BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis, singkatnya TB adalah suatu penyakit menular yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil Grampositif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil Grampositif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu Pengetahuan Alam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik, atau gejala-gejalanya pada manusia

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Gates dan George Soros, sehingga terbentuk GF ATM (global fund against

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

Tujuan Instruksional:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

Tujuan Instruksional:

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan alat KCKT. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Hukum Kesetimbangan Distribusi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TUBERKULOSIS Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang tidak efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi penyakit yang kronik dan berakhir dengan kematian (Anonim a, 2008). Tuberkulosis, singkatnya TB, adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil Gram-positif tahanasam dengan pertumbuhan sangat lamban, yakni Mycobacterium tuberculosis (dr. Robert Koch, 1882). Gejala TB antara lain batuk kronik, demam, berkeringat waktu malam, keluhan pernapasan, perasaan letih, malaise, hilang nafsu makan, turunnya berat badan, dan rasa nyeri di bagian dada. Dahak penderita berupa lendir (mucoid), purulent, atau mengandung darah (Tjay, 2002). Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam gelembung paru (alveoli) berlangsung reaksi peradangan setempat dengan timbulnya benjolan benjolan kecil (tuberkel). Sering kali sistem tangkis tubuh yang sehat dapat memberantas basil dan caranya adalah menyelubunginya dengan jaringan pengikat. Infeksi primer ini lazimnya menjadi abses terselubung dan berlangsung tanpa gejala, hanya jarang disertai batuk dan sesak nafas (Tjay, 2002).

Infeksi dapat pula menyebar melalui darah dan limfa ke organ lain, antara lain ginjal, tulang dan pada anak anak ke otak dengan menimbulkan radang selaput otak (tuberkulosis meningitis) (Tjay, 2002). Penyakit TB ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran pernafasan dengan menghisap atau menelan tetes tetes ludah yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita TB terbuka atau adanya kontak antara tetes tetes ludah tersebut dengan luka di kulit (Tjay, 2002). Tuberkulosis disebabkan oleh kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain. Walaupun perkembangan penemuan obat baru untuk kedua penyakit ini tidak semarak seperti penemuan antibiotik baru untuk infeksi lain, pengenalan sifat mikobakteria lebih mendalam menyebabkan masa pengobatan dapat dipersingkat dan angka kekambuhan lebih kecil. Resistensi dan efek samping masih merupakan masalah utama dalam pengobatan tuberkulosis (Zubaidi, 1995). Menurut Zubaidi (1995), pengobatan infeksi kuman tahan asam masih merupakan persoalan dan tantangan dalam bidang kemoterapi. Faktor yang mempersulit pengobatan ialah: 1. kurangnya daya tahan hospes terhadap mikobakteria 2. kurangnya daya bakterisid obat yang ada 3. timbulnya resistensi kuman terhadap obat, dan 4. masalah efek samping obat 2.2 Darah dan Plasma Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang

kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah padat). Jumlah darah yang ada pada tubuh kita yaitu sekitar sepertigabelas berat tubuh orang dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter (Anonim c, 2009).. Menurut Anonim c (2009), darah cair atau plasma darah adalah cairan darah berbentuk butiran-butiran darah. Di dalamnya terkandung benang-benang fibrin/ fibrinogen yang berguna untuk menutup luka yang terbuka. Isi kandungan Plasma darah manusia adalah: 1. Gas oksigen, nitrogen dan karbondioksida. 2. Protein seperti fibrinogen, albumin dan globulin. 3. Enzim. 4. Antibodi. 5. Hormon. 6. Urea. 7. Asam urat 8. Sari makanan dan mineral seperti glukosa, gliserin, asam lemak, asam amino, kolesterol. Protein-protein plasma dapat dipisahkan pada ultrasentrifuge atau dengan elektroforesis menjadi albumin; alfa, beta, dan gama globulin; dan fibrinogen. Albumin adalah komponen utama dan mempunyai peranan utama mempertahankan tekanan osmotik darah. Fibrinogen diperlukan untuk pembentukan fibrin dalam langkah terakhir pembekuan (Junqueira, 1982).

2.3 Rifampisin Antibiotik ini adalah derivat semisintetik dari rifamisin B (1965) yang dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei, yaitu suatu jamur tanah yang berasal dari prancis selatan. Zat yang berwarna merah bata ini bermolekul besar dengan banyak cincin (makrosiklis). Rifampisin berkhasiat bakterisid luas terhadap fase pertunbuhan Mycobacterium tuberkulosae dan Mycobacterium leprae, baik yang berada diluar maupun yang berada didalam sel. Obat ini mematikan kuman yang dormant selama masa fase pembelahannya yang singkat. Maka, obat ini sangat pentinguntuk membasmi srmua basil guna mencegah kambuhnya TBC (Tjay, 2002). Rifampisin juga aktif terhadap kuman Gram-positif lain dan kuman Gramnegatif, (antara lain E. co1i, Klebsiella, suku-suku Proteus dan Pseudomonas), terutama terhadap stafilokoki., termasuk yang resisten terhadap penisilin. Terhadap kuman yang terakhir, aktivitasnya agak lemah. Mekanisme kerianya berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga sintesa RNA terganggu (Tjay, 2002). Penggunaannya pada terapi TBC pare sangat dibatasi oleh harganya yang cukup mahal. Manfaat utamanva terletak pada terapi yang dapat dipersingkat dari lebih kurang 2 tahun hingga 6-12 bulan. Rifampisin juga merupakan obat pilihan pertama terhadap penyakit lepra (lihat Bab 10, Leprostatika) dan sebagai obat pencegah infeksi meningococci pada orangorang yang telah berhubungan dengan pasien meningitis. Obat ini sangat efektif terhadap gonore (lebih kurang 90%,) (Tjay, 2002). Resorpsinya di usus sangat tinggi; distribusinya ke jaringan dan cairan tubuh juga baik, termasuk CCS. Hal ini nyata sekali pada pewarnaan jingga /merah dari air seni, tinja, ludah, keringat, dan air mata. Lensa kontak (lunak) juga dapat berwarna permanen.

Plasma t 1/2nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam dan meningkat bila ada gangguan fungsi hati. Di lain pihak, masa paruh ini akan turun pada pasien yang bersamaan waktu menggunakan isoniazida. Dalam hati terjadi desasetilasi dengan terbentuknya metabolitmetabolit dengan kegiatan antibakterial. (Tjay, 2002). Rifampisin merupakan senyawa anti mikroba yang sampai saat ini masih menjadi pilihan sebagai obat anti TB (Tuberculosis). Dalam sediaan, rifampisin sering dikombinasikan dengan INH dan etambutol untuk mencapai efek farmakologi yang lebih baik. Bentuk sediaan yang banyak ditemukan diperdagangan umumnya tablet, kapsul atau kaplet, baik tunggal maupun kombinasi. Efek farmakologi rifampisin sebagai anti tuberkulotik berlangsung melalui mekanisme kerja penghambatan polimerase RNA yang bergantung pada DNA bakteri. Spektrum kerjanya luas, disamping terhadap mikobakteri, juga efektif terhadap sejumlah bakteri gram positif dan negatif (Mutschler, 1996). Dalam larutan, rifampisin mudah teroksidasi dengan adanya oksigen atmosfer. Reaksi ini dapat dicegah dengan penambahan natrium askorbat sebagai anti oksidan. Disimpan dalam wadah tidak tembus cahaya, tertutup rapat terlindung dari panas berlebihan. Oleh karena itu pengerjaannya harus betul-betul teliti dan cepat. Untuk mendapatkan hasil yang optimal tanpa adanya zat yang teroksidasi (Florey, 1976). 2.4 Farmakokinetik Farmakokinetik ialah aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh. Faktor faktor farmakokinetik berupa absorpsi, distribusi, ikatan protein dan eliminasi menentukan kecepatan, jumlah dan lama kehadiran obat dalam jaringan, yang secara tidak langsung mencerminkan saat timbul intensitas dan lama nerlangsungnya respon. Proses farmakokinetik adalah proses yang dinamis karena dipengaruhi oleh berbagai

faktor yaitu fisiologi, patologi, genetic, interaksi obat sehingga dapat diramalkan bahwa proses ini tidak sama pada setiap orang. Akibatnya jumah obat yang sampai ke jaringan tidak sama dan dengan sendirinya suatu obat yang diberi dalam dosis yang sama dapat menghasilkan respom yang berbeda pada sekelompok penderita (Simamora, 1997). Untuk itu faktor farmakokinetik perlu diketahui oleh seorang dokter untuk menetapkan dosis optimum bagi pasien pasien dengan berpedoman pada kadar obat dalam plasma atau serum. Data farmakokinetik juga penting untuk obat yang memperlihatkan batas keamanan yang sempit, artinya efek toksis dapat terjadi pada kadar yang sedikit lebih tinggi dari kadar terapinya (Simamora, 1997). 2.5 Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) Kromatografi didefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, sehingga zat tersebut terpisah dari zat terlarut lain, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen (Depkes RI, 1995).

Kelebihan KCKT antara lain: Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran Resolusinya baik Mudah melaksanakannya Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis Dapat digunakan bermacam-macam detektor Kolom dapat digunakan kembali Mudah melakukan rekoveri cuplikan Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih baik Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif Waktu analisis umumnya singkat Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar Ideal untuk molekul besar dan ion. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1991). 2.5.1 Cara Kerja KCKT Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari

berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007). 2.5.2 Komponen KCKT 2.5.2.1 Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang dgunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/ menit. Fase gerak dalam KCKT (kromatografi cair kinerja tinggi) sudah tentu zat cair, dan untuk menggerakkannya melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan: tekanan-tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi lagi menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilakan garis alais detektor yang stabil jika detektor peka terhadap aliran. Kelebihan utamanya ialah tandonnya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran yang tak berdenyut, tetapi tandonnya terbatas (Edward dan Stevenson, 1991). 2.5.2.2 Injektor Cuplikan harus dimasukkan kedalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agas sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu:

a. Hentikan aliran/stop flow: aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum: injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 5, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volumevolume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom. 2.5.2.3 Kolom Menurut Edward dan Stevenson (1991), kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a) Kolom analitik: garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm. b) Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm. 2.5.2.4 Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan. Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam efluen kolom da mengukur jumlahnya. Detektor yang baik sangat peka, tidak banyak berderau, rentang tanggapan liniernya lebar, dan menanggapi semua jenis senyawa.

Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kecepatan tinggi modern (KCKT) ialah detektor UV 254 nm (Edward dan Stevenson, 1991). 2.5.2.5 Fase Gerak Menurut Edward dan Stevenson (1991), pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang berlaku umum. Fase gerak haruslah: Murni, tanpa cemaran. Tidak bereaksi dengan kemasan. Sesuai dengan detektor. Dapat melarutkan cuplikan. Mempunyai viskositas yang rendah. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan. Harganya wajar. Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan (Putra, 2007).

2.6 Pengolahan Data Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram. Rt Area W 1/2 H 1/2 H W Gambar Kromatogram 2.6.1 Guna kromatogram 1. Kualitatif Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan untuk identifikasi. 2. Kuantitatif Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi. 3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom (kapasitas k, selektifitas, jumlah pelat teoritis N, jarak setara dengan pelat teoritis HETP dan resolusi R ). 2.6.2 Elusi Gradien dan Isokratik Elusi pada KCKT dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu: 1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi).

2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fase gerak selama suatu analisis kromatografi berlangsung. Digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. Pengaruh yang menguntungkan dari elusi gradien adalah memperpendek waktu analisis senyawasenyawa yang secara kuat ditahan di dalam kolom (Putra, 2007). Baku dalam terutama merupakan ragam yang berguna karena pemakaiannya secara tepat dapat memperkecil galat yang disebabkan oleh penyiapan cuplikan, peralatan dan cara. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh senyawa baku yakni: a. harus terpisah sama sekali dari puncak cuplikan b. harus terelusi dekat dengan puncak yang diukur c. konsentrasi dan tanggapan detektornya harus sama dengan konsentrasi dan tanggapan detektor puncak yang diukur d. tidak boleh bereaksi dengan komponen cuplikan e. tidak terdapat dalam cuplikan asal Secara singkat, cara ini mencakup penambahan bahan baku yang jumlahnya diketahui. harus sangat murni dan mudah diperolehkemudian campuran itu dibuat untuk disuntikkan ke dalam kromatogram. Berdasarkan luas puncak senyawa baku dan luas puncak komponen yang diminati, kita dapat menentukan susunan. Cara ini tidak mengandaikan semua komponen terelusi dan dideteksi. Pada kenyataannya, cara ini

sering menunjukkan bahwa memang ada komponen lain di dalam cuplikan asal, tetapi tidak ditentukan (Johnson dan Stevenson, 1991). 2.7 Pemantauan Kadar Terapeutik Menurut Armen Muchtar (1985), yang dimaksud dengan monitoring kadar terapeutik obat adalah pemeriksaan secara berkala kadar obat dalam darah guna membantu klinisi dalam menetapkan dosis obat yang dapat menyembuhkan atau mengobati penyakit penderita. Dalam praktek, pemberian obat pada umumnya didasarkan atas dosis rata-rata, yaitu dosis yang diperkirakan memberikan efek terapeutik dengan efek samping minimal. Perbedaan individual kadar obat dalam keadaan steady state ini barangkali tidak menimbulkan masalah dalam penentuan besar dosis bila Therapeutik window dari obat yang bersangkutan cukup besar. Tetapi bila Therapeutic window suatu obat sempit, individualisasi dosis dengan mudah dapat dilakukan bila efek obat mudah diukur, sehingga besar dosis dapat dititrasi sesuai dengan intensitas respons yang sedang diamati. Bila respons penderita sukar diamati dengan segera, misalnya karena tujuan pengobatan bersifat profilaksis, atau sukar membedakan efek akibat dosis berlebihan dengan gejala penyakit, titrasi dosis hanya dapat dilakukan dengan baik berdasarkan panduan kadar obat dalam darah. Dengan demikian dapat diringkaskan bahwa monitoring kadar terapeutik obat bermanfaat dilakukan guna menentukan dosis dari obat-obat yang: 1. Kecepatan metabolisme berbeda nyata secara individual. 2. Mempunyai therapeutic window yang sempit. 3. Efek terapeutiknya sukar atau tidak segera dapat diukur. 4. Gejala penyakit sukar dibedakan dengan efek samping obat. 5. Kecepatan metabolisme mudah jenuh.

Tujuan dari proses pemantauan terapi obat adalah menyesuaikan terapi obat pada karakteristik pasien individu, memaksimalkan manfaat dan meminimalkan resiko. Respon terhadap terapi obat adalah suatu fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh obat yang digunakan pasien yang diterimanya dari dokter yang menulisnya. Berbagai sifat farmakokinetik seperti absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi dan durasi kerja harus dipertimbangkan apabila mendesain suatu regimen obat (Siregar dan Endang, 2004). Perbedaan individual kadar obat dalam keadaan steady state ini barangkali tidak menimbulkan masalah dalam penentuan besar dosis bila Therapeutik window dari obat yang bersangkutan cukup besar. Tetapi bila Therapeutic window suatu obat sempit, individualisasi dosis dengan mudah dapat dilakukan bila efek obat mudah diukur, sehingga besar dosis dapat dititrasi sesuai dengan intensitas respons yang sedang diamati. Bila respons penderita sukar diamati dengan segera, misalnya karena tujuan pengobatan bersifat profilaksis, atau sukar membedakan efek akibat dosis berlebihan dengan gejala penyakit, titrasi dosis hanya dapat dilakukan dengan baik berdasarkan panduan kadar obat dalam darah. Dengan demikian dapat diringkaskan bahwa monitoring kadar terapeutik obat bermanfaat dilakukan guna menentukan dosis dari obat-obat yang: 1. Kecepatan metabolisme berbeda nyata secara individual. 2. Mempunyai therapeutic window yang sempit. 3. Efek terapeutiknya sukar atau tidak segera dapat diukur. 4. Gejala penyakit sukar dibedakan dengan efek samping obat. 5. Kecepatan metabolisme mudah jenuh.

Dalam pemberian obat-obat yang poten kepada penderita, sudah seharusnya mempertahankan kadar obat dalam plasma berada dalam batas yang dekat dengan konsentrasi terapetik. Berbagai metode farmakokinetik dapat digunakan untuk menghitung dosis awal atau aturan dosis. Biasanya, aturan dosis awal dihitung secara empirik atau diperkirakan setelah mempertimbangkan dengan hati-hati farmakokinetika obat yang diketahui, kondisi patofisiologik penderita dan riwayat penggunaan obat dari penderita (Shargel, 1988). Karena perubahan antar penderita dalam hal absorpsi, distribusi dan eliminasi obat maupun perubahan kondisi patofisologik penderita, maka dalam beberapa rumah sakit telah ditetapkan adanya pelayanan pemantauan terapetik obat (TDM) untuk menilai respons penderita terhadap aturan dosis yang dianjurkan. Fungsi dari pelayanan TDM dicantumkan berikut ini. Memilih obat. Merancang aturan dosis. Menilai respons penderita. Menentukan perlunya pengukuran konsentrasi obat dalam serum. Menetapkan kadar obat. Melakukan penilaian sacara farmakokinetik kadar obat. Menyesuaikan kembali aturan dosis. Memantau konsentrasi obat dalam serum. Menganjurkan adanya persyaratan khusus. Sebagian besar anggapan yang dibuat oleh praktisi menyatakan bahwa konsentrasi obat dalam serum berkaitkan dengan efek terapetik dan/atau efek toksik obat.

Untuk banyak obat, studi klinik telah menunjukan bahwa ada suatu rentang efektif terapetik dari konsentrasi obat dalam serum. Oleh karena itu, pengetahuan tentang konsentrasi obat dalam serum dapat menjelaskan mengapa seorang penderita tidak memberikan reaksi terhadap terapi obat, atau mengapa penderita mengalami suatu efek yang tidak diinginkan. Sebagai tambahan, praktisi mungkin ingin menjelaskan ketelitian dari aturan dosis (Shargel, 1988).