Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq Kelompok Keahlian Geodesi, Institut Teknologi Bandung Labtek IX-C, Jalan Ganeca 10, Bandung. Indonesia Email : igumilar@gd.itb.ac.id Abstrak Pengolahan data merupakan salah satu aspek yang penting dalam penentuan posisi menggunakan metode Global Positioning System (GPS). Saat ini, sudah ada banyak perangkat lunak untuk mengolah data GPS. Salah satu perangkat lunak untuk mengolah data GPS yang relatif baru adalah Starpoint. Penelitian ini akan membahas tentang performa dari perangkat lunak tersebut. Metodologi yang digunakan adalah dengan mengukur GPS untuk baseline pendek, panjang, dan menengah dengan mengggunakan Perangkat lunak Starpoint. Validasi hasil dilakukan dengan mengolah data GPS dengan menggunakan perangkat lunak Leica Geomatic Office. Hasilnya, untuk baseline pendek dan menengah hasilnya relatif sama dengan LGO (orde 2 mm- 9 cm), untuk baseline menengah jauh mempunyai penyimpangan yang cukup besar (orde dm) akibat dari tidak terpecahkannya ambiguitas fase. Kata Kunci : GPS, baseline, Starpoint Starpoint Software Performance for GPS Baseline Processing Irwan Gumilar, Brian Bramanto and Teguh P. Sidiq Geodesy Research Group, Institut Teknologi Bandung Labtek IX-C, Jalan Ganeca 10, Bandung. Indonesia Email : igumilar@gd.itb.ac.id Abstract Data processing, in Global Positioning System (GPS) method, is one of the important aspect in positioning. Currently, there are a lot of GPS post processing software that have been existing. One of the newest GPS post processing software is Starpoint. This research aims to study the performance of Starpoint itself. The methodology used is process the short, medium and long baseline using Starpoint software, then validate them using Leica Geomatic Office (LGO) software. The results indicate that the position derived from Starpoint for short and medium baseline are relatively same as LGO (within 2 mm 9 m), while long baseline, there are considerable differences (within dm) due to unresolved ambiguity number. Key Words : GPS, baseline, Starpoint PENDAHULUAN Ketelitian Global Positioning System (GPS) bergantung pada beberapa faktor, diantaranya: metode pengukuran yang digunakan, tipe alat yang digunakan, dan metode pengolahan data. Untuk aplikasi sipil, GPS memberikan nilai ketelitian posisi dalam spektrum yang cukup luas, mulai dari meter sampai dengan milimeter. Sebelum Mei 2000 (Selective Availability/SA menyala), ketelitian posisi GPS metode absolut dengan data pseudorange mencapai 30-100 meter. Kemudian setelah SA mati ketelitian membaik menjadi 3-6 meter. Sementara itu teknik DGPS (Differential GPS) memberikan ketelitian 1-2 meter, dan teknik RTK (Real Time Kinematic) memberikan ketelitian 1-5 centimeter. Untuk posisi dengan ketelitian milimeter diberikan oleh teknik survai GPS dengan peralatan GPS tipe geodetik dual frekuensi dan strategi pengolahan data tertentu (Kouba dan Heroux, 2001); (Cannon dkk. 1990 dalam Seeber, 1993); (Hofmann-Wellenhof dkk. 2008); dan (Abidin, 2007). Pengolahan data GPS untuk baseline panjang memerlukan strategi khusus dalam mendapatkan ketelitian yang tinggi dan biasanya menggunakan perangkat lunak ilmiah. Umumnya pengolahan data baseline panjang akan lebih rumit jika koordinat hasil pengolahannya itu harus teliti, terutama ketika menggunakan perangkat lunak komersial. Beberapa perangkat lunak komersil sudah dapat mengolah data GPS untuk baseline relatif panjang (Gumilar dkk. 2013). Perkembangan perangkat lunak semakin berkembang, baik dari segi algoritma pengolahan maupun penanganan kesalahan dan biasnya. Saat ini hampir semua provider alat GPS mempunyai perangkat lunak untuk mengolah data GPS mentah dari receiver-nya. Salah satu perangkat lunak yang relatif baru adalah Starpoint yang merupakan perangkat lunak dari GPS Navcom. Paper ini akan membahas secara detil mengenai kinerja dari perangkat lunak Starpoint untuk pengolahan data GPS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja
Starpoint untuk mengolah data GPS baseline pendek, menengah, dan panjang. KONSEP DASAR GPS GPS adalah metode penentuan posisi berbasiskan satelit milik Amerika Serikat yang tidak tergantung kepada waktu, cuaca, topografi, dan dapat digunakan oleh banyak orang dalam waktu bersamaan. Sistem GPS terdiri dari 3 segmen utama, yaitu segmen satelit, segmen pengguna, dan segmen kontrol. Hal yang paling penting dalam sistem GPS adalah sinyal GPS yang dipancarkan oleh satelit dan diterima oleh receiver. Ketelitian posisi sangat bergantung pada bentuk, jumlah, karakterisitik dari sinyal-sinyal tersebut yang meliputi daa kode, pengoinformasi posisi satelit, dan gelombang pembawa (L1,, L1C, C, dan L5). Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan kebelakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya diketahui. Dalam hal ini terdapat tiga parameter posisi pengamat (Xr, Yr, Zr). Pengukuran jarak dari satelit ke receiver dapat dilakukan melalui pengamatan pseudorange dan carrier phase. Prinsip pengamatan pseudorange adalah pengukuran jarak, yaitu dengan membandingkan kode yang diterima dari satelit, dengan kode replika yang diformulasikan di dalam receiver. Waktu yang diperlukan untuk menghimpitkan kedua kode tersebut adalah waktu yang diperlukan oleh kode tersebut untuk menempuh jarak dari satelit ke pengamat. Dengan mengalikan lama waktu yang diperlukan untuk menghimpitkan kedua kode tersebut dengan kecepatan cahaya, maka jarak antara pengamat dengan satelit dapat ditentukan sebagai berikut (Hofmann-Wellenhof dkk. 2008). Untuk pengukuran jarak dengan fase (L_i) dari gelombang pembawa L1 dan, nilai ambiguitas fase harus ditentukan terlebih dahulu, karena hasil ukuran fase sinyal GPS bukanlah merupakan jarak absolut dari satelit ke receiver. Untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan satelit, panjang gelombang dikalikan dengan jumlah hasil ukuran fase ditambah nilai ambiguitasnya (Abidin, 2007). Pengolahan data GPS umumnya dari tiga tahapan utama, yakni: pengolahan baseline, perataan jaringan, dan transformasi koordinat. Pada pengolahan data GPS, khususnya untuk data fase, ada beberapa aspek yang penting diperhatikan. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah: perangkat lunak, mekanisme pemrosesan data, penanganan kesalahan dan bias, sumber daya manusia, serta penanganan ketiga tahapan pengolahan data di atas. METODOLOGI Pada penelitian ini, pengolahan data GPS akan dilakukan untuk mengolah data GPS untuk baseline pendek (~10km), baseline menengah (~50km), dan baseline Panjang (~100km). Pengolahan data GPS dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Starpoint dan Leica Geomatic Office (LGO) 8.1. Hasil pengolahan menggunakan perangkat lunak LGO 8.1 digunakan untuk validasi hasil pengolahan menggunakan Starpoint. Pada penelitian Gumilar dkk. (2013), hasil pengolahan baseline di bawah 100 km dengan menggunakan LGO 8.1 hasilnya hampir sama dengan hasil pengolahan dari perangkat lunak ilmiah Bernese 5.0. Skema metodologi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Pendek Menengah Pengolahan Data GPS Menggunakan Startpoint dan LGO Koordinat dan StandarDeviasi Hasil Starpoint dan LGO 8.1 Analisis Kinerja Perangkat Lunak Starpoint Kesimpulan Jauh Gambar 1. Diagram alir metodologi penelitian Lama pengamatan untuk masing-masing baseline adalah 16-24 jam. Adapun titik-titik yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Stasiun GPS, lokasi, dan panjang baseline penelitian No Nama titik Lokasi Jarak dari Base (km) 1 BASE ITB ~ 0 2 SRT1 Bandung ~ 5 3 SRT2 Lembang ~ 7 4 MDM1 Soreang ~ 17 5 MDM2 Sumedang ~ 35 6 MDM3 Garut ~ 48 7 LNG1 Kuningan ~ 98
PENGOLAHAN DATA GPS Pengolahan Data GPS dengan Perangkat lunak Ilmiah LGO 8.1 Leica Geo Office versi 8.1 atau disingkat LGO 8.1 merupakan salah satu perangkat lunak untuk pengolahan data GPS yang dikeluarkan oleh Leica pada tanggal 16 Mei 2011, termasuk dalam kategori perangkat lunak komersial. Kelebihan dari perangkat lunak ini tidak hanya kepraktisan penggunaannya (user friendly), tetapi dapat menggunakan beberapa model dalam mereduksi efek kesalahan dan bias selama pengamatan. Beberapa parameter yang dimodelkan dalam perangkat lunak ini diantaranya yaitu : - Cut-off angle, pada menu ini pengguna diberikan pilihan untuk mengolah sinyal yang berasal dari sudut elevasi tertentu. Umumnya sudut elevasi yang diolah sebesar 15. - Ephemeris, pada menu ini pengguna diberikan jenis informasi orbit satelit yang digunakan. Sebaiknya gunakan data precise ephemeris untuk informasi yang lebih akurat - Frequency, parameter ini mendefinisikan frekuensi data yang akan digunakan pada pengolahan data. Jika receiver yang digunakan dual-frequency, maka secara otomatis perangkat lunak ini akan menggunakan kedua frekuensi tersebut (kombinasi linear data fase) untuk mereduksi pengaruh kesalahan ionosfer. - Fix ambiguities up to, nilai ini mendefinisikan jarak baseline maksimum dimana perangkat lunak akan coba memecahkan bilangan ambiguitas fase. Jarak baselinedefault-nya sebesar 80 km sedangkan jarak maksimum yang dapat digunakan yaitu 500 km dengan syarat data fase yang digunakan dualfrequency. - Tropospheric model, merupakan model troposfer yang digunakan untuk menghitung delay sinyal. Pilihan model yang ditawarkan yaitu, Hopfield, Simplified Hopfield, Saastamoinen, No Troposphere, dan Computed. - Ionospheric model, merupakan model ionosfer yang digunakan untuk menghitung besar pengaruh aktivitas ionosfer terhadap sinyal GPS. Pilihan model yang ditawarkan yaitu, Computed model, Klobuchar model, Standard, No model, dan Glonal/Regional model. Parameter yang digunakan dalam strategi pengolahan data GPS dengan menggunakan LGO 8.1 diringkaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter dari strategi pengolahan data GPS pada LGO 8.1 Parameter Orbit Efek troposfir Efek ionosfir Ambiguitas fase Keterangan Precise ephemeris Dimodelkan dengan model Saastomeinen Dimodelkan Metode FARA (Fast Ambiguity Resolution Approach) Hasil pengolahan data GPS dengan menggunakan LGO 8.1 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 memuat juga Strategi Pemecahan Ambiguitas (SPA) yang digunakan. Tabel 3. Koordinat dan standar deviasi (std) hasil pengolahan LGO 8.1 Titik Easting (m) Northing (m) Height(m) std E Std N std H SPA SRT2 789100.2959 9244874.2934 1329.6376 0.0003 0.0002 0.0006 SRT1 786579.5207 9240796.0221 966.2177 0.0002 0.0004 0.0005 MDM3 820808.1482 9201217.1779 746.6588 0.0008 0.0007 0.0017 MDM2 822968.0592 9240864.0573 482.5864 0.0005 0.0008 0.0009 MDM1 778936.1305 9223148.1115 745.6409 0.0003 0.0002 0.0006 LNG1 885988.4207 9240819.1449 467.9582 0.0422 0.0517 0.0668 Pengolahan Data GPS dengan Perangkat lunak Ilmiah Starpoint Starpoint merupakan salah satu perangkat lunak terbaruuntuk pengolahan data GPS yang dikembangkan oleh NAVCOM. Sama halnya seperti Leica Geo Office, Starpoint juga termasuk kedalam kategori perangkat luak komersial. Beberapa parameter yang dapat digunakan dalam perangkat lunak ini adalah: - Mask angle, sama seperti Cut-off angle, pada menu ini pengguna diberikan pilihan untuk mengolah sinyal yang berasal dari sudut elevasi tertentu. Umumnya sudut elevasi yang diolah sebesar 15. - Pre-Process parameter, pada menu ini pengguna diberikan pilihan untuk memilih ephemeris yang akan digunakan. Sebaiknya gunakan data precise ephemeris untuk informasi yang lebih akurat - Solution Parameters, pada menu ini, pengguna diberikan pilihan untuk menggunakan konstelasi satelit yang digunakan (GPS, GLONASS, Galileo, dan
BeiDou), interval waktu yang digunakan untuk pengolahan data, frequency, pilihan untuk memfiksasi ambiguities carrier phase, dan juga untuk jarak minimum untuk melakukan koreksi ionosfer (L3 ionospheric-free) untuk data dual frekuensi. Parameter yang digunakan dalam strategi pengolahan data GPS dengan menggunakan Starpoint pada Tabel 4. Perbedaan parameter dengan LGO 8.1 terutama pada pemecahan ambiguitas fase. Tabel 4. Parameter dari strategi pengolahan data GPS pada Starpoint Parameter Orbit Efek troposfir Efek ionosfir Ambiguitas fase Keterangan Precise ephemeris Default, dimodelkan dengan model Hopfield Auto Default software Hasil pengolahan data GPS dengan menggunakan Starpoint dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 memuat juga Strategi Pemecahan Ambiguitas (SPA) yang digunakan. Tabel 5. Koordinat dan standar deviasi (std) hasil pengolahan Starpoint Titik Easting (m) Northing (m) Height(m) std E stdn std H SPA (2) dimana, dx merupakan selisih antar koordinat (Easting, Northing, dan Height), X1 dan X2 merupakan koordinat yang didapat pada masing-masing pengolahan, StddX, StdX1, dan StdX2 merupakan standar deviasi selisih, dan standar deviasi pada masing-masing pengolahaan. Pada Easting, selisih absolut minimum pada SRT1 (2 mm) dan maksimum pada LNG1 (4.72 dm). Pada Northing, selisih absolute minimum pada SRT1 (3 mm) dan maksimum pada LNG1 (3.82 dm). Pada Height, selisih absolute minimum pada SRT1 (4 mm) dan maksimum pada LNG1 (4.77 dm). Tabel 6. Selisih koordinat dan standar deviasi yang dihasilkan Titik de dn dh std de std dn std dh SRT2-0.004-0.010 0.096 0.004 0.004 0.011 SRT1 0.002 0.003 0.004 0.006 0.004 0.011 MDM3 0.069-0.096-0.130 0.008 0.006 0.015 MDM2 0.003-0.009-0.100 0.006 0.004 0.011 MDM1-0.035 0.061-0.036 0.009 0.007 0.018 LNG1-0.472-0.382 0.477 0.161 0.060 0.118 Gambar 2, 3, dan 4 menunjukkan perbadingan antara absolut dari selisih koordinat yang didapatkan terhadap jarak baseline. Secara umum, didapat kecenderungan eksponensial yang menunjukkan bahwa semakin jauh jarak baseline maka selisih koordinat yang didapat akan semakin besar. SRT2 789100.292 9244874.283 1329.734 0.004 0.004 0.011 Fix SRT1 786579.523 9240796.025 966.222 0.006 0.004 0.011 Fix MDM3 820808.217 9201217.082 746.529 0.008 0.006 0.015 MDM2 822968.062 9240864.048 482.486 0.006 0.004 0.011 L3 fix ionofree L3 fix ionofree MDM1 778936.095 9223148.173 745.605 0.009 0.007 0.018 Fix LNG1 885987.949 9240818.763 468.435 0.155 0.031 0.097 Float ANALISIS DAN DISKUSI Berdasarkan hasil yang didapatkan pada Tabel 3 dan Tabel 5 didapatkan selisih koordinat dengan standar deviasi yang ditunjukkan pada Tabel 6. Selisih koordinat dan standar deviasi didapat dengan menggunakan prinsip perambatan kesalahan pada persamaan berikut: (1) Gambar 2. Selisih Easting terhadap jarak baseline
REFERENSI Abidin, H. Z. (2007). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: PT Pradanya Paramita. Gumilar, I., Wijaya, D.D., Andreas, H, Agung, S.P (2012). Studi Kinerja Perangkat Lunak Leica Geo Office 8.1 Untuk Pengolahan Panjang. Prosiding Forum Ilmiah Tahunan (FIT) dan Seminar Internasional, Informasi Geospasial Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pembangunan Ekonomi, ISBN: 978-602-9439-18-2, Jakarta, 17 Oktober, 26-36. Gambar 3. Selisih Northing terhadap jarak baseline Hofmann-Wellenhof., Lichtenegger, H, dan Wasle, E. (2008). GNSS Global Navigation Satellite Systems, GPS, Glonass, Galileo, and More, SpringerWien, Newyork. Kouba, J. dan Heroux, P. (2001). GPS Precise Point Positioning Using IGS Orbit Product, GPS Solutions, Vol.5, No.2, 12 28. Seeber, G. (1993). Satellite Geodesy, Foundation, Methods, and Applications, Walter de Gruyter, Berlin 1993. Gambar 4. Selisih Height terhadap jarak baseline Pada baseline pendek dan menengah (0 50 km), selisih koordinat didapatkan pada orde millimeter hingga sentimeter, hal ini terjadi akibat terpecahkan ambiguitas fase pada kedua perangkat lunak pengolahan GPS. Berbeda dengan baseline pendek dan menengah, untuk baseline jauh (~98 km), selisih koordinat didapatkan pada orde beberapa desimeter, hal ini terjadi akibat tidak terpecahkannya ambiguitas fase pada perangkat lunak Starpoint. KESIMPULAN Validasi hasil yang dilakukan dengan mengolah data GPS dengan menggunakan perangkat lunak Leica Geomatic Office dapat didapat kesimpulan bahwa untuk baseline pendek dan menengah hasilnya relatif sama dengan LGO (orde 2 mm- 9 cm), sedangkan untuk baseline menengah jauh mempunyai penyimpangan yang cukup besar (orde dm) akibat dari tidak terpecahkannya ambiguitas fase. Secara umum, Starpoint mampu manangani pengolahan data GPS untuk baseline pendek dan menengah (0 50 km).