BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB 2. Tinjauan Pustaka

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

GAMBARAN ATTACHMENT BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA MEDIA SOSIAL DI JAKARTA

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).

BAB 2. Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

Bab I Pendahuluan. membutuhkan orang lain. Menjalin interaksi dengan individu lain dan lingkungan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Keberadaan internet sebagai media komunikasi baru memiliki kelebihan

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Masalah Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan

BAB I PENDAHULUAN. penting menuju kedewasaan. Masa kuliah akan menyediakan pengalaman akademis dan

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

GAYA KELEKATAN ( ATTACHMENT STYLE

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Tidak hanya dengan menggunakan komputer atau laptop saja, tetapi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama (SMP) atau sederajat. Jenjang pendidikan ini dimulai dari kelas X sampai kelas XII

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Adanya kehidupan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian lanjutannya. Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mengemukakan bahwa attachment adalah ikatan emosional yang dialami oleh anak ketika berinteraksi dengan figur tertentu, dimana anak menginginkan kedekatan dengan figur tersebut dalam situasi-situasi tertentu seperti ketika ketakutan dan kelelahan. Bowlby (dalam Mikulincer dan Shaver, 2007) menambahkan perilaku attachment merupakan tingkah laku dimana individu berusaha untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan individu lainnya. Ainsworth (dalam Mikulincer dan Shaver, 2007) dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa perilaku attachment telah timbul sejak berusia 6 bulan. Interaksi sosial awal antara anak dan ibu atau caregiver (pengasuh) selanjutnya menjadi dasar bagi perkembangan kepribadian anak. Ibu atau caregiver (pengasuh) sebagai orang terdekat pertama bagi anak, berperan dalam memberikan cara pengasuhan yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis anak. Pemenuhan kebutuhan psikologis anak dapat diwujudkan ibu lewat kasih sayang, rasa cinta, perhatian, rasa aman, dan kooperatif serta responsif terhadap kebutuhan orang lain. 2.1.2 Attachment Dewasa Setiap individu memiliki ikatan dengan orang lain, tetapi setiap individu memiliki kualitas ikatan berbeda. Ada individu yang cepat untuk akrab atau dekat dengan orang baru, tidak malu untuk memulai suatu percakapan, jika memiliki pasangan akan merasa nyaman dan tenang dengan keberadaan pasangannya. Tetapi ada juga individu yang sulit untuk membina suatu hubungan dengan orang lain, baik berupa hubungan percintaan atau hubungan pertemanan. Individu seperti ini biasanya pemalu 7

dan tidak pernah berani untuk mengekspresikan perasaannya. Ia juga biasanya merasa takut jika memiliki pasangan. Ia merasa pasangannya akan berlaku tidak jujur terhadap dirinya. Bowlby (1982) menyatakan bahwa hubungan Attachment pada bayi mempunyai kemiripan dengan hubungan yang terjadi di masa dewasa dan menggambarkan beberapa perbandingan pada sejumlah hubungan dekat antara orang tua dan anak serta hubungan persahabatan biasa. Namun, bentuk hubungan antara anak-anak dan orang dewasa memiliki penekanan yang berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh kecenderungan anak-anak untuk memiliki kelekatan dengan orang yang dianggap istimewa yaitu ibu atau pengasuh. Sedangkan orang dewasa memiliki penekanan hubungan yang lebih luas lagi, seperti persahabatan, percintaa, pekerjaan dan sebagainya. Perbedaan tersebut mendasari Bartholomew (1990) menggunakan istilah adult attachment untuk attachment pada orang dewasa. Bartholomew menginterpretasikan dimensi dari ide-ide Bowlby (1969/1982) tentang model kerja internal diri dan lainnya. Ia mengusulkan bahwa dimensi Anxiety dikonseptualisasikan sebagai "model of self" (positive vs negative) yang menggambarkan penilaian akan seberapa berharga dirinya sehingga memunculkan harapan bahwa orang lain akan memberi respon terhadap mereka secara positif, dan dimensi Avoidance dikonseptualisasikan sebagai "model of others" (positive vs negative) yang menggambarkan penilaian seberapa orang lain dapat dipercaya dan diharapkan untuk memberikan dukungan dan perlindungan yang dibutuhkan. Dia menunjukkan bahwa kombinasi dari dua dimensi dapat didefinisikan dalam empat, bukan tiga, pola attachment dalam ruang dua dimensi (Shaver& Mikulincer, 2007). Hal ini kemudian disempurnakan oleh Bartholomew Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) menjadi empat pola berdasarkan karakteristik khusus yang membedakan dua subpola avoidance, yaitu dismissing dan fearful. Menurut Bartholomew (dalam Mikulincer & Shaver, 2007), working model of self dapat diperlakukan secara dikotomi sebagai positif dan negatif, demikian juga model of others. Kombinasi antara working model of self yang positif dan negatif dengan working model of others yang juga positif dan negatif akan menghasilkan empat variasi pola-pola adult attachment, yaitu:

1. Attachment Secure Memiliki persepsi yang positif terhadap dirinya dan orang lain. Artinya ia memiliki keyakinan bahwa dirinya berharga, dan mengharapkan orang lain menerima dan responsif terhadap dirinya, serta merasa nyaman dengan intimacy dan otonomi. Pola secure menginginkan hubungan yang mendalam namun terdapat keseimbangan antara kelekatan dengan pasangan dan otonomi dalam hubungan tersebut. Mereka merasa nyaman dengan kedekatan, namun juga menghargai otonomi dan merasa lebih berbahagia dengan hubungan yang dijalani apabila kedua kebutuhan tersebut dipenuhi. Umumnya pola ini memiliki self esteem dan percaya diri, serta jarang meragukan diri sendiri dalam berelasi dengan orang lain (dalam Feeney and Noller,1996). 2. Attachment Avoidant-Fearful Memiliki persepsi yang negative terhadap diri dan orang lain. Pola ini percaya bahwa orang lain tidak dapat diandalkan dan merasa dirinya tidak berharga untuk mendapatkan respon emosional. Pola fearful memiliki tujuan utama mempertahankan jarak (emosional) dengan orang lain dan mencegah orang lain untuk menjalin hubungan terlalu dekat dengannya. Pola ini memiliki prasangka terhadap motivasi orang lain yang menjalin hubungan dengannya. Mereka memandang orang lain tidak dapat diandalkan dan dipercaya. Dalam keadaan tertekan fearful cenderung menampilkan emosi yang dirasakan namun menolak untuk meminta perlindungan dan dukungan orang lain (Shaver, Collin, & Clark,1995). 3. Attachment Preoccupied Memiliki persepsi yang positif terhadap orang lain, tapi negatif terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, mereka kurang merasa dirinya berharga, namun memiliki harapan dan pandangan positif bahwa orang lain akan menyediakan responsivitas emosional yang diperlukan. Mereka memandang orang lain sebagai sulit dimengerti dan sangat kompleks. Pada saat-saat penuh tekanan mereka menunjukkan distress dan sangat mendambakan

respon dari orang lain untuk membantunya. 4. Attachment Avoidant-Dismissing Memiliki persepsi positif mengenai dirinya, tapi negatif terhadap orang lain. Individu dengan pola ini memberi makna yang tinggi terhadap dirinya, dan lebih memilih mempertahankan self worth daripada menjalin hubungan intimacy dengan orang lain. Selain itu, pola ini juga memandang orang lain sebagai tidak dapat dipercaya dan tidak dapat diandalkan, sehingga dalam rangka melindugi diri, perilaku menghindar menjadi penting. Pola dismissing memiliki tujuan utama mempertahankan jarak (emosional) dengan orang lain dan mencegah orang lain untuk menjalin hubungan yang terlalu dekat dengannya. Pola ini memiliki prasangka terhadap motivasi orang lain menjalin hubungan dengannya. Mereka memandang orang lain tidak dapat diandalkan dan dipercaya. Dalam keadaan tertekan, pola dismissing cenderung menekan emosi negatif yang dirasakannya (Shaver, Collin,& Clark, 1995). 2.2 Problematic Internet Use 2.2.1 Definisi Problematic Internet Use Problematic Internet Use (PIU) adalah suatu sindrom multidimensional yang merupakan kumpulan dari gejala-gejala kognitif, emosional, dan tingkah laku yang berdampak pada kesulitan dalam menjalankan kehidupan nyata orang yang bersangkutan (Morahan-Martin& Schumacher, 2003). Davis (2001) berpendapat bahwa PIU meningkat cukup tinggi disebabkan oleh lingkungan sosial unik yang saat ini semakin mudah dan tersedia secara online. Penelitian lain juga menunjukkan efek negative dari penggunaan internet cenderung berasal dari kalangan mereka yang menggunakan internet untuk aktivitas interpersonal (misalnya chatting, game interaktif, instant message) dan online di internet untuk bertemu orang lain di dunia maya, membentuk suatu hubungan sosial, dan mencari dukungan emosional (Morahan-Martin, 2003). Menurut peneliti berdasarkan penjelasan diatas, PIU adalah suatu sindrom multidimensional yang merupakan kumpulan dari gejala-gejala kognitif, emosional, dan tingkah laku yang berdampak pada kesulitan dalam menjalankan kehidupan nyata yang melibatkan kegiatan

online di dunia maya untuk mengatasi mood yang negative, yakni mengurangi stres, perasaan kesepian, depresi dan kecemasan sehingga seringkali menghasilkan hal-hal negatif dari berbagai macam aspek kehidupan. 2.2.2 Dimensi PIU Menurut Caplan (2005), PIU adalah konstruk multidimensi yang terdiri dari kognitif, emosional, dan gejala perilaku yang terkait dengan penggunaan internet yang berlebihan sehingga mengakibatkan kesulitan dalam mengelola kehidupan sehari-hari. Menurut Caplan (2003), pada awalnya dimensi PIU yaitu : 1. Mood Alteration Penggunaan internet untuk memfasilitasi beberapa perubahan afektif yang negative, yaitu ketika dalam penggunaan internet, seseorang mengalami emosi yang sedang negatif seperti marah atau kesal maka orang tersebut akan menggunakan internet untuk mengeluarkan perasaannya di tempat lain. 2. Perception of social benefits online Adanya manfaat yang dirasakan dari penggunaan internet, yaitu terlihat bahwa ketika penggunaan internet ternyata banyak sekali manfaat yang diperoleh, seperti mendapatkan informasi. 3. Compulsive use Ketidakmampuan untuk mengendalikan aktifitas online, yaitu ketika dalam penggunaan internet, sulit sekali untuk mengendalikannya seperti berhenti untuk menggunakan internet. 4. Excessive use Waktu online yang melebihi batas normal atau biasanya, seperti waktu yang dipakai untuk menggunakan internet berlebihan, kemungkinan dapat berjam- jam. 5. Withdrawl

Kesulitan untuk menjauhi internet, yaitu adanya pemikiran dan perilaku yang sulit untuk mengontrol penggunaan internet dan ingin berhenti dalam pemakaian waktu yang melebihi biasanya. 6. Perceived social control Interaksi sosial secara online lebih disukai dibandingkan harus komunikasi dengan tatap muka, seperti terkadang seseorang lebih menyukai komunikasi dengan orang lain melalui online daripada harus bertatap muka atau berkomunikasi secara langsung dengan orang lain. 7. Negative Outcomes Adanya dampak negative yang dialami oleh seperti meninggalkan kegiatan sehari-hari hanya untuk online. Kemudian dikembangkan dan Caplan (2010) menjelaskan PIU dengan beberapa dimensi, yaitu : 1. Preference for online social interaction Lebih memilih untuk berinteraksi secara online, seseorang lebih menyukai komunikasi dengan orang lain melalui online daripada harus bertatap muka atau berkomunikasi secara langsung dengan orang lain. 2. Mood regulation Menggunakan internet sebagai media untuk membuat suasana hati menjadi lebih baik, seperi perasaan yang lebih nyaman ketika menggunakan internet untuk online. 3. Deficient self-regulation dibagi lagi menjadi 2 dimensi, yaitu : a. Cognitive preoccupation Okupasi kognisi dimana ingin segera online ketika sedang dalam keadaan offline, seperti selalu ada fikiran yang membuat seseorang terdorong untuk ingin menggunakan internet. b. Compulsive internet use Kesulitan untuk mengontrol waktu ketika sedang online, seperti menggunakan waktu yang lebih lama dibandingkan ketika menggunakan internet disbanding dari biasanya.

4. Negative outcome Adanya dampak negative muncul dari penggunaan internet, seperti melalaikan tugas dan lebih mengutamakan untuk menggunakan internet untuk online. 2.2.3 Karakteristik subjek yang mengalami Problematic Internet Use Menurut Caplan (2003) seseorang yang mengalami penggunaan internet bermasalah maka mereka akan mengalami suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan,kehilangan minat, perasaan bersalah, nafsu makan berubah, energi rendah yang biasa dikenal dengan istilah depresi. Disisi lain, menurut Davis (2001) seseorang yang mengalami PIU memiliki gejala pikiran obsesif tentang Internet, kontrol impuls berkurang, ketidakmampuan untuk berhenti penggunaan internet, dan yang lebih penting, merasa bahwa internet adalah satu-satunya teman individu, merasa seperti internet adalah satu-satunya tempat di mana mereka merasa baik tentang diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Gejala lain dari PIU termasuk menghabiskan besar jumlah uang pada waktu menggunakan internet. Seorang individu yang mengalami PIU menghabiskan sedikit waktu untuk melakukan kegiatan lain yang menyenangkan daripada sebelum mengalami PIU. Apa yang dilakukan untuk menjadi menyenangkan bagi mereka tidak lagi menyenangkan. Sebuah komplikasi lebih lanjut muncul ketika seseorang akhirnya mengisolasi dirinya sendiri dari teman. Perilaku bermasalah ini membuat individu menjadi terisolasi secara sosial. Akhirnya, individu dengan PIU memiliki rasa bersalah tentang penggunaan online mereka. Mereka sering berbohong kepada teman-teman mereka tentang berapa banyak waktu yang mereka habiskan saat online. Sementara mereka mengerti bahwa apa yang mereka lakukan tidak sepenuhnya diterima secara sosial, namun mereka tidak dapat berhenti. 2.3 Media Sosial 2.3.1 Pengertiam Media Sosial (Social Media) Sosial media menghapus batasan-batasan manusia untuk bersosialisasi, batasan ruang maupun waktu, dengan media sosial ini manusia dimungkinkan untuk

berkomunikasi satu sama lain dimanapun. Social media adalah sebuah kategori dari media online dimana seseorang dapat berbicara, berpartisipasi, berbagi, jaringan dan bookmark secara online (Ron dalam Ward, 2002). Neti (2011) menyatakan bahwa media sosial merupakan media untuk interaksi sosial dengan menggunakan teknologi berbasis web untuk mengaktifkan komunikasi ke dialog interaktif. 2.3.2 Jenis Media Sosial Media sosial memiliki banyak macam, peneliti akan membahas media sosial yang banyak digunakan di Indonesia yaitu (Adhi, 2014) : 1. Facebook Media sosial ini adalah sangat poluler di Indonesia, media sosial yang di buat oleh Mark Zukerberg ini situs yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat Indonesia dengan pengguna sekitar jutaan dan di dunia mempunyai sekitar satu milyar pengguna. 2. Twitter Salah satu jejaring sosial pesaing berat facebook ini juga menjadi situs media sosial terpopuler di Indonesia. Media sosial ini sedang hangat di bicarakan di masyarakat Indonesia. Walaupun setiap karakter dibatasi 140 karakter, tapi masih tetap saja di sukai banyak orang. 3. Path Media sosial ini tergolong baru tetapi sudah banyak menyedot perhatian di Indonesia maupaun dunia. Pengguna path bisa menginformasikan sesuatu melalui gambar, foto serta video. Yang membuatnya menarik adalah path di desain sebagai media untuk berbagi informasi kepada orang orang terdekat anda seperti keluarga dan teman. Di Indonesia pengguna path termasuk sangat besar yaitu satu perlima dari pengguna di dunia. 4. Google plus Media sosial ini adalah ciptaan dari raksasa internet yaitu google yang berusaha menyaingi ketenaran facebook dan twitter. Di Indonesia google plus tergolong populer tetapi tidak sepopuler dengan facebook.

5. Instagram Media sosial ini menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Kelebihannya instagram dengan media sosial lainnya adalah dapat memungkinkan penggunanya untuk mengambil foto lalu memfilter foto tersebut kemudian bisa di posting ke berbagai macam jejaring sosial lainya seperti facebook dan twitter. 6. Youtube Youtube adalah salah satu media sosial yang paling banyak di gemari di Indonesia dari sekian banyak media sosial yang ada. Kelebihannya adalah youtube unggul di bidang video dimana pengguna bisa mengunggah, menonton, mengunduh dan berbagi video melalui media sosial lainnya. 7. Line Layanan media sosial yang fokus dalam chating ini membuat masyarakat Indonesia kepincut. Line kebanyakan di gunakan di smartphone. Sekarang line mengembangkan yaitu tidak hanya bisa di akses di smarphone tetapi juga bisa di akses di laptop dan tablet. Media sosial ini mampu mengalahakan pesaingnya yaitu we chat, whatsapp dan kakaotalk. 8. Kaskus Kaskus adalah media sosial yang berbasis forum di buat tiga orang asli Indonesia ini menjadikannya salah satu media sosial kebanggaan Indonesia. Penggunanya dapat berbagi informasi dan berteman di forum tersebut. Bukan hanya populer di Indonesia, tetapi juga populer di Negara tetangga kita yang salah satunya adalah Malaysia, Singapura dll. 9. Linkedin Masyarakat Indonesia banyak hingga jutaan pengguna linkedin terutama untuk pebisnis dan pekerja profesional. Di Indonesia pengguna media sosial ini menempati posisi ke tiga terbesar di dunia. 10. Foursquare Merupakan media sosial berbasis lokasi yang memungkinkan penggunanya dapat berbagi informasi lokasi ke teman temannya seputar

lokasi tempat makan, hiburan, karaoke, dan lain lain sehingga membuat masyarakat Indonesia ingin membuat akun di foursquare. 2.4 Emerging Adulthood 2.4.1 Pengertian Emerging Adulthood Peneliti mengambil subjek mahasiswa dimana dalam tahapannya, mahasiswa (18-25) masuk ke dalam tahap emerging adult. Beberapa ahli psikologi perkembangan menjelaskan bahwa periode mulai akhir masa remaja hingga pertengaan sampai akhir 20 tahun merupakan periode terpisah dalam hidup yang disebut dengan emerging adult, yaitu masa dimana anak muda bukan lagi remaja namun belum sepenuhnya menjadi orang dewasa (Arnett, 2000, 2004; Fursternberg et al.,2005 dalam Konstam, 2009). Emerging adulthood adalah suatu konsep tahapan perkembangan dengan fokus usia 18-25 tahun (Arnett,2000). Arnett (2000) mendefinisikan emerging adulthood sebagai suatu tahapan perkembangan yang bukan tahapan remaja maupun dewasa awal. Tahapan ini telah meninggalkan masa anak-anak dan remaja, namun belum memiliki tanggung jawab seperti orang dewasa.seorang individu di umur 20 akan menghadapi masa-masa pencarian keintiman dengan orang lain (Arnett, 2000). Keintiman tidak hanya dikaitkan menjalin cinta dengan lawan jenis, namun dapat pula didefinisikan sebagai kemampuan untuk membina suatu afiliasi yang diikat oleh komitmen. 2.4.2 Kriteria Emerging Adulthood Arnett (2000) menggolongkan lima kriteria emerging adulthood : a. Identity Explorations Seseorang akan mencari dan mengeksplorasi identitasnya secara serius sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan selanjutnya seperti cinta dan pekerjaan. b. Instability Mereka mengalami banyak perubahan-perubahan dalam rencana yang telah mereka rencanakan sebelumnya. c. Being Self-focused

Sudah mampu berdiri sendiri atau mandiri dalam mencukupi kebutuhan masingmasing. d. Feeling in between and in transition Mereka berada di tahapan seperti remaja namun belum sepenuhnya dewasa. Seperti contoh dalam memenuhi kebutuhan finansial, mereka tidak langsung dapat mandiri, namun bertahap sampai betul-betul mandiri secara finansial. e. Possibilities Tahapan ini memungkinkan mereka untuk dapat mencapai segala mimpi-mimpi mereka. Karena pada tahapan ini mereka masih memiliki banyak kesempatan dan dapat mencoba banyak hal seperti pekerjaan, pasangan hidup dan falsafah hidup. Sejalan dengan sampel yang diambil oleh peneliti yaitu mahasiswa, dimana mahasiswa masuk ke dalam kriteria emerging adult. Mahasiswa dalam tahapan emerging adult berada di tahapan seperti remaja namun belum sepenuhnya dewasa tetapi sudah mampu berdiri sendiri atau mandiri dalam mencukupi kebutuhan masing-masing dan serius sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan selanjutnya seperti cinta dan pekerjaan. Mereka juga mengalami banyak perubahan-perubahan dalam rencana yang telah mereka rencanakan sebelumnya.

2.5 Kerangka Berpikir Berikut adalah kerangka berpikir yang dibuat oleh peneliti untuk melihat gambara antara Attachment dan Problematic Internet Use pada mahasiswa pengguna media sosial di Jakarta. Emerging adult (18-25 tahun) Attachment (secure) Attachment (insecure: preoccupied, fearful, dismissing) Media sosial Problematic Internet Use Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Dalam penelitian ini, subjek yang diambil oleh peneliti adalah mahasiswa dengan umur 18-25 tahun yang memiliki dan menggunakan media sosial. Mahasiswa dengan umur 18-25 tahun masuk ke dalam tahap Emerging Adult. Emerging adulthood adalah suatu konsep tahapan perkembangan dengan fokus usia 18-25 tahun (Arnett,2000). Dimulai dari pemikiran bahwa seseorang yang berada pada tahap emerging adulthood memiliki tugas-tugas tertentu, yang salah satunya adalah instability, yang masih belum stabil dan feeling in between yaitu berada di masa transisi dari remaja menuju dewasa. Seorang individu di umur 20 akan menghadapi masa-masa

pencarian keintiman dengan orang lain (Arnett, 2000). Pada tahap ini, mahasiswa sudah dihadapkan pada kemampuan untuk membuat komitmen (Intimacy) yang mendalam dengan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa attachment berperan dalam bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain di internet (Debernardi, 2012). Bowlby (Bowlby dalam Mikulincer & Shaver, 2007) menambahkan hubungan romantis terbentuk melalui proses kelekatan (attachment). Attachment memiliki pola secure dan insecure (preoccupied, dismissing, fearful). Penelitian lain menunjukkan kedua orientasi secure dan insecure attachment mengalami jumlah yang sama dalam interaksi dan kepuasan hubungan dengan persahabatan dan hubungan romantis di internet. Temuan ini mungkin menunjukkan bahwa orang berperilaku dan pengalaman dalam menggunakan internet berbeda dari di tatap muka secara langsung (Debernardi, 2012). Individu dengan pola fearful dalam intimacy lebih banyak mengungkapkan diri dengan teman-teman online daripada individu dengan pola secure, sementara pola preoccupied juga memiliki hubungan persahabatan yang rendah baik ketika offline atau online (Debernardi, 2012). Mahasiswa menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari. Internet menawarkan cara yang lebih jauh untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan seseorang seperti interaksi tatap muka (Debernardi, 2012). Saat ini internet sangat akrab dengan media sosial, dimana para mahasiswa pasti memiliki 2 atau lebih akun di media sosial. Namun dengan semakin berkembang media sosial saat ini membuat mahasiswa lebih sibuk untuk melakukan segala hal di media sosial mereka yang dapat menjadikan mereka memiliki Problematic Internet Use. 2.6 Asumsi Peneliti Pada penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa seseorang yang memiliki masalah pada attachmnent style yaitu attachment insecure, menurut Bartholomew dan Horowitz (2007) pola insecure dapat dilihat dari persepsi mereka yang negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Mereka lebih senang berinteraksi dengan orang lain melalui online karena adanya perasaan khawatir bahwa ia akan ditolak ketika berkomunikasi dengan tatap muka atau secara langsung. Sedangkan pada Secure attachment, mereka dapat berinteraksi secara langsung atau tidak langsung karena mereka memiliki persepsi yang positif terhadap dirinya dan orang lain dan

masuk ke dalam attachment insecure. Bila dilihat dari fenomena yang ada, mahasiswa dapat menjadi kelompok-kelompok yang menghadapi persoalan dalam komunikasi secara langsung dan penggunaan internet. Mahasiswa (18-25) menjadi pengguna aktif dari internet yang banyak digunakan sebagai media untuk mencari informasi, mengerjakan tugas kuliah, bersosialisasi, dan mencari hiburan. Dengan banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam penggunaan internet, maka mahasiswa akan lebih memiliki peluang yang besar dalam mendapatkan masalah pada penggunaan internet yang dapat menyebabkan mereka dapat mengalami Problematic Internet Use.