minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Kuningan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

1. Karakter kota yang kuat yang mendukung citra kota sebagai salah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

KONDISI EXISTING 2008 TARGET PENCAPAIAN PROGRAM INDIKASI KEGIATAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM STRATEGI PROGRAM SASARAN PROGRAM 1.1. URUSAN PERDAGANGAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian bab sebelumnya dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

disampaikan oleh: Dr. H. Asli Nuryadin Kepala BAPPEDA Kota Samarinda

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

terealisasi sebesar Rp atau 97,36%. Adapun program dan alokasi anggaran dapat dilihat pada tabel berikut :

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Kawasan Terpadu Trans Studio Bandung, Bandung, 30 Juni 2012 Sabtu, 30 Juni 2012

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tersebut. Tahun 2010, laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten. Regional Bruto Angka Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK) Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

3 Industri Pengolahan , , ,1

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III PROFIL DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA. A. Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

FORUM KABUPATEN/KOTA DI DIY

BAB I PENDAHULUAN. maupun wilayahnya sebagai daerah wisata hingga mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah-wilayah yang mempunyai potensi objek wisata (Aripin, 2005).

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KETERKAITAN ANTARA VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

BAB I PENDAHULUAN. industri pariwisata nasional. Indonesia merupakan negara yang memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil PT.Bonli Cipta Sejahtera

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.

7. URUSAN PERDAGANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya

Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Kediri Tahun

Transkripsi:

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. Perpustakaan Jumlah kunjungan ke perpustakaan selama 1 tahun di Kota Bandung dibandingkan dengan jumlah orang yang harus dilayani masih relatif minim. Pada tahun 2008 hanya terdapat 0,47% pengunjung perpustakaan dan tahun 2012 baru mencapai 0,20%. Hingga saat ini, peran perpustakaan dirasa masih kurang dalam rangka menarik minat baca masyarakat agar mau membaca diperpustakaan. Selain itu, ketersediaan sarana prasarana yang kurang memadai dan letak perpustakaan yang masih relatif jauh dengan tempat tinggal masyarakat juga menjadi salah satu penyebab minimnya pengunjung perpustakaan. Di sisi lain, makin mudahnya akses internet juga menjadi salah satu penyebab makin minimnya pengunjung perpustakaan. 2.3.2. Fokus Layanan Urusan Pilihan No Fokus layanan urusan pilihan Pemerintah Daerah Kota Bandung sepanjang tahun 2008 hingga 2013 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2-27 Hasil Kinerja Fokus Layanan Urusan Pilihan Pemerintah Daerah Kota Bandung Periode 2008-2013 Aspek/Fokus/Bidang Urusan/ Indikator Kinerja Pembangunan Daerah 1 Pertanian 1 2 Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal lainnya per hektar Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB 2 Pariwisata Capaian Kinerja 2008 2009 2010 2011 2012 2013 NA NA NA 6,1 Ton/Ha 6,202 Ton/Ha 6,295 Ton/Ha 0,34 % 0,24% NA 0,19% 0,20% N/A 1 Kunjungan wisata (orang) 2.746.076 3.096.869 3.928.157 4.076.072 3.513.705 3.726.447 3 Kelautan dan Perikanan 1 Produksi perikanan 111,19% 208,09% 111,19% 109% 103,91% 103,00% 2 Konsumsi ikan 100,64% 105,84% 100,64% 100% 102,64% 107,53% 4 Perdagangan 1 2 Kontribusi sektor Perdagangan terhadap PDRB Ekspor Bersih Perdagangan ($ juta) 37,59% 40,98% 41,76% 40,64% 41,02% NA 695,4 512,2 625,3 653,6 669,2 601,5 RPJMD Kota Bandung 98

No 3 Aspek/Fokus/Bidang Urusan/ Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Cakupan bina kelompok pedagang/usaha non formal (unit usaha) 5 Perindustrian 1 Kontribusi sektor Industri terhadap PDRB Capaian Kinerja 2008 2009 2010 2011 2012 2013 64.231 N/A N/A N/A 71.204 71.744 28,14 % 24,49 % 23,30 % 24,70% 22,72% NA 2 Pertumbuhan Industri 22,18 % 10,67 % 2,09% 2,13% 0,72 % 6 Ketransmigrasian 1 2 48,93% (1.321) Tingkat Kesepakatan dengan Pemerintah Daerah Lokasi Transmigrasi 33,30% 40% 40% 66,6% 50% 33,33% Jumlah Penempatan Transmigran 10 KK 25 KK 18 KK 10 KK Pertanian Walaupun Kota Bandung bukan merupakan daerah pertanian, namun masih terdapat beberapa kawasan yang memiliki lahan pertanian yang cukup dominan. Di bagian Timur masih merupakan daerah pertanian dan beberapa kawasan memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Produktivitas padi Kota Bandung pada tahun 2011 mencapai 61,07kw/ha dan mengalami kenaikan menjadi 62,95kw/ha sampai dengan tahun 2013. Produktivitas Palawija pada tahun 2011 sebanyak 70,94 kw/ha dan mengalami peningkatan menjadi 72,20 kw/ha sampai dengan tahun 2013. Produktivitas hortikultura, pada tahun 2011 mencapai sebanyak 112,07 kw/ha dan mengalami kenaikan menjadi 116,40 kw/ha sampai dengan tahun 2013. Produktivitas tanaman hias pada tahun 2011 sebanyak 145.000 pot/tahun dan mengalami kenaikan menjadi sebanyak 185.000 pot/tahun sampai dengan tahun 2013. Produktivitas peternakan sapi dan domba direncanakan peningkatan populasinya di Kota Bandung, untuk sapi, dari target sebanyak 431 ekor tahun 2013 terealisasi sebanyak 1.307 ekor dan populasi domba, dari target 23.507 ekor tahun 2013 terealisasi 26.901 ekor. Kontribusi sektor pertanian di Kota Bandung terhadap PDRB cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Jika tahun 2008 kontribusi sektor pertanian mencapai 0,34% dari total PDRB, maka RPJMD Kota Bandung 99

tahun 2012 kontribusinya hanya mencapai 0,20%. Penurunan kontribusi sektor pertanian ini salah satunya diakibatkan semakin minimnya lahan pertanian di Kota Bandung. Konversi lahan pertanian menjadi lahan untuk niaga, industri dan perumahan semakin tahun semakin meningkat. Pariwisata Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan di Kota Bandung dan menyumbangkan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian Kota Bandung. Pengembangan sektor pariwisata dapat diarahkan menjadi Bandung MICE City. Selain itu, terobosan dalam ketersediaan sarana prasarana pendukung pariwisata menjadi salah satu perhatian penting untuk meningkatkan kunjungan wisata, diantaranya dapat melalui bus/tram wisata, sepeda wisata serta pengadaan fertival dan destinasi wisata baru, agar Kota Bandung tetap aktraktif dan didukung dengan media promosi yang efektif. Kota Bandung merupakan salah satu destinasi wisata unggulan Provinsi Jawa Barat, Nasional, bahkan Internasional. Perkembangan pariwisata Kota Bandung ditopang oleh ketersediaan dan variasi produk wisata perkotaan dalam bentuk berbagai fitur kota, baik elemen primer maupun sekunder seperti: pengetahuan, sejarah, budaya, heritage, kuliner, belanja dan lain-lain. Saat ini Kota Bandung didominasi oleh kegiatan wisata belanja, khususnya dengan perkembangan factory outlet yang marak. Sejalan dengan fungsi Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat dan kota jasa, produk pariwisata MICE (Meeting, Incentive, Confererence, Exhibition), serta wisata berbasis pendidikan (knowledge-based tourism) juga menjadi unggulan utama kawasan wisata ini. Jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Bandung selama periode 2008-2011 meningkat tajam. Lonjakan terbesar ada di periode 2009-2010. Jika pada tahun 2009 jumlah wisatawan yang tercatat sebanyak 3.096.869 wisatawan, di tahun 2010 meningkat tajam menjadi 3.928.157 atau mengalami pertumbuhan sebesar 26,8%. Kenaikan jumlah wisatawan juga terjadi di tahun 2011, namun mengalami penurunan di tahun 2012 menjadi RPJMD Kota Bandung 100

sebanyak 3.513.705 wisatawan sedangkan pada tahun 2013 jumlah wisatawan sebesar 3.726.447 wisatawan, atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Walaupun Kota Bandung sudah menjadi destinasi wisata unggulan, namun terdapat beberapa permasalahan yang dirasakan mengganggu bagi wisatawan sehingga mengurangi kepuasan kunjungan di Kota Bandung, diantaranya kemacetan, ketertiban pengendara kendaraan bermotor, pedagang kaki lima, kebersihan, kondisi jalan yang berlubang dan pengemis. Kelautan dan Perikanan Jumlah produksi perikanan di Tahun 2009, mencapai 208,09% atau lebih dari dua kali lipat dari yang ditargetkan. Tahun 2013 produksi perikanan mencapai 103,00% dari target yang telah ditetapkan. Tingkat konsumsi ikan di Kota Bandung juga setiap tahunnya melebihi dari target yang telah ditetapkan. Tahun 2013 tingkat konsumsi ikan di Kota Bandung mencapai 107,53%. Perdagangan Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor unggulan Kota Bandung dan terus menunjukkan trend perkembangan yang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya kontribusi sektor ini terhadap perekonomian Kota Bandung. Jika tahun 2008 kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB mencapai 37,59%, tahun 2012 kontribusinya meningkat menjadi 41,02%. Ekspor bersih perdagangan Kota Bandung pada tahun 2008 mencapai $ 695,4 juta dan tahun 2009 mengalami penurunan menjadi sebesar $512,2 juta. Akan tetapi, tahun 2010 hingga 2012, ekspor bersih perdagangan Kota Bandung mengalami kenaikan setiap tahunnya dan pada tahun 2013 mencapai US$ 601.533.755,00 atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Cakupan bina kelompok pedagang/usaha informal selama periode 2008-2012 mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2008 cakupannya RPJMD Kota Bandung 101

baru mencapai 64.231 unit usaha, data terakhir di tahun 2013 cakupan bina kelompok pedagang/usaha informal telah mencapai 71.744 unit usaha. Perkembangan kelompok pedagang/usaha informal (PKL) di Kota Bandung hingga saat ini menjadi polemik tersendiri. Di satu sisi, aktivitas para PKL yang umumnya menggunakan sejumlah area fasilitas umum, sering mengganggu kepentingan umum dan menjadi salah satu penyebab kemacetan lalu lintas. Namun di sisi lain, PKL juga adalah para pelaku UKM yang perlu diberdayakan. Kebutuhan fasilitasi, penataan dan pembinaan PKL menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan. Dengan disahkannya Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, diharapkan keberadaan PKL dapat disinergikan dan diharmoniskan dengan pengembangan kota. Berdasarkan data Diskoperindag, jumlah PKL di mencapai 20.326 PKL yang tersebar di 30 Kecamatan. Gambar 2-9 Kondisi PKL di Kawasan Zona Merah Alun-alun Kota Bandung Sektor perdagangan Kota Bandung juga di topang oleh keberadaan pasar tradisional. Saat ini, pasar tradisional terdesak oleh hypermarket, supermarket dan toserba pada skala retail. Menjamurnya pasar modern tersebut telah menyebabkan omzet pedagang tradisional menurun. Kerugian yang terus menerus dapat menyebabkan ribuan pedagang gulung tikar. Sebagian upaya untuk memperbaiki infrastruktur pasar tradisional yang ada justru berujung pada biaya RPJMD Kota Bandung 102

sewa lapak yang tidak terjangkau. Akhirnya sebagian pedagang terpaksa gulung tikar dan sisanya beralih menjadi PKL. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pasar dengan konsep baru, yaitu pembangunan pasar modern tematik, namun sekaligus tradisional. Dengan konsep ini diharapkan eksistensi pasar dapat lebih meningkat dan bisa menyaingi toko penjualan modern. Keberadaan pasar tradisional perlu juga direvitalisasi agar menjadi sarana ekonomi warga yang nyaman, bersih dan tidak mengganggu lalu lintas. Penataan berbagai jenis usaha ritel kecil menengah-besar harus mampu menjadi sumber ekonomi masyarakat, namun di sisi lain keberadaannya jangan sampai kontraproduktif dengan kehidupan dan kenyamanan warga masyarakat. Perindustrian Perkembangan kontribusi sektor industri Kota Bandung cenderung mengalami penurunan selama periode 2008-2012. Jika tahun 2008 sektor industri bisa memberikan kontribusi sebesar 28,14% terhadap perekonomian Kota Bandung, maka tahun 2012 kontribusi turun menjadi sebesar 22,72%. Relatif lebih tingginya pertumbuhan sektor (i) konstruksi/bangunan, (ii) perdagangan, hotel, dan restoran, serta (iii) perhubungan dan komunikasi mengakibatkan kontribusi sektor industri mengalami penurunan. Selain itu, dengan semakin tingginya tingkat persaingan sektor industri pengolahan, baik secara Nasional ataupun global, juga mempengaruhi kinerja industri pengolahan lokal Kota Bandung, khususnya yang berorientasi ekspor. Adanya penandatanganan kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) juga memberikan tekanan pada tingkat daya saing industri lokal. Makin meningkatnya serbuan produk-produk yang berasal dari China memberikan tekanan yang cukup signifikan atas kinerja industri pengolahan Kota Bandung. Pertumbuhan industri Kota Bandung mengalami trend penurunan yang cukup signifikan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, semakin tingginya tingkat persaingan di sektor industri dan makin terbukanya RPJMD Kota Bandung 103

pasar secara global/regional mengakibatkan pertumbuhan industri Kota Bandung mengalami trend penurunan. Jika tahun 2008 pertumbuhan industri mencapai 22,18%, maka tahun 2012 pertumbuhannya turun secara signifikan menjadi hanya sebesar 0,72%. Akan tetapi, tahun 2013 meningkat sangat signifikan menjadi sebesar 48,31%. Perkembangan industri yang positif ditunjukan oleh perkembangan industri kreatif, dengan dukungan sumber daya manusia dan keberagaman budaya lokal, ke depan industri ini diprediksi akan semakin berkembang. Kota Bandung memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi kota kreatif. Setidaknya, terdapat 15 sektor industri kreatif yang secara umum marak di Kota Bandung dan sekitarnya. Tabel 2-28 Jenis Industri Kreatif di Kota Bandung Jenis Industri Kreatif 1. Periklanan 9. Musik 2. Arsitektur 10. Seni Pertunjukan 3. Benda Seni 11. Penerbitan dan Percetakan 4. Kerajinan 12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak 5. Desain 13. Televisi dan Radio 6. Fesyen 14. Riset dan Pengembangan 7. Video, Film& Fotografi 15. Kuliner 8. Permainan Interaktif Dari 15 jenis jenis industri kreatif tersebut, yang paling menonjol di

Tahun 2007 kontribusi sektor kreatif terhadap PDRB sudah mencapai 14,46%, serta diprediksi akan terus meningkat dan menjadi salah satu lokomotif kemajuan ekonomi Kota Bandung. Ketransmigrasian Pelayanan bidang transmigrasi tidak terlepas dari upaya penyelenggaraan pemerintah daerah dalam mengurangi tingkat pengangguran. Jumlah penempatan transmigrasi menjadi indikator hasil kinerja urusan. Tingkat kesepakatan dengan pemerintah daerah lokasi transmigrasi, selain lokasi sudah ditentukan oleh Pusat, namun tergantung juga pada kemampuan negosiasi pada saat penjajagan lokasi transmigrasi dilakukan, apabila terjadi kesepakatan antara pemerintah Kota Bandung dan pemerintah daerah lokasi transmigrasi maka dilakukan penandatangan MoU kesepakatan bersama. Penempatan transmigrasi setiap tahun terjadi peningkatan dari tahun 2008 sejumlah 10 Kepala Keluarga, tahun 2012 menjadi 20 Kepala Keluarga. Tingkat kesepakatan dengan pemerintah daerah lokasi transmigrasi tahun 2013 sebesar 33,33% (1 kesepakatan dengan pemda lokasi transmigrasi/3 lokasi penjajagan lokasi transmigrasi). Tahun 2013 transmigran yang diberangkatkan sebanyak 3 KK atau 10 jiwa ke Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Terkait dengan hal tersebut, upaya yang dilakukan adalah meningkatkan dan memperbanyak koordinasi dengan daerah penempatan transmigrasi. 2.4. Aspek Daya Saing Daerah 2.4.1. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah A. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Komponen tertinggi penyumbang PDRB menurut penggunaan pada tahun 2010 adalah komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, yang menyumbang sekitar 60,64% terhadap total PDRB. Hal ini RPJMD Kota Bandung 105