BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBELAJARAN INOVATIF BERBASIS DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu strategi ini dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran materi IPA, seorang guru dan seorang siswa. diharapkan menyenangi materi ini, karena menyenangi mata pelajaran

Penerapan Pendekatan Inquiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA di SDN Siumbatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

Aminudin 1. SDN Sukorejo 01, Kota Blitar 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa peserta didik harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki. latihan bagi peranannya di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membina manusia yang memiliki penetahuan dan keterampilan,

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

PENERAPAN STRATEGI SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS VI SD NEGERI 2 DANGURAN KLATEN SELATAN TAHUN 2013/2014

BAB II KAJIAN TEORI. emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. baik secara fisik maupun secara mental aktif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu menunjukan tingkat

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Strategi Belajar Peta Konsep Pada Siswa Keas IV SDN 3 Siwalempu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROUND TABLE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. ini sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

Naskah Publikasi PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN EKSPLORATORY DISCOVERY PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI DEMAKIJO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pendidikan Kewarganegaraan Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SD

BAB I PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENCARI KATA DAN ISTILAH. Daryuni

ARTIKEL. untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. oleh : Nur Aeni Ratna Dewi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

Bab II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya dengan jalan membina potensi potensi yang ada, yaitu rohani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalam lingkungan nyata (Taufiq dkk : 6.2). Suatu teori biasanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu keaktifan pribadi manusia yang. mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

PUBLIKASI ILMIAH. Oleh: LULUK RIF ATIN A54F100033

PENERAPAN TIPE LEARNING CYCLE MELALUI MODEL PENGAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip

PENERAPAN TIPE LEARNING CYCLE MELALUI MODEL PENGAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA DENGAN STRATEGI ACTIVE KNOWLEDGE SHARING DI KELAS V SD NEGERI 50 PADANG TONGGA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia, yaitu manusia yang mampu berfikir tinggi dan kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Mata Pelajaran IPA Menurut Piaget dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 14-15), pembelajaran terdiri dari empat langkah yaitu : 1. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh siswa sendiri. 2. Memahami dan mengembangkan aktivitas khusus dengan topik tersebut. 3. Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjukkan proses pemecahan masalah. 4. Memiliki pelaksanaan terhadap kegiatan, memperhatikan kebersamaan dan melakukan revisi. Menurut Sagala (2006: 61-62) Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran Dalam pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seorang (peserta didik) mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahapan rancangan, pelaksanaan dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistemetis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. 5

Pembelajaran IPA dapat membantu peserta didik memperoleh pengalaman langsung dan pemahaman untuk mengembangkan kompetensinya agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. IPA mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas,2002a: 1). Berdasar pada definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa sains selain sebagai produk juga sebagai proses tidak dapat dipisahkan satu sama lain. IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistemetis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA dapat membantu peserta didik memperoleh pengalaman langsung dan pemahaman untuk mengembangkan kompetensinya agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. WJS Poerwadarminto (1985 : 768) memberikan pengertiaan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan dihasilkan. Sedangkan menurut Zainal Arifin (1988 : 3), prestasi adalah kemampuan kerampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal. Nana Sudjana (2000 : 28) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Seseorang dikatakan belajar apabila dirinya telah mengalami perubahan. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (1990 : 21) belajar adalah suatu bentuk perumusan atau perubahan dalam diri seseorang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Pendangan seorang guru terhadap pengertian belajar akan mempengaruhi tindakan dalam membimbing siswa untuk belajar. Seorang guru yang mengartikan belajar sebagai hafalan fakta tentunya akan lain cara mengajarnya dibandingkan dengan guru lain yang mengartikan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan

tingkah laku. Untuk itu penting artinya pemahaman guru akan pengertian belajar tersebut (Usman 1993: 5). Indikator keberhasilan/ prestasi siswa dapat dilihat melalui peningkatan nilai hasil belajar siswa ketika mengikuti pelajaran IPA. Peningkatan hasil belajar siswa akan dilihat melalui soal yang diberikan ketika dilaksanakan evaluasi pembelajaran untuk setiap siklus. 2.2 Metode Pembelajaran Deep Dialogue Deep Dialogue (dialog mendalam), dapat diartikan sebagai percakapan antara orang-orang (dialog) yang harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan (GDI, 2001). Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam Deep Dialogue, antara lain adalah: adanya Filosofi Deep Dialogue adalah melakukan penajaman-penajaman terhadap seluruh metode pembelajaran yang telah ada, baik yang bersifat konvensional maupun yang bersifat inovatif. Global Dialogue Institute (2001) mengindetifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan Deep Dialogue, yaitu: 1) peserta didik dan Guru nampak aktif, 2) mengoptimalisasikan potensi intelligensi peserta didik, 3) berfokus pada mental, emosional dan spiritual, 4) menggunakan pendekatan dialog mendalam dan berpikir kritis, 5) peserta didik dan guru dapat menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik, 6) dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, 7) lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian. Agar deep dialogue dapat diimplementasikan dalam pembelajaran perlu diperhatikan kaidah-kaidah deep dialogue sebagai berikut: Pertama, keterbukaan, langkah awal untuk melakukan dialog mendalam individu harus membuka diri terhadap mitra dialog, karena sifat terbuka dalam diri akan membuka peluang untuk belajar, mengubah dan mengembangkan persepsi. Dialog sebagai suatu kegiatan memiliki dua sisi yakni dalam masyarakat dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Hal ini dilakukan mengingat bahwa dialog pada hakekatnya bertujuan untuk saling berbicara, belajar dan mengubah diri masing-masing pihak yang berdialog. Kedua,

kejujuran, bersikap jujur dan penuh kepercayaan diperlukan dalam deep dialogue, sebab dialog hanya akan bermanfaat manakala pihak-pihak yang melakukan bersikap jujur dan tulus. Artinya masing-masing mengemukakan tujuan, harapan, kesulitan dan cara mengatasinya melalui berpikir kritis secara apa adanya, serta saling percaya diantara mereka. Dengan demikian kejujuran merupakan prasyarat terjadinya dialog. Ketiga, kerjasama, untuk menanamkan kepercayaan antara personal, langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan menyamakan persepsi dengan cara bekerjasama dengan orang lain, selanjutnya memilih pokok-pokok permasalahan yang memungkinkan memberi satu dasar berpijak yang sama. Setelah terjadi kesamaan persepsi selanjutnya melangkah pada permasalahan umum yang dapat dihadapi bersama atau mencari solusinya. Hal ini penting karena kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama atau dengan bekerjasama akan menghasilkan pemecahan yang menguntungkan pihak-pihak yang bermasalah (win-win solution). Keempat, setiap personal harus mampu menjunjung nilai-nilai moral, deep dialogue terjadi manakala masing-masing pihak yang berdialog mampu menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etis atau santun, saling menghargai, demokratis yakni dengan memperlakukan mitra dialog sedemikian rupa sehingga berketetapan hati untuk berdialog. Artinya kita paling mengetahui apa yang kita ketahui, dan mitra dialog kita paling mengerti apa yang mereka ketahui. Kelima, saling mengakui keunggulan, deep dialogue akan terjadi manakala masing-masing pihak menghadirkan hati. Dalam berdialog harus menghadirkan hati dan tidak hanya fisik. Dengan menghadirkan hati, masing-masing pihak yang berdialog dapat memberi respon kepada mitra dialog secara baik, dan tidak ada yang berkeinginan untuk mendominasi selama proses dialog berlangsung. Oleh sebab itu setiap personal harus saling mengakui keunggulan masing-masing dengan tidak menonjolkan diri sehingga akan diperoleh pemahaman bersama secara baik. Keenam, membangun empati. Jangan menilai sebelum meneliti, merupakan ungkapan yang tepat dalam membangun deep dialogue. Kita jauhkan prasangka, bandingkan secara adil. Dalam berdialog sedapat mungkin kita tidak menduga-duga tentang hal yang disetujui dan hal yang akan ditentang. Membangun empati dalam dialog mendalam pihak-pihak yang

berdialog dapat menyetujui dengan tetap menjaga integritas diri mitra dialog, masyarakat dan tradisinya. Pengembangan pembelajaran berbasis deep dialogue yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran dilakukan secara tahap demi tahap sebagaimana proses pembelajaran pada umumnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (1997) yakni : a. Tahap pra instruksional Tahap pra instruksional merupakan tahap awal yang ditempuh pada saat memulai proses pembelajaran, antara lain melalui kegiatan: 1) Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai dari pelajaran yang sudah dibelajarkan, 2) Mengajukan pertanyaan pada peserta didik mengenai bahan yang telah dibelajarkan, 3) Mengulang secara singkat semua aspek yang telah dibelajarkan. b. Tahap instruksional Merupakan tahap pemberian atau pelaksanaan kegiatan pembelajaran yakni: 1) Penyampaian materi materi, tugas dan contoh-contoh, 2) Penggunaan alat bantu untuk memperjelas perolehan belajar, 3) Serta menyimpulkan hasil pembelajaran. c. Tahap evaluasi Tahap evaluasi dan tindak lanjut adalah tahap yang diperlukan untuk mengatahui sejauh mana keberhasilan dari tahap instruksional. Model pembelajaran dengan pendekatan deep dialogue merupakan model pembelajaran yang membantu guru untuk menjadikan pembelajaran bermakna bagi peserta didik. Dalam pendekatan ini pembelajaran sedapat mungkin mengurangi pengajaran yang terpusat pada guru (teacher centered) dan sebanyak mungkin pengajaran yang terpusat pada peserta didik (student centered), namun demikian guru harus tetap memantau dan mengarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran berbasis deep dialogue. Penyusunan rancangan pembelajaran berbasis deep dialogue dilakukan melalui empat tahapan utama yaitu: a. Mengembangankan komunitas (community building) Membangun komunitas belajar merupakan bagian refleksi diri guru terhadap dunia peserta didiknya. Pandangan dunia guru tentang kemampuan yang dimiliki oleh

peserta didiknya menjadi bagian yang berguna dalam menyusun rancangan pembelajarannya yang bernuansa dialog mendalam dan berpikir kritis. Kegiatan refleksi ini meliputi identifikasi pengalaman guru dan pengalaman peserta didiknya, kelas belajar, dan sebagainya. b. Analisis isi (content analysis) Analisis isi adalah proses untuk melakukan identifikasi, seleksi dan penetapan materi pembelajaran. Proses ini dapat ditempuh dengan berpedoman atau mengunakan rambu-rambu materi yang terdapat dalam kurikulum/diskripsi mata pelajaran, yang antara lain standar minimal, urutan (sequence) dalam keluasan (scope) materi, kompetensi dasar yang dimiliki, serta keterampilan yang dikembangkan. Di samping itu, dalam menganalisis materi guru hendaknya juga menggunakan pendekatan nilai moral, yang subtansinya meliputi pengenalan moral, pembiasaan moral dan pelakonan moral (Depdiknas, 2000). c. Analisis latar kultural (cultural setting analysis) Analisis latar yang dikembangkan dari latar kultural dan siklus kehidupan (life cycle). Dalam analisis ini mengandung dua konsep, yaitu konsep wilayah atau lingkungan (lokal, regional, nasional dan global) dan konsep manusia berserta aktifitasnya yang mencakup seluruh aspek kehidupan (ipoleksosbudhankam). Selain itu, analisis latar juga mempertimbangkan nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang serta dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat serta kemungkinan kebermanfaatannya bagi kehidupan peserta didik. Dalam kaitan itu, analisis latar berhubungan erat dengan prinsip yang harus dikembangkan dalam mengajarkan nilai dan moral, yaitu prinsip dari mudah ke yang sukar, dari yang sederhana menjadi kompleks, dari konkrit ke abstrak, dari lingkungan sempit/dekat ke lingkungan yang meluas (Depdiknas, 2000) d. Pengorganisasian materi (content organizing) Pengorganisasian materi dalam pendekatan deep dialogue dilakukan dengan memperhatikan prinsip 4 W dan 1 H, yaitu What (apa), Why (mengapa), When (kapan), Where (dimana) dan How (bagaimana). Dalam rancangan pembelajaran, keempat prinsip ini, harus diwarnai oleh ciri-ciri pembelajaran dengan Deep Dialogue dalam menuju pengalaman nilai-nilai moral dalam upaya pemahaman

konsep (concept attaintment) dan pengembanagn konsep (concept development). Kesemuanya dilakukan dengan memberdayakan metode pembalajaran yang memungkinkan peserta didik untuk ber deep dialogue. 2.3 Hakekat Belajar Suatu kegiatan belajar merupakan mencapai perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Bahkan lebih luas lagi, perubahan tingkah laku ini tidak hanya mengenai perubahan pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, dan penyesuaian diri. Belajar dalam arti yang luas ialah proses perubahan tingkah laku yang dapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian, atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan serta kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sardiman, (2007: 40) Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal yakni: 1). Mengetahui apa yang akan dipelajari dan 2). Memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. dengan berpijak pada kedua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang baik untuk belajar. WJS Poerwadarminto (1985 : 768) memberikan pengertiaan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan dihasilkan. Sedangkan menurut Zainal Arifin (1988 : 3), prestasi adalah kemampuan kerampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal. Nana Sudjana (2000 : 28) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Seseorang dikatakan belajar apabila dirinya telah mengalami perubahan. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (1990 : 21) belajar adalah suatu bentuk perumusan atau perubahan dalam diri seseorang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.

Pendangan seorang guru terhadap pengertian belajar akan mempengaruhi tindakan dalam membimbing siswa untuk belajar. Seorang guru yang mengartikan belajar sebagai hafalan fakta tentunya akan lain cara mengajarnya dibandingkan dengan guru lain yang mengartikan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku. Untuk itu penting artinya pemahaman guru akan pengertian belajar tersebut (Usman 1993: 5). Indikator keberhasilan/ prestasi siswa dapat dilihat melalui peningkatan nilai hasil belajar siswa ketika mengikuti pelajaran IPA. Peningkatan hasil belajar siswa akan dilihat melalui soal yang diberikan ketika dilaksanakan evaluasi pembelajaran untuk setiap siklus. 2.4 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Ida Kartika (2011) menyimpulkan bahwa pendekatan deep dialogue dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga berdampak pada peningkatan prestasi belajar. Hal ini dapat dilihat dari 1) kesiapan mengikuti pelajaran sebelum diadakan tindakan sebesar 57,99 %, di akhir putaran mencapai 78,95 %, 2) memperhatikan penjelasan guru sebelum diadakan tindakan sebesar 65,79 %, di akhir putaran mencapai 92,10 %, serta 3) mengerjakan soal latihan guru sebelum diadakan tindakan sebesar 71,05 %, pada di akhir putaran mencapai 94,74 %. Hasil tes tertulis yang dilakukan sebelum dan sesudah penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada prestasi belajar siswa. Sebelum diberikan tindakan kelas, prestasi belajar siswa hanya mencapai daya serap 60,53 %, sedangkan di akhir tindakan prestasi belajar siswa mencapai daya serap 94,73 %. Purwiyastuti (2009) berjudul Penerapan Variasi Model Pembelajaran Berbasis Joyful Learning Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Dan Hasil Belajar Matematika dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan proses dan hasil belajar matematika melalui penerapan variasi model pembelajaran berbasis Joyful Learning.

2.5 Kerangka Pikir Kondisi awal 1. Siswa ramai dan tidak fokus pada materi yang di pelajari 2. Siswa kurang merespon pertanyaan dari guru 3. Siswa ragu dalam menjawab pertanyaan dari guru. 4. Nilai siswa rendah Tindakan Pemecahan masalah dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis deep dialogue. Peningkatan Hasil Belajar Siswa 1. Siswa fokus pada materi yang di pelajari 2. Siswa merespon pertanyaan dari guru 3. Siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru. 4. Nilai siswa meningkat 2.6 Hipotesis Tindakan Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Penggunaan Metode pembelajaran Deep Dialogue Dapat Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Materi Daur Hidup Mahluk Hidup Siswa Kelas 4 SDN Kalipancur 02 Semester 1 Tahun Pelajaran 2013/20134