HUBUNGAN KEPADATAN POPULASINYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DENGAN TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN DI KABUPATEN CIAMIS

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

Status Kerentanan Nyamuk Anopheles sundaicus Terhadap Insektisida Cypermerthrin Di Kabupaten Garut

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

FAKTOR RISIKO PENULARAN MALARIA DI DESA PAMOTAN KABUPATEN PANGANDARAN. The Risk Factor of Malaria in Pamotan Village Pangandaran District

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

HUBUNGAN KEBERADAAN PEKERJA MIGRASI KE DAERAH ENDEMIS MALARIA DAN JARAK KE TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN VEKTOR DENGAN KEBERADAAN PARASIT MALARIA

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbedaan Warna Kontainer Berkaitan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Sekolah Dasar

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010

Faktor Risiko Penularan Malaria Di Jawa Barat (Kajian Epidemiologi Tentang Vektor, Parasit Plasmodium,

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

SURVEILANS VEKTOR MALARIA DI DESA ANEKA MARGA, KECAMATAN ROROWATU UTARA, KABUPATEN BOMBANA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Sunaryo, SKM, M.

Bionomik Nyamuk Anopheles spp di Desa Sumare dan Desa Tapandullu Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A.

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi persebaran

GAMBARAN POPULASI DAN BIONOMI Anopheles spp DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

PENGKAJIAN BIONOMIK NYAMUKANOPHELES SEBAGAI PENDEKATAN UNTUK MENGENDALIKAN POPULASINYA DALAM UPAYA MENANGGULANGI MALARIA

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULl1AN Latar Belakang

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI. untuk menentukan lokasi tempat perindukan larva nyamuk Anopheles. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IDENTIFIKASI NYAMUK ANOPHELES SP DEWASA DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KECAMATAN BONTO BAHARI BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DESKRIPSI BIONOMIK NYAMUK Anopheles Sp DI WILAYAH KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2016

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

SURVEI ENTOMOLOGI DALAM RANGKA KEWASPADAAN DINI PENULARAN MALARIA DI DESA KENDAGA, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

Identifikasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dari Survei Larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles vagus DI DESA SELONG BELANAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. permukaan laut. Desa Sedayu terletak di wilayah kerja Puskesmas Loano 11.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

EFEKTIFITAS KOTAK PERANGKAP NYAMUK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedesaegypti

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

Environment Factor of Malaria Incidence in Desa Telagah Kecamatan Namu Kabupaten Langkat, 2016

UJI EFIKASI REPELEN X TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATORIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Potensi Penularan Malaria di Desa Sigeblog, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara

Species diversity and biting activity of malaria vectors (Anopheles spp.) in Lifuleo Village, West Kupang District, East Nusa Tenggara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PROPORSI NYAMUK

EFEKTIFITAS PEMAKAIAN KELAMBU BERINSEKTISIDA DI DESA ENDEMIS MALARIA DI KABUPATEN WONOSOBO * * Bina Ikawati, Bambang Yunianto, Rr Anggun Paramita D

Studi Klimograf Perubahan Cuaca dan Bangkitan Malaria di Kabupaten Banjarnegara

EFEKTIFITAS VECTRON 20 WP TERHADAP NYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DI DESA PENAGA, KECAMATAN TANJUNG UBAN KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU

KONFIRMASI ENTOMOLOGI KASUS MALARIA PADA SEPULUH WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN BULUKUMBA

Keberadaan Kontainer sebagai Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Palu, Sulawesi Tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

nyamuk bio.unsoed.ac.id

Fauna Anopheles di Desa Buayan dan Ayah di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah

BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian adalah di Desa Sedayu, Kecamatan Loano Kabupaten. Topografi Desa Sedayu yang berada pada bukit Menoreh tanahnya

Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat)

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

Transkripsi:

_ Culict HUBUNGAN KEPADATAN POPULASINYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DENGAN TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN DI KABUPATEN CIAMIS Relationship between Mosquito Population Density of Anopheles sundaicus and its breeding places in Ciarais District Lukman Hakim*, Sugianto* Abstract. The flight distances of Anopheles sundaicus in Sukaresik District of Ciamis is 910 meters from its breeding places, however the area which is related to mosquito density is not described due to influence of many variables, therefore the study was carried out to determine relationship between flight range and mosquito density.the benefit of data related to priority setting for malaria vector control. The methodology analysis for this study was performed by entomological survey which is divided into 5 zones. The range of zone was 0 into 375 meters from breeding places with different of human density (Zone I was 0-75 m, Zone II was 75-150 m, Zone III was 150-225 m, zone IV was 225-300 m and zone V was 300-375 m). Each zone was selected 5 houses for catching stations of mosquito both indoor and outdoor. The number of An. sundaicus which was trapped both indoor and outdoor was combined and grouped by range zone, therefore was calculated the number of proportion each zone. The replication of this study is 3 times at interval of 14 days. The result of proportion was analyzed to figure out each zone relationship between range of potential breeding places mosquito density and human density. The conclusion of this study: the human density under flight range of An. sundaicus area related to mosquito density, however the range of breeding places and human density was not correlated to mosquito density. The recommendation of this study: for malaria control both human density and house density should be considered. Keywords: Mosquito density, Anopheles sundaicus, human density, Mosquito flight distances PENDAHULUAN Secara epidemiologi, penyebaran malaria dipengaruhi oleh keberadaan vektor, sumber parasit dan keadaan lingkungan (environment) (Russel, et al., 1963). Dengan demikian, pengendalian vektor bertujuan menurunkan populasi vektor agar tidak berpengaruh lagi dalam penularan malaria (Soemarto, 1995). Upaya yang dilakukan dalam pengendalian malaria, selain mencegah penularan kepada host baru dan akhirnya menurunkan angka kesakitan dan kematian, juga dilakukan upaya penyembuhan dan pemulihan penderita malaria (WHO, 1993). Pengendalian vektor yang dilakukan selama ini belum berhasil mencegah penularan malaria secara keseluruhan, salah satunya karena terbatasnya sumber daya yang dimiliki serta belum didukung data entomologi yang lengkap, dengan demikian penentuan prioritas kegiatan belum bisa dilakukan dengan sempurna (Soeroso, 2003). Peneliti pada Loka Litbang P2B2 Ciamis Depkes RI Selain memerlukan gula sebagai sumber energi (Koella & Sorensen, 2002), nyamuk betina juga membutuhkan darah untuk proses pematangan telur (Foster et al., 1995), karena itu nyamuk akan terbang mendatangi sumber darah yaitu manusia atau binatang berdarah panas. Nyamuk tertarik pada CO2 yang merupakan hasil proses pernapasan manusia atau binatang (Clement, 1995), juga tertarik pada cahaya yang keluar dari penerangan di rumah (Horsfall, 1999 dan Reisen, et al, 2002). Karena itu di pemukiman yang padat, ada kemungkinan populasi nyamuk akan lebih tinggi karena terdapat lebih banyak CO 2 dan cahaya. Kemampuan terbang nyamuk juga dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara, sehingga kemampuan jangkauan terbang nyamuk tidak sama di setiap wilayah tergantung faktor yang mempengaruhinya (Depkes RI, 2001). Desa Sukaresik merupakan daerah endemis malaria starta tinggi atau high case incidence (HCI) yang terletak di daerah pantai selatan Kabupaten Ciamis Jawa Barat (UPF-PVRP Jawa Barat, 2001). Nyamuk 964

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8 No 2, Juni 2009 : 964-970 Anopheles spp. yang paling dominan di wilayah ini adalah An. sundaicus dengan puncak kepadatan menggigit pada bulan Oktober dan Nopember (UPF-PVRP Jawa Barat, 2002) dan jangkauan terbangnya mencapai 985 meter dari tempat perkembang-biakannya (Hakim, 2002a). Nyamuk An. sundaicus merupakan spesies yang jangkauan terbangnya sangat tinggi, misalnya di pantai wilayah Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi, bisa menjangkau jarak sejauh 1.880 meter (Hakim, 2002b). Untuk mengetahui kepadatan nyamuk An. sundaicus yang menggigit pada berbagai jarak dari tempat perkembangbiakan potensial vektor malaria serta variasi kepadatan penduduk, telah dilakukan penelitian di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis dengan tujuan mengetahui hubungan jarak serta kepadatan penduduk dengan kepadatan menggigit nyamuk An.s sundaicus. BAHAN DAN CARA Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan diawali dengan survei tempat perkembang-biakan (TP) potensial dengan tujuan mengetahui jumlah, jenis dan posisi TP potensial serta jaraknya ke rumah penduduk. Dilakukan dengan pencidukan larva di genangan air serta pengukuran jarak ke perumahan penduduk. Tempat perkembang-biakan yang ditemukan larva nyamuk Anopheles spp. didefmisikan sebagai TP potensial. Dari survei ini diketahui TP potensial terdiri dari 2 buah tambak udang terbengkalai dan sebidang sawah air payau. Pada tambak udang, ditemukan larva nyamuk Anopheles spp. dengan rata-rata kepadatan 7,6 ekor per cidukan, kadar garam 11,6 ppm, vegetasi airnya adalah lumut dan rumput air dengan kedalam air antara 20 sampai dengan 90 cm. Pada sawah air payau, rata-rata kepadatan Anopheles spp. adalah 3,9 ekor per cidukan dengan kadar garam 7,6 ppm, kedalaman air antara 3 sampai dengan 16 cm, vegetasi air yang ditemukan adalah padi dan rumput air. Ketiga TP potensial tersebut terletak di pinggir sungai sekitar 1 km dari muara dan jarak terdekat ke laut sekitar 600 meter, terhalang oleh aliran sungai dan daratan menyerupai pulau kecil yang memanjang yang terletak di antara sungai dan pantai. Jarak rumah terdekat dari TP potensial dengan arah tegak lurus tepi sungai adalah 24 meter dan terjauh adalah 359 meter. Selanjutnya dilakukan penentuan luas zona penelitian yaitu wilayah yang terdapat rumah penduduk. Jarak 359 meter, dibagi menjadi 5 wilayah atau zona penelitian, yaitu Zona I mulai dari tepi TP potensial sampai sejauh 75 meter, Zona II yaitu mulai jarak 75 meter sampai dengan 150 meter, Zona III yaitu mulai jarak 150 meter sampai dengan 225 meter, Zona IV yaitu mulai jarak 225 meter sampai dengan 300 meter dan Zona V yaitu mulai jarak 300 meter sampai dengan 375 meter. Lebar masing-masing zona adalah 500 meter yaitu 250 meter ke sisi kiri dan 250 lagi ke sisi kanan TP potensial; dengan demikian luas masing-masing zona 500 meter x 75 meter adalah 37.500 m 2 (Gambar 1.). 965

Hubungan Jarak Tempat Perindukan...(Lukman & Sugianto) Samudra Indonesia Daratan tidak berpenghuni _ TPP (tambak) TPP (tambak) Sungai Cikembulan -».m m,m.mm.m.m m.m.m m'm Gambar 1. Zona Wilayah Penelitian di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis Di Zona I terdapat 11 rumah dengan jumlah penduduk 52 jiwa atau kepadatan 13,87 jiwa per hektar juga terdapat 3 ekor ternak besar (sapi), di Zona II terdapat 7 rumah dengan jumlah penduduk 32 jiwa atau kepadatan 8,53 jiwa per hektar juga terdapat 2 ekor ternak besar (sapi), di Zona III terdapat 29 rumah dengan jumlah penduduk 131 jiwa atau kepadatan 34,93 jiwa per hektar, di Zona IV terdapat 19 rumah dengan jumlah penduduk 84 jiwa atau kepadatan 22,40 jiwa per hektar dan di Zona V terdapat 9 rumah dengan jumlah penduduk 41 jiwa atau kepadatan 10,93 jiwa per hektar juga terdapat 6 ekor ternak sedang (kambing). Agar tidak menjadi variabel pengganggu dalam penelitian, seluruh ternak besar dan sedang, dipindahkan keluar wilayah zona penelitian. Penghitungan Proporsi Kepadatan Menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus. Dilakukan dengan penangkapan nyamuk secara bersamaan di tiap zona penelitian menggunakan umpan orang (human landing collecting) di dalam dan luar rumah. Di tiap zona penelitian, ditentukan 5 (lima) buah rumah sebagai tempat penangkapan nyamuk yang dimulai jam 18.00 sampai dengan jam 06.00. Di tiap rumah, ditempatkan 2 (dua) orang penangkap nyamuk, jadi secara keseluruhan jumlah penangkap nyamuk adalah 10 orang per zona penelitian. Nyamuk yang tertangkap kemudian diidentifikasi spesiesnya berpedoman kepada Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia (O'Connor, 1999). Nyamuk An. sundaicus yang menggigit di dalam dan luar rumah digabungkan, selanjutnya dikelompokkan per zona penelitian dan dihitung proporsi kepadatan 966

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8 No 2, Juni 2009 : 964-970 menggigitnya. Suhu dan kelembaban udara di tempat penangkapan nyamuk, diukur dan dicatat. Penangkapan nyamuk ini dilakukan 3 (tiga) pengulangan dengan interval setiap 14 hari. Analisis data Variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu (1). jarak tegak lurus tepian sungai yang diukur dari TP potensial sampai dengan ujung terjauh Zona penelitian, yaitu 75 meter, 150 meter, 225 meter, 300 meter dan 375 meter. (2). kepadatan penduduk di tiap Zona Penelitian dengan satuan jiwa/km 2 dan (3). Proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus di tiap Zona Penelitian. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel jarak dan dan kepadatan penduduk dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An.sundaicus, dilakukan dua kali uji korelasi pada derajat kepercayaan 95% antara jarak dari TP potensial ke zona penelitian dan kepadatan penduduk sebagai variable bebas dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. Sundaicus sebagai variabel terikat HASIL Pada setiap pengulangan, ditemukan nyamuk An. sundaicus yang menggigit dengan proporsi berbeda per zona penelitian maupun tempat menggigitnya. Pada 3 kali pengulangan, jumlah nyamuk An. sundaicus yang menggigit seluruhnya 429 ekor, yaitu menggigit di dalam rumah sebanyak 121 ekor atau 28,21% dan menggigit di luar rumah sebanyak 308 ekor atau 71,79% (label 1). Tabel 1. Jumlah dan Proporsi Kepadatan Nyamuk Anopheles sundaicus Yang Menggigit Per Zona Penelitian Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kec. Sidamulih Kab. Ciamis Zona Penelitian Zona I Zona II Zona III Zona IV Zona V Jumlah Pengulangan I Jml 24 9 54 41 21 149 % 16,11 6,04 36,24 27,52 14,09 100,00 Pengulangan II Jml % 43 23,50 34 18,58 60 32,79 23 12,57 23 12,57 183 100,00 Pengulangan III Jml % 12 12,37 14 14,43 37 38,14 22 22,68 12 12,37 97 100,00 Jumlah Jml 79 57 151 86 56 429 % 18,41 13,29 35,20 20,05 13,05 100,00 Pada tiga kali pengulangan, jumlah nyamuk An. sundaicus yang menggigit sebanyak 429 ekor, tertinggi di Zona III sebesar 35,20%, kemudian di Zona IV sebesar 20,05%, di Zona I sebesar 18,41%, di Zona II sebesar 13,29% dan yang paling rendah di Zona V sebesar 13,05%. Suhu dan kelembaban udara di zona penelitian di tiap pengulangannya, hampir semua sama. Pada pengulangan I, rata-rata suhu udara di Zona Penelitian I sampai dengan IV adalah sama yaitu 31 C dan kelembaban udaranya adalah 95%, sedangkan pada Zona Penelitian V rataratanya adalah 30,5 C tapi kelembaban udaranya sama yaitu 95%. Pada pengulangan II, rata-rata suhu dan kelembaban udara di seluruh zona penelitian adalah sama yaitu 31,5 C dan 95%, sedangkan pada pengulangan III rata-rata suhunya adalah 30,5 C dan kelembaban udaranya adalah 95%. Hubungan Jarak dari Tempat Perindukan Potensial dan Kepadatan Penduduk Dengan Proporsi Kepadatan Menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus. Dari uji korelasi pada a 0,05, diketahui bahwa variabel jarak dari TP potensial dengan zona penelitian, tidak mempunyai hubungan bermakna dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus karena menghasilkan P value 0,969 (Gambar 2.); karena itu tidak dilakukan analisa lebih lanjut. 967

Hubungan Jarak Tempat Perindukan...(Lukman & Sugianto) Zona III Zona IV r 40,00 % 30,00% 20,00 % - 10,00% 0,00% 225 300.. 35,2 i 20,05 Gambar 2. Hubungan Jarak Dari TP Potensial Dengan Proporsi Kepadatan Nyamuk An. sundaicus di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis Hubungan bermakna didapatkan pada uji korelasi antara kepadatan penduduk dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus karena menghasilkan P value 0,000 (Gambar 3.), karena itu dilakukan analisa lanjutan yaitu untuk mengetahui pengaruh variasi kepadatan penduduk terhadap proporsi kepadatan menggigit nyamuk dan untuk mengetahui bentuk hubungannya. 40 30 20 10 0 Kepadatan Pdd lal 87 41 Zona II 1 8,53 J_ 13,29 j Zona III Zona IV Zona V 1, 34,93 35,2 22,4 20,05 10,93 13,05 Gambar 3. Hubungan Kepadatan Penduduk Dengan Proporsi Kepadatan Menggigit Nyamuk An. sundaicus di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis Dari uji ANOVA pada a 0,05 dengan variabel bebas variasi kepadatan penduduk dan variabel terikat adalah proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus, diketahui bahwa tinggi rendahnya kepadatan penduduk berpengaruh terhadap besarnya proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus karena menghasilkan P value sebesar 0,000. Sedangkan dari uji regresi, diketahui bentuk hubungannya adalah Y = 0,858 X + 4,446 dimana X adalah kepadatan penduduk (j' wa P er km 2 ) dan Y adalah proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus. PEMBAHASAN Dari hasil analisis data diketahui bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jarak TP potensial dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An.sundaicus di masing-masing zona penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh wilayah dalam zona penelitian yaitu yang berjarak mulai 0 sampai dengan 375 meter, mempunyai peluang yang sama untuk didatangi nyamuk An.sundaicus. Hal ini dimungkinkan karena seluruh wilayah dalam zona penelitian, masih ada dalam jangkauan terbang nyamuk An. sundaicus yang sangat dipengaruhi oleh kelembaban nisbi udara (Depkes RI, 2001). Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan di 968

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8 No 2, Juni 2009 : 964-970 lokasi yang sama dengan metoda mark and recapture, jangkauan terbang nyamuk An. sundaicus bisa mencapai 910 meter (Hakim, 2002a); bahkan di Kabupaten Sukabumi; dengan metoda survai human biting, diketahui jangkauan terbang nyamuk An. sundaicus bisa mencapai 1.750 meter dari TP potensial (Hakim, 2002b). Selain itu, suhu dan kelebaban udara pada masing-masing pengulangannya, tidak berbeda di antara masing-masing zona penelitian. Suhu dan kelembaban udara, mempunyai pengaruh yang besar terhadap aktifitas nyamuk dan nyamuk. Nyamuk tidak bisa bertahan hidup lama pada suhu dan kelembaban udara yang ekstrim (Clement AN, 1995), suhu optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25-27 C (Depkes RI, 2001). Karena tidak berbeda di masing-masing zona penelitian, maka suhu dan kelembaban udara memberikan pengaruh yang sama terhadap aktifitas menggigit nyamuk di setiap zona penelitian. Nyamuk dapat mendeteksi CO 2 yang berasal dari keluaran proses pernapasan ataupun berasal dari sumber lainya, karena itu nyamuk akan mendatangi manusia atau ternak bahkan akan masuk kedalam perangkap CO 2 trap, makin tinggi volume CO 2 dan daya tarik lainnya, makin mudah dideteksi oleh nyamuk sehingga akan berpeluang lebih tinggi untuk didatangi oleh nyamuk(alexander, 2002). Selain itu, nyamuk juga menyukai cahaya dan akan mendatanginya (Depkes RI, 2001 dan Horsfall, (1999). Dalam penelitian ini, kepadatan penduduk mempunyai hubungan bermakna dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus, sehingga zona penelitian yang lebih tinggi kepadatan penduduknya, mempunyai proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus yang lebih tinggi dibanding zona peneleitian lainnya. Hal ini dimungkinkan karena di zona penelitian yang kepadatan penduduknya lebih tinggi, akan menghasilkan volume COa lebih banyak karena jumlah manusia yang bernapas lebih banyak; dengan demikian akan lebih mudah dideteksi oleh nyamuk. Ini selaras dengan laporan percobaan Alexander, L. (2002) yang menyebutkan bahwa CO 2 trap yang mengeluarkan CO 2 lebih besar, berhasil menangkap nyamuk yang lebih banyak; tapi dalam laporan tersebut tidak disebutkan volume CO 2 paling efektif menarik nyamuk serta spesies nyamuk apa yang paling tertarik dengan CO 2. Selain itu, zona penelitian yang lebih padat penduduknya mempunyai rumah yang lebih banyak yang juga mempunyai sumber cahaya yang lebih banyak sehingga lebih menarik nyamuk An. sundaicus untuk mendatanginya. Ini sesuai dengan hasil penelitian Horsfall, (1999) yang menyebutkan bahwa beberapa spesies nyamuk Anopheles spp. yang menjadi vector malaria, mempunyai respon positif terhadap cahaya yang dikeluarkan lampu penerangan rumah. KESIMPULAN Disimpulkan bahwa jarak tempat perkembang-biakan potensial vektor malaria dengan pemukiman penduduk yang masih berada dalam jangkauan terbang nyamuk, tidak mempengaruhi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus. Sedangkan kepadatan penduduk di wilayah yang sama, sangat mempengaruhi kepadatan nyamuk An. Sundaicus. SARAN Dalam rangka peningkatan efektifitas pengendalian malaria, maka kepadatan penduduk dan jumlah rumah, bisa dijadikan sebagai salah satu bahan dalam penentuan lokasi pengendalian vektor malaria. Dan karena kepadatan menggigit nyamuk juga dipengaruhi oleh variabel lainnya seperti arah dan kecepatan angin, rimbunnya tumbuhan dan lainnya, maka sebaiknya juga dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan variabel tersebut dengan kepadatan menggigit nyamuk baik An. sundaicus ataupun spesies lainnya. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini. Terutama kami sampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ciarnis, Kepala Puskesmas Cikembulan Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis, Camat 969

Hubungan Jarak Tempat Perindukan...(Lukman & Sugianto) Sidamulih Kabupaten Ciamis, Kepala dan seluruh warga Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis serta para teknisi yang terlibat dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Alexander, L., 2002, How Does the Carbon Dioxide Mosquito Light Trap Work? http://www.articleinsider.com/home-andgarden/pest-control/carbon-dioxidemosquito-light-trap. Clement AN, Mosquitoes Volume 2, Sensory Reception and Behaviour, CABI Publishing, 1995. Depkes RI, 2001, Pedoman Ekologi dan aspek Perilaku Vektor Malaria. Ditjen PPM&PL, Jakarta. Foster W.A., 1995, Mosquito sugar feeding and reproductive energetics. Annu. Rev. Entomol. 40:443-474. doi:10.1146/annurev.en.40.010195.002303 [PubMed] Hakim L., Sanusi A., Ivan M., Delia T., 2002a. Jangkauan Terbang Nyamuk Anopheles sundaicus Di Wilayah Selatan Kabupaten Ciamis. Laporan Kegiatan UPF-PVRP Jawa Barat. Hakim L., Suratman M., Superiyatna H, Delia T., 2002b, Jangkauan Terbang Nyamuk Anopheles sundaicus berdasarkan Penangkapan Umpan Badan di Desa Sukaresik Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi. Laporan Kegiatan UPF-PVRP Jawa Barat. Horsfall W.E. 1999. Some respons of the malaria mosquito to light. Ann Entomol Soc Am 36:41-45 Koella J.C, Sorensen F.L. Effect of adult nutrition on the melanization immune response of the malaria vector Anopheles Stephens!. Med. Vet. Entomol. 2002;16:316-320. doi:10.1046/j.!365-2915. O'Connor C.T., Sopepanto A., 1999, Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia, Ditjen PPM&PLP, Jakarta. Reisen WK, Eldridge BF, Scott TW, Gutierez A, Takahashi R, Lorenzen K, DeBenedictis J, Swartzell R, 2002. Comparison of dry icebaited centers for disease control and New jersey light traps for measuring mosquito abundance in California. J Am Mosq Control Assoc 18;158-163 Russell P.F, West L.S, Manwell R.D, MacDonals G, Practical Malariology, Oxpord University Press, London 1963. Soemarto, 1995, Dasar-Dasar Entomologi Kesehatan. Akademi Penilik Kesehatan Bandung. Soeroso T., 2003, Review Program ICDC-ADB Tahun 2002-2003, Jakarta. UPF-PVRP Jawa Barat, 2001, Laporan Validasi Data P2Malaria Kabupaten Ciamis, 2001. UPF-PVRP Jawa Barat, 2002, Bionomik Anopheles sundaicus di Kabupaten Ciamis. Laporan Kegiatan UPF-PVRP Jawa Barat Tahun 2001. WHO, 1993, A Global Strategy for Malaria Control, Geneva. 970