KAMPANYE : APA DAN UNTUK APA?

dokumen-dokumen yang mirip
Mata Kuliah - Media Planning & Buying

BAB II ANALISA MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. menganggap gagasan mereka mutlak benar atau sudah self evident.

BAB II KAJIAN MASALAH

BAB II TATA TERTIB LALU LINTAS BAGI KENDARAAN BERMOTOR. yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB III KONSEP KAMPANYE PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian dan jenis Kampanye politik. untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat.

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan

PERSUASI : LANDASAN KEGIATAN KAMPANYE

BAB I PENDUHULUAN. keterjangkauan, dan aspek kenyamanan. faktor manusia sendiri yang kurang memperhatikan keamanan dan juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Definisi Ilmu Komunikasi. sosial dan merupakan ilmu terapan (applied science), dan karena

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas dan terdiri dari gugusan pulau-pulau, perlu dibagi atas daerah-daerah

INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION

Komunikasi Politik

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KOMUNIKASI KELOMPOK DAN KOMUNITAS DALAM KAMPANYE SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

Luas Lingkup Komunikasi. Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Mata Kuliah Media massa di Prancis Pengantar: Teori Media Massa

Proses dan efek Media

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

TINJAUAN PUSTAKA. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatanjabatan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dukungan teknik-teknik marketing, dalam pasar politik pun diperlukan

BAB II MANAJEMEN KAMPANYE SOSIAL TENTANG KESADARAN LINGKUNGAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. tidak dilakukan secara berlebihan sebagaimana beberapa kandidat kepala daerah

KEJELASAN KOMUNIKASI BERDASARKAN UNSUR KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kampanye, khususnya kampanye pemasaran sosial (social marketing campaign)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro Sektor 9. Jl. Jend. Sudirman Blok B9/1-05. Tangerang Selatan. 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuannya. Adanya tahapan-tahapan tersebut, pada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu media komunikasi yang efektif untuk menyebarkan. bagi mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN. lalulintas di Kota Tangerang. Apalagi beberapa korbannya adalah anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Palang Merah Indonesia merupakan lembaga organisasi kemanusiaan yang

Marketing Communication Management

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era digital saat ini, masyarakat Indonesia telah menjadi masyarakat

Hubungan Ideologically or Cause Oriented Campaign Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat dengan Sikap Siswa SMK Bandung

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. kandidat presiden juga memanfaatkan media online termasuk di dalamnya

untuk menyebrang jalan. Tidak jarang banyak pengguna kendaraan yang memakan separuh atau bahkan seluruhnya dari badan zebra cross ketika berhenti

Perancangan Media Komunikasi Visual Pada Kampanye Sosial Donor Darah. Muhammad Alfi Ramadhan Universitas Telkom

KOMUNIKASI POLITIK DALAM MEDIA MASSA

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI DAN MARKETING PUBLIC RELATIONS

BAB I PENDAHULUAN. wacana kritis oleh kalangan ahli komunikasi. Untuk itu,diperlukan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Darma, (2009: 91) mengatakan, bahasa politik adalah bahasa yang digunakan

BAB II PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA USIA DEWASA Definisi Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Fokus penelitian ini adalah mengenai gambaran praktik-praktik tindak pidana korupsi

I. TINJAUAN PUSTAKA. dan operasionalnya. Strategi dalam hal ini merupakan bagian terpadu dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. dipertunjukan di gedung-gedung bioskop. (Effendy, 1998:50-61)

VARIASI GAYA BAHASA SLOGAN DALAM ATRIBUT CALEG PEMILU 2009 DI SURAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. keseluruhan sistem pemasaran. sebelum dan sesudah kegiatan itu berjalan.

BAB I PENDAHULUAN. Public Relations di Indonesia semakin menunjukkan perkembangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Donni Bhestadi Saputra NIM.

PERANCANGAN KAMPANYE PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU SUNGAI CITARUM (CITARUM ROADMAP)

BAB II KAMPANYE PELESTARIAN SATWA PENYU

BAB I PENDAHULUAN. bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi adalah suatu bentuk interaksi manusia yang saling

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Divisi Public Relations (PR) diperlukan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. pengantar karangan Deddy Mulyana (2007,p:69) komunikasi adalah proses dimana suatu

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan Pemasaran sekarang di dalam dunia usaha sangatlah penting.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemerintahan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM)

Diversity atau diversitas adalah konsep keberagaman atas dasar perbedaan-perbedaan, seperti. - sosial. - gender - etnik - ras

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang ingin tetap konsisten di pasar dituntut untuk dapat memenuhi

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

DASAR DASAR KOMUNIKASI ORGANISASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Strategi Komunikasi Pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL MELALUI IKLAN TELEVISI UNTUK MENDUKUNG KAMPANYE HELPING HAND FOR ORANGUTAN

ABSTRAK. Kata kunci: kampanye public relations, sosialisasi, kesejahteraan ekonomi MEMBANGUN ETIKA SOSIAL POLITIK MENUJU

A. Simpulan Peran public relations dalam organisasi semakin signifikan dalam kurun beberapa tahun terakhir. Divisi public relations yang mulanya hanya

Mobilisasi Masyarakat

Berdasarkan penelitian terhadap mahasiswa Fikom, bahwa banyak mahasiswa memilih jurusan PR karena merasa tidak memiliki bakat menulis, sedangkan merek

Transkripsi:

KAMPANYE : APA DAN UNTUK APA? Lima puluh tahun yang lalu banyak sarjana komunikasi yang masih mempercayai kesimpulan keliru tentang kampanye. Mereka berpendapat bahwa kampanye lewat media massa hanya memberikan kontribusi yang sangat kecil dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku publik. Pada masa itu ada dua buah artikel yang paling sering dikutip untuk membuktikan ketidakefektifan kampanye. Artikel pertama bertajuk Some reasons why information campaigns fail yang ditulis oleh Hyman dan Sheatsley pada tahun 1947. Artikel kedua berupa laporan Hughes (1950) tentang kegagalan kampanye mengenai perserikatan bangsa-bangsa di Cincinati-Ohio USA (Grossberg et al, 1998). Kedua tulisan ini sempat mematikan semangat para ilmuwan komunikasi untuk mengkaji dan menerapkan kampanye selama puluhan tahun, bahkan membuat mereka mengabaikan fenomena kampanye. Barulah kemudian pada tahun 70an geliat untuk mengkaji kampanye kembali dikalangan pakar komunikasi, bahkan akhirnya memancarkan harapan baru akan potensi kampanye dalam mendorong perubahan sosial dan prospeknya bagi penelitian komunikasi. Hal ini disebabkan karena banyaknya laporan penelitian yang ada menegaskan bahwa sebuah kampanye yang dikonstruksi dengan baik akan memberikan efek yang luar biasa terhadap khalayak sasarannya. Masa ini kemudian dikenal sebagai era kesuksesan kampanye. Keberhasilan sebuah kampanye sangat dipengaruhi oleh kemampuan pelaku kampanye dalam merancang program dan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada. Hal ini sepenuhnya sejalan dengan pendapat Robert E. Simons (1990), professor komunikasi dari Universitas Boston-Amerika Serikat, yang menegaskan bahwa keberhasilan mencapai tujuan kampanye banyak ditentukan oleh kemampuan kita dalam merancang, menerapkan dan mengevaluasi program kampanye secara sistematis dan strategis. Kemampuan semacam itu, lanjut Simons, harus dilandasi oleh pemahaman teoretis terhadap berbagai dimensi kampanye serta kecakapan teknis dalam menerapkannya. Konsep Dasar Kampanye Perbedaan kampanye dan propaganda Aspek Kampanye Propaganda Sumber Selalu jelas Cenderung samar-samar Waktu Terikat dan dibatasi waktu Tidak terikat waktu Sifat gagasan Terbuka untuk diperdebatkan khalayak Tertutup dan dianggap sudah mutlak benar

Tujuan Tegas, spesifik dan variatif Umum dan ditujukan mengubah sistem kepercayaan Modus penerimaan Kesukarelaan/ persuasi Tidak menekankan kesukarelaan pesan dan melibatkan paksaan/ koersi Modus tindakan Diatur kode bertindak/ etika Tanpa aturan etis Sifat kepentingan Mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak Kepentingan sepihak Rogers dan storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Merujuk pada definisi ini maka setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung 4 hal yakni : 1. Tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu; 2. Jumlah khalayak sasaran yang besar; 3. Biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu; dan 4. Melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi. Disamping keempat ciri pokok di atas, kampanye juga memiliki karakteristik lain, yaitu sumber yang jelas, yang menjadi penggagas, perancang, penyampai sekaligus penanggung jawab suatu produk kampanye (campaign makers), sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye dapat mengidentifikasi bahkan mengevaluasi kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat. Pesan-pesan kampanye juga terbuka untuk didiskusikan, bahkan gagasan-gagasan pokok yang melatarbelakangi diselenggarakannya kampanye juga terbuka untuk dikritisi. Keterbukaan seperti ini dimungkinkan karena gagasan dan tujuan kampanye pada dasarnya mengandung kebaikan untuk publik. Sebagian kampanye bahkan ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan dan kesejahteraan umum (public interest). Karena sifatnya yang terbuka dan isi pesannya tidak ditujukan untuk menyesatkan khalayak, maka tidak diperlukan tindakan pemaksaan dalam upaya untuk mempengaruhi public. Segala tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh prinsip persuasi yakni mengajak dan mendorong public untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan. Dengan demikian kampanye pada prinsipnya adalah contoh tindakan persuasi secara nyata. Dalam ungkapan Perloff (1993) dikatakan campaigns generally exemplify persuasion in action.

Tujuan Kampanye Penyelenggara kampanye umumnya bukanlah individu melainkan lembaga atau organisasi. Lembaga tersebut dapat berasal dari lingkungan pemerintahan, kalangan swasta atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Terlepas siapa pun penyelenggaranya, kampanye selalu memiliki tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan tersebut sangat beragam dan berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Kampanye keluarga berencana (KB) yang dilakukan pemerintah misalnya, bermaksud mengubah pola piker masyarakat dari keluarga besar yang kurang terurus kepada keluarga kecil yang lebih sejahtera. Dengan demikian mereka mau mengatur dan membatasi jumlah kelahiran anak yang pada akhirnya dapat menurunkan laju pertumbuhan penduduk secara nasional. bagi Kampanye penggunaan helm dan sabuk pengaman yang diselenggarakan Kepolisian RI bertujuan mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas. Kampanye Pemilihan Umum bertujuan mengubah atau memperkuat perilaku masyarakat dalam memilih kandidat atau partai politik tertentu. Bagi institusi bisnis atau lembaga swasta kegiatan kampanye yang biasa dilakukan diantaranya : kampanye periklanan yang bertujuan membujuk khalayak membeli produk yang mereka pasarkan atau kampanye public relations yang dimaksudkan untuk membangun citra positif lembaga di mata public sehingga muncul kepercayaan, penerimaan dan kesediaan public untuk bekerjasama dengan lembaga tersebut. Apapun ragam dan tujuannya, upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu terkait dengan aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavioral). (Pfau dan Parrot, 1993). Ostergaard (2002) menyebut ketiga aspek tersebut dengan istilah 3A sebagai kependekan dari awareness, attitude, dan action. Ketiga aspek ini bersifat saling terkait dan merupakan sasaran pengaruh (target of influences) yang mesti dicapai secara bertahap agar suatu kondisi perubahan dapat tercipta. Jenis-Jenis Kampanye Charles U. Larson (1992) membagi jenis kampanye ke dalam tiga kategori yakni : 1. Product oriented campaigns Berorientasi pada produk, umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Istilahlainnya adalah commercial campaigns. Cara yang ditempuh adalah dengan memperkenalkan produk dan melipatgandakan penjualan sehingga diperoleh keuntungan yang diharapkan. Kampanye public relations yang ditujukan untuk membangun citra positif perusahaan di mata public juga dapat dimasukkan dalam kelompok ini.

2. Candidate oriented campaigns Nama lain kampanye jenis ini adalah political campaigns yang bertujuan untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatn-jabatan politik tertentu. Contohnya kampanye pemilu atau kampanye kuota perempuan di DPR merupakan contoh-contoh kampanye jenis ini. 3. Ideologically or cause oriented campaigns Nama lain dari kampanye ini adalah social change campaigns, yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku public yang terkait. Cakupan kampanye di bidang ini sangatlah luas, yaitu kampanye bidang kesehatan (misalnya AIDS, menyusui dengan ASI, keluargaberencana dan donor darah), kampanye lingkungan (misalnya air bersih), kampanye pendidikan (misalnya helm dan sabuk pengaman), kampanye ekonomi (misalnya bagaimana menarik minat investor asing), atau kampanye kemanusiaan (misalnya pengumpulan dana untuk korban bencana alam). Terlepas dari perbedaan yang ada di antara jenis-jenis kampanye di atas, dalam praktiknya ketiga macam kampanye tersebut hampir tidak berbeda. Ketiganya dapat menggunakan strategi komunikasi yang sama untuk menjual produk, kandidat atau gagasan mereka kepada khalayak. Model-model Kampanye Beberapa model kampanye yang akan diuraikan disini meliputi : Model komponensial kampanye, model kampanye Ostergaard, the Five Functional Stages Development Model, The Communicative Functions Model, Model kampanye Nowak dan Warneryd, dan The Diffusion of Innovations Model. 1. Model komponensial kampanye Model ini mengambil komponen-komponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan kampanye. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi : sumber kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek dan umpan balik. Model ini lebih mudah diidentifikasi menggunakan pendekatan transmisi (transmission approach) ketimbang interaction approach. Alasannya adalah kampanye merupakan kegiatan komunikasi yang direncanakan, bersifat purposive (bertujuan), dan sedikit membuka peluang untuk saling bertukar informasi dengan khalayak (interactive).

Dalam model kampanye di atas digambarkan bahwa sumber (campaign makers) memiliki peran yang dominan. Ia secara aktif mengonstruksi pesan yang ditujukan untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak (campaign receivers). Pesan-pesan tersebut disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi seperti media massa, media tradisonal atau saluran personal. 2. Model Kampanye Ostergaard Menurut Ostergaard, sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidaklah layak untuk dilaksanakan. Alasannya, karena program semacam itu tidak akan menimbulkan efek apapun dalam menanggulangi masalah sosial yang dihadapi. Jadi langkah pertama yang harus dilakukan sumber kampanye adalah mengidentifikasi masalah faktual yang dirasakan. Contoh permasalahan : tingginya tingkat kecelakaan, rendahnya minat baca dan rendahnya keterwakilan wanita di DPR. Dari contoh-contoh identifikasi masalah di atas kemudian dicari hubungan sebab-akibat dengan fakta-fakta yang ada. Misalnya tingginya tingkat kecelakaan yang ada disebabkan tingginya kecepatan pengemudi dalam menjalankan kendaraan. Kita harus memastikan bahwa analisis sebab akibat yang dilakukan adalah benar, baik secara nalar maupun menurut temuan-temuan ilmiah. Bila dari analisis ini diyakini bahwa masalah tersebut dapat dikurangi lewat pelaksanaan kampanye maka kegiatan kampanye perlu dilaksanakan. Bila kenyataannya demikian, maka kita dapat memasuki tahap kedua yakni pengelolaan kampanye yang dimulai dari perancangan, pelaksanaan hingga evaluasi. Dalam tahap ini, lagi-lagi riset perlu dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik khalayak sasaran untuk dapat merumuskan pesan, actor kampanye, saluran hingga teknis pelaksanaan kampanye yang sesuai. 3. the Five Functional Stages Development Model Fokus model ini adalah pada tahapan kegiatan kampanye, bukan pada pertukaran pesan antara campaigner dan campaignee. Tahap identifikasi, merupakan tahap penciptaan identitas kampanye yang dengan mudah dapat dikenali oleh khalayak. Hal-hal yang umum digunakan sebagai identitas kampanye diantaranya symbol, warna, lagu atau jingle, seragam dan slogan. Tahap berikutnya adalah legitimasi. Dalam kampanye politik, legitimasi diperoleh ketika seseorang telah masuk dalam daftar kandidat anggota legislative, atau seorang kandidat presiden memperoleh dukungan yang kuat dalam polling yang dilakukan lembaga

independen. Pada kampanye produk, legitimasi seringkali ditunjukkan melalui testimony atau pengakuan konsumen tentang keunggulan produk tertentu. Tahap ketiga adalah partisipasi, tahap ini dalam praktiknya relative sulit dibedakan dengan tahap legitimasi karena ketika seorang kandidat, produk atau gagasan mendapatkan legitimasi, pada saat yang sama dukungan yang bersifat partisipatif mengalir dari khalayak. Tahap keempat adalah penetrasi, pada tahap ini seorang kandidat sebuah produk atau sebuah gagasan telah hadir dan mendapat tempat di hati masyarakat. Seorang juru kampanye misalnya, telah berhasil menarik simpati masyarakat dan meyakinkan mereka bahwa ia adalah kandidat terbaik dari sekian yang ada.sebuah produk telahmenguasai sekian persen dari pangsa pasar yang ada. Terakhir adalah tahap distribusi, pada tahap ini tujuan kampanye pada umumnya telah tercapai. Kandidat politik telah mendapatkan kekuasaan yang mereka cari ataupun juga sebuah produk sudah dibeli masyarakat. 4. The Communicative Functions Model Model ini diterapkan untuk jenis Candidate oriented campaigns. 5. Model kampanye Nowak dan Warneryd Menurut McQuail & Windahl (1993) model kampanye Nowak dan Warneryd merupakan salah satu contoh model tradisional kampanye. Pada model ini proses kampanye dimulai dari tujuan yang hendak dicapai dan diakhiri dengan efek yang diinginkan. Yang perlu diperhatikan dari model ini adalah masing-masing elemennya saling berhubungan. Pada model Nowak dan Warneryd ini terdapat tujuh elemen kampanye yang harus diperhatikan, yakni : a. Intended Effect. Efek yang hendak dicapai harus dirumuskan dengan jelas. b. Competiting communication. Potensi gangguan dari kampanye yang bertolak belakang perlu diperhitungkan. c. Communication object. Objek kampanye biasanya dipusatkan pada satu hal saja, karena untuk objek yang berbeda menghendaki metode komunikasi yang berbeda. d. Target population & receiving group. Kelompok penerima dan populasi target dapat diklasifikasikan menurut sulit atau mudahnya mereka dijangkau oleh pesan kampanye. e. Tha channel. Saluran yang digunakan dapat bermacam-macam tergantung karakteristik kelompok penerima dan jenis pesan kampanye.

f. The message. Pesan dapat dibentuk sesuai dengankarakteristik kelompok yang menerimanya. g. The communicator/ sender. Komunikator harus memiliki kredibilitas dimata penerima pesannya. 6. The Diffusion of Innovations Model Model difusi inovasi ini umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan dan kampanye yang berorientasi pada perubahan sosial. Penggagasnya adalah Everett M. Rogers. Dalam model ini Rogers menggambarkan adanya empat tahap yang akan terjadi ketika proses kampanye berlangsung (Larson, 1993). Tahap pertama adalah tahap informasi. Khalayak diterpa informasi tentang produk atau gagasan yang dianggap baru. Ketika khalayak tergerak mencari tahu dan mendapati bahwa produk tersebut menarik minat mereka maka dimulailah tahap kedua yakni persuasi. Tahap ketiga adalahmembuat keputusan untuk mencoba, yang didahului oleh proses menimbang-nimbang tentang berbagai aspek produk tersebut. Tahap terakhir, adalah tahap konfirmasi atau reevaluasi. Tahap ini hanya akan terjadi bila orang telah mencoba produk atau gagasan yang ditawarkan. Dalam model difusi inovasi ini tahap keempat menempati posisi yang sangat strategis karena akan menentukan apakah seseorang akan menjadi pengguna yang loyal atau sebaiknya. Referensi : Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye: Panduan Teoretis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media