BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Teknologi Reproduksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

Semen beku Bagian 2: Kerbau

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

Semen beku Bagian 1: Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

RENCANA KINERJA TAHUNAN

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

Semen beku Bagian 1: Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA

iii LAPORAN KINERJA BET CIPELANG 2016 apabila dicermati BET Cipelang telah memanfaatkan anggaran dengan baik untuk hasil yang maksimal.

KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

RENCANA KINERJA TAHUNAN

Transkripsi:

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

6 TEKNOLOGI REPRODUKSI A. Kompetensi Inti : Menguasai materi, stuktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran Agribisnis Ternak Ruminansia B. Kompetensi Dasar : Menerapkan Teknologi Reproduksi pada Ternak Ruminansia C. Uraian Materi : 6.1 Deskripsi : Teknologi reproduksi pada ternak meliputi Inseminasi Buatan (IB), Transfer Embrio (TE), Fertilisasi in vitro (FIV), dan manipulasi embrio. Tujuan dari inovasi teknologi reproduksi pada ternak adalah sebagai cara atau alat untuk memperbaiki mutu genetik ternak. Dalam sumber belajar ini akan dijelaskan teknologi Inseminasi Buatan dan Transfer Embrio. 6.2 Inseminasi Buatan (IB) 6.2.1 Pengertian dan Tujuan Inseminasi Buatan IB adalah teknik untuk memasukkan semen yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan bermutu genetik unggul ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan alat khusus yang disebut insemination gun. IB merupakan bioteknologi reproduksi tepat guna dengan memmanfaatkan pejantan unggul yang memiliki potensi genetik tinggi melalui produksi semen beku atau semen cair yang diinseminasikan pada ternak sapi betina untuk memperoleh pedet unggul. Seekor sapi pejantan unggul dapat menghasilkan semen beku sebanyak 20.000 30.000 dosis. Tujuan pelaksanaan IB pada ternak ruminansia diantaranya: untuk memperbaiki mutu genetik ternak, menciptakan breed baru dan persilangan ternak (cross breeding), pemurnian dan grading up ternak ruminansia. 1

6.2.2 Kelebihan dan kekurangan IB Penerapan teknologi IB pada ternak ruminansia mempunyai banyak keuntungan, diantaranya: Menghasilkan keturunan yang baik danberkualitas secara genetik karena menggunakan spermapejantan unggul, Memanfaatkan pejantan unggul semaksimal mungkin Semen beku yang berasal dari bibit unggul dapat disebarkan di areal yang luas dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama Peternak tidak harus memelihara pejantan, sehingga biaya pakan dan waktu untuk memelihara pejantan dapat digunakan untukkeperluan lain. Betina terhindar dari penyakit veneral disease. Menghindariternak sapi betina mengalami kecelakaan dalam melakukan perkawinan alami apabila pejantan yang digunakanterlalu besar, Mengatur jarak kelahiran, Memperendek jarak kelahiran (calving interval), Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding). Disisi lain IB mempnyai beberapa kelemahan, seperti: Apabila persediaan bibit pejantan unggul habis,peternak tidak dapat memilih pejantan yang dikehendaki untuk mengikuti program peternakan yang diinginkan, Apabila prosedur IB tidak dilakukan secara wajar, maka reproduksi akan rendah, Terlalu banyak ternak sapi yang memiliki keturunan serupa atau sama dengan induknya Membutuhkan inseminator yang terlatih dan handal 6.2.3 Teknis Pelaksanaan IB Pada saat inseminator melakukan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak, ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka. Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah : 1. Permulaan birahi : 44%. 2

2. Pertengahan birahi : 82% 3. Akhir birahi : 75% 4. 6 jam sesudah birahi : 62,5% 5. 12 jam sesudah birahi : 32,5% 6. 18 jam sesudah birahi : 28% 7. 24 jam sesudah birahi : 12% Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan IB yaitu: 1) kondisi kesehatan sapi betina yang di IB. Sapi betina yang sehat sebelum dan sesudah di IB akan mampu memelihara kebuntingannya sampai melahirkan dengan baik. 2) ketepatan deteksi berahi dan waktu pelaksanaan IB. 3) kualitas semen. Semen beku harus memdapat penanganan yang benar mulai saat produksi, penyimpanan dan distribusi sampai di lapangan. 4) keterampilan inseminator. 6.2.4 Uji Kualitas Semen Dalam program IB, semen ditampung dengan tiga cara yaitu pengurutan (massage), elektro ejakulator, dan vagina buatan (VB). Uji kualitas semen dilakukan segera setelah penampungan atau sebelum diencerkan yang meliputi pemeriksaan makroskopis: volume, warna, konsistensi, ph serta perneriksaan secara mikroskopis meliputi : motilitas massa, motilitas individu, persentase hidup mati, serta konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa. Penilaian gerak massa spermatozoa (motilitas) dilakukan setelah semen diencerkan atau setelah freezing dan thawing. Evaluasi semen setelah dicairkan (post thaw /after thawing semen evaluation) untuk mengetahui seberapa baik semen dapat bertahan hidup setelah proses pembekuan/pencairan (frozen/thawing). Semen di dalam straw di thawing pada air dengan suhu 37 Cselama 30-45 detik. Motilitas post thawing rata-rata berkisar 50-70%. Kriteria penilaian gerak massa spermatozoa menurut Toelihere (1993) yaitu: Sangat baik (++++) jika terlihat adanya gelombang besar,banyak, gelap tebal dan aktif seperti gumpalan awanhitam serta bergerak cepat. 3

Baik jika terdapat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lambat. Kurang baik jika tidak terlihat gelombang melainkan gerakan gerakan individual aktif progresif. Buruk jika hanya sedikit ada gerakan-gerakan individual. Uji tambahan untuk mengevaluasi integritas akrosom dapat dilakukan meliputi uji stres jika semen diinkubasi di dalam water bath ( water incubator) pada suhu 37 C selama 2-3 jam. Semen yang memiliki motilitas rendah dan atau viabilitasnya (persentase hidup mati) menurun tidak didistribusikan untuk dijual. Spermatozoa yang hidup dan mati dapat dibedakan berdasarkan reaksinya terhadap warna tertentu. Pewarnaan semen dengan menggunakan eosin negrosin.prinsipnya yaitu eosin tidak dapat menembus membran sel hidup namun bisa mewarnai membran sel pada sel mati. Sel spermatozoa yang tidak motil dan dianggap mati dapat menyerap warna dan sel spermatozoa yang motil dan hidup tidak berwarna. 6.3 Transfer Embrio (TE) 6.3.1 Pengertian Transfer Embrio Teknologi Transfer Embrio (TE) pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah IB. Pada prinsipnya, teknik TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari ternak sapi donor, dikoleksi, dan dievaluasi kemudian ditransfer ke induk sapi resipien sampai terjadi kelahiran. TE merupakan bioteknologi reproduksi mutakhir yang sudah diaplikasikan secara terstruktur di Indonesia sejak tahun 1996 pada sapi perah dan sapi potong. Teknologi ini memang merupakan sarana yang sangat efektif untuk peningkatan mutu genetik secara cepat. Aplikasinya hanya terbatas pada sapi-sapi tertentu saja karena teknologi TE masih sangat mahal. Di Indonesia hanya ada satu Balai Embrio Ternak di Cipelang, Bogor. 4

6.3.2 Produksi Embrio secara In Vitro Produksi embrio secara in vitro mencakup tiga aspek utama, yaitu pematangan sel telur, pembuahan sel telur, dan pembiakan embrio secara in vitro. Sel telur umumnya didapat dari ovarium yang berasal dari rumah potong hewan. Sel telur dikumpulkan dengan metode aspirasi maupun slicing secepatnya setelah sapi dipotong kemudian dimatangkan secara in vitro. Pematangan dilakukan pada media sederhana sampai yang kompleks, umumnya mengandung hormon estrogen, folicel stimulating hormone (FSH), lutenaizing hormone (LH), prolaktin, dan progesteron. Hormon yang paling umum digunakan saat ini adalah FSH, estrogen, dan LH. Secara umum teknologi pematangan, pembuahan dan pembiakan untuk tujuan memproduksi embrio secara in vitro sudah sangat tersedia. Walaupun didapat variasi persentase blastosis yang disebabkan perbedaan metode pematangan, pembuahan dan pembiakan. Secara keseluruhan rataan persentase blastosis adalah 30-50%. Hambatan yang masih ada adalah ketersediaan sel telur baik secara kuantitatif maupun kualitatif di Indonesia. Beberapa masalah dan kendala yang juga harus diperhatikan dalam pengembangan teknologi TE adalah: (1) Menentukan ternak donor yang mempunyai kualifikasi yang sangat bagus (2) Metode superovulasi serta koleksi embrio yang mudah dan ekonomis (3) Evaluasi, seleksi, dan penyimpanan embrio (4) Penyediaan resipien (5) Proses transfer embrio dan Kesiapan ternak resipien. 5