implementasi semen sexing dalam kemasan straw cair pada sapi PO di kondisi usaha ternak rakyat di Kabupaten Pasuruan, jawa Timur

dokumen-dokumen yang mirip
OBSERVASI KUALITAS SEMEN CAIR SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERBEDAAN WAKTU INKUBASI PADA PROSES PEMISAHAN SPERMATOZOA

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

PENGARUH PENGGUNAAN RAK STRAW SELAMA EQUILIBRASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PERANAKAN ONGOLE

KUALITAS SPERMATOZOA SAPI PO HASIL SEXING DENGAN TEKNIK SENTRIFUGASI MENGGUNAKAN GRADIEN PUTIH TELUR DALAM BEBERAPA IMBANGAN Tris-buffer: SEMEN

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO INDUK PADA POLA PERKAWINAN BERBEDA DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT: STUDI KASUS DI KABUPATEN BLORA DAN PASURUAN

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

Pengaruh Lama Thawing terhadap Kualitas Semen Beku Sapi Limousin dan Brahman

APLIKASI INSEMINASI SEMEN HASIL SEXING PADA SAPI INDUK PERANAKAN ONGOLE

EVALUASI KUALITAS SPERMATOZOA HASIL SEXING PADA KEMASAN STRAW DINGIN YANG DISIMPAN PADA SUHU 5 C SELAMA 7 HARI

KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN

APLIKASI TEKNOLOGI PEMISAHAN SPERMA PADA SAPI PO

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI WILAYAH LAHAN KERING PULAU BALI

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross

Proporsi X dan Y, Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Domba Sesudah Pemisahan dengan Albumin Putih Telur

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C

IDENTIFIKASI POLA PERKAWINAN SAPI POTONG DI WILAYAH SENTRA PERBIBITAN DAN PENGEMBANGAN

LAPORAN AKHIR TAHUN I PROGRAM VUCER MULTITAHUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

PENGARUH PENAMBAHAN GLUTATHIONE

UJI FERTILITAS SEMEN CAIR PADA INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen beku dan semen cair pada sapi Peranakan Ongole

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

KUALITAS SPERMA HASIL PEMISAHAN YANG DIBEKUKAN MENGGUNAKAN RAK DINAMIS DAN STATIS

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG. Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

THE COMPARITION OF MOTILITY AND PROPORTION OF SEXING AND WITHOUT SEXING SPERMS OF ONGOLE CROSS-BRED BULL

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

PROPORSI X DAN Y, VIABILITAS DAN MOTILITAS SPERMATOZOA DOMBA SESUDAH PEMISAHAN DENGAN PUTIH TELUR

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO DENGAN SKOR KONDISI TUBUH YANG BERBEDA PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN MALANG

KUALITAS DAN PROPORSI SPERMATOZOA X DAN Y SAPI Limousin SETELAH PROSES SEXING MENGGUNAKAN GRADIEN DENSITAS ALBUMIN PUTIH TELUR ABSTRACT

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

Kualitas Semen Produksi UPTD Bengkulu dan Tingkat Keberhasilan Inseminasi pada Sapi Bali dan Peranakan Simental di Bengkulu

PERFORMANS SAPI BALI INDUK SEBAGAI PENYEDIA BIBIT/BAKALAN DI WILAYAH BREEDING STOCK BPTU SAPI BALI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI PEJANTAN PADA PENYIMPANAN DAN LAMA SIMPAN YANG BERBEDA

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

PEMBIBITAN SAPI LOKAL (PO) DI PETERNAKAN RAKYAT (DESA BODANG KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG)

EFEKTIFITAS INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG MENGGUNAKAN SEMEN CAIR

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN CHOLESTEROL DAN KUNING TELUR DI DALAM BAHAN PENGENCER TRIS-SITRAT DAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP KUALITAS SEMEN CAIR SAPI POTONG

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER

Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin

PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C

TEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN Latar Belakang

AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN:

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Semen beku Bagian 1: Sapi


PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI EJAKULASI TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SAPI ACEH

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

KORELASI KADAR ph SEMEN SEGAR DENGAN KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

Transkripsi:

implementasi semen sexing dalam kemasan straw cair pada sapi PO di kondisi usaha ternak rakyat di Kabupaten Pasuruan, jawa Timur Lukman Affandhy *, W.C. Pratiwi dan D. Ratnawati Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan, Jawa Timur *Email : lukmanaffandhyc-@telkom. net Abstract This study was designed to examine the implementation of sexing technology through sperm separation of chilled semen of beef cattle in Pasuruan District, East Java Province. The X and Y chromosom of Ongole Crossbreed spermatozoa from sperm separation each was inseminated artificially to 40 cows in Sub District of Wonorejo (wet area) and Sub District of Nguting (dry area). The results showed that service per conception (S/C) was 1.1 and conception rate (CR) was 81.0% (X chromosom) and 67.4% (Y chromosom) in Wonorejo Sub District. The data from Nguting Sub District showed that the S/C was 1.1 and CR 70.7% (X chromosom) and 71.2% (Y chromosom). The calve produced from X chromosom insemination in the Sub District of Wonorejo were 66.7 and 33.3% for female and male, respectively, white from Y chromosom insemination were 25 and 75% for female and male, respectively. In Sub District of Nguting, insemination with X chromosom resulted 88.9% female valves and 11.1% mate calves, while insemination with Y chromosom resulted 33.3% female calves and 66.7% male calves. Key words : chromosom, sexing, artificial insemination Pendahuluan Untuk mendukung program kecukupan daging 2010 telah dilakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan produktivitas maupun populasi sapi potong melalui pengembangan teknolgi reproduksi antara lain implementasi inovasi teknologi sexing. Teknologi sexing merupakan salah satu teknologi untuk memperoleh kelahiran pedet sesuai dengan yang diinginkan, yaitu anak sapi jantan dan atau betina ; di samping bermanfaat sebagai pengembangan plasma nutfah dan menunjang program IB / transfer embrio (Yuliani, 2008). Untuk menghasilkan bibit dan calon bakalan yang baik serta sesuai dengan harapan tidaklah mudah, untuk itu diperlukan teknologi reproduksi yang tepat, praktis dan ekonomis. Salah satu teknologi yang bisa diterapkan adalah proses pemisahan spermatozoa X dan Y. Teknologi pemisahan spermatozoa XY dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu filtrasi sephadex, sedimentasi, albumin colum, elektroforens dan XY antigen (Rachmawati, 1999) ; di samping menggunakan analisis DNA dengan teknik sitometer sel untuk menentukan khromosom X dan Y (Rens, 1999) maupun teknik fluorescence in situ hyhridisation (Anonimus, 2001). Garner and Sciedel (2000) menyatakan bahwa tingkat Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008 123

keberhasilan teknologi pemisahan spermatozoa XY mencapai 85-95%. Penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa XY dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13 % dan diperoleh tingkat kebuntingan 40% (Susilawati, 2002a, Susilowati, 2002 b ). Hasil penelitian Kaiin et al. (2004) menyatakan bahwa motilitas spermatozoa X (45 %) dan Y (40 %). Namun pada beberapa penelitian tentang sexing, khususnya di Indonesia belum memperoleh hasil yang optimal seperti beberapa laporan penelitian, diantaranya laporan penelitian tentang aplikasi spermatozoa X dan Y pada sapi induk PO pada kondisi peternak dengan menggunakan semen cair memperoleh hasil conception rate (CR) pada straw X mencapai 42,9 % dan straw Y mencapai 56,3 % dengan posisi IB pada pertengahan cornua uteri/4+ (Pamungkas et al., 2004) dan ketepatan fraksi atas pada spermatozoa X sebesar 53 % dan spermatozoa Y sebesar 47 % (Affandhy et al., 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lagi hingga diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan harapan. Teknologi sexing umumnya dapat diinovasikan melalui teknik insemnasi buatan (IB) semen beku pada ternak, bahkan beberapa perusahaan telah memproduksi khromosom X dan Y untuk dikomersilkan (Garner and Sciedel, 2008), termasuk Balai Insemnasi Buatan di Indonesia. Teknologi reproduksi sexed sperm dalam kemasan semen cair (chilled semen) belum banyak dikembangkan di lapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi keberhasilan sexing dalam kemasan semen cair pada sapi potong di tingkat usaha peternakan rakyat di Kab. Pasuruan, Jawa Timur. Mated dan Metode Aplikasi kegiatan penelitian ini merupakan upaya untuk mendapatkan informasi penggunaan IB semen hasil sexing (sperm separation) spermatozoa X dan Y dalam kemasan straw semen cair (chilled semen) di tingkat peternak. Penelitian dilakukan di kabupaten Pasuruan Jawa Timur selama satu tahun (Juli 2006 sampai dengan Juli 2007) dengan cara mengimplementasikan spermatozoa X dan Y hasil sexing semen cair pejantan PO melalui teknologi IB pada sapi potong induk milik peternak di Kec. Wonorejo (lahan basah) dan Kec. Nguling (lahan kering). Masing-masing lokasi sejumlah 80 ekor induk sapi potong (40 ekor di-ib dengan fraksi atas/spermatozoa X dan 40 ekor induk di-ib dengan fraksi bawah/spermatozoa Y). Lahan basah adalah >60 % berupa lahan persawahan dan lahan kering adalah >60 % berupa tanah tegal/ladang. Teknologi pemisahan menggunakan bahan pengencer tris-sitrat kuning telur tanpa gliserol dengan rasio pengencer dan semen adalah 2 :3 dalam doses 100 juta/ml semen cair (0,25 mudoses). Sebelum dilakukan proses pemisahan spermatozoa terlebih dahulu dilakukan penampungan semen dengan menggunakan vagina buatan. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kualitas semen segar meliputi : volume, warna konsistensi, ph, gerakan massa, motilitas, persen hidup sperma hidup dan konsentrasi sperma. Prosedur cara pembuatan semen cair hasil sexing sebagai berikut : 1. Persiapan bahan dan peralatan, yaitu tris amino methane, asam sitrat, fruktosa, aquades, penicillin, streptomicin, kuning telur (bahan), erlenmeyer, gelas ukur, timbangan digital, mikroskop, cooler 5 C, sentrifugasi dan lain-lain (alat). 1 24 Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008

2. Pembuatan pengencer Tris ; dengan cara menimbang tris amino methane 3,028 g yang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer berisi 100 ml aquades dan diaduk ; selanjutnya ditambahkan 1,675 g asam sitrat, 1,250 g fruktosa, 0,113 g penicillin dan 0,100 g streptomicin. 3. Membersihkan telur ayam dengan alkohol 70 %, pisahkan kuning telur dan putih telur, untuk menghilangkan putih telur yang menempel, letakkan kuning telur diatas kertas saring ; selanjutnya membuat bahan pengencer tris amino methan kuning telur 10 dengan komposisi kuning telur 10 ml dan tris amino methan 90 ml sehingga volume total tetap 100 ml. 4. Pembuatan pengencer sexing ; dengan cara : menyiapkan tabung reaksi untuk membuat gradien putih telur, dengan cara : menyaring putih telur dan pipet bagian yang encer. Selanjutnya membuat gradien putih telur (GPT) dengan konsentrasi 30% (0,6 ml putih telur dan 1,4 ml pengencer) dan konsentrasi 10% (0,2 ml putih telur dan 1,8 ml pengencer), masing-masing diaduk sampai homogen. Memasukkan GPT 10% secara perlahan-lahan ke dalam tabung reaksi GPT 30% (Tabung 1). 5. Membuat pengenceran semen dengan rasio pengencer dan semen 2 :3, selanjutnya dengan cara (1) menyiapkan 2 ml pengencer A di dalam tabung reaksi dan letakkan dalam waterbath dengan suhu 35'C (Tabung 2), (2) menambahkan 3 ml semen segar yang telah diperiksa kualitasnya kedalam tabung 2, (3) memasukkan 1 ml semen yang telah diencerkan (Tabung 2) kedalam tabung yang berisi GPT 30%dan 10% (Tabung 1), inkubasi selama 25 menit, (4) memasukkan masing-masing 3 ml pengencer dalam 2 tabung reaksi untuk lapisan atas dan lapisan bawah (Tabung 3 dan Tabung 4), (5) memasukkan 2 ml lapisan atas kedalam Tabung 3 dan 2 ml lapisan bawah ke dalam tabung 4, (6) sentrifugasi selama 5 menit pada 1500 rpm, (7) membuang supernatan (3 ml), (8) memeriksa kualitas hasil pemisahan, yang meliputi : Motilitas, ph dan viabilitas (9) menghitung konsentrasi untuk menentukan jumlah pengenceran dengan menggunakan rumus : Konsentrasi = jumlah spermatozoa x 400 x 50.000 ; dimana 400 = kali pengenceran dan 50.000 adalah volume tabung. 6. Menambahkan pengencer dari hasil hitungan dengan menggunakan rumus : Al. VI = A2. V2 ; dimana Al = Konsentrasi setelah pemisahan, V1 = Volume terakhir (2 ml), A2 = Konsentrasi pengenceran dan V2 = Volume penambahan. 7. Penyimpanan hasil sexing dilakukan secara bertahap dengan cara mengatur suhu pada 33 C, kemudian suhu diturunkan sampai dengan 15 C, 10 C dan akhinya sampai suhu 5 C (pada tiap penurunan suhu dilakukan penambahan pengencer secara bertahap). Proses penyesuaian suhu berlangsung antara 1-2 jam. 8. Melakukan pemeriksaan kualitas semen dengan motilitas > 40 % dan sperma hidup > 50 %, selanjutnya dilakukan pengisian semen cair dalam straw dan disimpan dalam suhu 5 C atau diinseminasikan lansung pada sapi betina yang sedang birahi di lapang. Data dianalisis secara deskriptif dengan paramater yang diamatai meliputi service per conception (S/C), non return rate/nrr (60-90 hari), conception ratelcr, tingkat kesesuaian kelahiran pedet dan respon peternak. Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008 1 2 5

Hasil Data implementasi pengembangan IB hasil sexing dalam kemasan semen cair yang dilaksanakan di kecamatan Nguling dan Wonorejo, Kab. Pasuruan disajikan pada Tabel 1 dan 2. Performans reproduksi induk Tabel 1 Performans reproduksi induk sapi PO melalui implementasi IB sexing semen cair di peternak di wilayah Kecamatan Nguling dan Wonorejo Kab. Pasuruan Parameter Kec. Nguling* Kec. Wonorejo** X Y X Y Jumlah akseptor IB (ekor) 40 40 40 40 S/C 1,1 ± 0,3 1,1 ± 0,3 1,1 ± 0,2 1,1± 0,3 NRR 60-90 hari (%) 77,5 83,3 92,7 85,4 CR (%) 70,7 71,2 81,0 67,4 Keterangan : * = lahan kering dan * * lahan basah Hasil implementasi semen cair hasil sexing (Tabel 1) menunjukkan bahwa nilai S/C pada sapi induk yang diinseminasi dengan spermatozoa X dan Y pada kedua wilayah lahan kering di kec. Nguling maupun lahan basah di Kec. Wonorejo adalah kurang dari dua (1,1 kali). Hasil kebuntingan di Kec. Wonorejo pada sapi induk memperoleh CR sebesar 81,0 % (IB semen cair dengan spermatozoa X) dan 67,4 % (IB semen cair dengan spermatozoa Y) ; sedangkan hasil kebuntingan di Kec. Nguling pada sapi induk memperoleh CR sebesar 70,7 % (IB semen cair dengan spermatozoa X) dan 71,2 % (IB semen cair dengan spermatozoa Y) Proporsi kelahiran pedet Tabel 2 Proporsi kelahiran pedet hasil sexing semen cair di peternak di wilayah Kecamatan Nguling dan Wonorejo Kab. Pasuruan Parameter Kec. Nguling* Kec. Wonorejo ** Anak Jantan Anak Betina Anak Jantan Anak Betina Fraksi atas/x(%) 11,1 (n = 2) 88,9 (n = 16) 33,3 (n = 7) 66,7 (n = 14) Fraksi bawah/y(%) 66,7 (n=18) 33,3 (n=9) 75,0 (n=15) 25,0 (n=5) Keterangan: * = lahan kering dan ** lahan basah Hasil implementasi semen cair sexing yang di lakukan di Kec. Nguling (lahan kering) pada sapi induk yang di-ib dengan fraksi atas (spermatozoa X perkirakan sebagai calon sapi betina) telah dilahirkan 88,9 % pedet betina dan 11,1 % pedet jantan dan pada fraksi bawah (spermatozoa Y perkirakan sebagai calon sapi jantan) telah dilahirkan 66,7 % pedet jantan dan 33,3 % pedet betina. Sedangkan hasil di Kec. Wonorejo (lahan basah) bahwa pada sapi induk yang di-ib dengan fraksi atas (spermatozoa X perkirakan sebagai calon sapi betina) telah dilahirkan 66,7 % pedet betina dan 33,3 % pedet jantan dan pada fraksi bawah (spermatozoa Y perkirakan sebagai calon sapi jantan) telah dilahirkan 75,0 % pedet jantan dan 25,0 % pedet betina (Tabel 2). Respon peternak Respon peternak terhadap program teknik IB hasil sexing semen cair pada dua kecamatan di kabupaten Pasuruan disajikan pada Tabel 3. 1 2 6 Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

Tabel 3 Respon peternak terhadap IB sexing di Kec. Nguling dan Wonorejo, Kab.Pasuruan Wilayah IB Respon peternak Kec. Nguling* Kec. Wonorejo ** X Y X Y Jumlah respondens (orang) 40 40 40 40 Keinginan kelahiran pedet : Jantan (%) 70,3 67,3 72,3 60,5 Betina ( 0/6) 0,0 0,0 17,0 27,9 Jantan/betina sama 29,7 38,8 10,6 11,6 Respon program sexing Setuju 67,6 59,6 87,2 83,7 Ragu-ragu 32,4 40,4 12,8 14,0 Tidak setu'u 0,0 0,0 0,0 2,3 Keterangan : * = lahan kermg dan * * lahan basah Semua responden di wilayah kecamatan Nguling dan Wonorejo dalam introduksi inovasi teknologi sexing dan implementasi pengembangan program teknik 1B hasil sexing semen cair mendapat respon positif, yaitu > 60 % memperoleh jawaban setuju program sexing, namun 60-70 % peternak mengharapkan anak yang dilahirkan dari program sexing adalah anak jantan (Tabel 3). Pembahasan Performans reproduksi induk Hasil implementasi semen cair hasil sexing menunjukkan bahwa nilai S/C pada kedua wilayah tersebut adalah lebih kecil dua (1,1 kali) (Tabel 1). Rendahnya nilai S/C disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kualitas straw, ketepatan IB, keterampilan inseminator serta kondisi induk dan pakan yang baik (Yusran et al., 2001). Nilai NRR dan CR yang tertinggi diperoleh pada implementasi semen cair hasil sexing pada fraksi atas (spermatozoa X) di wilayah Wonorejo dibandingkan dengan lapisan bawah (spermatozoa Y) pada wilayah yang sama, maupun pada kedua fraksi atas/bawah di wilayah Nguling (Tabel 1). Hal ini berkaitan dengan tingkat sosial budaya masyarakat dan kesuburan lahan di wilayah Kec. Wonorejo yang lebih baik (lahan basah) daripada Kec. Nguling yang merupakan lahan kering atau tegalan yang berpengaruh terhadap kebutuhan pakan ternak. Kondisi sosial budaya (pengetahuan) masyarakat akan berpengaruh terhadap ketepatan peternak dalam mendeteksi birahi pada sapi induk. Faktor deteksi birahi sangat penting dalam kaitannya dengan tingkat kejadian kebuntingan pada ternak, yang pada akhimya akan berdampak pada performans reproduksi sapi induk. Tingkat kebuntingan juga dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan body condition (Wardhani et al., 1993 ; Hafez, 2000). Nilai CR di semua lokasi implementasi semen cair hasil sexing adalah >60%, lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya yaitu, ujicoba spermatozoa X dan Y pada sapi induk PO pada kondisi peternak dengan menggunakan semen cair diperoleh nilai CR pada straw X sebesar 42,9 % dan straw Y sebesar 56,3 % (Pamungkas et al., 2004) ; demikian pula sexing yang dilakukan pada sapi perah dara memperoleh persentase kebuntingan kurang dari 50 % (Cerchiaro, 2007). Aplikasi kegiatan penelitian ini merupakan upaya untuk mendapatkan informasi penggunaan IB semen hasil sexing (sperm separation) spermatozoa XY dalam kemasan straw semen cair (chilled semen) di tingkat peternak. Untuk memperoleh informasi keberhasilan kelahiran pedet dari hasil sexing dalam kemasan straw cair di dua kecamatan disajikan pada Tabel 2. Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008 1 2 7

Proporsi kelahiran pedet Implemetasi pengembangan sexing semen cair di kecamatan Nguling dan Wonorejo Kab. Pasuruan memperoleh kelahiran pedet seperti pada Tabel 2 hampir sama dengan dilakukan penelitian sebelumnya, yaitu pada fraksi atas (X) memperoleh kelahiran pedet betina dan jantan masing-masing adalah 60 dan 40 %; sedangkan pada fraksi bawah (Y) memperoleh kelahiran pedet betina dan jantan masing-masing adalah 28,6 dan 71,4 % (Affandhy et al., 2006). Dengan demikian tingkat keberhasilan kemungkinan salah satunya dipengaruhi oleh keefektifan bahan pemisah spermatozoa yaitu putih telur, sebagaimana laporan dan i Susilawati (2002 a) bahwa penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13 demikian pula hasil pemisahan spermatozoa dengan menggunakan gradient putih telur yang di IB-kan pada sapi PO memperoleh kebuntingan 40% (Susilawati, 2002b). Respon peternak Implementasi pengembangan program teknik IB hasil sexing semen cair mendapat respon positif, yaitu > 60 % memperoleh jawaban setuju program sexing, namun 60-70 % petemak mengharapkan anak yang dilahirkan dari program sexing adalah anak jantan (Tabel 3). Hal ini berkaitan dengan harga penjualan pedet jantan lepas lebih mahal daripada harga pedet betina pada sapi potong, di samping pertumbuhan cepat dan dapat dipelihara sebagai pemacek jika memiliki performans yang baik (Pamungkas et al., 2004). Kesimpulan dan Saran Implementasi pengembangan semen cair hasil IB sexing dalam kemasan straw cair pada sapi potong di usaha ternak rakyat di Kab. Pasuruan menunjukkan respon positif dengan ditunjukkan rendahnya service per conception dan tingginya conseption rate serta ketepatan proporsi kelahiran pedet mencapai 67-89 %. Teknik sexing dalam kemasan straw cair dapat dikembangkan pada usaha peternakan rakyat sesuai dengan harapan dengan biaya pembuatannya lebih efisien. Daftar Pustaka Affandhy, L., D. Pamungkas, Hartati, P.W. Prihandini, P. Situmorang dan T. Susilowati. 2005. Peningkatan produktivitas sapi potong melalui efisiensi reproduksi : Aplikasi pengembanhgan semen cair dan teknik pemisahan spermatozoa pada sapi potong. Laporan Penelitian. Loka Penelitian Sapi Potong. Affandhy, L., D. Pamungkas, P.W. Prihandini, D.B. Wijono, P. Situmorang dan W.C. Pratiwi. 2006. Peningkatan produktivitas sapi potong melalui efisiensi reproduksi : Uji coba teknologi IB hasil sexing dalam kemasan straw cair di lapang. Laporan Penelitian. Loka Penelitian Sapi Potong. Anonimus. 2001. New method offers improved sex sorting for livestock. Germplasm and Gamete Physiology Laboratory, Agricultural Research Service, Department of Agriculture, Beltsville, Maryland. Cerchiaro, I., M. Cassandro, R. Dal Zooto, P. Carnier and L. Gallo. 2007. Afield study on fertility and purity of sex-sorted cattle sperm. Dairy Sci. 2007. 90 :2539-2542. Garner, D.L. and G.E. Seidel. 2000. Sexing Bull Sperm. Animal Reproduction and Biotechnology laboratory, Colorado State Univ. Foothills Research Campus, Fort Collins, Colorado, USA. 1 2 8 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

Garner, D.L. and G.E. Seidel. 2008. History of commercializing sexed semen for cattle. Theriogenology, 2008 Apr 15, 69 (7) 886-95. Epub 2008 Mar 17. Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7rh Edition. Reproductive Health Center. IVF Andrology Laboratory. Kiawah Island, South Carolina, USA. pp 509. Kaiin, E.M., M. Gunawan, S. Said dan B. Tappa. 2004. Fertilisasi dan perkembangan oosit hasil IVF dengan sperma hasil pemisahan. Proseding Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor 4-5 Agustus, 2004 : 21-25. Pamungkas, D., L. Affandhy, A. Rasyid, D.B. Wijono dan T. Susilowati.2004. Teknologi pemisahaan spermatozoa sapi potong. Laporan Penelitian. Loka Penelitian Sapi Potong. Rachmawati, A. 1999. Kapasitas dan reaksi akrosom spermatozoa sapi Bali hasil filtrasi dengan sphadex G-200 menggunakan pengencer yang berbeda sebelum dan sesudah proses pembekuan. Fak. Peternakan Univ. Brawijaya (Skripsi) Rens, W., G.R. Welch, L.A. Johnson. 1999. Improved flow cytrometric sorting of X- and Y- chromosome bearing sperm : substantial increase in yield of sexed semen. Germplasm and Gamete Physiology Laboratory, Agricultural Research Service, U.S Department of Agriculture, Beltsville, Maryland. Susilawati, T. 2002$. Pembekuan spermatozoa sapi Limousin hasil sexing dengan gradient konsentrasi putih telur. Fak. Peternakan. Univ. Brawijaya. (Laporan) Susilawati, T. 2002b Tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada sapi Peranakan Ongole menggunakan hasil sexing dengan gradient konsentrasi putih telur. Fak. Peternakan. Univ. Brawijaya. (Laporan). Wardhani, M.K., A. Musofie, U. Umiyasih, L. Affandhy, M.A. Yusran dan D.B. Wijono. 1993. Pengaruh perbaikan gizi terhadap kemampuan reproduksi sapi Madura. Dalam : Komarudin- Ma'sum et al. (Ed). Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura Sub Balitnak Grati. 164-167. Yulliani, E. 2008. Produksi masal anak sapi Bali jenis kelamin tertentu melalui IB dengan sperma sexing. Webmaster : webadmin@,qustaka-deptan.go.i d (2 Oktober 20081, Yusran, M.A., L. Affandhy dan Suyamto. 2001. Pengkajian Keragaan, Permasalahan dan alternatif solusi program IB sapi potong di Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001. Puslitbang. Peternakan. Bogor, hal. 155-167. Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008 1 2 9