EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO Oleh : Donny Wahyu, SPt* Kinerja reproduksi sapi betina adalah semua aspek yang berkaitan dengan reproduksi ternak. Estrus pertama setelah beranak dapat digunakan sebagai indikator penampilan reproduksi induk. Penampilan reproduksi sapi betina dapat dilihat dari estrus pertama, umur pertama kali kawin, S/C, kawin setelah beranak dan interval kelahiran (Hunter, 198 1). Kinerja reproduksi induk juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak. Kinerja reproduksi ternak dipengaruhi oleh faktor-faktor masa pubertas, S/C, jumlah kelahiran, lingkungan, cara perkawinan dan bangsa ternak (Hardjosubroto, 1980). Menurut Susilawati dan Affandi (2004), sapi hasil per silangan antara lokal dan Limousin pada generasi keduanya mengalami subfertil sehingga S/C menjadi tinggi. Penyebab tingginya angka S/C adalah 1) petani terlambat mendeteksi saat estrus atau terlambat melaporkan estrus sapinya kepada petugas inseminator, 2) adanya kelainan pada alat reproduksi induk sapi, 3) inseminator kurang terampil, 4) fasilitas pelayanan inseminasi terbatas, dan 5) kurang lancarnya transportasi (Hadi dan Ilham, 2002). S/C dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya fertilitas betina, fertilitas pejantan, faktor lingkungan dan inseminator. Fertilitas betina dapat dilihat dari adanya kebuntingan, kondisi saluran reproduksi, pakan yang diberikan, perubahan kondisi tubuh dari kelahiran sampai perkawinan kembali, umur dan bangsa (Nebel, 2002). Service per conception (S/C) adalah jumlah perkawinan inseminasi untuk menghasilkan kebuntingan. S/C merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi reproduksi dan S/C yang normal antara 1,6 sampai 2,0. S/C dipengaruhi oleh tingkat kesuburan jantan dan betina, waktu inseminasi,
dan teknik inseminasi yang digunakan. Sumadi, Budiarto dan Aryogi (2008) bahwa S/C sapi potong di Sukorejo Jawa Tengah untuk PO 1,74 ± 0,85; Simpo 3,73 ± 0,04 dan Limpo 2,73 ± 1,40; sedang hasil penelitian di Kulon Progo Jawa Tengah untuk PO 1,71 ± 0,61 ; Simpo 2,54 ± 0,78 dan Limpo 2,82 ± 0,87. Lebih lanjut dinyatakan bahwa sapi Simpo dan Limpo dengan porsi darah Bos Taurus di atas 75 % disarankan disilangkan dengan sapi Brahman. Proporsi darah Bos Taurus dalam sapi hasil persilangan maksimal 65,5 % supaya mampu beradaptasi dengan kondisi peternakan rakyat. Interval antara melahirkan dan munculnya estrus kembali setelah melahirkan (postpartum anestrus period) mempunyai kontribusi besar yang menentukan jarak kelahiran tersebut. Menurut pendapat Anderson, Burris, Johns and Bullock (1994), jarak bunting kembali untuk meningkatkan efisiensi reproduksi harus 80-85 hari setelah beranak, tetapi menurut hasil penelitian yang pernah dilaporkan menunjukkan bahwa PPI ( Post Partum Interval) terjadi pada 30 sampai 170 hari. Penyebab kegagalan sapi bunting antara lain disebabkan karena deteksi estrus yang dilakukan peternak tidak tepat, umumnya akibat pengetahuan peternak masih kurang sedangkan faktor kegagalan sapi bunting lainnya antara lain dari usia sapi awal kawin (sapi dara), kecukupan gizi sapi betina, kemampuan petugas IB atau inseminator dan kualitas bibit jantan. Pada bulan Agustus September 2016 telah dilaksanakan survei pertumbuhan populasi sapi potong di Kabupaten Mojokerto. Tujuan survei adalah sebagai percontohan dalam upaya mengetahui efisiensi reproduksi ternak di suatu wilayah sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi. Penentuan lokasi kecamatan dan desa dapat mewakili/menggambarkan kondisi wilayah didasarkan wilayah padat, sedang dan rendah populasi. Sehingga dapat mengetahui permasalahan pertumbuhan ternak wilayah yang bersangkutan.
Untuk menghitung jumlah sampel yang diperlukan, digunakan rumus Taro Yamane (Taro Yamane, 1967). Rincian Sampel Kabupaten Mojokerto NO KECAMATAN DESA SAMPEL PEMELIHARA SAPI POTONG 1 Trawas Ketapanrame / Seloliman 40 (Populasi Tinggi) (P.Tinggi) Tamiajeng / Selotapak 25 (P.Sedang) Kedungudi / Sugeng (P.Rendah) 15 Subtotal 80 2 Jetis Lakardowo / Bendung (P.Tinggi) 35 (Populasi Sidorejo / Sawo (P.Sedang) 20 Sedang) Perning / Mlirip (P.Rendah) 15 Subtotal 70 3 Sooko Mojoranu / Sambiroto (P.Tinggi) 30 (Populasi Kr Kedawang/Ngngs Rembyong 20 Rendah) (P.Sedang) Jampirogo / Sooko (P.Rendah) 10 Subtotal 60 Total 210 Performans reproduksi digambarkan dengan parameter S/C ( service per conception), APP ( anestrus post partum), C.I. ( calving interval). Prestasi reproduksi sapi potong pada dasarnya baik, S/C 2,14±0,58 kali sudah terjadi kebuntingan, jumlah akseptor IB sudah mencapai 100 %; penyapihan pedet maksimal 6,07±0,79 bulan, sapi induk dikawinkan kembali 8,38±1,54 bulan setelah beranak, sehingga kondisi seperti ini berdampak sapi betina melahirkan setiap 19 bulan. Untuk mengefektifkan daya reproduksi sapi betina
dan agar supaya tingkat kelahiran bisa ditingkatkan adalah dengan memperpendek waktu kawin setelah beranak. Seharusnya sapi betina setelah muncul tanda-tanda berahi (45 hari setelah melahirkan ) ditunggu satu siklus berahi lagi (66 hari setelah melahirkan) sudah dan segera dikawinkan, karena kandungannya sudah kuat untuk menerima calon pedet lagi. Efisiensi reproduksi sapi potong di Kabupaten Mojokerto secara umum masih dalam kisaran normal tetapi belum optimal, karena dimungkinkan tidak validnya data dari salah satu aktifitas reproduksi yang ekstrem, dan dari suatu wilayah tertentu yang sangat bervariasi jenis sapi yang dipelihara. Namun persentase kelahiran pedet terhadap betina dewasa sudah mencapai 54,90 persen dan kelahiran pedet terhadap populasi hanya mencapai 23,35 persen. Artinya kondisi sapi betina dewasa di Kabupaten Mojokerto masih dalam batas aman karena tingkat kelahiran pedet terhadap induk masih diatas 50 persen, dan masih masuk kategori aman dalam menstabilkan populasi sapi potong di wilayah Kabupaten Mojokerto. Namun demikian apabila kondisi seperti ini tidak segera ada tindakan/penanganan khusus (tidak ada upaya perbaikan/peningkatan) maka berdasarkan data yang ada 2-3 tahun mendatang akan berdampak pada penurunan populasi. Tingkat kematian pedet dan muda terdeteksi 0,53 % dari populasi maka natural increase (NI) sapi di Kabupaten Mojokerto tahun 2016 sebesar 22,82 %. Besar kecilnya nilai natural increase sangat tergantung jumlah betina produktif dan tingkat kematian. Dengan jumlah betina produktif hasil survei yang tersedia hanya 52,27 persen, berarti nilai NI 22,82 persen pertumbuhan populasi sapi di kabupaten Mojokerto untuk jenis sapi yang beragam dikategorikan cukup baik, dan nilai NI yang diperoleh tahun 2016 akan bertambah sehubungan dengan pada saat pendataan induk dalam kondisi bunting dengan umur kebuntingan 2-8 bulan sebanyak 52 ekor. Artinya pada satu tahun mendatang akan bertambah pedet yang lahir 52 ekor dan apabila tidak ada yang mati, nilai natural increase sapi potong di Kabupaten Mojokerto dapat diprediksi sebesar 32,35 persen.
Peningkatan persentase kelahiran dari betina dewasa umur produktif, merupakan kunci utama dalam upaya meningkatkan jumlah pedet khususnya di wilayah yang disurvei. Dengan demikian bertambahnya pedet yang lahir akan menambah jumlah betina muda pada satu tahun berikutnya. Hal ini dimaksudkan untuk replacement stock induk umur 2 tahun dan menjaga kestabilan populasi dalam wilayah pembibitan. Rendahnya persentase betina muda di wilayah yang disurvei perlu diperhatikan karena dikhawatirkan terjadi pengurasan ternak muda keluar wilayah Mojokerto *Donny Wahyu Indriatmoko, SPt Pengawas Bibit Ternak Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur DAFTAR PUSTAKA Hardjosubroto, W., H. Mulyadi dan Soepiyono. 1980. Performance Reproduksi Sapi Peranakan Ongole di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Seminar Ruminansia. A. P3T. Hunter, R.H.F, 1981, Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Penerbit ITB Bandung dan Universitas Udayana. Nebel, R.L. 2002. What should your AI Conception Rate be?. Extension Dairy Scientist, Reproductive Management. Virginia State University Susilawati, T dan Affandy, L. 2004. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Melalui Teknologi Reproduksi Tantangan dan Peluang Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Melalui Teknologi Reproduksi. http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id.