TEKNIK PENGAMATAN PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK MAJEMUK DAN TUNGGAL PADA BEBERAPA VARIETAS KENTANG Engkos Koswara 1 Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori dan mineral yang penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat serta mempunyai nilai ekonomi cukup baik. Luas areal pertanaman kentang di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan perkembangan permintaan dan pertambahan jumlah penduduk. Setiap 100 g umbi kentang mengandung 19,1 g karbohidrat, 11 mg Ca, 60 g P, 0,8 g Fe, serta protein dan vitamin. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di kebun petani di Desa Canggal, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dengan ketinggian tempat 1.150 m dpl, dan jenis tanah Regosol. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 1. Percobaan dimulai bulan Desember 2004 sampai Mei 2005. Jawa Barat merupakan penyumbang kentang terbesar di Indonesia, namun produktivitas rata-rata yang dicapai masih rendah, yaitu 16,20 t/ha. Produktivitas tersebut lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas rata-rata nasional yang mencapai 19,20 t/ha (Bachrein et al. 1997). Rendahnya produktivitas antara lain disebabkan oleh penerapan teknik budi daya yang kurang tepat dan lingkungan yang kurang mendukung (Asandhi 1991). Teknik budi daya yang mempengaruhi produktivitas kentang meliputi penggunaan bibit berkualitas baik, varietas berproduksi tinggi, pengendalian hama dan penyakit yang optimal, penggunaan sarana produksi yang tepat, serta pengelolaan tanah dan air. Selain itu, pemupukan masih memerlukan perhatian untuk mendapatkan umbi berkualitas baik, seperti ukuran umbi sesuai yang dikehendaki, kandungan gula rendah, serta kandungan pati dan berat jenisnya tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian unsur hara N, P, dan K penting untuk mendukung perkembangan umbi kentang (Rosliani et al. 1998). Penggunaan pupuk anorganik terus meningkat dalam upaya meningkatkan produksi pangan (padi, palawija, dan hortikultura). Namun demikian, dicabutnya subsidi harga pupuk oleh pemerintah menyebabkan pupuk anorganik sulit diperoleh dan harganya mahal. Untuk mengatasi hal itu, maka penggunaan pupuk anorganik harus efisien, baik pupuk majemuk NPK maupun pupuk tunggal. Percobaan bertujuan mengetahui varietas kentang dan jenis pupuk anorganik yang menunjukkan pertumbuhan paling baik dan hasilnya tinggi. 8 m I II III IV 1 m 1 m 1 m 1 m 3 m Teras Teras Teras t t t t I II III IV Lahan yang digunakan merupakan lahan berteras Teknisi Litkayasa Penyelia pada Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jalan Tangkuban Perahu No. 517 Lembang, Bandung 40391, Telp. (022) 2786245, Faks. (022) 2786416 Gambar 1. Tata letak percobaan penggunaan pupuk anorganik majemuk dan tunggal pada empat varietas kentang, Temanggung,2004/ 2005 54 Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 2, 2007
Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah. Petak utama terdiri atas empat varietas kentang (V), yaitu: (1) (V1), (2) (V2), (3) (V3), dan (4) (V4). Anak petak terdiri atas dua jenis pupuk anorganik (P), yaitu: (1) pupuk majemuk NPK 15:15:15 dengan takaran 1 t/ ha (P1) dan (2) pupuk tunggal urea 300 kg/ha + SP36 300 kg/ ha + KCl 200 kg/ha. Percobaan diulang empat kali. Petak percobaan berukuran 8 m x 3 m dengan jumlah petak percobaan 32 petak. Kentang ditanam dengan jarak 80 cm x 30 cm sehingga setiap petak terdapat 100 tanaman. Jumlah tanaman percobaan 3.200 tanaman. Bahan dan alat yang diperlukan antara lain bibit kentang dari empat varietas dengan ukuran 50-60 g/tanaman sebanyak 3.200-3.500 tanaman, pupuk majemuk NPK 15:15:15 sebanyak 40-50 kg dan pupuk tunggal urea 15-20 kg, SP36 sebanyak 15-20 kg, dan KCl 10-15 kg. Selain itu, digunakan pula pupuk kandang ayam 2,30-2,50 ton, fungisida 4-5 kg, insektisida untuk mengendalikan hama 2-2,5 liter, dan perekat untuk pelarut 1-1,5 liter per ha. Alat pendukung yang diperlukan adalah etiket percobaan dan ajir untuk sampel tanaman, meteran, timbangan, kantong plastik, karung waring, alat tulis, tali rafia, dan penggaris jarak tanam. Pupuk kandang ayam digunakan sebagai pupuk dasar. Pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilakukan berdasarkan anjuran dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Parameter yang diamati dan diukur adalah: (1) pertumbuhan tanaman, meliputi tinggi tanaman, diameter tanaman, dan jumlah cabang tanaman; (2) hasil umbi, meliputi jumlah dan bobot umbi berdasarkan kelas umbi; dan (3) serangan OPT dan timbulnya gejala kekurangan unsur hara pada tanaman secara selintas. Varietas memperlihatkan pertumbuhan yang paling tinggi pada umur 60 HST, mencapai 72,90 cm, dan berbeda dengan varietas yang hanya 57,01 cm, tetapi tidak berbeda dengan dan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kusmana dan Basuki (2004) yang menyatakan bahwa tinggi tanaman terendah dicapai oleh varietas, sedangkan varietas,, dan tingginya berkisar 60- > 75 cm. Tinggi tanaman varietas dan seimbang. Keragaan masa vegetatif pertanaman kentang umur 40 HST dapat dilihat pada Gambar 2. Penggunaan pupuk, baik pupuk majemuk NPK maupun pupuk tunggal urea + SP36 + KCl tidak menunjukkan perbedaan pada tinggi tanaman. Tanaman kentang dapat menyerap unsur hara dari kedua jenis pupuk anorganik ini dengan baik. Walaupun kandungan N, P, K pupuk tunggal lebih rendah dibandingkan pupuk majemuk, pupuk tunggal mudah terurai dan cepat diserap tanaman. Pupuk majemuk bekerja lebih lambat dengan menyediakan unsur hara untuk tanaman sedikit demi sedikit. Hasil pengukuran diameter tajuk tanaman (Tabel 3) tidak menunjukkan adanya interaksi yang berbeda antara varietas dan pupuk, namun secara mandiri varietas menunjukkan Tabel 1. Hasil analisis tanah Regosol Temanggung sebelum percobaan, Temanggung, 2004/2005 Ciri kimia tanah Nilai Kelas ph (H 2 O) 6,80 Agak masam C-organik (%) 2,83 Sedang N-total (%) 0,29 Sedang Rasio C/N 10 Rendah Olsen (ppm) 65,70 Sedang (ppm) 243,10 Sangat tinggi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Tanah Awal Analisis tanah Regosol dilaksanakan sebelum percobaan. Hasilnya disajikan dalam Tabel 1. Kemasaman tanah (ph) termasuk agak masam, sedangkan C-organik, N-total, dan termasuk sedang, rasio C/N rendah, dan K sangat tinggi. Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan tinggi tanaman tidak menunjukkan adanya interaksi antara varietas dan pupuk (Tabel 2). Secara mandiri, pengaruh varietas pada umur tanaman 30, 40, 50, dan 60 hari setelah tanam (HST) menunjukkan adanya perbedaan. Tabel 2. Tinggi tanaman empat varietas kentang dengan dua jenis Tinggi tanaman (cm) Pupuk majemuk 37,55 58,35 68,73 70,16 Pupuk tunggal 36,96 58,30 67,84 69,83 Pupuk majemuk 42,75 62,76 72,85 72,90 Pupuk tunggal 42,68 61,88 72,60 72,86 Pupuk majemuk 37,50 59,75 69,66 70,56 Pupuk tunggal 37,28 58,88 69,50 70,49 Pupuk majemuk 23,53 44,58 55,38 57,01 Pupuk tunggal 23,47 44,45 55,39 56,94 Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 2, 2007 55
Gambar 2. Tanaman kentang umur 40 hari setelah tanam pada percobaan penggunaan jenis pupuk anorganik majemuk dan tunggal, Temanggung, 2004/2005 Tabel 3. Diameter tanaman empat varietas kentang dengan dua jenis Diameter tanaman (cm) Pupuk majemuk 45,90 52,79 56,66 57,64 Pupuk tunggal 45,91 52,80 55,82 57,60 Pupuk majemuk 64,65 68,36 70,10 71,23 Pupuk tunggal 65,25 67,87 71,08 71,13 Pupuk majemuk 53,53 61,30 64,39 66,18 Pupuk tunggal 54,22 60,71 65,13 67,20 Pupuk majemuk 51,13 58,13 59,95 60,99 Pupuk tunggal 52,25 58,15 58,78 60,85 perbedaan. Varietas memiliki diameter tanaman paling lebar pada umur 60 HST, yaitu 71,23 cm, dan berbeda dengan varietas lain terutama yang hanya 57,64 cm. Kedua jenis pupuk tidak menunjukkan adanya perbedaan pada diameter tajuk tanaman kentang. Hasil perhitungan jumlah cabang tanaman kentang (Tabel 4) tidak menunjukkan adanya interaksi yang berbeda antara varietas dan pupuk. Secara mandiri pengaruh varietas menunjukkan perbedaan. Varietas mempunyai cabang tanaman paling banyak pada umur 60 HST yaitu 4,80, dan berbeda dengan yang hanya 2,56 tetapi tidak berbeda dengan varietas lainnya. Fatchullah et al. (1983) menyatakan cabang utama tanaman kentang klon lebih sedikit dibandingkan dengan varietas lain seperti. Kedua jenis pupuk tidak menunjukkan perbedaan pengaruh pada jumlah cabang tanaman kentang. Hasil analisis parameter jumlah dan bobot umbi kentang kelas A (Tabel 5) tidak menunjukkan adanya interaksi yang berbeda antara varietas dan pupuk. Secara mandiri pengaruh varietas menunjukkan perbedaan. Varietas menghasilkan umbi kelas A paling banyak yaitu 261,75 umbi/petak, dan berbeda dengan varietas yang hanya 191,12 umbi/petak. Varietas juga memiliki bobot umbi kelas A paling tinggi (31,69 kg/petak) dan berbeda dengan varietas lainnya. Secara mandiri, kedua jenis pupuk tidak menunjukkan perbedaan pada jumlah dan bobot umbi kentang kelas A. Menurut Sahat dan Asandhi (1995), varietas menghasilkan umbi yang dapat dipasarkan lebih banyak dengan nilai lebih tinggi daripada varietas. Tabel 4. Jumlah cabang empat varietas kentang dengan dua jenis Jumlah cabang tanaman Pupuk majemuk 1,53 1,83 2,00 2,56 Pupuk tunggal 1,48 1,81 1,98 2,54 Pupuk majemuk 4,43 4,38 4,54 4,80 Pupuk tunggal 4,35 4,32 4,52 4,79 Pupuk majemuk 4,03 4,36 4,55 4,61 Pupuk tunggal 4,02 4,34 4,53 4,60 Pupuk majemuk 3,25 3,66 3,91 4,05 Pupuk tunggal 3,20 3,65 3,89 4,03 Tabel 5. Jumlah dan bobot umbi kelas A empat varietas kentang dengan dua jenis per petak per petak (kg) Pupuk majemuk 205,75 24,69 Pupuk tunggal 204,98 24,50 Pupuk majemuk 261,75 31,69 Pupuk tunggal 260,85 31,53 Pupuk majemuk 203,37 19,45 Pupuk tunggal 202,85 19,38 Pupuk majemuk 191,12 18,28 Pupuk tunggal 191,10 18,20 56 Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 2, 2007
Jumlah dan bobot umbi kentang kelas B (Tabel 6) tidak menunjukkan perbedaan antara varietas dan pupuk. Varietas menghasilkan umbi kelas B paling tinggi, yaitu 541,87 umbi/petak dan berbeda dengan, tetapi tidak berbeda dengan dan. kelas B varietas juga paling tinggi yaitu 32,85 kg/petak yang tidak berbeda dengan, tetapi berbeda dengan dan. Kedua jenis pupuk tidak menunjukkan perbedaan pada jumlah dan bobot umbi kentang kelas B. Hasil panen kentang dapat dilihat pada Gambar 3. Jumlah dan bobot umbi kentang kelas C (Tabel 7) tidak menunjukkan adanya interaksi yang berbeda antara varietas dan pupuk. Secara mandiri varietas menunjukkan perbedaan pada jumlah dan bobot umbi kelas C. Varietas menghasilkan umbi kelas C paling tinggi, yaitu 595,87 umbi/petak, dan berbeda dengan varietas lainnya di antaranya. Menurut Sahat dan Asandhi (1995), persentase umbi kecil varietas lebih sedikit dibandingkan dengan. Begitu pula untuk umbi kelas C, memperlihatkan paling tinggi yaitu 20,28 kg/petak, tidak berbeda dengan, tetapi berbeda dengan dan. Kedua jenis pupuk tidak menunjukkan perbedaan pada jumlah umbi kentang kelas C. Hasil yang sama juga diperoleh Sahat dan Asandhi (1995) yang menyimpulkan bahwa varietas menghasilkan umbi kecil lebih banyak dibandingkan, namun tidak menunjukkan perbedaan pada jumlah dan bobot umbi kentang kelas C. Jumlah dan bobot umbi total (kelas A + B + C) per petak (Tabel 8) tidak menunjukkan adanya interaksi yang berbeda antara varietas dan pupuk. Varietas me-nunjukkan jumlah umbi kentang total paling tinggi yaitu 1.341,00 umbi/ petak dan berbeda dengan varietas lainnya. Begitu pula bobot umbi kentang total paling tinggi yaitu 72,58 kg/ petak yang tidak berbeda dengan, tetapi berbeda dengan dan yaitu 49,14 kg/petak. Hasil penelitian Kusmana dan Basuki (2004) menunjukkan bahwa hasil umbi kentang varietas lebih tinggi dibandingkan dengan varietas. Ukuran umbi bergantung pada varietas dan diturunkan secara genetik (Howard 1969). Kedua jenis pupuk tidak menunjukkan perbedaan pada jumlah dan bobot umbi total. Secara umum hasil percobaan ini mengungkapkan bahwa dua jenis pupuk yang dicoba, yaitu pupuk tunggal N, P, dan K dan pupuk majemuk NPK, tidak memperlihatkan perbedaan baik pada pertumbuhan maupun hasil tanaman kentang. Hal ini terjadi karena kandungan N, P, dan K kedua jenis pupuk tersebut relatif sama. Hasil penelitian pemupukan oleh Nurtika dan Hekstra (1975) dan Kusumo (1977) menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk untuk tanaman kentang Tabel 6. Jumlah dan bobot umbi kelas B empat varietas kentang dengan dua jenis kelas B/petak kelas B/petak (kg) Pupuk majemuk 293,62 19,26 Pupuk tunggal 292,87 19,15 Pupuk majemuk 432,50 26,40 Pupuk tunggal 431,75 26,28 Pupuk majemuk 541,87 32,85 Pupuk tunggal 540,92 32,78 Pupuk majemuk 409,12 19,59 Pupuk tunggal 408,77 19,35 Gambar 3. Tabel 7. Umbi kentang kelas A, B, dan C pada percobaan penggunaan jenis pupuk anorganik majemuk dan tunggal, Temanggung, 2004/2005 Jumlah dan bobot umbi kelas C empat varietas kentang dengan dua jenis pupuk, Temanggung 2004/ 2005. kelas C/petak kelas C/petak (kg) Pupuk majemuk 208,25 5,19 Pupuk tunggal 207,78 5,16 Pupuk majemuk 300,25 8,47 Pupuk tunggal 300,15 8,46 Pupuk majemuk 595,87 20,28 Pupuk tunggal 594,50 19,95 Pupuk majemuk 395,37 11,27 Pupuk tunggal 395,20 11,15 Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 2, 2007 57
Tabel 8. Jumlah dan bobot umbi kelas A + B + C empat varietas kentang dengan dua jenis pupuk, Temanggung,2004/ 2005 per petak per petak (kg) Pupuk majemuk 707,62 49,14 Pupuk tunggal 706,88 48,90 Pupuk majemuk 994,50 66,56 Pupuk tunggal 993,82 66,54 Pupuk majemuk 1.341,00 72,58 Pupuk tunggal 1.340,52 72,40 Pupuk majemuk 958,12 49,14 Pupuk tunggal 957,85 48,96 adalah 100-150 kg N/ha, 100-150 kg P O /ha, dan 100-150 kg 2 5 O/ha. Selanjutnya, menurut Asandhi (1991), anjuran pemupukan untuk tanaman kentang di dataran medium atau tinggi adalah 150-200 kg N/ha, 120-150 kg /ha, dan 100 kg O/ha. KESIMPULAN Kentang varietas menunjukkan pertumbuhan tanaman paling tinggi dibandingkan dengan,, dan, yaitu tinggi tanaman 72,90 cm, diameter tajuk 71,23 cm, dan jumlah cabang 4,80. Varietas juga menghasilkan umbi kelas A paling tinggi (31,69 kg/petak), sedangkan untuk umbi kelas B dan C oleh varietas yaitu kelas B 32,85 kg/petak dan kelas C 20,28 kg/petak. Varietas menghasilkan umbi total (kelas A + B + C) paling tinggi, baik dalam jumlah maupun bobot umbi, yaitu jumlah umbi 1.341/ petak dan bobot umbi 72,58 kg/petak. Pupuk majemuk NPK 15:15:15 takaran 1 t/ha atau pupuk tunggal urea 300 kg/ha + SP36 300 kg/ha + KCl 200 kg/ha dapat disarankan untuk digunakan dalam budi daya tanaman kentang. DAFTAR PUSTAKA Asandhi, A.A. 1991. Petunjuk teknis bercocok tanam kentang di dataran medium. Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Bachrein, S. Sinaga, dan A. Dimyati. 1997. Tantangan dan peluang pengembangan usaha tani kentang di Jawa Barat. hlm 16-35. Prosiding Pertemuan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Pembibitan Kentang, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lembang. Fatchullah, D., Aliudin, dan A.A. Asandhi. 1993. Daya hasil beberapa varietas kentang introduksi di dataran tinggi. Buletin Penelitian Hortikultura 25(1): 65-70. Howard, H.W. 1969. Genetic of Potato (Solanum tuberosum). Logos Press. Ltd,London. Kusmana dan R.S. Basuki. 2004. Produksi dan mutu klon kentang dan kesesuaiannya sebagai bahan baku kentang goreng dan kerupuk kentang. Jurnal Hortikultura 1494): 246-252. Kusumo, S. 1977. Pengaruh dosis pupuk DAP dan TSP terhadap hasil kubis dan kentang. Buletin Penelitian Hortikultura 5(1): 3-6. Nurtika, N. dan A. Hekstra. 1975. Pengaruh pemupukan NPK terhadap produksi kentang, kubis dan kacang jogo. Buletin Penelitian Hortikultura 3(4): 33-45. Rosliani, R., N. Sumarni, dan Suwandi. 1998. Pengaruh sumber dan dosis pupuk N, P, dan K pada tanaman kentang. Jurnal Hortikultura 6(1): 988-999. Sahat, S. dan A.A. Asandhi. 1995. Percobaan varietas komersial kentang di dataran tinggi Ngabiak, Magelang. Jurnal Hortikultura 5(4): 16-21. 58 Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 2, 2007