REPRODUKSI IKAN KURISI Nemipterus japonicus (Bloch 1791) DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN NOLALIA

dokumen-dokumen yang mirip
3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

3. METODE PENELITIAN

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3. METODE PENELITIAN

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker,1855) DARI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN ROSILIA HERVINA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN LAMPUNG ABSTRAK

ASPEK REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) DI PERAIRAN TELUK BANTEN ALIN PUSPA SARI

3. METODE PENELITIAN

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Biologi reproduksi ikan belanak (Moolgarda engeli, Bleeker 1858) di Pantai Mayangan, Jawa Barat

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat

3. METODE PENELITIAN

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BELANAK Chelon subviridis (Valenciennes 1836) DI PERAIRAN KARANGSONG, INDRAMAYU SRI RATNANINGSIH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN :

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) DI PERAIRAN SELAT SUNDA DESY PURWATI RAHAYU

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

3. METODE PENELITIAN

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli) DAN IKAN BANYAR (Rastrelliger kanagurta) YANG DIDARATKAN DI REMBANG, JAWA TENGAH

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Febyansyah Nur Abdullah, Anhar Solichin*), Suradi Wijaya Saputra

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tembang (Clupea platygaster) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN SELAT SUNDA, PROVINSI BANTEN REZANINDA PRESTIANINGTYAS

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SUMPIT (Toxotes microlepis Gunther 1860) DI PERAIRAN SUNGAI MUSI SUMATERA SELATAN

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Pola Rekrutmen, Mortalitas, dan Laju Eksploitasi Ikan Lemuru (Amblygaster sirm, Walbaum 1792) di Perairan Selat Sunda

b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA

ASPEK REPRODUKSI IKAN PARANG-PARANG (Chirocentrus dorab Forsskal 1775) DI PERAIRAN LAUT BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHAN RATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT. Ernawati, Y., dan Butet, N.A.

Keyword: Osteochilus wandersii, Rokan Kiri River, GSI, fecundity, and eggs diameter

Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus sexfasciatus) di Perairan Glondonggede Tuban

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

III. METODE PENELITIAN

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SEPATUNG, Pristolepis grootii Blkr (NANDIDAE) DI SUNGAI MUSI

ASPEK BIOLOGI IKAN LAYUR (Trichiurus lepturus) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN DI PPP MORODEMAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker ) di Sungai Rangau Riau, Sumatra

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes, 1847) DI PERAIRAN SELAT SUNDA LUBNA AJENG ARYUNINGKA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BARONANG (Siganus guttatus Bloch 1787) DI KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA WIDIANA


HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI

Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak

ASPEK BIOLOGI IKAN TIGAWAJA (Johnius sp.) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN GABUS (Channa striata BLOCH) DI DAERAH BANJIRAN SUNGAI MUSI SUMATERA SELATAN

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU

KAJIAN STOK IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN NURUL HIKMAH AMALIA

Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus sexfasciatus) di Perairan Glondonggede Tuban. Putri Ratna Mariskha Gani* dan Nurlita Abdulgani 1,

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

Transkripsi:

REPRODUKSI IKAN KURISI Nemipterus japonicus (Bloch 1791) DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN NOLALIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Reproduksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Nolalia NIM C24090064

ABSTRAK NOLALIA. Reproduksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten. Dibimbing oleh YONVITNER dan ALI MASHAR. Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan banyak didaratkan di PPN Karangantu. Informasi N. japonicus di lokasi ini masih sedikit sehingga diperlukan kajian reproduksi untuk pengelolaan lebih lanjut. Melalui penelitian ini, diketahui pola reproduksi N. japonicus dari Teluk Banten. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2012. Jumlah total ikan yang diambil selama penelitian adalah 713 ekor. Hasil menunjukkan bahwa rasio ikan kurisi jantan dan betina tidak seimbang (1.5:1) dengan uji Chi-square. Faktor kondisi N. japonicus berkisar antara 0.6036-1.4865. Ikan kurisi jantan lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan betina dengan ukuran pertama kali matang gonad sebesar 213 mm (ikan jantan) dan 220 mm (ikan betina). Puncak musim pemijahan N. japonicus di perairan Teluk Banten diduga terjadi pada bulan Juni awal. Potensi reproduksi N. japonicus cukup besar yaitu sebesar 1 139-63 727 butir telur. Diameter telur N. japonicus berkisar antara 0.0500-0.5000 mm dengan dua modus penyebaran yang terjadi secara periodik dengan tipe pemijahan secara parsial (partial spawner). Kata kunci: Nemipterus japonicus, PPN Karangantu, Reproduksi, Teluk Banten ABSTRACT NOLALIA. Reproductive of Japanese Threadfin Bream Nemipterus japonicus (Bloch 1791) from Banten Bay, landed on PPN Karangantu, Banten. Supervised YONVITNER and ALI MASHAR. Threadfin Bream (Nemipterus japonicus) is one of demersal fishes and have high economic value that landed in PPN Karangantu. Information of N. japonicus in this location is not enough, its necessary to study about reproduction for further management. Through this study, reproduction pattern of N. japonicus from Banten Bay are determined. The study conducted from May to August 2012. Total number of fishes that taken during the study was 713 individuals. The results showed that the sex ratio between males and females is (1.5:1) with Chi-square test. Condition factors ranged from 0.6036 to 1.4865. Threadfin bream males mature more rapidly that females with mature gonad of 213 mm for male and 220 mm for female. Peak spawning season of N. japonicus in the waters of Banten Bay is thought to occur in early June. Reproductive potential of N. japonicus is quite large in the amount of 1 139 to 63 727 eggs. Eggs diameter of N. japonicus ranged from 0.0500 to 0.5000 mm with two modes of spread that occur periodically with the reproductive patterns in partial spawner. Kata kunci: Threadfin bream, PPN Karangantu, Reproduction, Banten Bay

REPRODUKSI IKAN KURISI Nemipterus japonicus (Bloch 1791) DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN NOLALIA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul Skripsi : Reproduksi ikan kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten Nama : Nolalia NIM : C24090064 Disetujui oleh Dr Yonvitner, SPi MSi Pembimbing I Ali Mashar, SPi MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus: 10 Mei 2013

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Reproduksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr Yonvitner, SPi MSi selaku pembimbing I sekaligus pembimbing akademik dan Ali Mashar, SPi MSi selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Dr Ir H Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji tamu serta Dr Ir Yunizar Ernawati, MS selaku komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini. 3. Staf PPN Karangantu sebagai tempat penelitian, IPB, BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa), seluruh staf Tata Usaha dan civitas MSP. 4. Keluarga tercinta: Mama, Papap, teh Yuli, teh Neneng, teh Irma, Ebo. 5. Teman seperjuangan: Selvia, Deasy, Alin, Cutra, Devi, Allsay, Nana, Mei, Iqra, Fatkur, Panji, Rahmat, Ginna, Dwi, Ika, Tyas, Novita, Gilang, Rodearni, Dudi, Ai, Yolanda, Mega, Ratih, Janty, Niken, Fitri, Nurul, Yulia, Dian, Atim, Anggi, Fauzia AW, Eka, Dewi, Tamimi, Yucha, Arinta, Julpah, Viska, Ananda, Nisa, Conny, Santika, Nursi, Fauzia F, Ajeng, Dede, Rio, Piepiel, Adam, Fajar, Syarif, Asyanto, Aziz, Putri, Dirga, Made, Kusnanto, Hesti, dan mas Gentha atas segala doa, kasih sayang, dan bantuanya. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat. Bogor, Mei 2013 Nolalia

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. vi DAFTAR GAMBAR.... vi DAFTAR LAMPIRAN.. vi PENDAHULUAN.. 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian.. 2 METODE... 2 Waktu dan Lokasi Penelitian.. 2 Alat dan Bahan... 3 Proses Pengumpulan data... 3 Prosedur Analisis Data... 4 Analisis Statistik. 6 HASIL DAN PEMBAHASAN.. 6 Hasil.... 6 Pembahasan....... 10 SIMPULAN DAN SARAN....... 14 Simpulan..... 14 Saran... 15 DAFTAR PUSTAKA.... 15 LAMPIRAN... 18 RIWAYAT HIDUP... 26

DAFTAR TABEL 1 Penentuan TKG secara morfologi (Effendie 1979)... 4 2 Proporsi kelamin ikan kurisi N. japonicus betina dan jantan.. 7 DAFTAR GAMBAR 1 Skema perumusan masalah sumber daya ikan kurisi.. 2 2 Peta daerah penangkapan ikan kurisi di Teluk Banten 3 3 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina... 6 4 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan... 7 5 Nilai tengah faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) betina dan jantan berdasarkan waktu pengamatan 8 6 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan (a) dan betina (b).. 8 7 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina dan jantan pada setiap waktu pengamatan.. 9 8 Sebaran diameter telur ikan kurisi (N. japonicus) betina TKG IV.. 10 DAFTAR LAMPIRAN 1 Alat-alat yang digunakan selama penelitian 18 2 Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian. 19 3 Uji Chi-square terhadap rasio kelamin betina dan jantan pada ikan kurisi (N. japonicus) 19 4 Faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) selama pengambilan contoh 20 5 Pendugaan ukuran pertama kali matang gnad ikan kurisi (N. japonicus) dengan menggunakan metode Spearman-Karber.. 20 6 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus)... 21 7 Nilai fekunditas ikan kurisi (N. japonicus)... 22 8 Hubungan fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) terhadap panjang total.. 23 9 Hubungan fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) terhadap bobot tubuh 23 10 Selang kelas diameter telur ikan kurisi (N. japonicus). 24 11 Tingkat kematangan gonad berdasarkan bulan pengamatan... 24 12 Faktor kondisi ikan kurisi berdasarkan tingkat kematangan gonad. 25 13 Faktor kondisi ikan kurisi berdasarkan selang kelas panjang.. 25

PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat di Karangantu memasarkan ikan kurisi terutama dalam bentuk segar atau beku, dikukus, dikeringkan-asin, dikeringkan-asap, difermentasi atau diolah menjadi baso ikan dan pakan. Ikan kurisi yang diasinkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan ikan dalam bentuk segar. Ikan kurisi juga berperan dalam struktur trofik sebagai konsumen tingkat dua yaitu sebagai karnivora yang memakan ikan-ikan kecil, krustacea, moluska, polychaeta, dan echinodermata. Tingginya tingkat pemanfaatan ikan kurisi dan peluang pengelolaan menuntut upaya pengelolaan yang lebih baik. Pengelolaan yang baik adalah pengelolaan yang didasarkan pada indikator yang tepat seperti data biologi, ekologi, dan sosial ekonomi masyarakat. Salah satu indikator biologi yang dapat dijadikan pertimbangan adalah aspek reproduksi. Informasi mengenai aspek reproduksi ikan kurisi di Teluk Banten belum banyak dikaji. Aspek reproduksi merupakan salah satu acuan bagi pengelolaan ikan kurisi. Beberapa parameter yang menjadi acuan pengelolaan yaitu nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad dan tipe pemijahan. Berdasarkan pertimbangan dan pemikiran tersebut diperlukan kajian yang mendalam tentang aspek reproduksi ikan kurisi dari hasil tangkapan di PPN Karangantu, Banten. Perumusan Masalah Ikan kurisi merupakan ikan yang bernilai ekonomis. Ikan ini dipasarkan dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan. Semakin tinggi permintaan pasar terhadap ikan kurisi, maka akan menyebabkan intensitas penangkapan ikan kurisi cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan kurisi yang terus meningkat juga akan menyebabkan ikan yang tertangkap berukuran kecil yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Hal ini dapat diduga bahwa ikan kurisi telah mengalami eksploitasi. Permasalahan-permasalahan seperti ini dapat mengkhawatirkan pada masa yang akan datang bagi perkembangan regenerasi sumber daya ikan kurisi tersebut, sehingga diperlukan informasi mengenai aspek reproduksi ikan kurisi agar pemanfaatan sumber daya ikan kurisi dapat dikelola secara berkelanjutan. Secara skematis, perumusan masalah penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

2 Hasil tangkapan menurun Ukuran tangkap yang masih kecil Intensitas penangkapan tidak terkendali Produktivitas rendah Resiko penurunan populasi Aspek reproduksi ikan: Nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, potensi reproduksi, musim dan tipe pemijahan Upaya pengelolaan sumberdaya ikan kurisi agar berkelanjutan Lingkungan Gambar 1 Skema perumusan masalah sumber daya ikan kurisi Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek reproduksi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dari Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangatu, Serang, Banten. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek reproduksi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan ikan kurisi di Karangantu, Banten agar berkelanjutan serta dalam upaya mengurangi dampak overfishing dan petensi reproduksi. Selain itu juga sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan bagi dinas setempat dalam pengelolaan perikanan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-September 2012 dengan waktu pengambilan contoh setiap ±13 hari. Lokasi pengambilan ikan contoh yaitu di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu (Gambar 2). Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3 Gambar 2 Peta daerah penangkapan ikan kurisi di Teluk Banten Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris, timbangan digital, alat bedah, mikroskop, pipet tetes, gelas ukur, mikrometer, kaca preparat, cawan petri, baki, tissue, botol sampel, kamera digital, dan laptop. Bahan yang digunakan adalah ikan kurisi Nemipterus japonicus, formalin 4%, dan akuades. Proses Pengumpulan data Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak dari total hasil pendaratan. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 7 kali dan jumlah ikan contoh yang diambil sebanyak 70-120 ekor setiap pengambilan ikan contoh, kemudian setiap ikan contoh diukur panjang dan bobotnya. Ikan contoh selanjutnya dipreservasi dan dilakukan pembedahan ikan contoh di laboratorium untuk diamati organ reproduksi berupa morfologi gonad serta ditentukan jenis kelamin. Penentuan jenis kelamin ikan kurisi dilakukan secara visual dengan melihat ciri-ciri dan perbedaan yang terdapat pada gonadnya. Proses selanjutnya adalah penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) pada ikan yang sudah dibedah. Pengamatan TKG ditentukan secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad, berdasarkan modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Gonad yang telah terpisah kemudian ditimbang bobot totalnya (G) dengan timbangan digital dan diukur volumenya dengan gelas ukur. Gonad diawetkan menggunakan formalin 4%. Gonad kemudian dibagi menjadi 3 bagian yaitu anterior, tengah, dan posterior pada setiap gonad yang akan diamati, lalu ditimbang bobotnya (Q) dan diukur volumenya. Gonad contoh diencerkan ke dalam 10 ml air (V). Kemudian jumlah telur dihitung dalam 1 ml (X) untuk ditentukan fekunditasnya. Fekunditas

4 hanya dihitung pada ikan betina yang memiliki TKG III dan IV, dengan menggunakan metode gabungan (gravimetrik dan volumetrik). Pengukuran diameter telur dilakukan pada telur contoh dari telur yang digunakan untuk menentukan fekunditas. Telur contoh yang diukur diameter telurnya dipilih 50 butir dengan 2 kali ulangan menggunakan mikroskop yang telah ditera dengan mikrometer dengan perbesaran 4 10. Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Effendie 1979) TKG Betina Jantan I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin II III IV V Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan Testes seperti benang, warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal Testes bagian belakang kempis dan di bagian dekat pelepasan masih berisi Prosedur Analisis Data Nisbah kelamin Nisbah kelamin atau Sex ratio (SR) adalah perbandingan dari jantan dan betina dalam suatu populasi. Nilai dari rasio yang berdasarkan kelamin ini diamati karena adanya perbedaan tingkah laku pemijahan berdasarkan kelamin, kondisi lingkungan, dan penangkapan. Rasio jantan betina ini dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997): SR % = A B SR adalah nisbah kelamin (jantan atau betina), A adalah jumlah jenis ikan tertentu (jantan atau betina), dan B adalah jumlah total individu ikan yang ada (ekor). Hubungan antara jantan dan betina dalam suatu populasi dapat diketahui dengan melakukan analisis nisbah kelamin ikan menggunakan uji Chi-square (X 2 ) (Steel dan Torrie 1993 in Adisti 2010): X 2 = o i-e i 2 e i

5 Χ 2 adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati, dan ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina. Faktor kondisi Faktor kondisi (K) digunakan dalam mempelajari perkembangan gonad ikan jantan maupun betina yang belum dan sudah matang gonad yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997): K= W al b K adalah faktor kondisi, W adalah bobot tubuh ikan contoh (gram), L adalah panjang total ikan contoh (mm), a adalah konstanta, dan b adalah intersep. Menurut Lagler et al. (1977), nilai K yang berkisar antara antara 1-3 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut berbentuk pipih. Ukuran pertama kali matang gonad Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata pertama kali matang gonad ikan kurisi adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in Musbir et al. 2006): m= xk+ x 2 - x p i pi x qi antilog m=m±1,96 x 2 ni-1 m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 pi, dan M adalah panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar antilog m. Indeks kematangan gonad IKG adalah perbandingan antara bobot gonad terhadap tubuh ikan (Effendie 1997): IKG % = BG BT IKG adalah indeks kematangan gonad, BG adalah bobot gonad (gram), dan BT adalah bobot tubuh (gram). Fekunditas Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah. Menurut Effendie (1997), fekunditas dapat dihitung dengan: F= G V X Q

6 F adalah fekunditas (butir), G adalah bobot gonad total (gram), V adalah volume pengenceran (ml), X adalah jumlah telur yang ada dalam 1 ml, dan Q adalah bobot telur contoh (gram). Analisis Statistik Analisis statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel panjang dengan fekunditas dan hubungan panjang dengan tingkat kematangan gonad (TKG) adalah metode Regresi Linier Sederhana (RLS). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan. Tingkat kematangan gonad ikan ditentukan berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan menggunakan tabel modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa ikan kurisi betina pada tingkat kematangan gonad satu (TKG I) memiliki ovari yang masih kecil. Pada TKG II, ukuran ovari semakin besar dan berwarna merah kekuning-kuningan serta belum terlihat butir telur. Pada TKG III, ovari berwarna kuning dan secara morfologi butir telur mulai terlihat. Pada TKG IV, ukuran ovari semakin besar dan butir telur dapat terlihat dengan jelas, serta sudah dapat dipisahkan. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa ikan kurisi jantan memiliki testes seperti benang dan berwarna transparan pada TKG I. Pada TKG II, ukuran testes semakin besar dan warna testes seperti agak keputihan. Untuk TKG III pada jantan warna testes makin putih. Pada TKG IV ukuran testes semakin pejal. TKG I TKG II TKG III TKG IV Gambar 3 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina

7 TKG I TKG II TKG III TKG IV Gambar 4 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan Nisbah kelamin Nisbah kelamin merupakan perbandingan jenis kelamin betina dan jantan. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa nisbah kelamin ikan jantan dibandingkan dengan ikan betina adalah 1.5:1. Setelah dilakukan uji Chi-square pada setiap waktu pengambilan contoh diperoleh t hitung sebesar 87.4380 dan t tabel sebesar 2.7764 yang berarti tolak H 0 atau perbandingan ikan kurisi jantan dan betina dalam suatu populasi pada tujuh pengamatan dalam keadaan yang tidak seimbang. Tabel 2 Nisbah kelamin ikan kurisi N. japonicus betina dan jantan Waktu Jenis Kelamin Nisbah Betina Jantan kelamin 27-Mei-12 44 65 1:1.5 17-Jun-12 36 43 1:1.2 30-Jun-12 30 75 1:2.5 13-Jul-12 56 54 1:0.9 26-Jul-12 41 71 1:1.7 8-Aug-12 39 59 1:1.5 28-Aug-12 34 66 1:1.9 Total 280 433 1:1.5 Faktor kondisi Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa terjadi perubahan faktor kondisi pada masing-masing bulan pengamatan untuk ikan kurisi betina dan jantan. Nilai faktor kondisi terbesar ikan kurisi jantan dan betina terdapat pada tanggal 27 Agustus 2012, yaitu sebesar 1.0955 dan 1.1056. Nilai faktor kondisi rata-rata ikan kurisi betina berkisar antara 0.8614-1.1056 dan pada ikan kurisi jantan berkisar antara 0.8308-1.0955. Menurut Lagler et al. (1977) menyatakan bahwa ikan yang memiliki nilai faktor kondisi pada kisaran 1-3 akan memiliki bentuk tubuh pipih.

8 Faktor Kondisi 1.2000 1.1000 1.0000 0.9000 0.8000 Jantan Betina 0.7000 27 Mei 17 Juni 30 Juni 13 Juli 26 Juli 8 Agustus 28 Agustus 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 Waktu Pengamatan Gambar 5 Nilai tengah faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) betina dan jantan berdasarkan waktu pengamatan Tingkat kematangan gonad (TKG) Tingkat kematangann gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa ikan kurisi betina dan jantan yang terdapat padaa tiap selang kelas panjang lebih banyak didominasi oleh kan-ikan yang masih dalam fase pertumbuhan (TKG I dan II). Hal ini menunjukkan bahwa ikan kurisii yang banyak tertangkap adalah ikan-ikagonad. Pada ikan betina TKG I (100%) mendominasi selang kelas 98-108 mm, yang masih melakukan pertumbuhan dan belum mengalami matang TKG II (30%) mendominasi selang kelas 153-163 mm, TKG III (43%) dan TKG IV (29%) mendominasi selang kelas 186-196 mm. Padaa ikan jantan TKG I (100%) mendominasi selang kelas 98-108 mm, TKG II (67%) mendominasi selang kelas 197-207 mm, TKG III (50%) mendominasi selang kelas 2080-218 mm, dan TKG IV (3%) mendominasi selang kelas 153-163 dan 175-185 mm. TKG jika diplotkan berdasarkan bulan pengamatan (Lampiran 11) dapat menduga waktu pemijahan. Ikan padaa TKG III lebih banyak jumlahnya daripada ikan pada TKG IV, diduga ikan ikan kurisi (N. japonicus) ) memijah pada bulan Juli. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Frekuensi relatif (%) a b TKG IV TKG III TKG II TKG I Selang kelas Gambar 6 Tingkat kematangan gonad ikan kurisii (N. japonicus) jantan (a) dan betina (b)

9 Indeks kematangan gonad (IKG) Nilai IKG merupakan nilai dalam persen (%) dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan. Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa nilai IKG ikan kurisi betina lebih tinggi dibandingkan dengan IKG ikan kurisi jantan. Namun baik ikan kurisi betina maupun jantan memiliki nilai IKG yang berfluktuasi setiap bulannya. Nilai IKG tertinggi pada ikan kurisi betina maupun terletak pada 28 Agustus 2012, sedangkan IKG terendah terdapat pada bulanbulan yang diduga tidak terjadi pemijahan misalnya pada 27 Mei 2012 pada ikan kurisi jantan dan 26 Juli 2012 pada ikan kurisi betina. Indeks Kematangan Gonad 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 0.20 27 Mei 2012 17 Juni 2012 30 Juni 2012 13 Juli 2012 26 Juli 2012 8 Agustus 2012 Jantan Betina 28 Agustus 2012 Waktu Pengamatan Gambar 7 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina dan jantan pada setiap waktu pengamatan Ukuran pertama kali matang gonad Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Spearman-Karber, ukuran pertama kali ikan kurisi matang gonad adalah 220 mm untuk ikan betina dan 213 mm untuk ikan jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kurisi jantan lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan betina. Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur masak yang siap dikeluarkan saat ikan memijah atau jumlah telur yang terkandung di dalam ovary ikan. Fekunditas dapat dihubungkan dengan panjang maupun bobot. Namun jika dihubungkan dengan bobot dapat bersifat tidak linear, karena bobot dapat berubah secara cepat tergantung kondisi lingkungan dan fisiologis ikan. Nilai fekunditas pada ikan kurisi betina TKG III dan IV berdasarkan metode gabungan berada pada kisaran 1 139-63 727 butir telur. Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan kurisi (Lampiran 8) ditunjukkan melalui persamaan F=110.6L 0,039 dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.146 yang artinya hanya 14.6% yang dapat dijelaskan panjang terhadap fekunditas dan hubungan fekunditas dengan bobot dirumuskan F=17.30W 0,130 dan diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar

10 0.239, artinya hanya 23.9% yang dapat dijelaskan bobot terhadap fekunditas. Koefisien korelasi (r) antara fekunditas dengan panjang sebesar 0.38 dan antara fekunditas dengan bobot sebesar 0.49. Nilai r yang kurang dari 0.5 menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut adalah tidak ada korelasi atau hubungan. Diameter telur Diameter telur dapat diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sudah ditera dengan mikrometer objektif terlebih dahulu (Sulistiono et al. 2001 a ). Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui sebaran frekuensi diameter telur ikan kurisi lebih dari satu modus. Maka dapat diduga bahwa tipe pemijahan dari ikan kurisi adalah partial spawner atau pemijahan sebagian, artinya ikan kurisi mengeluarkan telur masak secara bertahap. Kisaran diameter telur berkisar antara 0.05-0.50 mm. Diameter telur dengan frekuensi tertinggi terdapat pada selang ukuran 0.2432-0.2753 mm sebanyak 1 320 butir telur. 1400 1320 1200 1000 Frekuensi 800 600 471 488 397 710 400 200 0 2 0 2 140 293 224 258 134 61 Selang ukuran Diameter Telur (mm) Gambar 8 Sebaran diameter telur ikan kurisi (N. japonicus) betina TKG IV Pembahasan Ikan kurisi jantan yang diamati pada penelitian ini berjumlah 433 ekor dan ikan kurisi betina berjumlah 280 ekor. Rasio kelamin ikan kurisi jantan dan betina tidak seimbang (1.5:1). Hal ini juga dihasilkan pada penelitian Brojo dan Sari (2002) terhadap ikan kurisi (N. tambuloides) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan, Pandeglang, rasio kelamin ikan kurisi jantan dan betina dalam keadaan tidak seimbang, ikan betina dominan pada kelompok ikan berukuran kecil, sedangkan ikan jantan dominan pada ukuran yang lebih besar. Sama halnya dengan rasio kelamin ikan kurisi (N. tambuloides) di sebelah utara

Australia (Mei-Juni) menunjukkan bahwa jumlah ikan betina lebih sedikit daripada jumlah ikan jantan pada panjang rata-rata di atas 161 mm (Young dan Martin 1980). Menurut Effendie (1997), perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah maupun mencari makan, serta perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan (Yustina dan Arnentis 2002), adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad, dan bertambahnya jenis ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963). Rahardjo (2006) menyatakan bahwa rasio kelamin di daerah tropis seperti Indonesia bersifat variatif dan menyimpang dari 1:1. Menurut Atmadja (1984) kebanyakan ikan akan berimigrasi untuk tujuan pemijahan setelah ovarium matang, dan akan kembali ke daerah penangkapan setelah memijah. Banyaknya ikan jantan yang ditemukan di daerah penangkapan pada waktu pengamatan dapat diduga karena ikan betina sedang beruaya menuju feeding ground yaitu tempat untuk mencari makan dalam proses pematangan gonadnya. Rasio kelamin ini penting karena dapat digunakan untuk menduga keberhasilan pemijahan, kestabilan populasi, rekruitmen, dan menentukan konservasi sumber daya ikan agar tidak terjadi kepunahan (Saputra et al. 2009). Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan. Pada penelitian ini didapatkan ukuran pertama kali matang gonad pada panjang 213 mm pada ikan kurisi jantan dan 220 mm pada ikan kurisi betina. Ikan kurisi jantan lebih cepat mengalami matang gonad daripada betina. Hal ini didukung dengan hasil nisbah kelamin ikan kurisi jantan lebih besar dibandingkan betina (1.5:1) atau dapat dikatakan ikan kurisi memijah dengan perbandingan ikan jantan 15 ekor dan betina 10 ekor, sehingga ikan kurisi jantan matang gonad lebih cepat daripada betina untuk menjamin keberhasilan reproduksinya. Sulistiono et al. (2001 a ) menyatakan bahwa perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada ikan jantan dan betina dapat disebabkan oleh parameter pertumbuhan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Brojo dan Sari (2002) terhadap biologi reproduksi ikan kurisi (N. tambuloides) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan, Pandeglang diperoleh ukuran pertama kali matang gonad pada panjang 170 mm. Sedangkan penelitian Rahayu (2012) terhadap ikan kurisi (N. japonicus) di Teluk Labuan, Banten diperoleh ukuran pertama kali matang gonad pada panjang 233 mm. Menurut Effendie (2002), ikan dengan spesies yang sama dan tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari 5 o memiliki ukuran pertama kali matang gonad yang berbeda-beda. Menurut Sentan dan Tan (1975) laju pertumbuhan ikan kurisi betina di Laut Andaman lebih rendah daripada ikan jantan setelah tahun kedua. Hal ini terjadi karena untuk mencapai matang gonad, energi yang digunakan untuk pertumbuhan gonad lebih besar daripada untuk pertumbuhan tubuhnya. Beberapa peneliti menemukan ukuran maksimum ikan kurisi betina lebih kecil daripada ikan jantan (Chullasorn dan Martusubroto 1986). Dihubungkan dengan panjang rata-rata ikan yang tertangkap selama penelitian (149 mm) ternyata berada pada kisaran Lm tersebut. Dalam pengusahaan suatu perikanan hendaknya membiarkan sebagian ikan-ikan dengan panjang yang sama atau lebih besar dari Lm untuk bereproduksi, agar tidak mengganggu proses perkembangbiakan yang dapat membahayakan kelestarian 11

12 sumber daya. Menurut Gulland in Herianti dan Djamal (1993) keadaan spawning stock yang rendah sehingga menyebabkan ketidakmampuan menghasilkan rekruitmen di masa mendatang sangatlah berbahaya, yang akhirnya akan menyebabkan recruitment overfishing. Lm bergantung pada faktor genetik dan lingkungan (Mustac dan Sinovcic 2011). Setiap spesies ikan pada waktu pertama kali matang gonad memiliki ukuran yang tidak sama walaupun ikan tersebut adalah satu spesies. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi ekologis perairan yang menyebabkan ikan-ikan muda yang berasal dari telur yang menetas pada waktu bersamaan akan mencapai tingkat kematangan gonad pada ukuran yang berlainan (Blay dan Egeson in Pellokila 2009). Ukuran pertama kali ikan matang gonad juga dipengaruhi oleh kelimpahan, ketersediaan makanan, suhu, periode, arus, ukuran, dan sifat fisiologis ikan itu sendiri (Nikolsky 1963). Selain itu menurut Jennings et al. (2001) tingginya intensitas penangkapan mengakibatkan ikan-ikan yang belum matang gonad akan matang gonad lebih awal daripada seharusnya. Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi secara mendadak pada suatu perairan yang dapat mempengaruhi kondisi ikan. Faktor kondisi dipengaruhi oleh perbedaan umur, perubahan pola makan saat ikan tumbuh, ketersediaan makanan, kondisi lingkungan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Pada saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemaknya. Faktor kondisi berfluktuasi di setiap bulan pengamatan. Faktor kondisi yang rendah terdapat pada bulan Juli awal untuk jantan dan Juni akhir untuk betina diduga diakibatkan oleh berkurangnya ketersediaan makanan atau jika ketersediaan makanan cukup saat itu penurunan faktor kondisi diakibatkan karena terdapat ikan-ikan yang telah mengalami pemijahan. Saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan menurun (Effendie 2002). Faktor kondisi rata-rata yang diplotkan berdasarkan TKG (Lampiran 12) semakin tinggi seiring dengan tingginya perkembangan gonad. Sedangkan faktor kondisi rata-rata yang diplotkan berdasarkan selang kelas panjang (Lampiran 13) semakin menurun seiring dengan bertambahnya panjang (98-174 mm), tetapi kemudian meningkat kembali (175-218 mm). Hal ini diduga karena energi yang didapatkan ikan digunakan untuk perkembangan gonad, hal ini juga didukung dengan data TKG berdasar kelas panjang (Gambar 7) dimana pada selang penurunan faktor kondisi ikan kurisi juga sedang mengalami perkembangan gonad. Komposisi tingkat kematangan gonad (TKG) dapat digunakan untuk menduga waktu pemijahan pada ikan. Ketidakseragaman perkembangan gonad yang didapatkan selama penelitian diduga adanya dua kelompok ikan yang waktu pemijahannya berbeda (Brojo dan Sari 2002). Perubahan TKG pada setiap spesies ikan berbeda karena sebanding dengan perubahan morfologi, tingkah laku, dan sifat fisiologis. Musim penijahan tidak dapat diduga secara pasti karena bersifat temporal. Pada penelitian ini dapat diduga bahwa musim pemijahan ikan kurisi di Teluk Banten terjadi pada ahir Mei, Juni dan Agustus. Menurut Dan (1977) pemijahan ikan kurisi di pantai Orissa terjadi antara bulan Desember- Februari dan antara bulan Juni-Juli. Sedangkan Reguichai in Chullasorn dan Martusubroto (1986) mendapatkan ikan kurisi (N.hexodon) memijah pada sekitar bulan Januari dan antara Juni-Agustus. Tujuan menganalisis TKG (Effendie 1979) adalah untuk mentukan ikan yang matang gonad dengan yang belum matang

gonad dari stok yang ada di perairan, menentukan ukuran ikan yang matang gonad, menentukan waktu dan lama pemijahan, serta jumlah pemijahan dalam satu tahun. TKG merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kualitatif, sedangkan indeks kematangan gonad (IKG) merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kuantitatif. Effendie (1997) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang dihasilkan akan semakin bertambah besar hingga batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Musim atau waktu pemijahan terjadi ketika nilai IKG untuk kedua jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi (Ozvarol et al. 2010). Nilai IKG akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya nilai TKG. Hal ini menunjukkan bahwa bobot gonad akan mencapai maksimal saat ikan memijah, kemudian menurun secara cepat selama berlangsung pemijahan sampai pemijahan selesai (Effendie 1997). Nilai IKG ikan akan bervariasi, baik jantan maupun betina (Sulistiono et al. 2001 b ). Biusing (1998) in Sulistiono et al. (2001 b ) menyatakan bahwa pada umumnya nilai IKG betina lebih tinggi daripada jantan karena pertumbuhan ikan betina cenderung tertuju pada perkembangan gonad. Sedangkan menurut Yustina dan Arnentis (2002), dikarenakan pada ovari butir-butir telur akan mengalami perkembangan, maka semakin besar diameter telur IKG akan semakin meningkat. Faktor kondisi, IKG, TKG, dan diameter telur sangat berkaitan. Faktor kondisi menunjukkan kemontokan ikan yang meningkat sejalan dengan peningkatan TKG, dimana semakin besar TKG maka semakin besar pula nilai IKG. Ikan dengan IKG tinggi umumnya memiliki ukuran diameter telur yang tinggi juga. Potensi reproduksi pada ikan dapat diduga dengan melihat nilai fekunditas yang dihasilkan oleh ikan tersebut. Fekunditas yang didapatkan pada penelitian ini cukup tinggi, berkisar antara 1 139-63 727 butir telur. Jika dibandingkan dengan penelitian Brojo dan Sari (2002) fekunditas yang didapatkan berkisar antara 25 079-170 888 butir telur, sedangkan penelitian Manojkumar (2003) didapatkan fekunditas berkisar antara 2 300 139 000 butir telur. Variasi fekunditas ini disebabkan oleh adanya kelompok ikan yang baru memijah dan sudah memijah, sehingga produksi telur cenderung lebih tinggi daripada ikan yang baru memijah. Selain itu, variasi fekunditas tersebut juga disebabkan adanya penyebaran produksi telur yang tidak merata, fertilitas, intensitas penangkapan, ukuran telur, kondisi perairan, kepadatan populasi, dan ketersediaan makanan (Warjono 1990). Prabhu (1956) dan Kagwade (1968) in Warjono (1990), tipe pemijahan ikan berhubungan dengan perkembangan diameter telur dalam ovarium. De Jong (1940) in Warjono (1990) menyatakan bahwa apabila telur yang berada dalam ovarium berukuran sama, maka sifat pemijahan spesies tersebut pendek (total). Sebaliknya apabila telur yang berada dalam ovarium tidak berukuran sama, maka sifat pemijahan spesies tersebut panjang (partial). Sedangkan total spawner adalah tipe pemijahan yang tidak bertahap dimana ikan melepaskan telurnya secara menyeluruh (Sulistiono et al. 2001 b ). Pengukuran diameter telur pada gonad yang sudah matang berguna untuk menduga frekuensi pemijahan dengan melihat modus penyebarannya. Dari hasil dapat dilihat bahwa sebaran diameter telur ikan kurisi memiliki dua modus yang menunjukan tipe pemijahan ikan kurisi bersifat parsial dengan ukuran diameter telur berkisar antara 0.05-0.5 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie 13

14 (2002) bahwa pada ikan dan avertebrata sering dijumpai distribusi diameter telur bimodal atau dua modus, yaitu modus pertama terdiri dari telur belum matang gonad dan modus kedua terdiri dari telur matang. Dan (1977) dan Russel (1997) menyatakan bahwa pematangan telur berlangsung cukup lama pada ikan kurisi dalam setiap masa pemijahan yang relatif pendek. Berdasarkan keseragaman ukuran diameter telur yang diteliti oleh Brojo dan Sari (2002), diduga bahwa ikan kurisi pada penelitian ini memijah pada satu periode dalam setiap masa pemijahan, dan melepaskan telur-telurnya sekaligus dalam jangka waktu singkat (total spawner), dengan ukuran diameter terbesar 0,53 mm. Dan (1977) menyatakan bahwa pematangan telur berlangsung cukup lama pada ikan kurisi dalam setiap masa pemijahan yang relatif pendek. Telur ikan kurisi yang benarbenar matang dan siap dipijahkan tidak berwarna, bouyant, dan berbentuk seperti bola dengan ukuran diameter 0,71-0,79 mm (Aoyama dan Sotogaki in Russel 1997). Pada umumnya ikan yang tergolong total spawner memiliki ukuran diameter telur yang kecil, fekunditas yang besar, dan musim pemijahan yang tetap (Connell 1987 in Pellokila 2009). Alternatif Pengelolaan Berdasarkan hasil kajian reproduksi ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu Banten, maka pengelolaan yang dapat dilakukan adalah selektivitas alat tangkap, pengaturan waktu penangkapan dan pembatasan ukuran tangkap lebih dari ukuran pertama kali matang gonad. Puncak pemijahan ikan kurisi di Teluk Banten terjadi pada bulan Juli awal. Pengaturan dapat dilakukan dengan melakukan penangkapan terhadap ikan kurisi bukan pada saat puncak pemijahan. Pengaturan waktu penangkapan ikan kurisi tidak terlalu bisa diterapkan, karena diduga ikan kurisi memijah sepanjang tahun. Menurut Widodo dan Suadi (2006), penutupan daerah atau musim penangkapan akan efektif untuk mengendalikan ukuran ikan yang tertangkap. Hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi betina sebesar 220 mm dan ikan jantan sebesar 213 mm. Dalam rangka mempertahankan keberlanjutan populasi ikan diperlukan adanya penerapan pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap yaitu ikan-ikan yang memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran pertama kali ikan tersebut matang gonad, sehingga membiarkan ikan-ikan memijah minimal sekali dalam hidupnya yang akan mencegah degradasi stok (Moore 1999 in Musbir et al. 2006). Dengan demikian, ukuran ikan yang diperbolehkan ditangkap adalah ikan-ikan yang berada pada ukuran di atas ukuran pertama kali ikan tersebut matang gonad yaitu 220 mm. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nisbah kelamin ikan kurisi jantan dan betina yang diperoleh selama penelitian adalah 1.5:1. Ikan kurisi jantan lebih cepat mencapai matang gonad dibandingkan dengan ikan betina dengan ukuran pertama kali matang gonad menggunakan metode Spearman-Karber didapatkan pada panjang 220 mm (ikan

15 betina) dan 213 mm (ikan jantan). Sedangkan, jika dibandingkan dengan ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan sebaran TKG berdasarkan selang kelas panjang didapatkan pada panjang 164 mm untuk betina dan 154 mm untuk jantan. Musim pemijahan ikan kurisi berlangsung pada bulan Juli-Agustus dengan ukuran panjang rata-rata 147-176 mm. Potensi reproduksi ikan kurisi cukup tinggi yaitu sebesar 1 139-63 727 butir telur dengan tipe pemijahan secara parsial (partial spawner). Saran pengelolaan yang dapat diberikan adalah pengaturan waktu penangkapan dan pembatasan ukuran tangkap lebih dari ukuran pertama kali matang gonad. Saran Adanya penelitian lanjutan atau kajian mengenai aspek reproduksi ikan kurisi selama satu tahun untuk mengetahui musim pemijahan sehingga dapat menghasilkan suatu saran pengelolaan berupa penutupan musim penangkapan dalam satu tahun. Adanya penentuan tingkat kematangan gonad secara histologis agar lebih tepat dalam menentukan tingkat kematangan gonad ikan dan dibutuhkan data tinggi badan ikan untuk mengatur ukuran mata jaring suatu alat tangkap yang dapat menangkap ikan kurisi. DAFTAR PUSTAKA Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPP Muara Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Atmadja SB. 1984. Tingkat Kematangan Gonad Beberapa Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut (92): 1-8. Brojo M, Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides Blkr.) yang didaratkan di tempat pelelangan ikan Labuan, Pandeglang. Jurnal iktiologi Indonesia. 1(2). 13 hal. Chullasorn S, Martusubroto P. 1986. Distribution and important biological features of coastal fish recources in southest Asia. FAo Fisheries Technical Paper No. 278. 84 hal. Dan SS. 1977. Intraovarian studies and fecundity in Nemipterus japonicus (Bloch). Indian J. fish (24):48-55. Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 112 hal. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. 163 hal. Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. 163 hal. Jenning S, Kaiser MJ, Reynolds JD. 2001. Marine fisheries ecology. Blackwell publishing. United Kingdom. 417 p.

16 Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Dora M Passino. 1977. Ichthyology. John Willey and Sons, Inc. New York. 505 p. Manojkumar PP. 2003. Some aspects on the biology of Nemipterus japonicus (Bloch) from Veraval in Gujarat, Calicut Research Centre of Central Marine Fisheries Research Institute,Calicut, India. Musbir, Mallawa A, Sudirman, Najamuddin. 2006. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung, Rastreliger kanagurta di perairan Laut Flores, Sulawesi Selatan. 6(1): 19-26. Mustac B, Sinovcic G. 2011. Reproductive cycle of gilt sardine (Sardinella aurita Valenciennes 1847) in the Eastern Middle Adriatic Sea. 28: 46-50. Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. London: Academic Press. Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, Pehlivan M. 2010. Age, growth, and reproduction of goldband goatfish (Upeneus moluccensis Bleeker (1855)) from the Gulf of the Antalya (Turkey). Journal of Animal and Veterinary Advances. 9(5): 939-945. Pellokila NAY. 2009. Biologi reproduksi ikan betook (Anabas testudines Bloch, 1792) di rawa banjiran daerah aliran sungai Mahakan, Kalimantan Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rahardjo MF. 2006. Biologi reproduksi ikan blama (Nibea soldado, Lac) Sciaenidae di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 5(2) : 63-68. Rahayu ES. 2012. Kajian stok sumber daya ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Labuan, Pandeglang, Banten [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Russell BC. 1997. Nemipterid fishes of the world (treadfin breams, whiptail breams, monocle breams, dwarf breams, and coral breams) FAO Fisheries Synopsis No. 125 (12). Rome. 149 hal. Saputra SW, Soedarsono P, Sulistyawati GA. 2009. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan kuniran (Upeneus spp) di perairan Demak. Jurnal Saintek Perikanan. 5(1) : 1-6. Senta T, Tan KS. 1975. Species and size composition of threadfin snappers in the South China sea and the Andaman sea. Singapore. J. Pri. Ind. 3(1): 1-1 1. Sulistiono, Jannah MR, Ernawati Y. 2001 a. Reproduksi ikan belanak (Mugil dussumieri) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur 1(2): 31-37. Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, Watanabe S. 2001 b. Kematangan gonad beberapa jenis ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur 1(2): 25-30. Warjono J. 1990. Studi beberapa aspek biologi reproduksi ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Bleeker) di Sungai Cisadane Kabupaten Tangerang dan di Waduk Saguling Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Departemem Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 252 hal. Young PC, Martin RB. 1980. Sex ratio and hermaphroditism in Nemipterid fish from northen Australia. Jour. Fish Biol (26):273-287.

Yustina, Arnentis. 2002. Aspek reproduksi ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker) di Sungai Rangau, Riau, Sumatera. Jurnal Matematika dan Sains. 7(1): 5-14. 17

18 Lampiran 1 Alat-alat yang digunakan selama penelitian Timbangan digital Mikroskop Botol sampel Tissue Baki Cawan petri Gelas Ukur Mikrometer Kaca Preparat Alat Bedah Laptop Kamera Digital

19 Pipet tetes Penggaris Lampiran 2 Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian Formalin Akuades Ikan Kurisi (N. japonicus) Lampiran 3 Uji Chi-squarkurisi (N. japonicus) terhadap rasio kelamin betina dan jantan padaa ikan TKG Jantan Betina I 331 158 II 81 58 III 17 45 IV 4 19 V Jumlah 0 433 0 280 713 Rasio kelamin betina Rasio kelamin jantan Standar deviasi Uji ei Chi-square x hit x tab 0.3927 0.6073 0.0007 244.5 30.6022 30.6022 87.4380 3.1824 69. 5 1.9029 1.9029 31 6.3226 6.3226 11.5 4.8913 4.8913 0 - - Keputusan : X2 > X2 tabel, maka tolak Ho Kesimpulan : Proporsi kelamin ikan kurisi betina dan jantan tidak seimbang

20 Lampiran 4 Faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) selama pengambilan contoh Waktu Betina Jantan FK Rata-rata STDEV FK Rata-rata STDEV 27 Mei 2012 1.0541 0.1240 0.9791 0.1075 17 Juni 2012 0.9075 0.1204 0.8638 0.1105 30 Juni 2012 0.8614 0.0953 0.9065 0.1144 13 Juli 2012 0.8882 0.1100 0.8308 0.0906 26 Juli 2012 1.0468 0.1211 1.0822 0.1691 8 Agustus 2012 1.0301 0.1008 1.0844 0.1257 28 Agustus 2012 1.1056 0.1141 1.0955 0.1496 Lampiran 5 Pendugaan ukuran pertama kali matang gnad ikan kurisi (N. japonicus) dengan menggunakan metode Spearman-Karber Betina Selang kelas (mm) Nilai tengah(nt) Log Nt (xi) Jumlah ikan (Ni) Jumlah ikan matang gonad (Nb) Nb/Ni (Pi) 1-Pi (Qi) x(i+1)- xi Pi*Qi Ni-1 Pi*Qi/Ni- 1 98-108 103 2.0128 2 0 0.0000 1.0000 0.0441 0.0000 1 0.0000 109-119 114 2.0569 16 2 0.1250 0.8750 0.0400 0.1094 15 0.0073 120-130 125 2.0969 40 5 0.1250 0.8750 0.0366 0.1094 39 0.0028 131-141 136 2.1335 49 3 0.0612 0.9388 0.0338 0.0575 48 0.0012 142-152 147 2.1673 71 15 0.2113 0.7887 0.0313 0.1666 70 0.0024 153-163 158 2.1987 47 18 0.3830 0.6170 0.0292 0.2363 46 0.0051 164-174 169 2.2279 32 19 0.5938 0.4063 0.0274 0.2412 31 0.0078 175-185 180 2.2553 16 6 0.3750 0.6250 0.0258 0.2344 15 0.0156 186-196 191 2.2810 7 5 0.7143 0.2857 0.0243 0.2041 6 0.0340 197-207 202 2.3054 0 0 0.0000 1.0000 0.0230 0.1094 0 0.0000 208-218 213 2.3284 0 0 0.0000 1.0000 0.0000 0.0000 0 0.0000 Total 2.5885 8.4115 0.3155 0.0762 Ratarata 0.0287 0.0069 m = x k + x - x pi 2 m = 2,3284 + 0,0287-0,0287 2,5885 = 2,3427 2 antilog m = 220,1519 ukuran ikan pertama kali matang gonad antilog m = m ± 1,96 x 2 ( pi qi ) ( ni -1 ) M = 220,1519 ± 1,96 0,0287 0,0762 M 220 mm

21 Jantan Selang kelas (mm) Nilai tengah(nt) Log Nt (xi) Jumlah ikan (Ni) Jumlah ikan matang gonad (Nb) Nb/Ni (Pi) 1-Pi (Qi) x(i+1)- xi Pi*Qi Ni- 1 Pi*Qi/Ni- 1 98-108 103 2.0128 2 0 0 1 0.0441 0 1 0 109-119 114 2.0569 20 0 0 1 0.0400 0 19 0 120-130 125 2.0969 55 1 0.0182 0.9818 0.0366 0.0179 54 0.0003 131-141 136 2.1335 76 2 0.0263 0.9737 0.0338 0.0256 75 0.0003 142-152 147 2.1673 90 8 0.0889 0.9111 0.0313 0.0810 89 0.0009 153-163 158 2.1987 80 4 0.0500 0.9500 0.0292 0.0475 79 0.0006 164-174 169 2.2279 49 4 0.0816 0.9184 0.0274 0.0750 48 0.0016 175-185 180 2.2553 35 2 0.0571 0.9429 0.0258 0.0539 34 0.0016 186-196 191 2.2810 18 1 0.0556 0.9444 0.0243 0.0525 17 0.0031 197-207 202 2.3054 6 1 0.1667 0.8333 0.0230 0.1389 5 0.0278 208-218 213 2.3284 2 1 0.5000 0.5000 0.0000 0.2500 1 0.2500 Total 1.0444 9.9556 0.3155 0.2862 Ratarata 0.0287 0.0260 m = x k + x - x pi 2 m = 2,3284 + 0,0287-0,0287 1,0444 = 2,3284 2 antilog m = 213,03 ukuran ikan pertama kali matang gonad antilog m = m ± 1,96 x 2 ( pi qi ) ( ni -1 ) M = 213,03 ± 1,96 0,0287 0,2862 M 213 mm Lampiran 6 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) Waktu Betina Jantan IKG Rata-rata STDEV IKG Rata-rata STDEV 27 Mei 2012 0.2842 0.5688 0.1038 0.0866 17 Juni 2012 0.4821 0.7269 0.1087 0.0858 30 Juni 2012 0.4858 0.7256 0.1145 0.1192 13 Juli 2012 0.8669 0.4577 0.1482 0.1548 26 Juli 2012 0.1295 0.1363 0.1138 0.0918 8 Agustus 2012 0.4716 1.1222 0.1485 0.1345 28 Agustus 2012 1.3479 1.3625 0.1847 0.4493

22 Lampiran 7 Nilai fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) No ikan L (mm) W (gr) JK TKG G (gr) Q (gr) X (butir) F (butir) 3 140 50 Betina 3 0.9316 0.2012 2470 24699 10 135 50 Betina 4 1.6801 0.1491 6373 63727 64 135 50 Betina 3 0.0330 0.1638 114 1139 9 117 35 Betina 3 0.4662 1.1960 136 1362 21 122 25 Betina 3 0.4813 0.8434 211 2106 42 147 45 Betina 3 0.6204 0.9940 254 2542 48 158 50 Betina 4 1.5690 1.5189 438 4383 49 145 45 Betina 3 0.6992 1.0501 285 2848 58 120 25 Betina 3 0.5332 0.7780 262 2623 65 121 35 Betina 3 0.2430 1.1771 81 808 66 145 40 Betina 4 1.1014 0.2286 3797 37972 78 155 45 Betina 3 0.4837 0.8187 206 2062 79 127 35 Betina 3 0.4488 0.8767 245 2450 86 134 35 Betina 3 0.5202 0.7697 248 2480 94 131 35 Betina 3 0.4103 0.7774 192 1921 98 143 40 Betina 3 0.6701 0.6703 371 3712 3 162 60 Betina 4 1.1306 0.9166 585 5847 15 154 40 Betina 3 0.3823 0.7075 238 2383 20 165 50 Betina 3 0.3685 0.8515 180 1802 28 166 65 Betina 4 0.6802 0.7667 421 4214 29 170 65 Betina 3 0.5281 0.7987 303 3033 30 164 55 Betina 3 0.3712 0.6964 221 2210 31 163 55 Betina 3 0.3898 0.9454 168 1682 34 170 65 Betina 4 0.6032 0.6422 434 4343 35 164 60 Betina 4 1.3397 0.2398 3349 33488 40 155 55 Betina 3 0.5073 0.8451 250 2495 42 176 60 Betina 4 1.0462 0.2081 2164 21638 43 175 60 Betina 3 0.4581 0.1025 2140 21401 45 176 65 Betina 3 0.6046 0.1471 2009 20094 46 173 65 Betina 4 0.6966 0.1809 2181 21812 47 147 45 Betina 3 0.3492 0.7920 171 1708 55 174 70 Betina 3 0.6545 0.9800 319 3190 56 168 60 Betina 4 1.1635 0.1932 4039 40389 57 155 40 Betina 3 0.6194 0.8208 472 4724 62 170 65 Betina 3 0.8323 0.7690 663 6634 64 173 65 Betina 3 0.6566 0.8344 324 3237 67 174 70 Betina 4 0.9198 0.3354 1828 18283 68 164 60 Betina 3 0.7148 0.9927 297 2969 70 152 50 Betina 3 0.4825 1.2629 158 1582 74 172 70 Betina 4 1.0598 0.2003 2559 25587 87 160 55 Betina 4 0.7946 0.3624 1375 13755 92 160 55 Betina 3 0.6273 1.2799 176 1759 94 160 60 Betina 3 0.3871 0.9616 177 1771 95 152 50 Betina 3 0.5057 1.1996 152 1525 96 155 60 Betina 3 0.4813 0.5624 311 3110 98 174 80 Betina 4 1.0340 0.7634 623 6235 110 156 55 Betina 3 0.4557 0.8194 266 2658 12 136 45 Betina 3 1.9530 0.2444 4603 46028 14 128 35 Betina 3 1.1138 0.2775 2640 26400 79 110 30 Betina 3 1.5158 0.2439 4112 41122 5 175 90 Betina 3 2.2011 0.3330 4118 41176 31 150 50 Betina 3 0.7441 0.2630 1555 15550 34 156 50 Betina 3 1.6715 0.3349 2782 27820 49 191 125 Betina 3 2.3813 0.5351 2655 26554 50 194 120 Betina 4 3.8122 0.4190 5056 50560 66 185 100 Betina 3 2.9839 0.4378 3973 39732