULE 2018

LAYANAN SMKP MINERBA PT INDO SHE 2017

Peralatan Perlindungan Pekerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja karyawan. Di samping itu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK

GAVCO INDONESIA SEKILAS TENTANG MULTI TERAINDO. Office : Inspection, Testing, NDT Services and Certification

PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL (SOP) IDENTIFIKASI, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN BAHAYA RESIKO. No. Dokumen: CTH-HSE.02-SOP-01

INTERNAL AUDIT K3 TJIPTO S.

Manajemen Teknik Lingkungan. Sistem Manajemen Mutu

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

A. KRITERIA AUDIT SMK3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

Dropped Object Prevention Procedure

BAB IV HASIL PENELITIAN

HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

BAB III METODE PENELITIAN. maupun kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah

PEMBUATAN SISTEM INFORMASI PENGAWASAN DAN PELAPORAN PEKERJAAN NON RUTIN MENGGUNAKAN FORM CHECKLIST DI PERUSAHAAN PEMBANGKIT

I. DATA UMUM. Nama responden : Jenis Kelamin : Umur : Masa Kerja : Pendidikan terakhir : Departemen : II. DATA KHUSUS (PERTANYAAN PENELITIAN)

TANGGAP DARURAT BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Direktorat Pengelolaan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Fasilitas Pelatihan. Fasilitas untuk pelatihan ini adalah Modul Pelatihan, Sertifikat dan Konsumsi (makan siang + 2X snack/hari).

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 5,9% di bulan Agustus 2014 (International Labour Organization Key

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI

BAB V ANALISA HASIL. tersebut dengan menggunakan semua tools yang ada di New Seven Tools

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. Oleh :

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Universitas Kristen Maranatha 63

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI METODE PELAKSANAAN. tepat waktu, dan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Tahap pelaksanaan

LEAN SIGMA BEARING PROJECT (Tail Bearing, Saddle Bearing, Wristpin Bearing)

Personal Protective Equipments (PPE)

Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing manager dalam struktur. organisasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper adalah sebagai berikut :

LAMPIRAN 1 PEDOMAN WAWANCARA

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI

Kata Pengantar. Daftar Isi

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis dari kegiatan observasi dan wawancara terhadap tenaga kerja serta ikut serta dalam membantu kegiatan yang berhubungan dengan keselamatan kerja, diperoleh hasil bahwa PT. Bakrie Construction merupakan perusahaan dengan pelayanan jasa engineering, fabrikasi dan konstruksi untuk perusahaan minyak dan gas, petrochemical, tambang, power plant, dan insfrastructur. Dari semua jenis pekerjaan tersebut, kegiatan pekerjaan yang paling sering dilakukan atau dengan kata lain dikategorikan sebagai pekerjaan dengan resiko tinggi adalah lifting activity yang menggunakan bantuan alat berat, sehingga potensi terjadinya kecelakaan kerja yang menyebabkan kerugian besar bahkan dapat menyebabkan kematian/ fatality sangat mungkin terjadi. Agar setiap proses produksi tidak terganggu dan menjaga produktivitas, maka dari itu untuk menanggulanginya dan minimalkan potensi bahaya yang terjadi tersebut sangat diperlukan sebagai usaha pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan yang mungkin akan menimbulkan kerugian langsung maupun tidak langsung bagi perusahaan. Salah satu usaha yang dilakukan PT. Bakrie Construction yard Sumuranja Serang, Banten, yaitu dengan menerapkan prosedur sistem ijin kerja aman (SIKA) atau heavy 29

30 lifting permit to work system di setiap pekerjaan yang menggunakan bantuan pesawat angkat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Bakrie Construction yard Sumuranja Serang, Banten didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Identifikasi Potensi Bahaya Pada Operasi Pengangkatan/ Lifting Activity Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja serta kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi dan dapat menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Identifikasi dilakukan berdasarkan standar kerja yang berlaku. Pemberi kerja harus memeriksa pekerjaan secara rinci per unit yang diperlukan untuk mengidentifikasi bahaya yang berhubungan dengan kinerja perusahaan dengan pekerja, dan akan mengidentifikasi bahaya yang melekat pada setiap unit kerja sesuai dengan klasifikasi bahaya yang telah ditentukan sesuai dengan spesifik mesin, peralatan, pekerjaan, dan lain-lain di tempat kerja.

31 Dalam hal mengidentifikasi risiko atau bahaya sebagaimana dimaksud, pemberi kerja harus mempertimbangkan efek tambahan kelelahan pekerja, pada risiko atau bahaya. PT. Bakrie Construction merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi, yang malayani jasa fabrikasi untuk beberapa sektor industri, diantaranya perusahaan minyak dan gas, petrochemical, tambang, power plant, serta infrastruktur pendukung industri lainnya. Produk yang telah dihasilkan antara lain : a. Offshore Platform b. Jacket c. Container Crane Manufacture d. Oil Storage Tank e. Mining Conveyor f. Ponton g. Conveyor Girder h. Supply Dumb Hopper i. Surge Bin j. MSS Proses produksi yang dilaksanakan tidak terlepas dari adanya kegiatan pengangkatan atau pemindahan material (lifting activity) dengan menggunakan bantuan pesawat angkat atau alat berat berupa clawler crane, dan lain-lain. Hal ini menjadi perhatian khusus terhadap sistem keselamatan kerja dimana pengawasan atau monitoring terhadap

32 pengangkatan dengan menggunakan bantuan alat berat harus dilakukan dengan seefektif mungkin. Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit kecelakaan kerja yang mungkin terjadi. Pengangkatan atau pemindahan material dengan menggunakan bantuan alat berat ini memiliki potensi bahaya lingkungan kerja yang dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : a. Faktor Teknis Faktor teknis merupakan potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri, seperti equipment failure yang dapat berupa kerusakan pada mesin crane. Sehingga perawatan dan perbaikan dan pengujian kelayakan secara berkala sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan sistem keselamatan pada alat angkat angkut tersebut, dengan adanya perawatan (maintenance) secara berkala serta adanya inspeksi crane sebelum digunakan merupakan identifikasi dan pencegahan yang dapat dilakukan. Sehingga potensi bahaya yang mungkin terjadi karena kegagalan peralatan/ equipment failure dapat menyebabkan : 1) Material Rusak Material dapat terjadi benturan karena tidak stabil dikarenakan perhitungan secara teknik yang tidak tepat (tidak center pada

33 gravitasi/ COG) atau penggunaan alat angkat bantu yang tidak sesuai dengan perencanaan/ design. 2) Kejatuhan Material Kejatuhan material dapat disebabkan karena koordinasi antara signalman dengan operator dan rigger yang mengalami kesalahan dalam berkomunikasi (miss communication). Salah satu kasus pada saat pemasangan sling di material, crane telah mengalami pergerakan secara tidak sengaja sehingga material sudah terangkat dengan posisi sling yang belum stabil, hal ini dapat mengakibatkan tenaga kerja yang berada di sekitarnya bisa tertimpa material. Pencegahan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan menutup area lifting activity dengan menggunakan tanda tali pengaman/ barikade sebagai kontrol peringatan batas area aman. b. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan merupakan potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan. Dimaksudkan bahwa pada saat lifting activity faktor pemicu lainnya pada saat pengangkatan juga dapat disebabkan oleh faktor alam seperti gempa bumi (earthquake), angin kencang (strong wind), hujan di sertai angin (heavy rain) dan petir (lightning). c. Faktor manusia Faktor manusia merupakan potensi bahaya yang cukup besar pengaruhnya dapat berupa kegagalan untuk menerapkan prosedur

34 dengan benar, sering menjadi akar penyebab, seperti kurangnya pemahaman tenaga kerja untuk mengutamakan keselamatan kerja diri sendiri dalam hal penggunaan Personal Protective Equipment (PPE). Kegagalan ini pada gilirannya mungkin disebabkan kurangnya pelatihan, instruksi atau pemahaman, seperti kesalahpahaman operator untuk mengartikan sandi isyarat lifting yang diberikan oleh foreman (miss comunication). Oleh sebab itu, pada saat menaikan, menurunkan dan mengangkat muatan dengan pesawat pengangkat harus diatur dengan sandi isyarat yang seragam dan yang benar-benar dimengerti. 2. Pengangkatan (lifting activity) Pengangkatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan barang atau material yang dilakukan dengan menggunakan pesawat angkat angkut dari suatu tempat ke tempat lain (PT. Bakrie Construction, 2013). Dalam hal pekerjaan pengangkatan atau pemindahan material (lifting activity) PT. Bakrie Construction mengacu pada prosedur BCPRD- HSE-051_01 Lifting & Rigging With Categories Rev.1 yang dibuat, ditetapkan, dan telah terintegrasi di PT. Bakrie Construction. Prosedur ini bertujuan sebagai pedoman untuk lifting activity selama kegiatan fabrikasi dan konstruksi sehingga dapat digunakan sebagai upaya untuk meminimalkan risiko atau untuk mencegah potensi bahaya yang mungkin dilakukan oleh kesalahan manusia atau untuk mencegah kerusakan peralatan, aset perusahaan atau lingkungan. Prosedur ini diterapkan oleh

35 PT. Bakrie Construction yard Sumuranja Serang, Banten untuk pekerjaan mengangkat atau tali-temali dari struktural baja, kapal, pipa, tank, dan lainlain yang berada di area kerja yang masih di bawah kontrol PT. Bakrie Construction. Untuk kegiatan pengangkatan atau pemindahan material dari satu tempat ke tempat yang lainnya, maka dibedakan menjadi beberapa klasifikasi atau pengkategorian, di antaranya : a. Klasifikasi Pengangkatan (Categories of Heavy Lifting) Dalam proses pekerjaannya, operasi pengangkatan dengan menggunakan alat berat di kategorikan menjadi (tiga), diantaranya : 1) Standard/ Normal lifting Standad/ Normal lifting adalah aktivitas pengangkatan yang tidak sulit atau tidak tergolong dalam pengangkatan kritis, yang dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : a) Menggunakan satu crane dengan beban dibawah 20 ton. b) Pengangkatan dilakukan 60% dari kapasitas crane pada panjang boom dan radius yang digunakan. c) Penilaian risiko/ Risk assessment untuk kategori standard/ normal lifting dibuat sesuai dengan beban material dan kapasitas crane yang akan digunakan, serta risk assessment ini harus dijelaskan oleh Supervisor Rigging kepada seluruh tim yang terlibat dan kepada operator crane.

36 d) Operator crane dan supervisor rigging akan merencanakan proses pengangkatan bersama-sama, diantaranya : (1) Apa saja material yang akan diangkat. (2) Di mana lokasi awal pengangkatan material. (3) Di mana material akan ditempatkan. (4) Di mana crane akan berlokasi. e) Crane Operator dan Supervisor Rigging segera melaksanakan pengangkatan sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati. 2) Non standard lifting Non Standard Lifting adalah aktifitas pengangkatan dengan kriteria sebagai berikut : a) beban yang diangkat lebih dari 20 ton dan kurang dari 80 ton. b) Pada saat pengangkatan menggunakan 1 sampai 2 crane. c) Operator crane dan supervisor rigging akan merencanakan proses pengangkatan bersama-sama, diantaranya : (1) Apa saja material yang akan diangkat. (2) Di mana lokasi awal pengangkatan material. (3) Di mana material akan ditempatkan. (4) Di mana crane akan berlokasi. d) Kelengkapan dokumen seperti lifting plan, drawing plan, dan load calculation dari Engineer Departement harus diserahkan kepada perusahaan sebelum pengangkatan non-standard lifting dilakukan.

37 Berikut ini merupakan hal-hal penting yang harus diikuti, diantaranya : (1) Crane Operator/ Supervisor Ringging/ Superintendent harus menyelesaikan daftar validasi sebelum operasi pengangkatan dilakukan. (2) Jika diperlukan bantuan pada proses pengangkatan yang akan dilakukan, segera menghubungi bagian engineering. (3) Setelah daftar validasi diselesaikan, maka bentuk persetujuan akan ditandatangani oleh Foreman Lifting/ Supervisor Lifting/ Superintendent/ HSE Coordinator/ Client Representative. (4) Semua personil yang terkait dalam pelaksanaan pengangkatan harus mengetahui semua rincian pengangkatan yang telah direncanakan sesuai dengan risk assessment. 3) Critical lifting a) Critical lifting merupakan kategori pengangkatan kritis, kriteria pada aktivitas pengangkatan critical lifting ini adalah sebagai berikut: (1) Beban yang diangkat lebih dari 80 ton. (2) Melibatkan 3 crane untuk pengangkatan. (3) Struktur beban yang diangkat tidak beraturan dan pada saat pengangkatan clawler crane berjalan dengan beban. (4) Setiap material yang akan diangkat dihitung sebagai biaya risiko tingkat tinggi bagi perusahaan perusahaan.

38 (5) Material yang akan diangkat tergolong dalam kategori material berbahaya dan material dengan bentuk yang tidak beraturan. b) Perencanaan pada operasi pengangkatan kategori critical harus memperhatikan : (1) Urutan proses kerja pada pengangkatan material dengan kategori critical harus diidentifikasi. (2) Pada semua prosedur pengangkatan dengan kategori kritis harus dilengkapi dengan perhitungan intregitas struktur yang memadai disertai dengan analisis yang tepat dan disetujui dengan perusahaan. (3) Input design (drawing plan) akan ditinjau ulang oleh Supervisor. Jika mengalami kesalahan atau bertentangan dengan prosedur pengangkatan maka akan dilakukan perbaikan biasanya dengan pertemuan formal dengan bagian engineer dan safety. (4) Sebelum melakukan pengangkatan material, akan diadakan pertemuan Critical Lift Coordination Meeting (CLCM) dengan personil yang bersangkutan seperti Construction Manager, Rigging Superintendent/ Supervisor, HSE Coordinator/ Officer. (5) Dalam pertemuan tersebut akan ditentukan jadwal atau tanggal pekerjaan akan dilakukan serta mempersiapkan kelengkapan dokumen termasuk prosedur.

39 (6) Operasi pengangkatan tidak akan diadakan jika prosedur pengangkatan yang telah ditandatangani oleh semua pihak yang bertanggung jawab tidak berada di tempat pelaksanaan. c) Pelaksanaan critical lifting (1) Critical Lift Coordination Meeting (CLCM) diadakan sebelum operasi pengangkatan. Rigging Superintendent memastikan bahwa pemberitahuan kepada seluruh personil yang terlibat telah dilakukan setidaknya 2 hari (2x24 jam) sebelum pelaksanaan. (2) Pertemuan tersebut akan membahas tentang prosedur perusahaan dan mengadakan diskusi jika ditemukan prosedur yang telah mengalami pergantian. (3) Lembar critical lifting validation dan persetujuan checklist akan ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat sebelum pengangkatan material dilakukan. (4) Sebelum pekerjaan dilakukan, Rigging Superintendent harus memastikan bahwa crane beserta rigging gear telah menjalani perawatan dan pemeriksaan secara berkala. Di dalam pelaksanaannya, pekerjaan pengangkatan dengan kategori critical diidentifikasi memiliki risiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan. Sebagai upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi hal tersebut, maka perlu adanya tim tanggap darurat/ emergency respond team (ERT) yang bersiaga di area kerja.

40 Secara garis besar, penentuan Safety Working Load (SWL) pada Lifting Categories Criteria tersaji pada Tabel 4.1 : Tabel 4.1. Safety Working Load (SWL) Lifting Categories Criteria Item Standard Non Critical Standard Load Less than 20T More than Above 80T 20T Crane Capacity Less than 60% Less than More than 70% 70% Crane Involved 1 crane 2 crane More than 2 crane Type of Standard, Irregular Expensive Structure/ dingle piece, shape material Material etc Method All method All method Travelling with load more than 20T Sumber : HSE Departement PT. Bakrie Construction, Maret 2014 Sedangkan untuk pengkategorian permit system yang diterapkan hanya berdasarkan kategori Non Standard dan Critical. Hal tersebut dipertimbangkan berdasarkan kriteria pada kategori dari pengangkatan itu sendiri serta berdasarkan pertimbangan bahwa kedua kategori tersebut memiliki risiko kecelakaan yang tinggi.

41 Operasi pengangkatan yang memerlukan heavy lifting permit to work di PT. Bakrie Construction untuk proses pengangkatan material adalah yang telah melewati tahap assembling, karena beban total material berkisar >50 tons, sedangkan ketika belum difabrikasi atau berstatus Row Material yang masih berupa material terpisah dengan berat < 20 tons. 3. Sistem ijin kerja Sistem ijin kerja secara umum diterapkan untuk mengontrol dan memonitor pekerjaan atau kondisi tempat kerja untuk memastikan adanya keselamatan dan keamanan bagi tenaga kerja. Berikut ini merupakan Permit To Work Flow Chart :

42 PERMIT TO WORK FLOW CHART Only trained & Authorized Persons can issue work permit Issue of Work Permit Refer to... (PTW Procedure) Work permit required for following activity includes : - Routine activity - Process operations - Routine maintenance - Inspec tion work - Emergency response Work permits are required for the following activities : Cold/General Work Permit Hot Work Permit Confined Space Entry Permit Electrical Isolation & Mechanical LoTo Exavation and Penetration LIFTING ACTIVITIES Diving Do I need permit to work? Take PTW form as mentioned by procedure Fill PTW from includes support document such as JSEA, drawing, procedure, measurements test etc Note : In the event of general alarm or emergency : - Stop work immediately - Action the emergency - After emergency a new Work Permit must be request PTW was valid only for one shift for max 12 hours, should activity to continue next shift, PTW should be renewed PTW form shall be signed by Supervisor responsible, HSE personel and Manager dept. Ensure the PTW visible at workplace When the work is completed, return the work permit, so it can be closed out PTW closed and kept document at HSE Dept Gambar 4.2. Permit To Work Flow Chart Sumber : HSE Departement PT. Bakrie Construction, Maret 2014

43 Sesuai dengan prosedur yang telah diberlakukan di PT. Bakrie Construction, sistem ijin kerja (permit to work) harus diterapkan oleh Klien, Sub-Kontraktor dan PT. Bakrie Construction itu sendiri untuk semua jenis pekerjaan khusus yang beresiko tinggi mengalami kecelakaan. 4. Penerapan Ijin Kerja Sebagai Upaya Pengendalian Risiko Pada Aktivitas Pengangkatan/ Lifting Activity Pada kegiatan pengkajian risiko (risk assessment), hirarki pengendalian (hierarchy of control) merupakan satu hal yang sangat diperhatikan. Pemilihan hirarki pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan efesiensi sehingga risiko menurun dan menjadi resiko yang bisa diterima (acceptable risk) bagi suatu organisasi. Secara efektifitas, hirarki kontrol pertama diyakini memberikan efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan hirarki yang kedua. Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran dalam menurunkan risiko, yaitu melalui menurunkan probabilitas kecelakaan atau paparan serta menurunkan tingkat keparahan suatu kecelakaan. Pada aktivitas pengangkatan atau pemindahan material dari satu tempat ke tempat lainnya, kategori pengendalian risiko yang dapat digunakan adalah pengendalian administratif/ administratif control, kontrol administratif ditujukan pada pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang atau tenaga kerja akan mematuhinya, serta memiliki kemampuan dan keahlian yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman.

44 Jenis pengendalian ini antara lain seleksi tenaga kerja, adanya standar operasi baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi, dan lain-lain. Dengan diberlakukannya sistem ijin kerja pada pekerjaan pengangkatan, hal tersebut menjadi salah satu upaya dalam mengontrol pekerjaan serta mengendalikan risiko kecelakaan. 5. Penerapan Heavy Lifting Permit to Work System Berdasarkan identifikasi potensi bahaya di atas, potensi bahaya terbesar pada pengangkatan atau pemindahan material (lifting activity) adalah potensi kejatuhan material dan kerusakan material. Sehingga untuk meminimalisasi kecelakaan kerja yang mungkin terjadi, dikeluarkanlah ijin kerja atau yang sering disebut dengan Permit to work (PTW). Heavy Lifting Permit to Work ini dikeluarkan apabila akan ada aktivitas pengangkatan benda dengan beban diluar standar yang ditentukan, seperti katergori Non Standard, dan Critical. Upaya pengontrolan kerja aman yang telah dilakukan untuk pelaksanaan lifting activity di PT. Bakrie Construction, adalah sebagai berikut : a. Tahap Perencanaan Operasi Pengangkatan/ Lifting Opertion Dalam hal pekerjaan pengangkatan (lifting activity) PT. Bakrie Construction mengacu pada prosedur BCPRD-HSE-051_01 Lifting &

45 Rigging With Categories Rev.1 dan BCPRD-HSE-029_01 Lifting and Rigging Operation Rev.1. Selain itu juga pembuatan Job Safety Analysis (JSA) untuk masing-masing proses pekerjaan, namun seringkali prosedur tersebut diabaikan oleh tenaga kerja. Pada tahap awal sebelum melakukaan pekerjaan, tenaga kerja diwajibkan untuk melapor pada Ahli Teknik area yang akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan pengangkatan. Adapun hal-hal yang harus dipersiapkan, diantaranya : 1) Pelatihan Tenaga Kerja Tenaga Kerja yang mengoperasikan alat berat atau operator crane harus orang yang terlatih atau yang berkompeten. Layak atau tidaknya seorang tenaga kerja untuk mengoperasikan alat berat atau crane dibuktikan dengan adanya sertifikat resmi yang terlampir secara tertulis untuk melengkapi bagian kontrol pada heavy lifting permit to work yang nantinya akan dikeluarkan. Berikut ini merupakan kriteria untuk operator crane, diantaranya : a) Memiliki keterampilan khusus dan berkompeten untuk mengoperasikan crane dengan sertifikat pelatihan resmi. b) Memiliki pengalaman kerja untuk mengoperasikan crane. c) Memiliki Surat Ijin Operator (SIO) dari pemerintah (Migas atau Depnaker) untuk mengoperasikan crane.

46 d) SIO masih berlaku selama menjadi operator crane. 2) Persiapan Area untuk Pengangkatan/ Lifting Activity Sebelum dilaksanakan pengangkatan atau pemindahan material ke suatu tempat harus dipastikan terlebih dahulu bahwa area telah dipersiapkan dan dipastikan masih pada area aman sehingga dapat meminimalisasi terjadinya kecelakaan kerja akibat bersinggungan dengan area pekerjaan lainnya. Salah satu upaya preventif yang dilakukan PT. Bakrie Construction adalah dengan menerapkan Barricade System, yaitu garis pembatas atau sistem kontrol untuk menghalangi tenaga kerja yang tidak berkepentingan agar tidak berada di area yang akan digunakan untuk pekerjaan pengangkatan/ lifting activity. Untuk pekerjaan pengangkatan dengan alat berat berkapasitas lebih dari 20 tons, maka kegiatan ini di kategorikan sebagai heavy lifting permit to work, yaitu ijin kerja yang dikeluarkan apabila akan ada aktivitas pengangkatan benda dengan beban diluar standar yang ditentukan, seperti katergori Non Standard, dan Critical. Tujuan dari prosedur ini mengacu pada prosedur BCPRD-HSE-049_02 Permit to Work Rev.2 yaitu untuk memastikan kontrol yang aman dari pekerjaan yang dilaksanakan untuk melindungi personel dan peralatan dari potensi terjadinya risiko kecelakaan.

47 Prosedur ini berlaku untuk semua pihak yang terkait dalam aktivitas pengangkatan baik dari Bakrie Construction, Sub-Kontraktor, dan Klien. Pada umumnya, pengangkatan dengan menggunakan bantuan alat berat berupa crane atau yang disebut lifting merupakan pengangkatan material dengan beban yang berat yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan yang masuk ke dalam kategori fatality. Oleh karena itu pengangkatan yang menggunakan crane harus dilaksanakan dengan prosedur pengangkatan material berat atau heavy lifting procedure yang benar, karena tingkat risiko yang dapat ditimbulkan sangat berat. Pengangkatan dengan crane juga seringkali tergolong sebagai critical work, dimana selain memiliki prosedur yang benar juga harus diawasi sedemikian rupa untuk meminimalisasi risiko yang ada. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengangkatan dengan crane adalah : a) Pastikan semua dokumen yang terkait telah dilengkapi termasuk diantaranya adalah : (1) Ijin Kerja dan rigging plan harus disetujui oleh pihak-pihak yang berkompeten. (2) Data inspeksi alat berat yang digunakan disertai Surat Ijin Operator (SIO) telah lengkap dan dinyatakan Layak Operasi.

48 (3) Inspeksi peralatan pendukungnya (lifting gear) telah dilaksanakan dan dicatatkan serta mendapatkan pengesahan penggunaan, biasanya berupa label inspeksi yang terpasang pada alat bantu tersebut. b) Pastikan orang yang terlibat dalam aktivitas tersebut memiliki kompetensi sesuai kebutuhan. Salah satunya seperti tertera di atas : SIO operator, sertifikasi Rigger, pengawas dan lain-lain. c) Pastikan rencana/ metode pengangkatan disosialisasikan kepada pekerja yang terlibat untuk memberi pengertian tentang: berada pada jalurnya, antara lain : (1) Tahapan kerja/ proses pengangkatan yang akan dilakukan briefing sebelum memulai aktifitas. (2) Potensi bahaya yang diidentifikasi dan langkah antisipasi yang harus dilakukan untuk mencegah dampak bahaya yang ada seperti sign atau rambu-rambu dipasang sesuai dengan fungsi dan tempatnya. (3) Peraturan teknis lainnya dengan melihat kondisi aktual di lapangan, pada saat pengoperasian hanya orang yang berkepentingan yang ada di sekitar pekerjaan. (4) Mena ati peraturan dasar pengangkatan. Dalam hal ini biasanya telah disebutkan dalam rigging plan atau Job Safety Analysis (JSA) pekerjaan.

49 d) Saat selesai lakukan clean up dan pastikan segala sesuatunya ditinggalkan dalam keadaan tidak membahayakan bagi orang lain. Dengan menaati prosedur keselamatan yang telah ditetapakan dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan dalam proses kerja pengangkatan berat dengan menggunakan crane. 3) Sistem Barikade/ Barricade System Barikade merupakan salah satu fasilitas untuk menunjang keselamatan tenaga kerja selama dilaksanakannya pekerjaan pengangkatan material dengan menggunakan bantuan alat berat. Tujuan dari diberlakukannya sistem barikade yaitu untuk mengontrol akses tenaga kerja agar tidak mendekati area pengangkatan material yang dinilai berbahaya. Walupun telah diberi barikade namun kerap kali kesadaran tenaga kerja masih belum sepenuhnya mengerti, dilihat dari masih banyaknya tenaga kerja yang menerobos masuk dengan alasan terlalu jauh memutar akses untuk sampai di area yang akan dituju, sedangkan potensi bahaya saat aktivitas lifting berlangsung di dalam area batas aman bisa berdampak kematian/ fatality. Kendala lainnya yang ditemukan pada saat operasi pengangkatan yaitu kurangnya ketersediaan barikade, sedangkan berdasarkan prosedur keselamatan pekerjaan pengangkatan/ lifting activity area yang akan digunakan harus diisolasi dengan menggunakan barikade sebagai tanda bahwa daerah tersebut berbahaya.

50 4) Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri merupakan pencegahan dari bahaya yang berpotensi kepada pekerja. Adapun APD yang digunakan oleh pekerja antara lain : a) Safety Helmet : Untuk melindungi kepala dari terbentur material. b) Safety Shoes : Untuk melindungi kaki dari terbentur material. c) Safety glasses : Untuk melindungi mata dari paparan sinar Ultra Violet (UV). d) Masker : Untuk melindungi pernapasan dari debu. e) Safety glove : Untuk melindungi tangan saat mengangkat material dan mengikat material. Kelengkapan APD ini harus diperhatikan dan wajib digunakan pada saat pekerjaan dilakukan. Namun masih ditemukan tenaga kerja yang tidak menggunakan APD. 5) Briefing Job Safety Analysis (JSA) Sebelum melakukan pengangkatan, safetyman wajib menginformasikan mengenai isi dari Job Safety Analysis (JSA) kepada tenaga kerja. Hal ini merupakan salah satu pengendalian risiko yang dilakukan untuk meminimalkan kecelakaan, sehingga tenaga kerja mengetahui potensi bahaya dari setiap tahap atau proses pekerjaan yang akan dilakukan.

51 6) Tindakan Pencegahan/ Safety Check of Heavy Lifting Work Permit Heavy Lifting Work Permit dikeluarkan setelah semua persiapan seperti area, peralatan angkat angkut (crane), dan material yang akan dipindahkan telah dilakukan, pengontrolan dokumen yang terkait sebagai bahan pelengkap pada permit ini meliputi : a) Lifting Procedure Adalah prosedur pengangkatan yang telah diimplementasikan PT. Bakrie Construction sebagai alat untuk mengontrol keamanan dari pekerjaan yang akan dilaksanakan, dengan tujuan untuk melindungi tenaga kerja dan peralatan yang akan digunakan dari potensi terjadinya risiko kecelakaan. b) Drawing Plan Drawing plan adalah gambar proses pengangkatan material dan dibuat sebelum dilakukan pekerjaan pengangkatan/ lifting yang menggunakan alat berat seperti TMC (Truck Mounted Crane), Mobile Crane, Tower Crane, Crawler Crane, dan lain-lain sesuai dengan perhitungan beban material yang akan dipindahkan. Sebelum membuat drawing plan, beberapa data penting yang perlu dipersiapkan yaitu : (1) Dimensi dan berat beban yang akan diangkat. (2) Jenis dan kapasitas crane yang akan digunakan. (3) Load chart dari crane yang akan digunakan untuk mengetahui commit kapasitas to user angkat crane optimum pada derajat

52 boom, panjang boom yang akan digunakan (working radius), panjang outrigger dan jarak as ke as antar crane dan beban yang akan diangkat. (4) Alat bantu angkat (lifting gear) apa saja yang akan digunakan. (5) Hasil inspeksi crane dan lifting gear (untuk crane dapat dilakukan inspeksi visual, load test) untuk mengecek adanya kebocoran pada hydraulic system atau tidak, ada keretakan atau kerusakan pada hook dan wire sling atau tidak, dan lainlain. Jika lifting gear seperti chain block, level block, wire rope dapat dilakukan metode inspeksi NDT seperti Penetrant Test atau Magnetic Particle Inspection (MPI) untuk mengetahui ada cacat atau keretakan atau tidak. (6) Lokasi pengangkatan (area yang lapang atau kah ada existing facility di area tersebut). (7) Total beban dari lifting gear yang akan digunakan, dan (8) Panjang webbing / wire sling yang akan digunakan. Jika sesuai perhitungan didapat lifting capacity < dari beban angkat maksimal yang diperbolehkan diload chart, maka dapat dinyatakan proses pengangkatan aman untuk dilakukan. Pemenuhan dokumen yang terkait dengan drawing plan merupakan kapasitas dari Enginer Departement di PT. Bakrie Construction.

53 c) Load Calculation Merupakan perhitungan kapasitas beban yang akan diangkat dengan perhitungan yang telah dikalkulasi, data load calculation saling berhubungan dengan drawing plan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga lifting capacity yang ditetapkan dapat terkontrol. d) Risk Assessment Secara umum, risk assessment merupakan suatu metodologi yang digunakan untuk memeriksa semua risiko yang mungkin terlibat dengan produk tertentu atau organisme. Penilaian risiko dapat dibagi menjadi empat bagian: identifikasi bahaya, respon dosis (berapa banyak paparan menyebabkan masalah tertentu (cancer, kejang, kematian), penilaian eksposur (menentukan berapa banyak paparan akan diterima oleh orang-orang selama kegiatan tertentu), dan karakterisasi risiko (menentukan probabilitas bahwa risiko akan terjadi). Tujuan dari risk assessment antara lain : (1) Mengidentifikasi bahaya-bahaya terhadap keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan kerja. (2) Melakukan penilaian terhadap masing-masing risiko yang telah diidentifikasi, dan jika diperlukan dilakukan penilaian secara kuantitatif. (3) Mengkaji kebutuhan pengendalian terhadap dampak hasil kegiatan.

54 (4) Melakukan pengambilan keputusan terkait dengan pengendalian bahaya secara terukur. (5) Penilaian bahaya merupakan salah satu elemen kritis dari permit to work, langkah persiapan yang akan dilakukan adalah penilaian bahaya dari risiko yang mungkin berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. Penilaian terhadap bahaya harus dilakukan oleh permit issuer yang berkoordinasi dengan supervisor dan orang yang memiliki pengetahuan khusus yang mungkin akan diperlukan (OGP, 1993). (6) Penilaian risiko pada lifting activity berupa Job Safety Analysis (JSA) yang menuliskan berbagai aktivitas yang berpotensi membahayakan selama aktivitas pengangkatan berat berlangsung serta pencegahan apa yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi bahaya tersebut. e) Critical Lift Verification Merupakan critical lifting validation & aproval checklist yang berisi data berupa tanggal pelaksanaan pengangkatan atau lifting activity, Job Project, dan kapasitas jenis alat berat atau crane yang digunakan. Critical lift verification ini bertujuan untuk mengetahui apakah pekerjaan yang akan dilakukan sesuai dengan jadwal dan segala persiapan yang telah ditentukan. Aproval Checklist berisi :

55 (1) Procedure : Apakah prosedur yang digunakan telah sesuai dengan ketetapan Procedure Lifting and Rigging di PT. Bakrie Construction dan prosedur terkait telah diketahui oleh direktur atau superintendent rigging. (2) Equipment & Rigging Certicates : Apakah semua alat berat atau crane yang digunakan dan semua rigging (wire rope, slings, shackles, etc) sudah tersertifikasi dan terlampir untuk kelengkapan dokumen ijin kerja. (3) Preparation : Apakah segala persiapan telah dilaksanakan sebelum pengangkatan akan dilakukan, seperti pembersihan area berbahaya dengan memasang barikade di sekitar area pengangkatan, pengecekan alat berat atau crane, dan segala sesuatu yang diperlukan selama operasi pengangkatan berlangsung. (4) Supervision : Memastikan bahwa kehadiran supervisi rigging ikut serta dalam memonitoring aktivitas pengangkatan/ lifting activity. (5) Communication : Memastikan apakah semua alat komunikasi/ Radio antara Rigging Superintendent, Tim Safety dan pihak terkait lainnya telah dipersiapkan dan dipastikan berada pada Rigging Channel. (6) Pre-transport Pre Lift Meeting : Memastikan bahwa telah diadakan pertemuan dengan pihak terkait seperti Project

56 Superintendent, QC Supervisor, Contruction Engineer, Mechanic Superintendent, Production Engineer, Safety Supervisor dan Critical Lift Director yang terkait dengan aktivitas pengangkatan yang akan dilaksanakan. (7) Trailer Mechanical Inspection : Memastikan bahwa semua crane telah melewati uji kelayakan pemakaian atau inspeksi crane dan rigging superintendent serta operator harus mengecek ulang crane sebelum digunakan. (8) List Concerns : Merupakan data abstrak yang sewaktu-waktu diperlukan diluar dari lifting plan yang telah ditetapkan. f) Equipment Certificate Merupakan sertifikat resmi untuk peralatan alat berat. Dipastikan bahwa pesawat angkat (crane) yang akan digunakan telah bersertifikasi dan diinspeksi sebelum penggunaannya serta telah melewati tahap pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja. g) Lifting Gear Certificate Merupakan sertifikat resmi atau lisensi terhadap alat bantu pada crane. Semua peralatan rigging gear seperti (shackle, sheave block, chain block, wire rope sling, etc) dipastikan sudah tersertifikasi pemeriksaan dan pengujian peralatan, sehingga dapat dipastikan dalam pelaksanaannya, semua komponen crane dalam keadaan aman dan layak pakai.

57 b. Tahap Pelaksanaan Pekerjaan Pengangkatan/ lifting activity Setelah kelengkapan dokumen sebagai pemenuhan syarat agar heavy lifting work permit dapat dikeluarkan, maka kegiatan pengangkatan material dapat segera mungkin untuk dilaksanakan. Hal ini tidak terlepas dari monitoring lapangan dari pihak yang bertanggung jawab atas pekerjaan pengangkatan tersebut. c. Tahap Penutupan Heavy Lifting Permit to Work System Jumlah dan desain dari tanda tangan akan menentukan tipe dari permit. Tanda tangan menjadi sangat spesifik dalam prosedur permit to work. Minimal permit issuer dan orang yang melaksanakan pekerjaan harus menandatangani permit. Sebelum pengembalian permit atau closed permit, penanggungjawab heavy lifting work permit atas keamanan pekerjaan pengangkatan secara khusus dibebankan kepada beberapa pihak yang ikut serta menandatangani kesepakatan ijin kerja pengangkatan (heavy lifting work permit) yang dikeluarkan, antara lain : 1) Work request performing authority, dan 2) HSE coordinator Setelah permit ditandatangani sebagai tanda bahwa telah dilakukan closed permit, maka tahapan selanjutnya adalah pengembalian permit kepada pemberi ijin.

58 d. Pengembalian ijin kerja/permit to work Setelah menyelesaikan pekerjaan, salinan pelaksanaan permit harus dikumpulkan menjadi satu dan dikembalikan ke pelaksana. Salinan kemudian harus ditandatangani oleh penerbit ijin dan Supervisor untuk mengindikasikan penyelesaian setelah dilakukan inspeksi di tempat kerja. Validasi Ijin Kerja (Permit to Work) adalah sebagai berikut : 1) Ijin kerja awalnya harus dikeluarkan untuk jangka waktu 8 jam dan harus diperpanjang untuk satu shift lagi. 2) Atas dasar kebutuhan, ijin dapat diberikan untuk periode maksimal 7 hari. 3) Ijin yang diperoleh untuk setiap shift. Adapun hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan pengembalian permit, adalah: 1) Site Inspection Sebelum penandatanganan berakhirnya ijin kerja, penerbit ijin atau perwakilan yang didelegasikan harus melakukan inspeksi tempat kerja untuk mengkonfirmasi bahwa tempat kerja yang telah ditinggalkan dalam kondisi aman. Orang yang melakukan pekerjaan menandatangani ijin kerja jika sudah selesai. penandatanganan tersebut menyatakan bahwa tempat kerja yang telah ditinggalkan dalam kondisi aman, dan penerbit ijin harus menyetujui dengan hal

59 tersebut sebelum ia menandatangani penerimaan penyelesaian pekerjaan. 2) Return to Service Harus ada prosedur formal untuk mengembalikan peralatan ke service yang pekerjaan ada dibawah sistem permit to work. Prosedur ini harus mempertimbangkan hal berikut: a) Peralatan ditempat kerja sudah lengkap. b) Bahwa peralatan telah ditinggalkan dalam kondisi aman dan telah diverifikasi oleh orang yang mengakhiri dan menandatangani ijin kerja. c) Bahwa semua isolasi/ override yang berkaitan dengan plant atau peralatan telah dibatalkan atau status dari isolasi/ override diketahui personil operasional. d) Bahwa orang operasional bertanggung jawab untuk area berdasarkan keahlian pada bagian pabrik atau peralatan. e. Log book/ Record Sistem permit to work harus dibuatkan catatan untuk menyimpan permit yang dikeluarkan selama periode yang ditentukan. Bisa dengan sebuah log book permit yang memperinci dikeluarkannya permit atau salinan permit yang akan disimpan untuk jangka waktu tersebut. Periode untuk dokumentasi catatan biasanya 12 bulan. Pendokumentasian dilakukan dengan cara pengontrolan work permit, yaitu dengan membuat pencatatan dan penomoran yang

60 mempunyai ciri khas khusus untuk setiap penerbitan work permit (baik dari sisi area produksi, jadwal pekerjaan, dan lain sebagainya).