PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

3. Proses Sosial dalam Hubungan Antaretnik di Desa Pakraman Ubud a. Proses Sosial Disosiatif b. Proses Sosial Asosiatif...

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI

OLEH Dr. NI NYOMAN SUKERTI, SH.,MH. BAGIAN HUKUM & MASYARAKAT FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial Volume 1, Nomor 2, Agustus 2017 ISSN:

DESA PAKRAMAN UBUNG KECAMATAN DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR Alamat : Jl. Cokroaminoto, No. 125 Denpasar, Telp. (0361)

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

PERANAN AWIG-AWIG DALAM MELESTARIKAN ADAT DAN BUDAYA DI BALI

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Ni Wayan Ayu Suparmi, Ida Bagus Made Astawa, Sutarjo. Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PENGELOLAAN WISATA BAHARI (Studi Kasus Di Pantai Pandawa Desa Adat Kutuh Badung-Bali)

PERANAN HUKUM DALAM MENJAGA KEAJEGAN KONSEP TRI HITA KARANA DI BALI Oleh I Nyoman Gede Remaja, S.H., M.H. 4

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang hidup dengan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata Kunci: LPD, pertumbuhan laba, pertumbuhan aset.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA. 2.1 Sejarah Singkat Terbentuknya Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGURUS DAN PENGAWAS INTERNAL LEMBAGA PERKREDITAN DESA

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

TEMBARAN DAERAH NOMOR:3 TAHUN:1988 SERI:DNO'3 PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI TENTANG

KOORDINASI ANTARA DESA DINAS DAN DESA PAKRAMAN DALAM DINAMIKA PENANGANAN TERHADAP PENDUDUK PENDATANG DI BALI

ADMINISTRASI TERPADU DESA DINAS - DESA PEKRAMAN. Putu Agustana, I Wayan Rideng, dan Gede Sandiasa

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

PENGEMBANGAN KEARIFAN LOKAL SENI BUDAYA MELALUI PENDIDIKAN BERBASIS BANJAR DI BALI

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS KEBUDAYAAN KOTA DENPASAR TAHUN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS DESA ADAT DI DESA PENGLIPURAN KABUPATEN BANGLI

ANGKLUNG TIRTHANIN TAMBLINGAN DI DESA PAKRAMAN SELAT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

EKSISTENSI AWIG-AWIG TERHADAP PENDUDUK PENDATANG DI DESA PAKRAMAN TEGALLALANG. Oleh :

EKSISTENSI LEMBAGA PERKREDITAN DESA SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG NOMOR : 1/KEP/R.ANGG/2013 TENTANG ANGGARAN DASAR BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BAB VI PENUTUP Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia, Bali kaya akan berbagai

MAJELIS ADAT PEKRAMAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM MEMPERKUAT KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MELALUI KONSEP AJARAN TRI HITA KARANA. Ni Wayan Suarmini * Abstrak

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

PERAN KRAMA DESA PAKRAMAN DALAM MENJAGA PALEMAHAN DI KABUPATEN GIANYAR (Studi Di Desa Pakraman Ubud, Lodtunduh dan Mawang)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB VI KESIMPULAN. tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

Transkripsi:

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Abstrak Program IPTEKSS bagi Masyrakat (IbM) di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng tahun 2011 yang mengambil lokasi pelaksanaan kegiatan di Desa Bulian bertujuan untuk membuat sebuah buku profil tentang Desa Pakraman Bulian. Desa Pakraman Bulian merupakan wadah sosio-religius umat Hindu yang terangkum dalam aktivitas tata palemahan, pawongan, dan parahyangan. Ketiga aktivitas ini telah berlangsung dengan baik sehingga perlu dilestarikan keberadaannya. Dalam tata palemahan misalnya, geliat pertumbuhan penduduk dapat memberikan ekses negatif bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian menyebabkan hilangnya sekaa subak akan berakibat pada hilangnya Dugul atau Pura Ulun Carik. Tata Pawongan di Desa Pakraman Bulian menunjukkan bahwa Desa Pakraman Bulian hanya didukung oleh lima banjar adat. Dengan jumlah krama yang relatif banyak, hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi eksistensi desa pakraman. Sementara itu, tata parahyangan di Desa Pakraman Bulian telah tertata dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pemetaan yang jelas mengenai kahyangan yang diempon serta tata cara upacara dan upakara yang mesti dilaksanakan. Kata-kata kunci: desa pakraman, palemahan, pawongan, parahyangan A. PENDAHULUAN Desa pakraman pada hakikatnya dibentuk dan ditentukan dari tradisitradisi yang hidup dan berkembang di masing-masing wilayah tertentu. Mengingat sistem dan struktur masyarakat Hindu Bali terbentuk dan tersusun dalam desa pakraman. Seperti dijelaskan dalam Perda Nomor 03 Tahun 2001 Propinsi Bali bahwa Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangga sendiri. Konsep senada juga tertuang dalam Perda Nomor 06 Tahun 1986 tentang konsepsi desa adat. Dari kedua Perda ini, paling tidak dapat ditemukan enam unsur pokok yang membentuk desa adat atau desa pakraman, yaitu (1) kesatuan masyarakat hukum adat 71

di Propinsi Bali, (2) mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun, (3) dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa), (4) mempunyai wilayah tertentu, (5) mempunyai harta kekayaan sendiri, dan (6) berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Dari keenam unsur tersebut dapat dipahami bahwa sistem sosial masyarakat Bali adalah bercorak Hinduistis. Hal ini, juga ditegaskan oleh Sirtha (dalam Astra, 2003: 71) bahwa agama Hindu yang dianut oleh masyarakat Bali memberikan corak yang khas bagi desa pakraman. Kegiatan masyarakat adat dijiwai oleh agama Hindu yang dimanifestasikan dalam pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa sebagai tempat pemujaan menjadi simbol pemersatu bagi masyarakat adat dalam melaksanakan upacara pemujaan sebagai wujud bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu, Geriya (2000:63) juga menjelaskan bahwa dasar-dasar pokok sistem sosial kemasyarakatan orang Bali bertumpu pada empat landasan utama, yaitu kekerabatan, wilayah, agraris, dan kepentingan khusus. Ikatan kekerabatan telah membentuk sistem kekerabatan dan kelompok-kelompok kekerabatan. Sistem kekerabatan masyarakat Bali umumya berlandaskan prinsip patrilineal. Kelompok-kelompok kekerabatan merentang dari unit terkecil, yaitu keluarga inti, meluas ke unit menengah keluarga luas, sampai dengan klan patrilineal. Ikatan kesatuan wilayah terwujud dalam bentuk komunitas desa adat atau pakraman dengan subsistemnya, yakni banjar. Di bidang kehidupan agraris berkembang organisasi subak, sedangkan ikatan kelompok-kelompok kepentingan khusus terwujud menjadi organisasi sekaa. Dalam pelaksanaannya, aktivitas di desa pakraman diatur berdasarkan awig-awig desa pakraman. Menurut Sirtha (dalam Astra, 2003), substansi awig-awig desa pakraman dijiwai oleh agama Hindu yang merupakan penjabaran dari falsafah Tri Hita Karana, yaitu (1) parahyangan sebagai konkretisasi pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud upacara keagamaan, (2) pawongan sebagai perwujudan hubungan manusia dengan sesamanya dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosial budaya, dan (3) palemahan atau wilayah berupa perwujudan hubungan manusia dengan alam yang menjadi tempat pemukiman dan menjadi sumber kehidupan masyarakat. Jadi, sistem sosial kemasyarakatan dalam masyarakat Hindu di Bali dibangun di atas kerangka Tri Hita Karana yang terdiri atas tiga gatra, yaitu parhyangan, pawongan, dan palemahan. Hal ini ditegaskan dalam patitis lan pamikukuh awig-awig desa pakraman di Bali. 72

Ini menegaskan bahwa desa pakraman merupakan satu kesatuan yang harmonis dari tiga gatra, yaitu krama desa sebagai gatra pawongan membutuhkan ruang untuk melaksanakan aktivitasnya berupa kewajiban hidup (dharma) di wilayah desa pakraman, yaitu gatra palemahan. Hal ini merupakan suatu kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam sehingga manusia mempengaruhi alam dan sebaliknya alam mempengaruhi kehidupan manusia. Dikatakan pula bahwa manusia dapat mempengaruhi, bahkan mengubah lingkungannya. Oleh karena itu antara krama desa dengan alam lingkungan desanya terdapat satu jalinan yang satu sama lain saling mempengaruhi. Sebaliknya, krama desa sebagai makhluk sosial membutuhkan jalinan komunikasi yang harmonis untuk memenuhi kepentingan bersama dalam suasana yang nyaman dan aman. Selain itu, dikatakan oleh Mircea Eliade (1987) bahwa manusia juga merupakan makhluk religius sehingga membutuhkan kebahagiaan batin (rohaniah). Untuk memperoleh dan memenuhi kebutuhan akan kebahagiaan yang bersifat rohaniah ini manusia berpaling dan berlindung serta bersujud ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, manusia (krama desa) mendirikan tempat-tempat suci (pura) untuk memuja Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa), yaitu gatra parhyangan. Agama Hindu dan sistem budaya atau adat istiadat telah menyatu dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali yang digunakan sebagai pedoman berperilaku. Keterpaduan antara agama Hindu dan kebudayaan Bali dapat pula diamati dari sistem sosial kemasyarakatan orang Bali dan tujuan hidupnya. Dalam hal ini tampak dalam jalinan antara Tri Hita Karana sebagai landasan sistem sosial kemasyarakatan dan tujuan hidup yang berdasarkan pada Catur Purusa Artha. Pada kenyataannya dalam kehidupan empiris sehari-hari telah pula terwujud keselarasan antara harmoni Tri Hita Karana dengan realisasi Catur Purusa Artha, baik dalam pikiran, perkataan, maupun tindakan yang pada akhirnya dipahami, dihayati, diamalkan, dan mengejawantah dalam kehidupan sebagai yadnya. Upacara keagamaan sebagai salah satu implementasi dari yadnya dalam masyarakat Hindu di Bali senantiasa terikat dalam suatu sistem religi dan sistem sosial yang sama walaupun secara garis besarnya terdapat lima jenis yadnya (Panca Yadnya). Sistem religi yang dimaksud seperti dijelaskan oleh Koentjaraningrat (1987) terdiri atas beberapa komponen, yaitu keyakinan, ritus dan upacara, peralatan ritus dan upacara, dan umat agama yang berkaitan erat satu sama lain dan saling pengaruh mempengaruhi dan baru mendapat sifat keramat yang mendalam apabila dihinggapi 73

oleh komponen utama, yaitu emosi keagamaan. Artinya, jenis upacara keagamaan (yadnya) yang dilaksanakan oleh masyarakat (umat Hindu di Bali) dilandasi oleh kayakinan keagamaan, dilaksanakan dalam bentuk kegiatan upacara, menggunakan peralatan (upakara), dipimpin oleh seorang pemimpin upacara (sulinggih), dilaksanakan di suatu tempat (tempat suci: pura, merajan, natah, bale, dll), dan disertai dengan emosi keagamaan. Dalam prosesi upacara keagamaan selalu diiringi dengan unsur kesenian, baik seni tabuh, seni tari maupun seni tembang sehingga kegiatan upacara tersebut menjadi semakin kusuk. Entitas budaya lokal selama ini memang menjadi kekuatan Bali untuk menarik para wisatawan, domestik maupun mancanegara. Bali terkenal dengan kebudayaannya yang unik dan khas karena tumbuh dari jiwa agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya, dalam masyarakat yang berciri sosial religius (Mantra, 1996: 2). Ini menegaskan bahwa seni, budaya, dan agama Hindu adalah satu kesatuan yang membangun kebudayaan Bali secara utuh dan menyeluruh. Berkaitan dengan hal tersebut, Geriya (dalam Ashrama,ed., 2004: 42) menyatakan bahwa dalam masyarakat Bali seni dimaknai sebagai simbol jati diri, media ekspresivitas, acuan peradaban, kreasi persembahan, akumulasi nilai tambah secara sosial-ekonomis. Selain itu, juga kesenian Bali mempunyai relasi dengan agama, lembaga sosial, sistem ekonomi (agraris, pariwisata, kerajinan, dll), sistem ekologi, dan politik. B. MATERI DAN METODE Metode pelaksanaan kegiatan yang diterapkan dalam pembuatan buku profil ini adalah dengan melakukan wawancara langsung kepada para tokoh prajuru Desa Pakraman Bulian untuk menggali langsung informasi sebagai sumber data primer yang akan digunakan sebagai materi dalam penyusunan buku ini. Selain melalui wawancara langsung, pencarian data dilakukan dengan teknik kajian pustaka yaitu dengan mencari data sekunder dari lontar-lontar yang terkait dengan keberadaan Desa Pakraman Bulian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut. 1) Rapat persiapan dan orientasi yang melibatkan tim IbM, pakar dan partisipan kolaboratif (Perbekel, Kelian Desa Pakraman, Kelian Banjar Adat, Prajuru Desa Pakraman Kepala Dusun dan Tim penyusun dari Desa Bulian yang di SK-kan oleh Perbekel Desa Bulian). 2) Penyusunan instrumen-instrumen penjaringan data secara partisipatif 74

3) Pendampingan pendataan partisifatif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan profil desa pakraman Bulian, seperti: a) Sejarah Desa Bulian b) Hukum adat/awig-awig dan kesepakatan/perarem baik tertulis maupun yang tidak tertulis c) Pranata dan penyelenggaraan prosesi keagamaan, kegiatan adat/sosial d) Struktur dan komposisi masyarakat adat e) Wilayah atau wewidangan desa pakraman f) Harta kekayaan desa pakraman 4) Penyusunan Buku Profil Desa Pakraman Bulian dan Buku Profil Pura-Pura Tua di Desa Bulian secara partisifatif kolaboratif 5) Editing buku-buku yang tersusun dan percetakan serta pengusulan ISBN 6) Pengenalan dan launcing buku Profil Desa Pakraman Bulian pada salah satu event penting di Desa Bulian 7) Rapat Evaluasi dan refleksi pelaksanaan pembelajaran tindakan berbasis proyek kolaboratif yang melibatkan semua komponen yaitu tim IbM, perbekel, Kelian Desa Pakraman sehingga disepakati sebuah sistem penyelenggaraan dokumentasi Desa Pakraman Bulian yang mendukung pelestarian tradisi, adat dan budaya Bali. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil-hasil yang dicapai selama dan setelah selesainya kegiatan IbM ini adalah tersusunnya sebuah buku profil Desa Pakraman Bulian. Dalam buku ini secara garis besar dapat dibagi menjadi enam bab, yaitu: a. Bab 1, Pendahuluan Pada bab 1 diuraikan secara ringkas tentang definisi serta peraturan pemerintah terkait Desa Pakraman b. Bab 2, Gambaran Umum Desa Pakraman Bulian Pada bab 2 diuraikan secara ringkas terkait dengan sejarah Desa Pakraman Bulian, lambang Desa Pakraman Bulian, awig-awig Desa Pakraman Bulian, Visi Desa Pakraman Bulian, Struktur prajuru Desa Pakraman Bulian. c. Bab 3, Palemahan Pada bab 3 diuraikan tentang wilayah desa Pakraman Bulian diantaranya kondisi geografis Desa Pakraman Bulian, luas lahan dan penggunaannya, 75

kondisi lingkungan hidup, tata ruang Desa Pakraman, tanah druwen desa dan legalitasnya. d. Bab 4, Pawongan Pada bab 4 diuraikan tentang kependudukan, lembaga adat dan sosial lainnya serta aktivitas pasukadukaan. e. Bab 5, Prahyangan Pada bab 5 diuraikan tentang profil pura khayangan desa menyangkut tentang tatanan pelaksanaan upacara yang berlangsung di pura setempat. f. Bab 6, Penutup Pada bab 6 diuraikan tentang kesimpulan dari pembahasan yang menjadi fokus kegiatan yang dilakukan. Kegiatan P2M ini telah berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan dari kegiatan ini terlihat dari faktor pendukung pelaksanaan yaitu (a) antusias dari para prajuru desa yang terlibat dalam penyusunan buku profil ini, (b) respon positif dari masyarakat Desa Pakraman Bulian yang dapat menjadikan Buku profil ini sebagai pegangan ke depan dalam hidup bermasyarakat khususnya dalam kehidupan beragama. D. SIMPULAN Sebagai simpulan dalam kegiatan ini dapat disampaikan bahwa pelaksanaan program IbM di di Desa Bulian pada tahun 2011 telah berhasil dalam hal menyusun sebuah buku profil Desa Pakraman Bulian yang nantinya diharapkan dapat dijadikan sebuah pegangan oleh segenap warga Desa Pakraman Bulian dalam segala aktifitas kehidupan yang berlangsung di desa setempat. Beberapa dampak dan manfaat yang dihasilkan oleh pelaksanaan program IPTEKS bagi masyarakat (IbM) ini tersusunnya sebuah buku profil Desa Pakraman Bulian yang dapat dibaca dan dimiliki oleh setiap anggota masyarakat desa. Dengan adanya buku ini segala informasi terkait dengan desa pakraman bisa diketahui dengan mudah oleh segenap warga masyarakat. Dengan tahu tentang desa sendiri diharapkan akan dapat menimbulkan kecintaan terhadap budaya serta keunikan tradisi agama Hindu yang berkembang di desa setempat. 76

E. UCAPAN TERIMA KASIH Atas suksesnya pelaksanaan program IbM Kecamatan Kubutambahan di Desa Bulian, maka melalui tulisan ini saya sampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1) DP2M DIKTI atas dukungan dana dan kepercayaannya sehingga program dapat berjalan dengan baik ; 2) LPM Undiksha yang telah mendukung kegiatan ini ; 3) Kelian Desa Pakraman Bulian ; 4) Perbekel Desa Bulian ; 4) para prajuru Desa Pakraman Bulian ; 5) seluruh lapisan masyarakat Desa Bulian. F. DAFTAR PUSTAKA (1). Ashrama,ed., Berata. 2004. Ajeg Bali Sebuah Cita-Cita. Denpasar: Pustaka Bali Post (2). Astra, I Gde Semadi, Aron Meko Mbete, Ida Bagus Puja Astawa, dan I Nyoman Darma Putra, 2003, Guratan Budaya Dalam Perspekti Multikultural: Katurang ri Kalaning Purnabakti Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus, Denpasar: Program Studi Magister dan Doktor Kajian Budaya, Linguistik, dan Jurusan Antropologi, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. (3). Cendikiawan, I Nyoman. 2006. Eksistensi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Mas Ubud Gianyar (Studi Potensi dan Kendala). Denpasar: Program Magister Ilmu Agama dan Kebudayaan, UNHI Denpasar. (4). Couteau, Jean. 1999. Museum Puri Lukisan. Ubud: Yayasan Ratna Wartha. (5). Geriya, I Wayan. 2000. Transformasi Kebudayaan Bali Memasuki Abad XXI. Denpasar: Dinas Kebudayaan Bali. (6). Bagus, Sugiasta I Gusti. 2002. Katuturan Jro Pasek Bulian. Singaraja: Gedong Kirtya. (7). Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropolgi I. Jakarta: Universitas Indonesia Pers. (8). Mantra, Ida Bagus. 1996. Landasan Kebudayaan Bali. Denpasar: Yayasan Dharma Sastra. (9). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 03 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman (10). Pitana, I Gde. 1994. Dinamika Masyarakat Dan Kebudayaan Bali. Denpasar: BP. (11). Prasasti Bulian. 77