MEREHABILITASI LAHAN MELALUI POLA ADOPSI POHON Oleh Sutrisno Sumantri, S.Hut *

dokumen-dokumen yang mirip
Green Corridor Initiative Project (Prakarsa Lintasan Hijau)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

M DUL FGD. Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program CITARUM WATERSHED MANAGEMENT AND BIODIVERSITY CONSERVATION

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

PEMANFAATAN DAK BIDANG KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PELAYANAN PUBLIK DAN SYARAT-SYARAT PENGAJUAN KEGIATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.51/Menhut-II/2008 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 3/Menhut-II/2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KEHUTANAN

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

I. PENDAHULUAN. lain-lain merupakan sumber daya yang penting dalam menopang hidup manusia.

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

KOMPENSASI HULU-HILIR DAN INSENTIF PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AIR

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

STRATEGI IMPLEMENTASI RAD-GRK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA STRATEGIS

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

KARANGANYAR, Hutan Sehat, Desa Sehat Oleh : Endang Dwi Hastuti*

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*Diterima : 20 Maret 2013; Disetujui : 29 Juli 2013

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahan fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

Transkripsi:

MEREHABILITASI LAHAN MELALUI POLA ADOPSI POHON Oleh Sutrisno Sumantri, S.Hut * Pada masa kini pengelolaan penanganan lahan kritis dilakukan dengan berbagai cara baik secara vegetative melalui penanaman pohon maupun secara sipil teknis melalui bangunan konservasi air dan tanah. Dalam kegiatan rehabilitasi dapat dilakukan dengan menanam baik melalui dana swadaya, bantuan perusahaan, maupun bantuan pemerintah. Salah satu metode yang dapat dikembangkan yaitu dengan rehabilitasi lahan melalui adopsi pohon. Pengertian adopsi menurut Wikipedia adalah tindakan mengadopsi, diadopsi. Mengadopsi adalah untuk mengambil kedalam keluarga seseorang. Pengertian pohon adalah tumbuhan yang berkayu dan terbagi menjadi dua kelompok tumbuhan yaitu kelompok pohon berakar tunjang dan kelompok pohon berakar serabut. Maka adopsi pohon dapat juga diartikan tindakan untuk mengambil sebagai bagian dari keluarga khususnya dalam memelihara dan mengelola pohon. Dengan menggunakan pola adopsi pohon diperoleh manfaat sebagai berikut : a. Masyarakat terlibat secara langsung dalam penanganan rehabilitasi lahan dan dapat memberikan perhatian secara penuh terhadap pohon yang diadopsinya, baik melalui pemupukan atau penanganan penyakit terhadap pohon tersebut sehingga keberlangsungan tumbuh pohon dapat terjamin. b. Sebagai langkah nyata dalam mengurangi emisi karbon atau gas rumah kaca melalui penanaman pohon. c. Sebagai implementasi dari bagian kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) bagi perusahaan. d. Upaya meningkatkan nilai estetika atau nilai keindahan/manfaat dari suatu taman atau hutan kota maupun ruang terbuka hijau lainnya. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan dalam pola adopsi pohon meliputi tanaman multi purpose species dan tanaman jenis kayu-kayuan. Jenis tanaman yang akan ditanam disesuaikan dengan lokasi yang akan dikembangkan dalam pola adopsi pohon. Ada beberapa lokasi yang dapat dikembangkan atau layak dicalonkan sebagai rehabilitasi lahan melalui pola adopsi pohon sebagai berikut :

a. Hutan kota merupakan salah satu kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan didaerah perkotaan. Lokasi ini memungkinkan dikembangkan pola adopsi pohon dengan menyiapkan lokasi yang belum ditanami sebagai lokasi adopsi pohon. Adapun pohon yang dapat dikembangkan antara lain pucuk merah, glodogan tiang, krei payung, tanjung, pinus, cemara dan sebagainya. Ilustrasi lokasi adopsi pohon dihutan kota b. Penanaman di Sempadan jalan (jalan tol, jalan raya maupun jalan lingkungan), potensi lahan disempadan jalan cukup potensial. Namun lokasi yang tidak berdekatan dengan pemukiman merupakan calon lokasi yang cukup baik sehingga terhindar dari rusak atau matinya pohon yang ditanam. Adapun jenis tanaman yang dapat dikembangkan dalam lahan ini antara lain mahoni, kaya, matoa, rasamala, trembesi, gmelina dan sebagainya.

Ilustrasi lokasi adopsi pohon di sempadan jalan c. Di daerah catchment area konservasi air baik berupa embung, empang maupun situ, selain meningkatkan estetika daerah tersebut sebagai juga berfungsi sebagai green belt dengan daerah sekitarnya. Adapun tanaman yang dapat dikembangkan antara lain jenis buah-buahan (mangga, rambutan, lengkeng, asam, kersen) dan jenis kayu-kayuan (sengon,mahoni dan sebagainya). Ilustrasi lokasi adopsi pohon di empang

d. Di ruang terbuka hijau yang dimiliki instansi baik pemerintahan maupun swasta. Adapun tanaman yang dapat dikembangkan antara lain tanjung, glodogan tiang, pucuk merah dan sebagainya. Ilustrasi lokasi adopsi pohon di ruang terbuka hijau area perkantoran Teknik pola adopsi pohon dapat dilakukan dengan beberapa pola yaitu : 1). Pola mandiri yaitu pola adopsi pohon ditanam dan dipelihara oleh sendiri. Dalam melaksanakan pola ini masyarakat yang melakukannya harus meluangkan waktu untuk menangani pohon yang diadopsinya. 2). Pola bantuan pengelola yaitu pola adopsi pohon yang ditanam dan dipelihara oleh lembaga atau orang yang mengurus lahan tersebut sehingga biaya diberikan kepada lembaga/orang yang menanganinya. 3). Pola konservasi pohon yaitu pola adopsi pohon dimana pohon diadopsi telah tumbuh besar dan mempunyai fungsi hidrologis yang baik bagi lingkungan sekitarnya. Masyarakat yang melakukan adopsi terhadap pohon ini, dengan memberikan dana kepada pemilik pohon dan lahan agar tidak dilakukan penebangan terhadap pohon tersebut.

Mekanisme implementasi pola adopsi pohon dapat dilakukan oleh pemerintah, swasta atau lembaga serta perorangan yang mempunyai lahan untuk dapat dikembangkan dengan pola adopsinya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pola adopsi pohon sebagai berikut : 1. Menetapkan periode adopsi pohon, misalnya minimal 2 tahun. 2. Menentukan jumlah minimal pohon yang akan di adopsi, misalnya untuk perorangan sebanyak 1 pohon dan perusahaan atau instansi sebanyak 200 pohon. 3. Menetapkan biaya adopsi pohon, dimana biaya ini digunakan untuk menanam, memelihara dan mengelola manajemen adopsi pohon, misalnya biaya adopsi 1 pohon adalah US $ 0,2 atau Rp. 2.000,- per pohon per bulan. 4. Menentukan luasan lokasi adopsi pohon, untuk luasan disesuaikan dengan kemampuan lahan yang ada. 5. Akuntabilitasi adopsi pohon, bilamana adopsi pohon dilakukan oleh perorangan dengan pola bantuan pengelola dan pola konservasi, pengelola atau instansi wajib melaporkan perkembangan pohon setiap tahun sekali atau bilamana sewaktuwaktu adopter membutuhkan informasi dapat segera diberikan. 6. Memasang identitas adopter, dalam pola adopsi pohon ini adopter diberikan identitas dengan Sertifikat adopsi pohon dan pencatuman nama adopter pada lokasi kegiatan penanaman pohon adopsi (diberi papan nama, yang memuat nama jenis, waktu penanaman, dan nama orang tua asuh serta memiliki nilai koordinat geografis). Berdasarkan hasil penelitian para ilumwan menyampaikan bahwa satu pohon menghasilkan 1,2 Kg oksigen per hari, satu orang bernafas perlu 0,5 Kg oksigen per hari. Jadi satu pohon menunjang kehidupan dua orang dan menebang satu pohon berarti menghilangkan fungsi oksigen pada 2 orang.

Selanjutnya apabila satu pohon rata-rata mampu menyerap karbondioksida sebesar 1 ton per pohon/daur hidup, dan setiap satu hektare hutan yang hijau mampu menyerap 8 kilogram karbondioksida yang ada dalam atmosfer, maka jumlah tersebut setara dengan karbondioksida yang dihembuskan 200 orang dalam waktu besamaan. Ilustrasi nilai manfaat satu pohon Program Adopsi Pohon yang sudah dilakukan di beberapa taman nasional antara lain : a) Taman Nasional Gunung Halimun Salakohon Dalam rangka merehabilitasi lahan kawasan di areal perluasan dan untuk menyediakan pendapatan alternatif untuk masyarakat di sekitar kawasan, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) bekerja sama dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Conservation Indonesia (CI), dan Konsorsium GEDEPAHALA bekerja sama menciptakan suatu program yang dinamakan dengan Program Adopsi Pohon. Terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan program ini, yaitu meningkatkan kesadaran serta mendorong publik untuk lebih memberikan perhatian kepada lingkungan alam, mendukung tercapainya program konservasi sumberdaya hutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan kawasan konservasi

karena program ini melibatkan masyarakat sekitar kawasan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaannya. Program Adopsi Pohon di kawasan TNGHS memiliki mekanisme yang mengatur pengelolaan donasi dari adopter. Setiap adopter yang ingin melaksanakan program ini dapat menyerahkan dana adopsi pohon kepada TNGHS melalui Konsorsium GEDEPAHALA. Adapun perincian dari mekanisme tersebut adalah sebagai berikut: Bapak/Ibu Asuh (Adopter) menitipkan dana sebesar Rp 70.000,- per pohon kepada masyarakat lokal untuk tujuan merestorasi/merehabilitasi kawasan TNGHS dengan penanaman pada kawasan hutan yang rusak, dengan jangka waktu adopsi selama 5 tahun. Karena setelah 5 tahun, pohon dianggap akan dan dapat tumbuh dengan baik. Sebesar 20% dana dipergunakan untuk kegiatan penanaman antara lain pembibitan, pelaksanaan penanaman dan penyulaman. Masyarakat wajib menanam pohon adopter (pohon wajib) dan pohon restorasi (pohon prestasi) dengan perbandingan 1:4. Maksudnya adalah untuk setiap 1 pohon yang diadopsi oleh adopter, maka masyarakat diwajibkan menanam 4 pohon restorasi. Sebagai contohnya adalah jika adopter mengadopsi sebanyak 100 pohon, maka masyarakat akan menanam total sebanyak 500 pohon. Sebesar 40% akan dipergunakan untuk dana SISDUK (Sistem Dukungan Masyarakat Hulu). SISDUK dipergunakan untuk membiayai modal usaha mandiri kelompok masyarakat di luar kawasan. Sebesar 50% dari dana SISDUK, akan diberikan pada tahun ke-0 setelah masyarakat melakukan persiapan dan penanaman pohon adopter (pohon wajib) dan pohon restorasi (pohon prestasi), sedangkan 50% sisanya akan diberikan secara bertahap setiap 6 bulan sekali hingga jangka waktu 5 tahun habis berdasarkan evaluasi pihak Taman Nasional terhadap kepastian bahwa bibit yang telah ditanam dipelihara dan akan disulam apabila ada kematian. Sebesar 30% digunakan untuk kegiatan fasilitasi dan pendampingan untuk penguatan kelembagaan kelompok masyarakat tersebut. Sebesar 5% dikelola oleh Perkumpulan GEDEPAHALA. Sebesar 5% untuk database system dan pemetaan

b) Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. a. Model Adopsi Pohon Pola Internasional Model ini telah dilaksanakan dengan sistem Miyawaki pada bulan Januari 2012 di Blok Los Beca, Cimungkat seluas 1 ha dengan tanaman 33 jenis dan jarak tanam 0,7 m x 0,7 m. Restorasi hutan sistem Miyawaki dimaksudkan untuk memulihkan fungsi kawasan hutan dan tutupan lahan dalam waktu yang lebih singkat dengan jarak tanam yang rapat dan jumlah tanaman 20.000-30.000 pohon/ha (Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2011). Konsep restorasi ini telah berhasil dilaksanakan di beberapa negara seperti Malaysia, Brasil, dan Kenya, sedangkan di Indonesia diujicobakan di TNGGP. Pelaksanaan kegiatan dimulai dari persiapan lahan, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaannya dilakukan oleh Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement (OISCA) dengan dana dari Mitsubishi Corporation dan melibatkan Kelompok Tani Cipanas, Desa Kadudampit dan Baru Geulis, Desa Caringin serta pam swakarsa yang beranggotakan 40 orang. b. Model Adopsi Pohon Pola Nasional Adopsi pohon bertujuan untuk mengembalikan fungsi dan kondisi hutan yang semula hutan produksi menjadi hutan konservasi dengan fungsi konservasi dengan mengikutsertakan masyarakat, organisasi, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, perusahaan lokal maupun asing untuk berpartisipasi (Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2012). Biaya yang dikenakan dalam kegiatan penanaman ini adalah Rp 108.000,-/pohon dalam jangka waktu tiga tahun dengan perincian alokasi dana sebagai berikut: penanaman sebesar Rp 37.800,- (35%), manajemen sebesar Rp16.200,- (15%), dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp 54.000,- (50%) yang akan diserahkan tunai kepada masyarakat. Dengan melaksanakan rehabilitasi lahan melalui pola adopsi pohon diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan disekitarnya sehingga dapat bernilai manfaat baik secara ekologis, hidrologis maupun estetika. Selain itu juga ada yang sangat penting yaitu meningkatnya kesadaran dan perhatian masyarakat terhadap lingkungan yang baik dan lestari.

*Penyuluh Kehutanan Provinsi Banten Sumber referensi : http://halimunsalak.org/tentang-kami/kegiatan-pengelolaan/program-adopsi-pohon/ Reny Sawitri dan/and M. Bismark, Persepsi Masyarakat Terhadap Restorasi Zona Rehabilitasi Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Community Perception to Restoration of Rehabilitation Zone in Mt. Gede Pangrango National Park)* http://forda-mof.org/files/07_reny_ctk_ok.pdf